Anda di halaman 1dari 8

BAB V

PEMBAHASAN

Diabetes mellitus telah menjadi ancaman kesehatan global. Prevalensi diabetes


mellitus terus meningkat, dan diprediksi akan terus meningkat di masa mendatang. Jumlah
pasien diabetes mellitus yang datang ke Puskesmas Rapak Mahang sepanjang tahun 2018
tercatat sebanyak 2048 pasien. Pada saat ini diabetes mellitus menduduki peringkat dua
dalam kategori penyakit tidak menular yang paling sering ditemukan di Puskesmas Rapak
Mahang pada tahun 2016.2,4,5

Prevalensi kejadian DM lebih banyak ditemukan pada wanita, dengan persentase


sebesar 59,42%. Hasil penelitian ini sesuai konsisten dengan data Riskedas 2013 yang
menunjukkan prevalensi kejadian DM pada wanita lebih tinggi daripada pria. 4 Wanita lebih
berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks
masa tubuh yang lebih besar. Penurunan kadar estrogen dan progesteron pada wanita yang
mengalami menopause juga mempengaruhi respon sel-sel tubuh terhadap insulin. Wanita
yang pernah mengalami diabetes mellitus gestasional selama masa kehamilan dan
menggunakan KB hormonal juga memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena diabetes
mellitus.10

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) merekomendasikan untuk dilakukan


pemeriksaan penyaring (skrining) diabetes mellitus pada setiap orang yang berusia diatas 45
tahun.2 Rekomendasi ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan prevalensi DM
paling sering ditemukan pada kelompok usia 46-55 tahun (39,61%) dan kelompok usia 56-65
tahun (34,06%). Hanya 1,45% pasien yang berada dalam kelompok usia 26-35 tahun dan
13,29% pasien yang berada dalam kelompok usia 36-45 tahun. Tidak ada pasien diabetes
mellitus yang berusia dibawah 26 tahun.

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes melitus akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Berdasarkan onset terjadinya, komplikasi diabetes
mellitus dapat diklasifikasikan menjadi komplikasi yang bersifat akut dan komplikasi yang
bersifat kronik.2

Komplikasi akut diabetes mellitus yang paling sering ditemukan adalah hipoglikemia,
ketoasidosis diabetic (KAD), dan Koma hyperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK). 2

40
Selama periode Januari – Desember 2018, tidak ada pasien DM yang mengalami komplikasi
akut diabetes mellitus yang datang ke puskesmas Rapak Mahang.

Peningkatan prevalensi diabetes mellitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh


meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus. Komplikasi
kronik diabetes mellitus dapat terjadi pada makrovaskular, yang bermanifestasi sebagai
penyakit jantung koroner, stroke, atau penyakit arteri perifer; dan juga dapat terjadi pada
mikrovaskular yang bermanifestasi sebagai retinopati, nefropati, dan neuropati. 2 Hasil
penelitian menunjukkan hipertensi merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan
(78%), diikuti oleh neuropati diabetik (10,14%), penyakit jantung koroner (0,5%), retinopati
diabetik (2,20%), dan stroke (0,6%).

Ulkus diabetikum dialami oleh 78 pasien atau sekitar 7,83% pasien DM yang datang
ke Puskesmas Rapak Mahang sepanjang tahun 2016. Prevalensi ini sedikit dibawah
prevalensi ulkus diabetikum secara global yang berkisar 15%. Proses terjadinya kaki diabetik
diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik
yang menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa
terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah titik tumpu
yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki, sehingga
penderita merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu. Proses infeksi sering
merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati.12
Neuropati diabetik merupakan komplikasi kedua yang paling sering ditemukan pada
pasien DM yang datang ke Puskesmas Rapak Mahang pada tahun 2018. Jumlah penderitanya
sebanyak 101 atau sekitar 10,14% dari total pasien DM. Kadar glukosa darah tidak
terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik,
motorik, dan autonom. Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan
sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga
meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga hilang.
Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan penonjolan abnormal tulang,
arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas seperti hammer toe dan hallux rigidus.
Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan
plantar kaki dan mudah terjadi ulkus. Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak
berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit.
Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma
minimal. Hal tersebut juga dapat karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang

41
mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya
refleks otot dan atrofi otot.13
Retinopati diabetik merupakan salah satu penyebab kebutaan yang paling sering pada
dewasa. Dari jumlah total 2048 pasien DM yang datang ke Puskemas Rapak Mahang, 22
pasien (2,20%) didiagnosis retinopati diabetik. Angka prevalensi ini jauh dibawah prevalensi
global yang berkisar 34,6%. Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada
retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu
terbentuknya reactive oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation end products
(AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang
pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1
(IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan pembuluh darah. Keadaan ini
menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia
menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan
pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membrane basalisnya, defisiensi taut
kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya,terjadi kebocoran
protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous. Di pelayanan primer
pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada
pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan
retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh
dokter spesialis mata.14
Nefropati diabetik merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus yang paling sedikit
ditemukan di Puskesmas Rapak Mahang pada tahun 2018. Hanya dua pasien atau sekitar
0,5% dari total pasien DM yang mengalami nefropati diabetik. Prevalensi nefropati DM ini
lebih rendah dibandingkan prevalensi nefropati DM secara global yang berkisar 5-20%.
Nefropati diabetik ditandai dengan adanya mikroalbuminuria (30mg/hari atau 20 ug/menit)
tanpa adanya gangguan ginjal, disertai dengan peningkatan tekanan darah sehingga
mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus, yang pada akhirnya menyebabkan gagal
ginjal tahap akhir. Perubahan dini yang terjadi pada ginjal diabetic adalah hiperfiltrasi di
glomerulus, hipertrofi glomerulus, peningkatan ekskresi albumin urin (EAU), peningkatan
ketebalan membrane basal, dan ekspansi mesangial dengan penimbunan protein-protein MES
seperti kolagen, fibronektin, dan laminin. Nefropati diabetik lanjut ditandai dengan
proteinuria, penurunan fungsi ginjal, penurunan bersihan kreatinin, glomeruloskelerosis, dan
fibrosis interstisial.15

42
Penyakit jantung koroner dan stroke merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas pada pasien diabetes mellitus. American Heart Association memperkirakan 65%
penderita DM meninggal akibat penyakit jantung koroner dan stroke. Penyakit jantung
koroner dialami oleh 5 pasien (0,5%) dan stroke terjadi pada 6 orang (0,6%) dari jumlah
pasien diabetes mellitus yang datang ke puskesmas rapak mahang pada tahun 2018.
Aterosklerosis merupakan proses yang mendasari terjadinya berbagai penyakit kardivaskular,
seperti penyakit jantung koroner dan stroke. Proses aterosklerosis merupakan proses
inflamasi kronik yang terjadi pada endotel pembuluh darah. Keadaan hiperglikemi akan
meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein,
terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized LDL)  yang menginsiasi sekresi sitokin
proinflamsi , yang selanjutnya akan menginduksi proses inflamasi, sehingga terbentuk plak
ateroma. Berbagai faktor hemodinamik dan stres oksidatif dapat menyebabkan terjadinya
ruptur plak ateroma. Peningkatan fibrinogen serta aktivitas factor VII  dan PAI-1 yang terjadi
pada keadaan hiperglikemia kronik akan menyebabkan penurunan urokinase dan
meningkatkan aggregasi platelet, sehingga meningkatkan resiko terjadinya trombosis dan
fibrinolisis, yang selanjutnya bermanifestasi sebagai penyumbatan pada pembuluh darah
koroner (penyakit jantung kornoer) atau pada pembuluh darah otak (stroke).16 

43
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Jumlah penderita diabetes mellitus yang berobat ke Puskesmas Rapak Mahang lebih
banyak yang berjenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki.
b. Diabetes mellitus paling sering terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 45 tahun.
Penderita diabetes melitus yang berusia 36-45 tahun sebanyak 263 pasien (12,84%)
dan 55 pasien (2,69%) yang berusia < 36 tahun.
c. Urutan komplikasi DM yang paling terjadi adalah hipertensi, ulkus diabetik, neuropati
diabetik, gangguan integritas kulit diabetik, penyakit jantung koroner, retinopati
diabetik, stroke, dan nefropati diabetik.

6.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas maka penulis mengharapkan beberapa hal
sebagai berikut:
a. Bagi penelitian selanjutnya
Diharapkan dapat dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengidentifikasi faktor
risiko terjadinya penyakit diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas rapak
mahang, sehingga dapat ditetapkan pendekatan program untuk mengantisipasi
terjadinya peningkatan prevalensi diabetes mellitus di kemudian hari.

b. Bagi Puskesmas Rapak Mahang


1. Bagi pemegang program penyakit tidak menular agar dapat menampilkan video
audiovisual mengenai faktor risiko dan contoh pola hidup sehat.

44
2. Bagi Bidang promosi kesehatan dapat melakukan promosi pola hidup sehat dan
faktor risiko diabetes mellitus, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat dan mengurangi angka kejadian diabetes mellitus.
3. Bagi bidang promosi kesehatan, dapat melakukan edukasi mengenai pengaturan
pola makan, aktivitas fisik, dan perawatan kaki pada pasien diabetes mellitus
4. Bagi lab, dapat melengkapi pemeriksaan penunjang lain seperti HbA1C dan
fungsi ginjal.
5. Bagi bagian farmasi, penyedian obat terkait tatalaksana DM, penunjang diagnosis
DM (glukosa 75 gram untuk TTGO), dan tatalaksana komplikasi DM

45
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Diabetes fact sheet [internet]. 2016 [updated 2016 Nov;
Cited 2017 Feb 2]. Available from :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/
2. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Mellitus di Indonesia 2015. Jakarta : PB Perkeni;2015.P.1-82.
3. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. In : Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata MK, Setyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th
ed. Jakarta: Interna Publishing;2014.P.2315-22.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013.Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI;2013.P.1-
261.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta:
Pusat data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI;2014.P.1-8.
6. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2013. Samarinda.2014.P.1-142.
7. Dinkes Kukar, Data PTM tahun 2015.
8. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In : Setiati S, Alwi I,
Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setyohadi B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing;2014.P.2323-7.
9. Restyana NF. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority.2015;4:93-102.
10. Soegondo S. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe 2. In :
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setyohadi B, Syam AF, editors.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing;2014.P.2328-46.
11. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes: mekanisme terjadinya, diagnosis, dan
strategi pengelolaan. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata MK, Setyohadi

46
B, Syam AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna
Publishing;2014.P.2359-66.
12. Tarigan THE. Ketoasidosis diabetik.
13. Wahyuni S, Alkaff RN. Diabetes Mellitus pada Perempuan Usia Reproduksi di
Indonesia Tahun 2007.2013;l3:46-51.
14. Kurniawan LB. Patofisiologi, Skrining, dan Diagnosis Laboratorium Diabetes Melitus
Gestasional.CDK-246.2016;43:811-3.

47

Anda mungkin juga menyukai