Anda di halaman 1dari 9

PEMERIKSAAN TERHADAP URUSAN PEMERINTAHAN DI DAERAH

Monita, Pengawas Pemerintahan Madya


pada Inspektorat Daerah Provinsi Sumatera Barat

Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah bertujuan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, peran
serta masyarakat dan peningkatan daya saing. Sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah
adalah Urusan Pemerintahan Konkuren yang diserahkan ke daerah, dengan prinsip
akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. (UU Nomor 23
Tahun 2014)

Pembinaan dan pengawasan terhadap otonomi daerah dilakukan agar pelaksanaan


penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah sesuai dengan kebijakan nasional dan
peraturan perundang-undangan. Pengawasan dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) yaitu Inspektorat Jenderal Kemendagri, Unit Pengawasan Lembaga
Pemerintah Nonkementerian, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota dengan
berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pembinaan dan pengawasan umum dilakukan oleh Menteri guna mendukung


pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah agar dapat berjalan efisien dan efektif ,
sedangkan pembinaan dan pengawasan teknis oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah
Nonkementerian dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren daerah agar sesuai
dengan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP), Gubernur bertindak atas nama Pemerintah
Pusat melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
karena adanya pelimpahan kewenangan dari Presiden.
Agar proses pembinaan dan pengawasan berjalan secara efektif dan efisien, perlu
kejelasan tugas dan sinergi pembinaan dan pengawasan melalui mekanisme koordinasi antara
Pemerintah Pusat dan Gubernur untuk fungsi GWPP, serta Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota
dikoordinasikan oleh Gubernur, agar tidak terjadi pembinaan dan pengawasan yang melebihi
kewenangannya dan tumpang tindih.

Pembagian Urusan Pemerintahan

Urusan pemerintahan terdiri atas:


1. Urusan Pemerintahan Absolut, yaitu Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat, dengan melaksanakannya secara sendiri atau melimpahkan
wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di daerah atau Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. Meliputi: Politik Luar Negeri,
Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional dan Agama.
2. Urusan Pemerintahan Umum, yaitu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan.
3. Urusan Pemerintahan Konkuren, yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dan menjadi dasar pelaksanaan
otonomi daerah berdasarkan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional. Terdiri dari:
a. Urusan Pemerintahan Wajib; dan
b. Urusan Pemerintahan Pilihan.

Urusan Pemerintahan Wajib terbagi lagi atas 2 (dua) yaitu yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dan tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.

6 (enam) Urusan Pemerintahan Wajib Pelayanan Dasar:


a. Pendidikan;
b. Kesehatan;
c. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;
d. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman;
e. Ketenteraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat; dan
f. Sosial.

18 (delapan belas) Urusan Pemerintahan Wajib yang bukan Pelayanan Dasar:


a. Tenaga kerja;
b. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;
c. Pangan;
d. Pertanahan;
e. Lingkungan hidup;
f. Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
g. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa;
h. Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana;
i. Perhubungan;
j. Komunikasi dan Informatika;
k. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah;
l. Penanaman Modal;
m. Kepemudaan dan Olahraga;
n. Statistik;
o. Persandian;
p. Kebudayaan;
q. Perpustakaan; dan
r. Kearsipan.

Urusan Pemerintahan Pilihan, tergantung pada potensi dan keunggulan daerah terdiri atas 8
(delapan) urusan, yaitu:
a. Kelautan dan Perikanan;
b. Pariwisata;
c. Pertanian;
d. Kehutanan;
e. Energi dan Sumber Daya Mineral;
f. Perdagangan;
g. Perindustrian; dan
h. Transmigrasi.

untuk urusan berbasis ekosistem seperti: Kehutanan, Pertambangan, Kelautan dan


Perikanan, diserahkan kepada Pemerintah Provinsi, namun Pemerintah Kabupaten/Kota
tetap bisa mendapat Dana Bagi Hasil.

Kepala Daerah dan DPRD dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dibantu oleh
Perangkat Daerah dan dalam pembentukannya harus memenuhi azas: urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah, intensitas pemerintahan dan potensi daerah, efisiensi,
efektivitas, pembagian habis tugas, rentang kendali, tata kerja yang jelas dan fleksibilitas. Dinas
dibentuk untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, namun
tidak setiap urusan pemerintahan dibentuk dalam organisasi tersendiri. Masing-masing daerah
akan berbeda nomenklatur dan urusan yang dilaksanakan. Ada OPD yang melaksanakan 2
(dua) urusan sekaligus misal: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi, melaksanakan
Urusan Wajib Tenaga Kerja, dan Urusan Pilihan Transmigrasi. Sebaliknya juga terdapat urusan
yang dilaksanakan oleh 2 (dua) OPD, misal: Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan
Perlindungan Masyarakat dilaksanakan oleh Dinas Satpol PP dan Damkar dan Dinas
Kesbangpol. Sedangkan badan dibentuk untuk melaksanakan fungsi Penunjang Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, misal: Badan Keuangan Daerah, Badan
Kepegawaian Daerah dan Bappeda.

Pembinaan dan pengawasan umum meliputi:


1. Pembagian urusan pemerintahan;
2. Kelembagaan daerah;
3. Kepegawaian pada perangkat daerah;
4. Keuangan daerah;
5. Pembangunan daerah;
6. Pelayanan publik di daerah;
7. Kerja sama daerah;
8. Kebijakan daerah;
9. Kepala Daerah dan DPRD; dan
10. Bentuk pembinaan dan pengawasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pembinaan teknis dilakukan terhadap teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan


yang diserahkan ke daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota sedangkan pengawasan teknis
dilakukan terhadap teknis pelaksanaan substansi urusan pemerintahan yang diserahkan ke
Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Pembinaan teknis dilakukan oleh Menteri
Teknis/Kepala Lembaga Pemerintah Nonkementerian dan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah
Pusat, misalnya di Bidang Pendidikan antara lain: pelatihan guru, penelitian dan pengembangan
kurikulum lokal dan konsultasi akreditasi guru.

Sebagai pedoman untuk melakukan pengawasan, Kemendagri menetapkan kebijakan


pengawasan setiap tahunnya, dan untuk pelaksanaan pengawasan Tahun 2020 ditetapkan
Permendagri Nomor 61 Tahun 2019 tentang Perencanaan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan Pemerintah Daerah, meliputi:
1. fokus pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintah Daerah berbasis prioritas
dan risiko;
2. sasaran pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
3. jadwal pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Karena terbatasnya sumber daya untuk melakukan pembinaan dan pengawasan, maka
dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) ditetapkan secara Tematik dengan prinsip:
keserasian, keterpaduan, menghindari tumpang tindih dan pemeriksaan berulang-ulang, serta
efisiensi dan efektivitas sumber daya.

Pengawasan umum dan teknis dilakukan dalam bentuk; reviu, monitoring, evaluasi,
pemantauan, bimbingan teknis dan bentuk pengawasan lainnya.
1. Reviu; adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa
kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma
yang telah ditetapkan.
2. Monitoring; adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
3. Evaluasi; adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan
dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.
4. Pemeriksaan; adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan
secara independen, objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi
pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.

Pengawasan umum dan teknis dilakukan pada tahap kegiatan:


1. penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran daerah;
2. pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
3. pelaksanaan program strategis nasional di daerah;
4. berakhirnya masa jabatan kepala daerah untuk mengevaluasi capaian Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); dan
5. pengawasan dalam rangka tujuan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pengawasan teknis oleh Menteri Teknis/Kepala Lembaga Pemerintah Nonkementerian,


dan GWPP kepada OPD meliputi:
1. Capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) atas pelayanan dasar;
2. Ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk ketaatan
pelaksanaan NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan urusan
pemerintahan konkuren;
3. dampak pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah; dan
4. akuntabilitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam
pelaksanaan Urusan Pemerintahan Konkuren di daerah.

Pembinaan dan pengawasan Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota) terhadap OPD


meliputi:
1. pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah;
2. pelaksanaan Tugas Pembantuan (TP) yang bersumber dari APBD;
3. ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk ketaatan
pelaksanaan NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam tahap perencanaan,
penganggaran, pengorganisasian, pelaksanaan, pelaporan, evaluasi, dan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah; dan
4. akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang bersumber dari APBD;
terdiri atas:
1. pemeriksaan dan penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan serta pelaksanaan
program dan kegiatan;
2. pemeriksaan secara berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu;
3. reviu terhadap dokumen atau laporan secara berkala atau sewaktu-waktu dari Perangkat
Daerah;
4. pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan,
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN); dan
5. monitoring dan evaluasi terhadap program dan kegiatan Perangkat Daerah

Maksud dan Tujuan Pemeriksaan Kinerja

Kinerja adalah gambaran mengenai pencapaian prestasi dari suatu instansi pemerintah.
Hasil kerja instansi ditunjukkan melalui capaian ouput dan outcome dari suatu program atau
kegiatan, sebagai upaya instansi pemerintah mencapai tujuan dan sasaran yang dijabarkan
dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya.

Pemeriksaan kinerja meliputi: penentuan sasaran pemeriksaan mengenai aspek


ekonomis, efisiensi, dan efektivitas dari kinerja manajemen, perolehan bukti terkait tujuan
pemeriksaan, analisis bukti untuk mendapatkan kesimpulan bahwa manajemen telah
menjalankan program dan kegiatan, serta mencapai sasarannya. Pemeriksaan kinerja
bertujuan untuk menilai kinerja suatu organisasi, program atau kegiatan, yang meliputi
pemeriksaan atas aspek: ekonomis, efisiensi, dan efektivitas (3E) dan kepatuhan.

Dengan amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 dan PP Nomor 12 Tahun 2017 diatas maka
Inspektorat Daerah Provinsi Sumatera Barat mempunyai tugas dan fungsi yang ganda untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah
Provinsi kepada OPD Provinsi sekaligus kepada OPD Kabupaten/Kota untuk fungsi GWPP.
Sehingga tujuan pemeriksaan terhadap OPD menjadi:
1. untuk memperoleh keyakinan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh OPD
(sesuai kewenangan) telah dilaksanakan sesuai kewenangan, patuh dan taat terhadap
peraturan perundang-undangan;
2. untuk menilai dan memperoleh keyakinan bahwa kinerja urusan pemerintahan yang
dilaksanakan OPD telah tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan,
3. akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang bersumber dari APBD telah direncanakan,
dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan dengan benar, secara ekonomis, efisien dan
efektif sesuai Core bussines;
4. memberikan rekomendasi saran perbaikan atas kelemahan dalam pelaksanaan
penyelenggaraan urusan pemerintahan.

dan penentuan sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan terhadap OPD Kabupaten/Kota adalah:
1. Kebijakan yang ditetapkan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan, berupa: Peraturan
Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan SOP;
2. ketaatan dan kepatuhan dalam penerapan SPM dan atau NSPK, dalam perencanaan dan
penganggaran, pelaksanaan dan pelaporan;
3. Pelaksanaan Urusan Pemerintahan, meliputi dukungan sumber daya (kelembagaan, SDM
dan anggaran) dan sub urusan sesuai lampiran UU Nomor 23 Tahun 2017;
4. Kinerja Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan sesuai Lampiran Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi
Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Ranperda tentang RPJPD dan RPJMD, serta
Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD.

Teknik pemeriksaan terhadap urusan pemerintahan sebagai berikut:


1. Perencanaan pemeriksaan:
pada awal tahun telah dilakukan penyusunan PKPT dengan menetapkan fokus berdasarkan
prioritas dan resiko, sasaran dan jadwal.
Cara praktis menentukan prioritas yang masuk dalam PKPT selain dengan cara menghitung
resiko, yaitu berdasarkan pertimbangan:
a. merupakan urusan wajib pelayanan dasar;
b. menjadi program unggulan Kepala Daerah;
c. merupakan mandatory;
d. memiliki nilai tambah, misal: menjadi syarat mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID).
Atau Program Prioritas Kepala Daerah dalam RKPD tahun yang berkenaan di Tahun 2020
adalah Bidang Kesehatan, Pendidikan, Pekerjaan Umum, Pariwisata, dan Koperasi dan
UMKM.
2. Persiapan:
a. menetapkan Tim;
b. pemahaman Objek Pemeriksaan dan Identifikasi Masalah;
c. evaluasi Sistem Pengendalian Intern (SPI);
d. penentuan tujuan dan lingkup pemeriksaan;
e. penentuan kriteria pemeriksaan;
f. pengidentifikasian jenis bukti dan prosedur pemeriksaan;
g. penyusunan Program Kerja Pemeriksaan (PKP).
3. Pelaksanaan, dengan metodologi:
a. pengumpulan data dan dokumen;
b. penelaahan/analisis atas data dan dokumen tersebut;
c. perolehan dan pengujian data dengan perhitungan/pembandingan;
d. klarifikasi/konfirmasi/wawancara;
e. penyusunan dan penyampaian konsep temuan pemeriksaan;
f. perolehan tanggapan resmi dan tertulis atas konsep temuan pemeriksaan;
g. penyampaian temuan pemeriksaan.

Sebagai standar atau alat ukur yang digunakan untuk memberikan nilai terhadap
pelaksanaan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan yang diperiksa, perlu dilakukan
pembobotan terhadap masing-masing aspek dan pemberian skor pada masing-masing indikator
setiap aspek. Bobot dan skor dari masing-masing indikator tersebut dijadikan standar dan
ditetapkan dengan keputusan Inspektur.

Sebelum melakukan pemeriksaan dilakukan survey/pendahuluan berupa penilaian/


pengujian terhadap efektivitas desain dan implementasi SPI, untuk mengkaji pengendalian
intern yang diterapkan objek pemeriksaan dalam menjalankan kegiatannya, serta kemungkinan
terjadinya kesalahan dan kecurangan. Efektivitas desain dan implementasi SPI ada 5 (lima)
faktor, yaitu: Lingkungan pengendalian, pengendalian resiko, kegiatan pengendalian, informasi
dan komunikasi, pemantauan dan pengendalian intern. Penilaian risiko dan evaluasi
pengendalian dilakukan dengan menginventarisir dampak dan kemungkinan terjadinya risiko
terhadap masing-masing kegiatan. Penentuan kuantifikasi atas dampak dan kemungkinan atas
risiko yang dipakai:
No Kriteria dampak Skor No Kriteria kemungkinan Skor
1. Rendah sekali 1 1. Jarang sekali 1
2. Rendah 2 2. Jarang 2
3. Tinggi 3 3. Sering 3
4. Tinggi sekali 4 4. Sering sekali 4

Dari risiko dan penyebab yang disusun OPD dilakukan penilaian, bentuk pengendalian terhadap
risiko yang seharusnya ada. Dari hasil pengalian dampak dan kemungkinan atas risiko akan
diperoleh skor untuk masing-masing kegiatan dan program. Jika hasil skornya kurang, maka
dilakukan pemeriksaan kinerja operasional yang berisikan pemeriksaan atas kepatuhan. Jika
hasil skornya sudah bagus, maka dilakukan pemeriksaan kinerja (pelayanan). Kelemahan
pengendalian internal yang ditemukan kemudian disusun dalam LHP tersendiri mengenai SPI
OPD.

Pada prinsipnya langkah pemeriksaan yang dilakukan sama, bedanya adalah pada
pemeriksaan kinerja pelayanan didahului dengan penandatanganan Kesepakatan Penilaian
antara Pemeriksa/Pengawas Pemerintahan bersama Objek Pemeriksaan terhadap indikator
kinerja yang ditetapkan. Seluruh temuan dituangkan pada lembar temuan berisi kondisi, kriteria,
sebab, akibat dan tanggapan atas temuan. Jika terdapat perbaikan yang memerlukan jangka
waktu tertentu, maka pejabat objek pemeriksaan diminta menandatangani rencana aksi/
perjanjian kinerja yang memuat kesediaan untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu
tertentu yang akan dipedomani pada pengawasan selanjutnya.

Dengan merubah konsep pemeriksaan dari yang telah dilaksanakan selama ini dengan
ruang lingkup terdiri dari 3 (tiga) aspek: SDM, Tupoksi, Keuangan, serta sarana dan prasarana,
menjadi pelaksanaan kebijakan, SPM/NSPK, perencanaan, pelaksanaan kinerja OPD
(operasional/pelayanan) beserta pengendaliannya, diharapkan tujuan pemeriksaan atas
pelaksanaan teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai