Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah bertujuan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, peran
serta masyarakat dan peningkatan daya saing. Sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah
adalah Urusan Pemerintahan Konkuren yang diserahkan ke daerah, dengan prinsip
akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. (UU Nomor 23
Tahun 2014)
Urusan Pemerintahan Wajib terbagi lagi atas 2 (dua) yaitu yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar dan tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
Urusan Pemerintahan Pilihan, tergantung pada potensi dan keunggulan daerah terdiri atas 8
(delapan) urusan, yaitu:
a. Kelautan dan Perikanan;
b. Pariwisata;
c. Pertanian;
d. Kehutanan;
e. Energi dan Sumber Daya Mineral;
f. Perdagangan;
g. Perindustrian; dan
h. Transmigrasi.
Kepala Daerah dan DPRD dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan dibantu oleh
Perangkat Daerah dan dalam pembentukannya harus memenuhi azas: urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah, intensitas pemerintahan dan potensi daerah, efisiensi,
efektivitas, pembagian habis tugas, rentang kendali, tata kerja yang jelas dan fleksibilitas. Dinas
dibentuk untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, namun
tidak setiap urusan pemerintahan dibentuk dalam organisasi tersendiri. Masing-masing daerah
akan berbeda nomenklatur dan urusan yang dilaksanakan. Ada OPD yang melaksanakan 2
(dua) urusan sekaligus misal: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi, melaksanakan
Urusan Wajib Tenaga Kerja, dan Urusan Pilihan Transmigrasi. Sebaliknya juga terdapat urusan
yang dilaksanakan oleh 2 (dua) OPD, misal: Urusan Ketentraman, Ketertiban Umum dan
Perlindungan Masyarakat dilaksanakan oleh Dinas Satpol PP dan Damkar dan Dinas
Kesbangpol. Sedangkan badan dibentuk untuk melaksanakan fungsi Penunjang Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, misal: Badan Keuangan Daerah, Badan
Kepegawaian Daerah dan Bappeda.
Karena terbatasnya sumber daya untuk melakukan pembinaan dan pengawasan, maka
dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) ditetapkan secara Tematik dengan prinsip:
keserasian, keterpaduan, menghindari tumpang tindih dan pemeriksaan berulang-ulang, serta
efisiensi dan efektivitas sumber daya.
Pengawasan umum dan teknis dilakukan dalam bentuk; reviu, monitoring, evaluasi,
pemantauan, bimbingan teknis dan bentuk pengawasan lainnya.
1. Reviu; adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa
kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma
yang telah ditetapkan.
2. Monitoring; adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
3. Evaluasi; adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan
dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.
4. Pemeriksaan; adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan
secara independen, objektif dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi
pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
Kinerja adalah gambaran mengenai pencapaian prestasi dari suatu instansi pemerintah.
Hasil kerja instansi ditunjukkan melalui capaian ouput dan outcome dari suatu program atau
kegiatan, sebagai upaya instansi pemerintah mencapai tujuan dan sasaran yang dijabarkan
dengan pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Dengan amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 dan PP Nomor 12 Tahun 2017 diatas maka
Inspektorat Daerah Provinsi Sumatera Barat mempunyai tugas dan fungsi yang ganda untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah
Provinsi kepada OPD Provinsi sekaligus kepada OPD Kabupaten/Kota untuk fungsi GWPP.
Sehingga tujuan pemeriksaan terhadap OPD menjadi:
1. untuk memperoleh keyakinan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh OPD
(sesuai kewenangan) telah dilaksanakan sesuai kewenangan, patuh dan taat terhadap
peraturan perundang-undangan;
2. untuk menilai dan memperoleh keyakinan bahwa kinerja urusan pemerintahan yang
dilaksanakan OPD telah tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan,
3. akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang bersumber dari APBD telah direncanakan,
dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan dengan benar, secara ekonomis, efisien dan
efektif sesuai Core bussines;
4. memberikan rekomendasi saran perbaikan atas kelemahan dalam pelaksanaan
penyelenggaraan urusan pemerintahan.
dan penentuan sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan terhadap OPD Kabupaten/Kota adalah:
1. Kebijakan yang ditetapkan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan, berupa: Peraturan
Daerah, Peraturan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan SOP;
2. ketaatan dan kepatuhan dalam penerapan SPM dan atau NSPK, dalam perencanaan dan
penganggaran, pelaksanaan dan pelaporan;
3. Pelaksanaan Urusan Pemerintahan, meliputi dukungan sumber daya (kelembagaan, SDM
dan anggaran) dan sub urusan sesuai lampiran UU Nomor 23 Tahun 2017;
4. Kinerja Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan sesuai Lampiran Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi
Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Ranperda tentang RPJPD dan RPJMD, serta
Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD.
Sebagai standar atau alat ukur yang digunakan untuk memberikan nilai terhadap
pelaksanaan penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan yang diperiksa, perlu dilakukan
pembobotan terhadap masing-masing aspek dan pemberian skor pada masing-masing indikator
setiap aspek. Bobot dan skor dari masing-masing indikator tersebut dijadikan standar dan
ditetapkan dengan keputusan Inspektur.
Dari risiko dan penyebab yang disusun OPD dilakukan penilaian, bentuk pengendalian terhadap
risiko yang seharusnya ada. Dari hasil pengalian dampak dan kemungkinan atas risiko akan
diperoleh skor untuk masing-masing kegiatan dan program. Jika hasil skornya kurang, maka
dilakukan pemeriksaan kinerja operasional yang berisikan pemeriksaan atas kepatuhan. Jika
hasil skornya sudah bagus, maka dilakukan pemeriksaan kinerja (pelayanan). Kelemahan
pengendalian internal yang ditemukan kemudian disusun dalam LHP tersendiri mengenai SPI
OPD.
Pada prinsipnya langkah pemeriksaan yang dilakukan sama, bedanya adalah pada
pemeriksaan kinerja pelayanan didahului dengan penandatanganan Kesepakatan Penilaian
antara Pemeriksa/Pengawas Pemerintahan bersama Objek Pemeriksaan terhadap indikator
kinerja yang ditetapkan. Seluruh temuan dituangkan pada lembar temuan berisi kondisi, kriteria,
sebab, akibat dan tanggapan atas temuan. Jika terdapat perbaikan yang memerlukan jangka
waktu tertentu, maka pejabat objek pemeriksaan diminta menandatangani rencana aksi/
perjanjian kinerja yang memuat kesediaan untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu
tertentu yang akan dipedomani pada pengawasan selanjutnya.
Dengan merubah konsep pemeriksaan dari yang telah dilaksanakan selama ini dengan
ruang lingkup terdiri dari 3 (tiga) aspek: SDM, Tupoksi, Keuangan, serta sarana dan prasarana,
menjadi pelaksanaan kebijakan, SPM/NSPK, perencanaan, pelaksanaan kinerja OPD
(operasional/pelayanan) beserta pengendaliannya, diharapkan tujuan pemeriksaan atas
pelaksanaan teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan dapat tercapai.