Anda di halaman 1dari 85

i

MODUL PEMBELAJARAN
BASIC LIFE SUPPORT

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
Kampus Departemen Keperawatan FK UNDIP
Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang Semarang 50275
Telp. (024) 76480919, Fax (024) 76486849
Website : www.keperawatan.undip.ac.id
ii
Hak Cipta ©2021 pada Program Sarjana Keperawatan
Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro

Disclaimer: Modul ini merupakan panduan untuk mahasiswa Program


Sarjana Keperawatan Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro untuk mengikuti mata kuliah elektif
Basic Life Support (BLS). Modul ini menjadi dokumen yang senantiasa
diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi keperawatan maupun kesehatan secara umum serta
perubahan kebutuhan pembelajaran. Masukan dari berbagai pihak
diharapkan dapat meningkatkan kualitas modul ini.

Cover Design: Niken Safitri Dyan Kusumaningrum

Editor: Niken Safitri Dyan Kusumaningrum

Kontributor Naskah:
1. Niken Safitri Dyan Kusumaningrum
2. Wahyu Hidayati
3. Reni Sulung Utami
4. Yuni Dwi Hastuti
5. Nana Rochana

iii
IDENTITAS PEMILIK

Nama : …………………………………….............................
NIM : …………………………………….............................
Tempat/ tgl lahir : …………………………………….............................
Alamat Rumah : …………………………………….............................
……………………………………..............................
……………………………………..............................
Nomor Telp. : …………………………………….............................
Alamat Kost : …………………………………….............................
……………………………………..............................
……………………………………..............................
Nomor Telp. : …………………………………….............................
Golongan Darah : …………………………………….............................

Pemilik,
Pas foto
3x4

……………………………

iv
PRAKATA

Puji dan syukur Kami panjatkan kepada Allah SWT sehingga


modul pembelajaran Basic Life Support (BLS) ini dapat
terselesaikan. Kami selalu berusaha untuk memberikan yang
terbaik sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan terkini.
Basic life support, atau sering kali dalam istilah kita dikenal
sebagai pertolongan pertama atau bantuan hidup dasar,
merupakan serangkaian usaha awal yang dilakukan untuk
mempertahankan atau mengembalikan fungsi pernafasan dan
sirkulasi pada seseorang yang mengalami kondisi yang mengancam
nyawa. Tindakan penyelamatan ini tidak saja penting dilakukan
oleh tenaga kesehatan, tetapi juga perlu diketahui dan dipahami
oleh orang awam.
Mahasiswa keperawatan sebagai salah satu calon tenaga
kesehatan mempunyai peranan yang krusial dalam pemberian
pertolongan pertama ini nantinya. Oleh karena itu, mahasiswa
harus dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan yang
memadai dalam mengupayakan keselamatan korban dengan
kondisi yang mengancam nyama. Dengan demikian, modul
pembelajaran ini dibuat operasional untuk memandu mahasiswa
dalam melaksanakan pembelajaran mata kuliah elektif ini di tahap
akademik.
Semarang, Februari 2021
Penyusun,

v
DAFTAR ISI

IDENTITAS PEMILIK iv
PRAKATA v
DAFTAR ISI vi
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER 1
DAFTAR KOMPETENSI KETERAMPILAN KEPERAWATAN 3
PANDUAN PEMBELAJARAN 4

vi
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

MATA AJAR : ELEKTIF (BASIC LIFE SUPPORT)


KODE M.A. : LDIP 6055
BEBAN STUDI : 3 SKS (P)
PERIODE WAKTU : SEMESTER GENAP
PENEMPATAN : Semester II

1. DESKRIPSI MATA AJAR


Mata kuliah ini berfokus pada penanganan atau pertolongan
dasar pada klien dengan segala rentang usia yang mengalami
kondisi yang mengancam nyawa di area pre-hospital. Materi
yang diajarkan dalam mata kuliah ini meliputi pokok bahasan
utama dalam basic life support yang mencakup pengkajian,
pembebasan jalan napas, pemberian bantuan nafas, resusitasi
jantung paru, dan transportasi klien. Selain itu, juga akan
dibahas tentang aplikasi pokok bahasan utama pada kasus-
kasus tertentu seperti keracunan, perdarahan, fraktur, luka
bakar, dan hipotermia.

2. CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH


Mampu merumuskan (C4) tindakan bantuan hidup dasar pada
klien dengan kondisi life-threatening (mengancam nyawa) dan
mengasumsikan (A3) kondisi ideal sesuai dengan kondisi nyata
serta mendemonstrasikan (P4) bantuan hidup dasar ke
phantom dan probandus sesuai pertimbangan aspek etik dan
legal.

3. WAKTU PEMBELAJARAN
Setiap minggu, pembelajaran secara terstruktur dilaksanakan
selama 3 x 170 menit.

1
4. METODE PEMBELAJARAN
- Ceramah
- Diskusi
- Small group discussion (SGD)
- Demonstrasi
- Simulasi
- Problem based learning (PBL)

5. EVALUASI PEMBELAJARAN
- Praktikum : 30%
- Penugasan : 30%
- Evaluasi tengah semester : 15%
- Evaluasi akhir semester : 15%
- Soft Skills : 10%

2
DAFTAR KOMPETENSI KETERAMPILAN KEPERAWATAN
(sesuai KMK no. 1 tahun 2020 tentang Standar Profesi
Perawat)

No. KETERAMPILAN KEPERAWATAN TINGKAT


KETERAMPILAN
1. Pembebasan jalan nafas (head tilt, chin 4
lift, jaw trust, in line)
2. Pengeluaran sumbatan benda padat 3
dengan forcep McGill
3. Pemberian defibrilasi 2
4. Resusitasi Jantung Paru 4
5. Pemasangan bidai 4
6. Pemberian balut tekan 4
7. Perawatan resusitasi cairan 3
8. Transfer klien 4

Keterangan tingkat keterampilan:


1. Memahami untuk diri sendiri → mengetahui teori
keterampilan
2. Memahami dan menjelaskan → mengetahui permasalah
dan solusinya
3. Memahami, menjelaskan, dan melaksanakan di bawah
supervisi → melakukan di bawah supervisi
4. Memahami, menjelaskan, dan melaksanakan secara
mandiri → melakukan secara mandiri

3
PANDUAN
PEMBELAJARAN

4
Ceramah dan Diskusi:
1. Konsep BLS
2. Isu Etik legal dalam pemberian tindakan
BLS
Pelaksanaan:
Minggu I

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu memahami (C2) konsep basic life support (BLS)/ bantuan
hidup dasar (BHD) dan isu etik dan legal dalam pemberian tindakan
life support melalui penyajian konsep dengan tingkat kebenaran 80%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian bantuan hidup dasar.
2. Memahami tujuan pemberian bantuan hidup dasar.
3. Menjelaskan indikasi melakukan bantuan hidup dasar.
4. Memahami rantai keselamatan dan langkah-langkah bantuan
hidup dasar.
5. Memahami pertimbangan serta isu etik dan legal dalam
pemberian bantuan hidup dasar.
6. Menganalisis dan menilai kondisi yang terjadi pada korban
berdasarkan pertimbangan etik dan legal.
7. Mengambil keputusan atas kondisi yang ditemui berdasarkan
pertimbangan etik dan legal.

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Pada minggu I, mahasiswa akan melaksanakan pembelajaran
dengan metode ceramah dan diskusi. Sebelum proses perkuliahan
dimulai, mahasiswa sebaiknya membaca referensi yang
disarankan.
Pertanyaan Pemicu:
1. Apakah yang dimaksud dengan basic life support?

5
2. Sebut dan jelaskan tujuan basic life support!
3. Apa saja yang menjadi indikasi dilakukannya basic life support?
4. Sebut dan jelaskan tentang rantai keselamatan dan langkah-
langkah basic life support!
5. Pertimbangan apa yang diperlukan untuk mengambil
keputusan mengenai kondisi klien korban yang mengancam
nyawa?
3. Mahasiswa harus secara aktif mengikuti pembelajaran sampai
selesai dan menyampaikan pertanyaan jika ada hal yang dianggap
kurang jelas.

TUGAS MAHASISWA
Baca tentang konsep BLS dan isu etik legal dalam pemberian tindakan
BLS sebelum sesi pembelajaran.

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1. ...
2. ...
3. ...
4. ...
5. Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2020). Highlight of the 2020
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York

6
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby

RINGKASAN MATERI

Definisi Basic Life Support (BLS)


Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support merupakan usaha
yang pertama kali dilakukan untuk mempertahankan
kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang
mengancam nyawa (Guyton & Hall, 2008). Bantuan hidup
dasar merupakan salah satu upaya yang harus segera
dilakukan oleh seorang apabila menemukan korban yang
membutuhkannya.
Bantuan hidup dasar (basic life support- BLS) adalah suatu
tindakan saat pasien ditemukan dalam keadaan tiba-tiba tidak
bergerak, tidak sadar, atau tidak bernapas, maka periksa
respon pasien. Bila pasien tidak ada respon, aktifkan sistem
darurat dan lakukan tindakan bantuan hidup dasar
(Hermayudi & Ariani 2017).

Tujuan Basic Life Support (BLS)


Tujuan utama dari BLS adalah melakukan tindakan oksigenasi
darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan
mendistribusikan darah - oksigen ke jaringan tubuh. BLS juga

7
berusaha untuk memberikan bantuan sirkulasi sistemik serta
ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal
sampai diperoleh kembali sirkulasi sistemik spontan atau tiba
bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk
melakukan bantuan hidup lanjutan.
Secara singkat, tujuan BLS antara lain:
1. Mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas dengan
meminimalkan penderitaan.
2. Mencegah penyakit atau cedera lebih lanjut.
3. Mendorong pemulihan.

Tindakan dalam BLS meliputi:


● mengenali henti jantung atau henti nafas
● meminta bantuan
● membuka dan membebaskan jalan nafas
● memberikan bantuan nafas
● mempertahankan sirkulasi

Prinsip 3 A dalam tindakan BLS terdiri atas:


Aman Diri/ Penolong
● Pastikan kondisi kita mampu untuk memberikan
pertolongan
● Selalu pertimbangkan pemakaian alat pelindung diri untuk
mencegah kemungkinan penularan penyakit dari korban.
Aman Korban
● Perhatikan kemungkinan cedera yang dapat
membahayakan nyawa korban (contoh: cedera tulang
leher).
● Prinsip BLS jangan menambah cedera baru pada korban (
do no further harm).

8
Aman Lingkungan
● Pastikan lingkungan aman sebelum melakukan BLS pada
korban.
● korban dipindahkan ke lokasi yang lebih aman sebelum
melakukan BLS.

9
Small Group Discussion (SGD):
Isu Etik legal dalam pemberian
tindakan BLS
Pelaksanaan:
Minggu II

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu menganalisis (C4) isu etik legal dalam pemberian tindakan
basic life support dengan menggunakan contoh kasus dengan
ketepatan analisis sesuai referensi 70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Memahami kebijakan tentang basic life support
2. Mengerti aspek etik dan legal dalam praktik pemberian basic life
support.

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Pada minggu II, mahasiswa melaksanakan pembelajaran dengan
metode small group discussion untuk mendiskusikan dan
mempresentasikan skenario kasus yang telah diberikan
sebelumnya.
2. Mahasiswa mendiskusikan skenario kasus di masing-masing
kelompok yang terdiri atas 9-10 orang.
3. Setiap kelompok cukup menyelesaikan dan menganalisis 1
skenario kasus, kemudian mempresentasikannya pada sesi
pembelajaran kelas sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

TUGAS MAHASISWA
Mendiskusikan skenario kasus dan mempersiapkan materi presentasi.

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan

10
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

11
RINGKASAN MATERI

Masalah yang menantang sering kali dihadapi oleh penolong


saat memberikan pertolongan pertama pada kondisi yang
mengancam nyawa. Kondisi-kondisi tersebut membutuhkan
pertimbangan-pertimbangan matang baik dari sisi etik
maupun secara legal.

“Do not resuscitate” (DNR) merupakan kondisi yang sarat


dengan pro kontra sehingga perlu dikaji dari segi bioetik dan
medikolegal secara hati-hati untuk masing-masing kasus. DNR
adalah perintah untuk tidak melakukan upaya penyelamatan
pasien berupa resusitasi jantung paru. DNR pada beberapa
kepustakaan disebut juga sebagai Do Not Attempt
Resuscitation (DNAR), Do Not Attempt Cardiopulmonary
Resuscitation (DNACPR) or Allow Natural Death (AND).

Perdebatan mengenai aspek hukum DNR masih terus berlaku.


Beberapa negara melakukan pelarangan DNR atas beberapa
pertimbangan. Aspek yang banyak digunakan untuk menolak
DNR adalah aspek etis dan agama. Kaidah etis dan terutama
kaidah agama menjadi banyak dasar pihak yang menolak
dilakukan DNR. Agama tidak memberikan kuasa pada manusia
untuk dapat menentukan hidup dan mati seseorang
sebagaimana keputusan DNR dianggap dapat menentukan
hidup dan mati seseorang. Beberapa pertimbangan yang
digunakan kelompok pro terhadap DNR adalah pertimbangan
legal dan etis. Pertimbangan legal misalnya, bahwa
rekomendasi American Heart Association (AHA), sebagai salah
satu panduan yang banyak digunakan di seluruh dunia,
menyatakan bahwa RJP tidak diindikasikan pada semua
pasien. Pasien dengan kondisi terminal, penyakit yang tidak

12
reversibel, dan penyakit dengan prognosis kematian hampir
dapat dipastikan, tidak perlu dilakukan RJP. Pandangan etis
terhadap DNR juga dipakai sebagai alasan pembenaran
tindakan tersebut. Melakukan resusitasi jantung paru tidak
hanya dibatasi oleh kaidah legal dan teknis namun juga
mempertimbangan 4 kaidah bioetika, asas manfaat
(beneficence), prinsip do no harm (non maleficence), perlakuan
yang adil (justice), dan hak otonomi pasien (autonomy).

SKENARIO KASUS

Kasus 1
Seorang preman pasar ditemukan tidak sadarkan diri setelah
tidak sengaja ditusuk oleh seorang pedagang yang baru saja
diancamnya. Korban terlihat berdarah di bagian perut dan
mengerang kesakitan. Orang disekitar tidak mau menolong
dan justru menyalahkan korban. Beberapa menit kemudian
korban tidak sadarkan diri. Saat dilakukan pemeriksaan klien
masih bernafas dan nadi cepat dan lemah. Orang-orang di
sekitar mengatakan tidak usah ditolong saja. Bagaimana
pertimbangan etik dan legal untuk kasus ini?

Kasus 2
Anda menemukan seseorang pengendara motor yang menjadi
korban tabrak lari di jalan raya. Kondisinya tidak sadar dan
terdapat fraktur femur dengan perdarahan masif. Di lokasi
belum ada ambulans ataupun polisi yang menolong korban.
Bagaimana pertimbangan etik dan legal untuk kasus ini?

Kasus 3
Seorang pencuri tidak sadarkan diri dengan wajah dan tubuh
babak belur setelah diamuk oleh warga. Sebagian warga tidak

13
peduli dengan kondisi pencuri itu, bahkan ada yang masih
ingin memukulnya. Ketua RT menghentikan warganya dan
ingin menyelamatkan pencuri dan membawanya ke kantor
polisi. Bagaimana pertimbangan etik dan legal untuk kasus ini?

Kasus 4
Seorang wanita, berusia 87 tahun, tiba-tiba pingsan di
restoran saat makan malam bersama keluarganya. Keluarga
dibantu petugas restoran segera mencari pertolongan untuk
pasien. Seorang petugas restoran mengenali salah satu
pengunjungnya adalah seorang perawat. Sembari menunggu
pertolongan datang dari ambulan 118/ 119, petugas restoran
tersebut meminta bantuan pengunjung tersebut untuk
memberikan bantuan dan resusitasi jantung paru kepada
pasien. Namun, pengunjung tersebut menolaknya dengan
alasan bukan merupakan kompetensinya. Bagaimana
pertimbangan etik dan legal untuk kasus ini?

Kasus 5
Seorang wanita usia 65 tahun menderita kanker, yang sudah
berpesan kepada keluarga dan perawat keluarga bahwa beliau
ingin meninggal dengan tenang, ditemukan tidak sadarkan diri
dirumah. Keluarga memanggil ambulan kemudian petugas
ambulan memberikan resusitasi jantung dan paru. Bagaimana
pertimbangan etik dan legal untuk kasus tersebut?

14
Demonstrasi dan Simulasi:
Initial Assessment
Pelaksanaan:
Minggu III

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu mengaplikasikan (C3) dan mendemonstrasikan (P3)
pengkajian primer pada klien dengan kondisi mengancam nyawa yang
dilakukan pada phantom dan probandus dengan ketepatan
pengkajian 70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Memahami pengelolaan awal klien yang mengalami ancaman
nyawa
2. Menampilkan teknik initial assessment melalui pengkajian primer
dalam praktik pemberian basic life support.

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Pada minggu II, mahasiswa melaksanakan pembelajaran dengan
metode small group discussion untuk mendiskusikan dan
mempresentasikan skenario kasus yang telah diberikan
sebelumnya.
2. Mahasiswa mendiskusikan skenario kasus di masing-masing
kelompok yang terdiri atas 8 - 9 orang.
3. Setiap kelompok cukup menganalisis 1 skenario kasus, kemudian
mempresentasikan dan mendemonstrasikan pada sesi
pembelajaran kelas sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

TUGAS MAHASISWA
Mahasiswa wajib membaca referensi tentang pengkajian primer atau
initial assessment sebelum pembelajaran.

15
TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.

16
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Initial Assessment atau pengkajian awal adalah pengkajian


awal pada korban yang mengalami cedera dan dibutuhkan
pelayanan segera untuk mencegah kematian. Initial
assessment juga merupakan proses penilaian yang cepat dan
penanganan yang tepat untuk menghindari kematian pada
pasien yang dilakukan saat menemukan pasien dengan kondisi
gawat darurat. Tujuannya adalah untuk mencegah semakin
parahnya penyakit pasien dan menghindari kematian.

Tahapan Penanganan Penderita


Penanganan penderita berlangsung dalam 2 keadaan berbeda:
1. Pra-rumah sakit (pre-hospital), di mana seluruh kejadian
berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di rumah
sakit. Prinsip pertama adalah Do No Further Harm.
Petugas yang datang ke tempat kejadian kecelakaan dan
mempunyai sertifikasi gawat darurat dan perawatan
yang lengkap untuk menyelamatkan pasien
2. Fase rumah sakit (In-Hospital), dilakukan untuk
menerima pasien sehingga dapat dilakukan resusitasi
dalam waktu cepat
Hal awal yang harus diperhatikan oleh penolong saat
menemukan korban adalah mengenali lingkungan dan situasi
tempat kejadian, serta memastikan keamanan dan bahaya
yang dapat terjadi.

17
Pengkajian awal inti adalah:
1. Primary survey, yaitu pengkajian ABC (Airway, Breathing,
Circulation) atau ABCDE untuk mencari keadaan yang
dapat mengancam nyawa pasien. Penanganan awal
sesuai ABCDE dan melakukan resusitasi jika diperlukan.
Primary survey dilakukan pada tahap pre hospital sangat
penting dilakukan. Penanganan awal klien yang dikaji
yaitu tingkat kesadaran (Level of Consciousness) dan
pengkajian secondary survey, yaitu Head To Toe,
pemeriksaan mulai dari ujung kepala sampai kaki
2. Pemasangan alat definitif

Primary survey pre-hospital penting untuk memberikan


pertolongan pertama dan mencegah kematian kepada klien
yang mungkin ditemukan di mana pun berada.
Kemampuan mengkaji di awal dan memberikan pertolongan
pertama yang tepat, akan mengurangi resiko kecacatan dan
kematian. Teknik dalam primary survey:
1. Pengkajian secara cepat dilakukan dalam 10 detik.
tanyakan nama klien dan tanyakan apa yang terjadi?
2. Cek kondisi : 1) jalan nafas yang paten; 2) Kecukupan
udara untuk berbicara; 3) Kecukupan perfusi (tidak ada
kepucatan, kulit hangat;, 4) Sensorik berfungsi dengan
baik (status mental, persepsi dan interpretasi)
3. A: Airway (Kepatenan jalan nafas) - Tetapkan jalan napas
yang paten dengan pelindung c-spine. Tindakan
penanganan dengan cara kosongkan jalan napas
menggunakan hisap lubang lebar. Chin lift/ Jaw thrust
manoeuvre (Maneuver dagu angkat/ dorong rahang).
Jalan napas orofaring/ nasofaring. Jalan napas definitif
(Cuffed, Secured endotracheal tube).

18
4. B: Breathing and ventilation – mengkaji dan meyakinkan
keadekuatan oksigenasi dan ventilasi.
5. C: Circulation. Sirkulasi (klien dengan pengontrolan
perdarahan). Mengecek sumber perdarahan. Apakah ada
tension pneumothorax? Mencari sumber perdarahan
(perdarahan internal atau eksternal). Perdarahan
internal: cek adanya jejas pada dada, abdomen/ perut
dan retroperitoneum, pelvis, tulang panjang.
Pada bagian ini dikaji tentang perfusi organ (tingkat
kesadaran, warna kulit dan temperatur, frekuensi nadi
dan karakteristiknya). Selain itu juga dilakukan
pengontrolan perdarahan dengan cara mengganti cairan,
dan menilai kesulitan pasien (lansia, anak-anak, atlit,
pengobatan).
6. D: Disabilitas: penilaian status neurologis. Penilaian
secara cepat: tingkat kesadaran (Glasgow Coma Scale),
ukuran dan respon pupil, menandai gejala defisit
neurologis (localizing sign).
7. E: Exposure. Mengekspos klien, mencegah hipotermia,
menyelimuti klien, suhu tubuh klien harus diperhatikan
dengan baik.

19
Gambar Pendekatan ABCDE tanpa menggunakan alat

20
Demonstrasi dan Simulasi:
Teknik Pembebasan Jalan Nafas
Pelaksanaan:
Minggu IV

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu mengaplikasikan (C3) dan mendemonstrasikan (P3) teknik
pembebasan jalan nafas pada klien dengan kondisi mengancam
nyawa yang dilakukan pada phantom dengan ketepatan tindakan
70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan penyebab sumbatan jalan napas
2. Menjelaskan tanda gejala adanya sumbatan jalan napas
3. Menjelaskan dampak penyumbatan jalan napas
4. Mendemonstrasikan berbagai teknik pembebasan jalan napas

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Pada minggu IV, mahasiswa akan melaksanakan pembelajaran
dengan metode ceramah, diskusi dan praktikum. Sebelum proses
perkuliahan dimulai, mahasiswa sebaiknya membaca referensi
yang disarankan.
2. Setiap mahasiswa wajib menyediakan media probandus (boneka)
untuk melakukan demonstrasi tindakan pembebasan jalan napas
3. Setiap mahasiswa melakukan demonstrasi teknik pembebasan
jalan napas sesuai dengan panduan yang telah diberikan.
4. Mahasiswa harus aktif bertanya apabila ada materi yang kurang
dipahami dengan jelas.

21
TUGAS MAHASISWA
Mahasiswa wajib membaca referensi tentang teknik pembebasan
jalan napas sebelum pembelajaran.

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier

22
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Kepatenan jalan nafas sangat penting untuk dipertahankan supaya


oksigen dapat masuk kedalam paru-paru dengan lancar. Adanya
sumbatan pada jalan napas dapat mengganggu aliran oksigen ini. Jalan
napas dapat tersumbat karena adanya benda asing (tersedak) atau
disebabkan oleh bagian tubuh. Kondisi ini apabila tidak segera
dilakukan penanganan dapat berujung pada kematian.

Teknik pembebasan jalan napas dibedakan berdasarkan usia dan


kondisi dari korban. Pada orang dewasa, apabila mengalami kejadian
tersedak maka pertolongan pertama yang bisa dilakukan meliputi back
blow, heimlich maneuver/ abdominal thrust dan chest trust. Chest trust
utamanya digunakan pada korban yang obesitas, ibu hamil, dan pada
pasien dengan penurunan kesadaran. Heimlich maneuver dan back
blow diberikan pada pasien sadar. Masing masing tindakan dapat
diberikan sebanyak 5x dimulai dari back blow kemudian heimlich
maneuver/ chest thrust.

Pada anak-anak, pertolongan pertama yang dilakukan adalah back


blow, chest thrust (pada bayi <1 tahun), dan abdominal thrust (pada
anak > 1 tahun). Pembebasan jalan nafas pada anak anak bisa dimulai
dengan tindakan back blow sebanyak 5 kali pada tulang belakang
diantara scapula, jika jalan nafas belum bebas makan dapat dilakukan
chest thrust/ abdominal thrust sebanyak 5 kali.

23
Gambar disadur dari website sja.org.uk

Gambar disadur dari website open.edu

24
Demonstrasi dan Simulasi:
Teknik Pemberian Bantuan Nafas
Pelaksanaan:
Minggu V

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu mengaplikasikan (C3) dan mendemonstrasikan (P3) teknik
pemberian bantuan napas pada klien dengan kondisi mengancam
nyawa yang dilakukan pada phantom dengan ketepatan tindakan
70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan etiologi gangguan napas
2. Menjelaskan tanda gejala gangguan napas
3. Mendemonstrasikan cara memberikan bantuan napas

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Pada minggu V, mahasiswa akan melaksanakan pembelajaran
dengan metode ceramah, diskusi dan praktikum. Sebelum proses
perkuliahan dimulai, mahasiswa sebaiknya membaca referensi
yang disarankan.
2. Setiap mahasiswa wajib menyediakan media probandus (boneka)
untuk melakukan demonstrasi pemberian bantuan napas
3. Setiap mahasiswa melakukan demonstrasi tindakan bantuan
napas sesuai dengan panduan yang telah diberikan.
4. Mahasiswa harus aktif bertanya apabila ada materi yang kurang
dipahami dengan jelas

TUGAS MAHASISWA
Mahasiswa wajib membaca referensi tentang pemberian bantuan
napas sebelum pembelajaran.

25
TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.

26
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Napas buatan adalah metode pemberian oksigen kepada


seseorang yang mengalami kesulitan bernapas atau henti
napas. Napas buatan dapat diberikan secara manual atau
menggunakan alat bantu pernapasan.

Napas buatan merupakan bagian dari resusitasi jantung paru


(RJP) atau cardiopulmonary resuscitation (CPR), yaitu teknik
pertolongan pertama pada kondisi henti nafas atau henti
jantung. Kedua kondisi tersebut bisa disebabkan oleh banyak
hal, seperti serangan jantung, cedera berat, atau tenggelam.

Saat nafas terhenti, suplai oksigen dalam darah juga terhenti.


Kurangnya suplai oksigen dapat menyebabkan kerusakan otak
hingga kematian hanya dalam waktu 8–10 menit, sehingga
pertolongan pertama harus segera dilakukan.

Tahapan resusitasi jantung paru adalah compression, airways,


dan breathing (C-A-B). Compression atau kompresi adalah
tahap menekan dada untuk membantu jantung memompa
darah, dilanjutkan dengan airways sebagai upaya membuka
jalur pernapasan, dan breathing guna memberi nafas buatan.

Pemberian napas buatan bisa dilakukan secara manual


maupun menggunakan alat bantu pernapasan. Namun,
penggunaan alat harus dilakukan oleh tenaga medis.

27
Berikut ini adalah beberapa teknik nafas buatan yang perlu
diketahui:
1. Mouth to mouth
Mouth to mouth atau memberikan napas dari mulut ke mulut
adalah teknik nafas buatan yang umum dilakukan, tetapi
sudah tidak direkomendasikan.
Teknik mouth to mouth dapat dilakukan siapa saja ketika
hendak memberikan pertolongan pertama pada orang yang
mengalami henti napas sambil menunggu datangnya bantuan.
Jika mulut orang yang hendak ditolong terluka, pemberian
napas buatan bisa dilakukan dari mulut penolong ke hidung
orang yang hendak ditolong. Berikut ini adalah urutan langkah
pemberian napas buatan dari mulut ke mulut atau hidung:
● Pindahkan orang yang mengalami henti napas ke tempat
yang aman.
● Untuk membuka saluran napas, angkat dagu korban
dengan hati-hati hingga posisi kepalanya mendongak.
● Jika korban tidak bernafas atau nafas tidak adekuat, segera
beri bantuan nafas
● Cubit lubang hidung korban, tarik napas dalam, dan
letakkan mulut Anda hingga menutupi mulut korban. Jika
terdapat luka pada mulut korban, tutup mulutnya,
letakkan mulut Anda menutupi hidung korban. Tiupkan
nafas, lalu perhatikan apakah dada korban naik. Jika dada
tidak naik, ulangi dengan membuka saluran napas dan
berikan nafas kedua.
● Lakukan pertolongan ini hingga bantuan medis datang.

Sebelum memberikan nafas buatan mouth to mouth, Anda


harus paham bahwa metode ini berisiko menularkan penyakit
yang dapat menyebar melalui droplet atau ludah, misalnya
hepatitis A dan COVID 19. Bila ada luka di mulut, bisa juga

28
terjadi penularan penyakit lewat darah, misalnya hepatitis B
atau HIV.
Untuk menghindari hal tersebut, diciptakan mouth to mouth
resuscitation device. Alat yang umumnya terbuat dari silikon
atau PVC ini berfungsi mencegah terjadinya kontak langsung
dengan ludah korban. Ketika tidak ada barier antara mulut
korban dan penolong maka tindakan yang direkomendasikan
adalah tidak memberikan bantuan nafas dan hanya melakukan
kompresi dada.

2. Ambu bag atau bag valve mask


Ambu bag merupakan pompa udara yang dioperasikan dengan
cara menekan kantong berisi udara. Alat ini memungkinkan
pasien mendapat pasokan oksigen ketika mengalami henti
nafas. Penggunaan ambu bag harus dilakukan oleh petugas
medis.
Agar alat ini bisa bekerja maksimal, masker ambu bag harus
diletakkan secara tepat pada mulut dan hidung pasien,
sehingga tidak ada celah bagi udara untuk keluar. Teknik yang
direkomendasikan dalam melakukan bagging adalah teknik C
clamp dan teknik 2 tangan. Selain itu, posisi berbaring pasien
juga harus benar agar saluran udaranya benar-benar terbuka.

29
Teknik C Clamp (gambar disadur dari EMS1.com)

Teknik 2 tangan (gambar disadur dari EMNOTE.org)

30
3. Nasal cannula dan masker oksigen
Nasal cannula atau nasal kanul adalah selang oksigen yang
ditempatkan di hidung. Selang ini memiliki dua cabang yang
dimasukkan ke dalam dua lubang hidung untuk mengalirkan
oksigen.
Sementara itu, masker oksigen adalah masker khusus yang
ditempatkan di wajah serta menutup hidung dan mulut
pasien. Masker ini tersambung dengan selang oksigen guna
menyalurkan oksigen ke pasien.
Berbeda dengan teknik mouth to mouth dan pemakaian ambu
bag yang digunakan saat kondisi pasien tidak mampu
bernapas secara spontan, nasal kanula atau masker oksigen
digunakan saat pasien masih dapat bernafas sendiri.
Penggunaan nasal kanul atau masker oksigen berfungsi untuk
memudahkan pasien bernafas, tanpa menimbulkan gangguan
saat menelan atau berbicara.
Alat tersebut sering digunakan pada penderita pneumonia,
asma, penyakit paru obstruktif kronik, sleep apnea, atau
gangguan pernapasan pada anak-anak dan bayi baru lahir.

4. Intubasi
Intubasi merupakan teknik pemberian napas buatan yang
dilakukan oleh dokter untuk membuka jalan napas dan
memberikan oksigen. Langkah ini dilakukan dengan cara
memasukkan tabung khusus yang disebut endotracheal tube
(ETT) pada batang tenggorokan pasien melalui mulutnya.
Intubasi dilakukan sebagai prosedur darurat untuk pasien yang
tidak sadar dan tidak dapat bernapas, agar saluran nafas tetap
terbuka dan mencegah pasien kehilangan nyawanya akibat
sulit bernapas. Prosedur ini umumnya dilakukan di instalasi
gawat darurat (IGD) dan ICU.

31
Sambil melakukan napas buatan dan kompresi dada, jangan
lupa untuk tetap menghubungi ambulans di nomor 118 dan
polisi di nomor 112 untuk meminta pertolongan.
Lakukanlah pemberian napas buatan sampai orang yang
ditolong menunjukkan respons berupa munculnya denyut nadi
dan bisa bernapas sendiri atau sampai bantuan medis datang.

32
Demonstrasi dan Simulasi:
Konsep Resusitasi jantung Paru (RJP) pada
Bayi dan Anak
Pelaksanaan:
Minggu VI

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu mengaplikasikan (C3) dan mendemonstrasikan (P3) konsep
Resusitasi Jantung Paru (RJP) sesuai dengan menggunakan panduan
American Heart Association (AHA) tahun 2020 dengan nilai tindakan
75%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian resusitasi jantung paru
2. Memahami tujuan pemberian resusitasi jantung paru
3. Menjelaskan indikasi melakukan resusitasi jantung paru
4. Menjelaskan kontraindikasi melakukan resusitasi jantung paru
5. Menjelaskan langkah-langkah melakukan resusitasi jantung paru
pada bayi dan anak
6. Mendemonstrasikan resusitasi jantung paru pada bayi dan anak

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Pada minggu VI, mahasiswa akan melaksanakan pembelajaran
dengan metode ceramah, diskusi dan praktikum. Sebelum proses
perkuliahan dimulai, mahasiswa sebaiknya membaca referensi
yang disarankan.
2. Setiap mahasiswa wajib menyediakan media probandus (boneka)
untuk melakukan demonstrasi tindakan resusitasi jantung paru
3. Setiap mahasiswa melakukan demonstrasi tindakan resusitasi
jantung paru sesuai dengan panduan yang telah diberikan.
4. Mahasiswa harus aktif bertanya apabila ada materi yang kurang
dipahami dengan jelas

33
TUGAS MAHASISWA
Mahasiswa wajib membaca referensi tentang resusitasi jantung paru
pada bayi dan anak sebelum pembelajaran.

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis, Kuis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier

34
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan suatu tindakan yang


diberikan kepada seseorang yang mengalami henti jantung
dan henti napas. Tindakan ini merupakan tindakan untuk
penyelamatan nyawa (life saving) yang harus dilakukan
dengan segera. RJP dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi
darah terutama pada organ-organ vital seperti otak.
Keterlambatan dalam melakukan RJP dapat meningkatkan
risiko kematian pada korban. Sesuai rekomendasi American
Heart Association (AHA), RJP diawali dengan melakukan
kompresi dada (compression) pada korban diikuti dengan
pembukaan jalan napas (airway) dan pemberian bantuan
napas (breathing). Tindakan RJP ini dapat dilakukan oleh
siapapun termasuk pada penolong yang tidak terlatih.

Prosedur untuk memberikan RJP pada anak usia 1 tahun


hingga pubertas pada dasarnya sama dengan prosedur pada
orang dewasa. Jika penolong sendirian saat menemukan
korban, teriak minta bantuan atau telpon ambulance 118.
Pastikan lokasi aman bagi penolong dan korban untuk
melakukan tindakan. Apabila korban tidak berespon, langkah
pertama yang dilakukan yaitu melakukan kompresi dada untuk
mengembalikan sirkulasi darah. Anak diletakkan terlentang di
permukaan yang kokoh/keras. Penolong berlutut di samping

35
leher dan bahu korban anak. Penolong menggunakan satu
atau dua tangan (sesuai ukuran tubuh anak) untuk melakukan
kompresi di bagian tengah dada anak. Dada ditekan lurus ke
bawah sekitar 2 inchi (⅓ diameter AP) dengan kecepatan 100-
120 kompresi per menit.

Langkah kedua yaitu membuka jalan napas. Jalan napas dibuka


setelah penolong telah melakukan 30 kompresi dada (1
penolong) atau 15 kompresi dada (2 penolong). Jalan napas
dapat dibuka dengan menggunakan manuver head tilt chin lift
(apabila tidak dicurigai adanya cedera leher) atau jaw thrust
(dicurigai ada cedera leher). Langkah ketiga yaitu memberikan
bantuan napas sebanyak 2 kali setiap selesai 30 atau 15
kompresi dada. Setelah 2 tarikan napas, segera mulai siklus
kompresi dan napas selanjutnya. Lanjutkan bantuan sampai
anak ada respon atau bantuan ahli datang.

Prosedur tindakan RJP pada bayi (usia kurang 1 tahun) pada


dasarnya sama dengan RJP pada anak. Yang berbeda adalah
kedalaman kompresi dan penempatan tangan yang digunakan
saat kompresi dada. Pada RJP bayi, kedalaman kompresi dada
minimum ⅓ diameter AP atau sekitar 1,5 inchi. Kompresi dada
dilakukan dengan menggunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari
tengah) dibagian tengah dada tepat dibawah baris puting susu
(1 penolong) atau 2 ibu jari dibagian tengah dada (2
penolong).

36
Demonstrasi dan Simulasi:
Konsep Resusitasi jantung Paru (RJP) pada Orang
Dewasa dan Ibu Hamil
Pelaksanaan:
Minggu VII

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu mengaplikasikan (C3) dan mendemonstrasikan (P3) konsep
Resusitasi Jantung Paru (RJP) sesuai dengan menggunakan panduan
American Heart Association (AHA) tahun 2020 dengan nilai tindakan
75%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian resusitasi jantung paru
2. Memahami tujuan pemberian resusitasi jantung paru
3. Menjelaskan indikasi melakukan resusitasi jantung paru
4. Menjelaskan kontraindikasi melakukan resusitasi jantung paru
5. Menjelaskan langkah-langkah melakukan resusitasi jantung paru
pada orang dewasa dan ibu hamil
6. Mendemonstrasikan resusitasi jantung paru pada orang dewasa
dan ibu hamil

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Pada minggu VII, mahasiswa akan melaksanakan pembelajaran
dengan metode ceramah, diskusi dan praktikum. Sebelum proses
perkuliahan dimulai, mahasiswa sebaiknya membaca referensi
yang disarankan.
2. Setiap mahasiswa wajib menyediakan media probandus (boneka)
untuk melakukan demonstrasi tindakan resusitasi jantung paru
3. Setiap mahasiswa melakukan demonstrasi tindakan resusitasi
jantung paru sesuai dengan panduan yang telah diberikan.
4. Mahasiswa harus aktif bertanya apabila ada materi yang kurang

37
dipahami dengan jelas

TUGAS MAHASISWA
Mahasiswa wajib membaca referensi tentang resusitasi jantung paru
pada orang dewasa dan ibu hamil sebelum pembelajaran.

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis, Kuis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby

38
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Prosedur untuk memberikan RJP pada orang dewasa mengacu


pada rekomendasi yang dikeluarkan oleh American Heart
Association (AHA). AHA menggunakan huruf Compression-Airway-
Breathing untuk membantu penolong mengingat urutan langkah
melakukan RJP. Sebelum melakukan RJP, ada beberapa hal
yang perlu diperiksa oleh penolong, diantaranya yaitu:
● Apakah lingkungannya aman untuk penolong dan
korban?
● Apakah korban sadar atau tidak sadar?
Jika korban tampak tidak sadarkan diri, tepuk atau
goyangkan bahunya dan tanyakan dengan keras, "Anda
baik-baik saja?" atau panggil dengan keras namanya.

Ketika penolong sudah meyakinkan bahwa korban tidak


sadarkan diri, segera penolong melakukan pemeriksaan napas
dan denyut nadi karotis secara bersamaan kurang dari 10
detik. Apabila nafas dan denyut nadi tidak ada, maka segera
langsung melakukan kompresi dada. Rasio kompresi dada-
bantuan napas adalah 30 kompresi dada: 2 bantuan napas. Hal
ini berlaku baik untuk satu penolong maupun dua penolong.
Korban diletakkan terlentang di permukaan yang kokoh/keras.

39
Penolong berlutut di samping leher dan bahu korban.
Penolong meletakkan tumit salah satu tangan (tangan
dominan) di tengah dada korban di antara 2 puting susu,
sedangkan tangan yang lain di atas tangan pertama. Siku harus
dijaga tetap lurus dan posisikan bahu tepat di atas tangan.
Saat melakukan kompresi dada menggunakan berat tubuh
bagian atas (bukan hanya lengan) dengan kedalaman minimal
2 inch (5 cm) dengan kecepatan 100-120 kompresi per menit.
Saat melakukan kompresi dada harus dipastikan rekoil dada
sudah penuh.
Langkah selanjutnya yaitu membuka jalan napas (airway) dan
memberikan bantuan nafas (breathing). Jalan napas dapat
dibuka dengan menggunakan manuver head tilt chin lift
(apabila tidak dicurigai adanya cedera leher) atau jaw thrust
(dicurigai ada cedera leher). Jika ada sumbatan benda asing
didalam mulut, maka benda tersebut harus dikeluarkan
dengan teknik yang tepat dan benar. Setelah jalan napas
sudah dipastikan terbuka maka bantuan nafas diberikan
sebanyak 2 kali. Setelah 2 tarikan nafas, segera mulai siklus
kompresi dan napas selanjutnya. Lanjutkan bantuan sampai
ada respon dari korban, bantuan ahli datang atau penolong
kelelahan.

Pada ibu hamil, tindakan RJP dapat dilakukan dengan


memberikan posisi miring kiri 15-20 derajat (Left Lateral
Position) dan/atau dengan mendorong fundus uterus ke arah
kiri (Left Uterine Displacement) bawah (teknik satu tangan/
teknik dua tangan). Tindakan yang direkomendasikan adalah
dengan mendorong fundus uterus kearah kiri bawah akan
tetapi jika jumlah penolong terbatas maka bisa dilakukan
tindakan memiringkan ibu hamil 15-20 derajat ke arah kiri.

40
Evaluasi Tengah Semester:
Written Exam

Pelaksanaan:
Minggu VIII

TUJUAN PEMBELAJARAN
Mengevaluasi capaian pembelajaran yang telah diperoleh mahasiswa
sampai dengan pertengahan semester.

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa melakukan evaluasi atas materi yang telah
disampaikan dalam bentuk tertulis.
2. Pelaksanaan evaluasi difasilitasi melalui sistem pada Kuliah Online
(KULON).

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell

41
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

42
Demonstrasi dan Simulasi:
Konsep Transportasi Klien Tanpa
Menggunakan Alat
Pelaksanaan:
Minggu IX

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu mengaplikasikan (C3) dan mendemonstrasikan (P3) teknik
transportasi pada klien dengan kondisi mengancam nyawa yang
dilakukan pada probandus dengan ketepatan tindakan 70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian dan tujuan mengangkat dan
memindahkan klien tanpa alat.
2. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi mengangkat dan
memindahkan klien tanpa alat.
3. Menjelaskan langkah-langkah untuk mengangkat dan
memindahkan klien tanpa alat.
4. Mendemonstrasikan cara mengangkat dan memindahkan klien
tanpa alat.

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Pada minggu IX, mahasiswa akan melaksanakan pembelajaran
dengan metode ceramah, diskusi dan praktikum. Sebelum proses
perkuliahan dimulai, mahasiswa sebaiknya membaca referensi
yang disarankan.
2. Setiap mahasiswa wajib menyediakan media probandus (boneka)
untuk melakukan demonstrasi mengangkat dan memindahkan
penderita tanpa alat.
3. Setiap mahasiswa melakukan demonstrasi mengangkat dan
memindahkan penderita tanpa alat sesuai dengan panduan yang
telah diberikan.

43
4. Mahasiswa harus aktif bertanya apabila ada materi yang kurang
dipahami dengan jelas

TUGAS MAHASISWA
Mahasiswa wajib membaca referensi tentang transportasi pasien
tanpa alat sebelum pembelajaran.

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of

44
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Mengangkat dan memindahkan penderita merupakan salah


satu hal penting yang harus dipertimbangkan saat
memberikan pertolongan pertama. Dalam BLS, hal ini sering
disebut sebagai mekanik tubuh yang diartikan sebagai
menggunakan seluruh kemampuan tubuh sebagai alat untuk
mengangkat dan memindahkan, serta mencegah cedera.
Memahami mekanik tubuh dalam melakukan pengangkatan
beban/ penderita sangat penting dikuasai agar penolong tidak
cedera. Pada teknik memindahkan, yang digunakan adalah
kemampuan otak, bukan hanya tenaga (brain not brawn).

Ketika mengangkat, ikuti prinsip dasar untuk mencegah


cedera:
1. Rencanakan gerakan sebelum mengangkat penderita.
2. Gunakan paha untuk mengangkut, bukan punggung.
3. Usahakan berat benda sedekat mungkin pada tubuh.
4. Susunan (stack) gerakkan tubuh sebagai satu kesatuan.
Bayangkan bahu sebagai satu susunan dengan panggul
dan tungkai.
5. Mengurangi jarak atau ketinggian bila memindahkan
benda.

45
6. Reposisi dan memindahkan dalam tahapan/ sesuai
urutan.
Kunci untuk mencegah cedera adalah garis lurus dari tulang
belakang. Jaga kurva dari punggung bawah dalam garis
normal. Jaga pergelangan dan lutut dalam satu garis normal.

Kerja sama tim sangat diperlukan. Berkomunikasilah selama


melakukan stabilisasi pasien dengan jelas dan sering. Gunakan
komando yang dapat dimengerti oleh seluruh tim.
Berkoordinasilah secara lisan dari awal sampai akhir.
Mengenali kemampuan diri sendiri sangat membantu. Jangan
memaksakan diri untuk mengangkat karena akan
membahayakan penderita, bahkan kita sendiri. Minta bantuan
orang lain.

Teknik yang dapat digunakan untuk memindahkan pasien


dapat dibagi menjadi teknik transportasi dengan 1-2 penolong
dan teknik transportasi dengan lebih dari 2 penolong. Teknik
transportasi 1-2 penolong meliputi teknik piggy back, human
crutch, teknik pemadam kebakaran, teknik tarikan baju, teknik
tarikan selimut, the fore and aft carry, dan two-handed seat
carry. Pemindahan pasien harus mempertimbangkan tindakan
kontrol pada daerah servikal.

46
Demonstrasi dan Simulasi:
Konsep Transportasi Klien dengan
Menggunakan Alat
Pelaksanaan:
Minggu X

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu mengaplikasikan (C3) dan mendemonstrasikan (P3) teknik
transportasi pada klien dengan kondisi mengancam nyawa yang
dilakukan pada probandus dengan ketepatan tindakan 70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan pengertian dan tujuan mengangkat dan
memindahkan klien dengan alat.
2. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi mengangkat dan
memindahkan klien dengan alat.
3. Menjelaskan langkah-langkah untuk mengangkat dan
memindahkan klien dengan alat.
4. Mendemonstrasikan cara mengangkat dan memindahkan klien
dengan alat.

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Pada minggu X, mahasiswa akan melaksanakan pembelajaran
dengan metode ceramah, diskusi dan praktikum. Sebelum proses
perkuliahan dimulai, mahasiswa sebaiknya membaca referensi
yang disarankan.
2. Setiap mahasiswa wajib menyediakan media probandus (boneka)
untuk melakukan demonstrasi mengangkat dan memindahkan
penderita dengan alat.
3. Setiap mahasiswa melakukan demonstrasi mengangkat dan

47
memindahkan penderita dengan alat sesuai dengan panduan yang
telah diberikan.
4. Mahasiswa harus aktif bertanya apabila ada materi yang kurang
dipahami dengan jelas

TUGAS MAHASISWA
Mahasiswa wajib membaca referensi tentang transportasi pasien
dengan alat sebelum pembelajaran.

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall

48
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Beberapa perlengkapan termasuk tandu dan alat-alat lainnya


dirancang untuk membawa penderita dengan aman.
Peralatan khusus yang digunakan untuk mengangkat dan
memindahkan penderita meliputi:
● Tandu berada
Sering kali disebut sebagai “roll in cot”, dapat dilipat saat
pengiriman. Biasanya ada pada unit ambulan atau unit
evaluasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1. Penderita selalu diselimuti
2. Jelaskan tujuan perjalanan
3. Sedapat mungkin lakukan strapping/ fiksasi.
4. Posisi mendorong brankar dengan kaki penderita di
depan, kepala di belakang agar penderita dapat
melihat arah perjalanan roll in cot. posisi dapat dibalik
jika naik tangga atau kondisi jalan menurun. sewaktu
dalam ambulan, posisi brankar terbalik dengan kepala
di depan (dekat pengemudi).

49
5. Jangan meninggalkan penderita sendirian di atas roll
in cot. Penderita mungkin berusaha membalik yang
berakibat terbaliknya roll in cot.
6. Selalu berjalan berhati-hati.
● Tandu sekop (scoop stretcher, orthopedic stretcher)
Merupakan alat untuk mengangkat dan memindahkan
yang efektif. Tandu sekop bukan alat untuk membawa/
transportasi, hanya untuk mengangkat dan memindahkan.
Proses pengangkatan sebaiknya dengan 4 orang dengan
masing-masing pada satu sisi tandu sekop.
● Longboard spine board (LSB)
Alat ini biasanya dibuat dari bidai kayu yang keras atau
benda yang sintetis, yang tidak akan menyerap darah
dengan panjang sekitar 2 meter. LSB bukan alat
memindahkan tetapi lebih sebagai alat fiksasi, terutama
penderita yang dicurigai cedera servikal dan tulang
belakang. Sekali penderita difiksasi di atas LSB, tidak akan
diturunkan sampai terbukti cedera yang dicurigai tidak
terjadi.
● Back board/ Short spine board atau Kendrick Extrication
Device (KED)
Merupakan perlengkapan ekstrikasi, panjangnya sekitar 1
meter, digunakan pada penderita terutama untuk
memindahkan penderita dari dalam kendaraan dan yang
dicurigai ada cedera servikal dan tulang belakang. KED
diletakkan antara penderita dan tempat duduk kendaraan.
Bila penderita sudah diamankan dengan KED dan memakai
cervical collar yang kaku, maka penderita dapat
dipindahkan dari posisi duduknya di dalam kendaraan ke
posisi telentang di atas LSB.

50
Problem Based Learning:
Konsep Keracunan dan Penanganan Pertama
Pelaksanaan:
Minggu XI

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu memahami (C2) dan memecahkan (P4) masalah keracunan
dengan membuat manajemen penatalaksanaan kasus keracunan
sesuai dengan kasus pemicu dengan nilai ketepatan penatalaksanaan
70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu: membuat
manajemen penatalaksanaan kasus keracunan sesuai dengan kasus
pemicu

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Dalam pembelajaran Problem Based Learning ini, kelas dibagi
menjadi 10 kelompok dengan masing-masing terdiri atas 9-10
orang mahasiswa.
2. Secara berkelompok, mahasiswa menyusun hasil analisis skenario
kasus yang diberikan.
3. Dokumentasi dibuat dalam bentuk laporan tertulis dan film
(video) yang mencakup pemberian basic life support kepada
korban sesuai dengan skenario kasus yang diberikan.
4. Setiap kelompok cukup menyelesaikan dan menganalisis 1
skenario kasus, kemudian mempresentasikannya pada sesi
pembelajaran kelas sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

TUGAS MAHASISWA
1. Menyelesaikan dan menganalisis skenario kasus serta menyusun
dokumentasi secara tertulis.

51
2. Menyusun video pemberian basic life support sesuai dengan
skenario kasus

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency

52
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik tubuh


yang disebabkan oleh masuknya obat, serum, alkohol, bahan
serta senyawa kimia toksik. Keracunan juga merupakan kondisi
atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu zat, dalam jumlah
relatif sedikit atau banyak, terkena pada permukaan tubuh,
termakan, terinjeksi, terhisap atau terserap serta terakumulasi
dalam organ tubuh, tergantung sifatnya pada tulang, hati,
darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek
yang tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya
akan menyebabkan kerusakan struktur/ gangguan fungsi
tubuh.

Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh
melalui mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui
kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis
relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu
dengan serius fungsi satu atau lebih organ tubuh atau jaringan
(Mc. Graw Hill Nursing Dictionary). Menurut Taylor racun
adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil
bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi
yang akan menyebabkan penyakit atau kematian

Keracunan dapat diketahui dari gejala yang ditimbulkannya


seperti pusing, mual, sakit perut, muntah dan diare.

53
Tubuh yang keracunan akan memberikan pengaruh yaitu pada
jantung dapat menyebabkan shock dan gangguan irama
jantung, pada saraf terdapat rasa sakit, rangsangan saraf
sentral yang berlebihan, timbulnya kejang-kejang, depresi
terhadap saraf pusat seperti kelumpuhan reflek umum,
terhentinya alat pernapasan, dan gangguan metabolisme
dalam sel-sel otak, gangguan atau kelainan psikis (kejiwaan).

Pada pencernaan dapat menimbulkan mual, nyeri perut, diare,


kerusakan hati, pada saluran kemih dapat menjadi retensi
urine atau kerusakan ginjal akut, serta dapat menimbulkan
luka bakar pada kulit, selaput lendir pada mulut, tenggorokan
dan selaput lendir mata. Dilihat dari jenis racun, keracunan
dapat dibedakan menjadi dua yaitu keracunan zat korosif
seperti asam/ basa yang kuat, contoh keracunan organofosfat,
bahan kimia; dan keracunan zat non korosif seperti makanan
dan obat obatan.

Penyebab dan jenis-jenis Keracunan


1. Keracunan Obat-obatan, Bisa karena kesalahan pada dosis
pemberian atau cara penggunaan yang tidak benar
sehingga menyebabkan keracunan obat.
2. Keracunan Bahan kimia, Contoh bahan kimia yang paling
sering menjadi penyebab keracunan di indonesia seperti
penggunaan insektisida, dan beresiko terjadi keracunan.
3. Keracunan makanan, Banyak juga jenis-jenis makanan yang
bisa menyebabkan keracunan, salah satunya adalah sianida
yang terdapat pada singkong, atau ichtyosarcotoxion pada
ikan dan juga singkong yang bisa menyebabkan
penyumbatan pada tubulus ginjal sehingga menimbulkan
hematuria dan anuria.
4. Keracunan bakteri atau jamur, contohnya seperti Toksin
botulinus yang terdapat pada makanan kaleng yang sudah

54
rusak, atau pun enterotoksin yang terdapat pada makanan-
makanan yang sudah basi.
5. Accidental Poisoning, Ini merupakan keracunan yang terjadi
karena tanpa disengaja atau pun akibat kecelakaan, Jenis
Keracunan ini biasa terjadi pada anak-anak balita yang
sering memasukkan benda-benda yang dijumpainya
kedalam mulut.

Tanda Gejala dan diagnosis keracunan


1. Tingkat Kesadaran penderita Keracunan
Tingkat Kesadaran merupakan Petunjuk penting untuk
mengetahui beratnya keracunan yang dialami oleh
penderita. derajat tingkat keracunan di dalam toksikologi
dibagi dalam beberapa tingkat berdasarkan kesadaran
pasien :
● Keracunan Tingkat 1 : penderita mengantuk tetapi
masih sadar dan mudah di ajak berbicara
● Keracunan Tingkat 2 : Penderita dalam keadaan
sopor, tetapi dapat dibangunkan dengan rangsangan
minimal seperti panggilan atau digoyangkan
lengannya.
● Keracunan Tingkat 3 : Penderita dalam keadaan sopor
koma dan hanya bereaksi terhadap rangsangan
maksimal seperti dengan menggosok tulang dada
dengan keras menggunakan kepalan tangan.
● Keracunan Tingkat 4 : Penderita dalam keadaan koma
dan tidak ada reaksi sedikitpun terhadap rangsangan
seperti diatas. ini merupakan tingkat yang lebih parah
dan mengancam keselamatan jiwa.
2. Gejala Respirasi penderita keracunan
Kasus keracunan seringkali ada hambatan jalan nafas yang
mengancam kehidupan. Hal yang wajib dan salah satu cara
menolong orang keracunan yaitu dengan memastikan jalan
nafas tetap terbuka dan bersihkan/ keluarkan/bebaskan
jalan nafas.
3. Tekanan darah dan jantung penderita keracunan

55
Syok terjadi karena depresi dan berkurangnya curah
jantung dan terkadang berhentinya denyut jantung
4. Sebagian penderita keracunan mengalami kejang
Kejang ini merupakan pertanda terhadap adanya respon
dari SSP (susunan saraf pusat) atau medula spinalis atau
hubungan saraf-saraf otot. Selain itu beberapa gejala
keracunan yang lain adalah Retensio urin, Diare, Mual-
muntah dan adanya kerusakan ginjal dan hati yang
dibuktikan dengan tes laboratorium.

Penanganan pada korban keracunan:


1. Lakukan initial assessment dengan primary survey
2. Panggil pertolongan
3. Menunggu pertolongan datang dan lakukan pertolongan
pertama.:
4. Untuk racun yang ditelan: Singkirkan apapun yang masih
berada dalam mulut korban. Encerkan racun yang ada
dalam lambung dan halangi penyerapan racun dengan
cara memberikan air yang banyak, susu hangat ataupun
zat arang aktif (charcoal) seperti norit. Jika pasien sadar
upayakan untuk muntah akan tetapi jika racun berupa zat
korosif maka hindari untuk merangsang muntah. Jika
racun yang diduga merupakan pembersih rumah atau
bahan kimia lainnya, bacalah label wadah dan ikuti
panduan untuk keracunan yang tidak disengaja.
5. Untuk racun yang tersentuh kulit: Singkirkan pakaian
yang terkontaminasi dengan menggunakan sarung
tangan. Cucilah kulit selama 15 sampai 20 menit di air
yang mengalir.
6. Untuk racun yang kena mata: Bilaslah mata dengan air
bersuhu sejuk atau suam-suam kuku selama 20 menit
atau sampai pertolongan datang.
7. Untuk racun yang dihirup hidung: Bawalah korban ke
udara segar sesegera mungkin.
8. Jika korban muntah, memiringkan kepalanya ke samping
untuk mencegah tersedak.

56
9. Jika korban tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan,
seperti tidak bergerak, bernapas, atau batuk, segera
lakukan resusitasi jantung (CPR).

Pastikan untuk membawa botol pil, kemasan atau wadah


berlabel, dan informasi lain tentang racun tersebut bersama
penolong saat transportasi ke RS.

SKENARIO KASUS

Kasus 1
Seorang laki laki mengeluh sakit kepala dan mual muntah 2
jam setelah memakan nasi bungkus dengan lauk tempe
bongkrek. Keluarga memanggil tim penolong, dan saat
penolong tiba pasien sudah tidak sadarkan diri dengan nadi
yang sangat lemah dan tidak ada nafas.

Kasus 2
Seorang perempuan mencoba bunuh diri setelah diputus oleh
tunangannya dengan meminum obat serangga sekitar 5 jam
sebelum ditemukan oleh keluarganya. Korban ditemukan tidak
ada nadi dengan mulut penuh busa dan air liur.

57
Problem Based Learning:
1. Kehilangan Darah
2. Permasalahan pada Kehilangan
Darah
3. Etiologi Kehilangan Darah
4. Teknik Menghentikan
Perdarahan
Pelaksanaan:
Minggu XII
KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN
Mampu memahami (C2) dan memecahkan (P4) masalah perdarahan
dengan membuat manajemen penatalaksanaan kasus perdarahan
sesuai dengan kasus pemicu dengan nilai ketepatan penatalaksanaan
70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan penyebab perdarahan
2. Menjelaskan klasifikasi perdarahan
3. Menjelaskan komplikasi perdarahan
4. Mendemonstrasikan cara menghentikan perdarahan

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Dalam pembelajaran Problem Based Learning ini, kelas dibagi
menjadi 10 kelompok dengan masing-masing terdiri atas 9-10
orang mahasiswa.
2. Secara berkelompok, mahasiswa menyusun hasil analisis skenario
kasus yang diberikan.
3. Dokumentasi dibuat dalam bentuk laporan tertulis dan film
(video) yang mencakup pemberian basic life support kepada
korban sesuai dengan skenario kasus yang diberikan.
4. Setiap kelompok cukup menyelesaikan dan menganalisis 1
skenario kasus, kemudian mempresentasikannya pada sesi
pembelajaran kelas sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

58
TUGAS MAHASISWA
1. Menyelesaikan dan menganalisis skenario kasus serta menyusun
dokumentasi secara tertulis.
2. Menyusun video pemberian basic life support sesuai dengan
skenario kasus

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby

59
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Pendarahan merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan


kondisi di saat tubuh kehilangan darah. Ada 2 jenis perdarahan yaitu
perdarahan internal dan perdarahan eksternal. Perdarahan internal
merujuk pada kehilangan darah di dalam tubuh, sedangkan perdarahan
eksternal adalah kehilangan darah di luar tubuh.

Berbagai kejadian atau kondisi dapat menyebabkan perdarahan. Secara


garis besar perdarahan bisa diakibatkan oleh kejadian traumatik
(cedera) atau masalah medis (penyakit). Kejadian traumatik yang dapat
menyebabkan perdarahan misalnya yaitu laserasi, luka tusuk, dan luka
tembak. Sedangkan kondisi medis yang biasanya bisa menimbulkan
perdarahan diantaranya yaitu hemofilia, leukemia, menorrhagia,
trombositopenia, kekurangan vitamin K, gangguan fungsi hati dan
stroke hemoragik.

Berdasarkan prosentase volume kehilangan darah, perdarahan


diklasifikasikan menjadi 4 tingkat, yaitu:
Tingkat 1: kehilangan volume darah hingga maksimal 15%
Tingkat 2: kehilangan darah antara 15-30%
Tingkat 3: kehilangan darah antara 30-40%
Tingkat 4: kehilangan darah yang lebih besar dari 40%

60
Semakin besar kehilangan darah yang terjadi maka semakin serius
akibat yang akan ditimbulkan. Oleh karena itu, tindakan untuk
menghentikan perdarahan secepatnya harus dilakukan. Tindakan
pengontrolan perdarahan dapat dilakukan dengan beberapa teknik
diantaranya yaitu teknik tekan langsung, teknik balut tekan, penekanan
pada titik tekan, meninggikan bagian yang terluka lebih tinggi dari
jantung, dan teknik imobilisasi

SKENARIO KASUS

Kasus 1
Seorang wanita ditemukan oleh keluarganya terbaring di
tempat tidur dengan luka sayat di pergelangan tangan kiri.
Darah terlihat keluar dari pergelangan tangan dan membasahi
sprei. Darah berwarna merah terang. Di sebelah pasien
ditemukan pisau lipat. Tidak terlihat luka dibagian tubuh lain.
Klien terlihat tidak bernafas dan denyut nadi karotis tidak
teraba. Kulit klien teraba dingin. Apakah tindakan pertolongan
yang harus dilakukan?

Kasus 2
Korban kecelakaan lalu lintas ditemukan berteriak kesakitan
sambil memegang bagian kakinya, pada bagian paha terlihat
lebam berwarna merah kebiruan yang luas. Nadi pasien teraba
lemah, tak lama kemudian korban tidak sadarkan diri dengan
tidak teraba denyut nadi dan tidak ada nafas.

61
Problem based Learning:
1. Definisi Fraktur
2. Etiologi Fraktur
3. Masalah yang mengancam Nyawa pada
Fraktur
4. Pertolongan Pertama Fraktur
5. Prinsip Pembidaian
Pelaksanaan:
Minggu XIII
KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN
Mampu memahami (C2) dan memecahkan (P4) masalah fraktur
dengan membuat manajemen penatalaksanaan kasus fraktur sesuai
dengan kasus pemicu dengan nilai ketepatan penatalaksanaan 70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pembelajaran, mahasiswa mampu membuat
manajemen penatalaksanaan kasus fraktur sesuai dengan kasus
pemicu

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Dalam pembelajaran Problem Based Learning ini, kelas dibagi
menjadi 10 kelompok dengan masing-masing terdiri atas 9-10
orang mahasiswa.
2. Secara berkelompok, mahasiswa menyusun hasil analisis skenario
kasus yang diberikan.
3. Dokumentasi dibuat dalam bentuk laporan tertulis dan film
(video) yang mencakup pemberian basic life support kepada
korban sesuai dengan skenario kasus yang diberikan.
4. Setiap kelompok cukup menyelesaikan dan menganalisis 1
skenario kasus, kemudian mempresentasikannya pada sesi
pembelajaran kelas sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

TUGAS MAHASISWA
1. Menyelesaikan dan menganalisis skenario kasus serta menyusun
dokumentasi secara tertulis.

62
2. Menyusun video pemberian basic life support sesuai dengan
skenario kasus

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency

63
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Patah tulang umumnya disebut fraktur, yang digolongkan


menjadi 2 macam, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Pada fraktur tertutup, tulang yang patah tidak sampai keluar
melewati kulit, sedangkan pada fraktur terbuka, sebagian atau
keseluruhan tulang yang patah terlihat menembus kulit atau
ada bagian luka robek di daerah lokasi patah tulang. Kasus
seperti ini diperlukan penanganan yang cepat karena korban
kemungkinan kehilangan banyak darah dan rawan infeksi.

Penyebab patah tulang, adalah:


1. Insiden traumatis seperti cedera olahraga, kecelakaan
dan jatuh.
2. Kondisi seperti osteoporosis dan beberapa jenis kanker
yang menyebabkan tulang patah lebih mudah, yang
berarti bahkan trauma ringan dan jatuh dapat menjadi
serius.

Gejala patah tulang antara lain:


1. Korban merasa atau mendengar bunyi patahan tulang.
2. Bagian yang terluka terasa nyeri, terutama ketika
disentuh atau digerakkan.
3. Gerakan bagian tubuh yang terluka tidak normal atau
tidak seperti biasanya.
4. Terjadi pembekakan.
5. Ujung tulang terlihat (bila menembus kulit).
6. Terlihat ada perubahan bentuk.

64
7. Bagian tubuh yang luka terlihat membiru.

Pertolongan pertama ketika terjadi patah tulang, antara lain:


1. Berusahalah untuk tetap tenang.
2. Jangan mencoba untuk mengembalikan posisi tulang,
terutama tulang yang terlihat keluar.
3. Tutup luka secara perlahan dengan kain steril atau
perban untuk menghentikan pendarahan
4. Kemudian pasanglah papan kayu, majalah yang dilipat
dengan membungkusnya dengan kain kasa atau kain lain
pada bagian yang cedera, tujuannya agar tulang yang
patah tidak bergerak.
5. Angkatlah daerah retak jika mungkin dan menerapkan
kompres dingin untuk mengurangi pembekakan dan rasa
sakit.
6. Jangan memberikan korban makanan atau minuman
untuk dikonsumsi.
7. Hubungilah tim medis atau bawalah korban ke rumah
sakit untuk pertolongan lebih lanjut.

SKENARIO KASUS

Kasus 1
Seorang laki-laki muda usia 30-an tahun ditemukan tergeletak
di pinggir jalan, sebagian tubuhnya tertindih badan sepeda
motor. Diperkirakan laki-laki ini mengalami kecelakaan tunggal
menabrak pohon di pinggir jalan. Korban juga terlihat tidak
memakai helm. Saat anda memanggil dan membangunkannya,
korban tidak memberikan respon atau reaksi.
Saat dicek lebih dekat, terlihat adanya darah yang keluar
melalui hidung dan telinga, serta terdapat jejas/ memar di
kepala dan leher. Saat diraba di pergelangan tangan dan leher,
tidak ditemukan adanya denyut nadi.

65
Kasus 2
Seorang laki-laki usia 40 tahun terjatuh dari tangga saat
membetulkan kabel listrik di rumahnya. Awalnya korban masih
sadar dan dapat berkomunikasi. Korban berteriak-teriak dan
mengeluh sakit hebat di kaki kanan dan panggulnya, sehingga
korban akan segera dibawa ke rumah sakit. Namun saat akan
dimasukkan ke mobil, korban merasa sesak napas dan jatuh
tidak sadarkan diri. Para penolong mencoba membangunkan,
namun tidak ada reaksi. Saat diperiksa pergelangan tangan
dan leher tidak ditemukan adanya denyut nadi.

66
Problem based Learning:
1. Epidemiologi dan Etiologi Luka Bakar
2. Respon Lokal dan Sistemik Luka Bakar
3. Penilaian Luka Bakar
4. Pertolongan Pertama Luka Bakar
5. Indikasi dan Prosedur Rujukan
Pelaksanaan:
Minggu XIV

KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN


Mampu memahami (C2) dan memecahkan (P4) masalah luka bakar
dengan membuat manajemen penatalaksanaan kasus luka bakar
sesuai dengan kasus pemicu dengan nilai ketepatan penatalaksanaan
70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan jenis-jenis dan derajat luka bakar
2. Melakukan pemeriksaan fisik: primary survey pada luka bakar.
3. Melakukan penanganan pertama pada penderita luka bakar.

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Dalam pembelajaran Problem Based Learning ini, kelas dibagi
menjadi 10 kelompok dengan masing-masing terdiri atas 9-10
orang mahasiswa.
2. Secara berkelompok, mahasiswa menyusun hasil analisis skenario
kasus yang diberikan.
3. Dokumentasi dibuat dalam bentuk laporan tertulis dan film
(video) yang mencakup pemberian basic life support kepada
korban sesuai dengan skenario kasus yang diberikan.
4. Setiap kelompok cukup menyelesaikan dan menganalisis 1
skenario kasus, kemudian mempresentasikannya pada sesi
pembelajaran kelas sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

67
TUGAS MAHASISWA
1. Menyelesaikan dan menganalisis skenario kasus serta menyusun
dokumentasi secara tertulis.
2. Menyusun video pemberian basic life support sesuai dengan
skenario kasus

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6 Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing:
concepts, process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson
Prentice Hall
7 Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8 Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of

68
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9 Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th
Edition. Missouri: Saunders Elsevier
10 Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11 Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12 Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker
Inc

RINGKASAN MATERI
Luka bakar (Termal) merupakan salah satu masalah yang
cukup besar dan menyebabkan cedera pada korbannya.
Pertolongan pertama yang baik dan sesuai, akan membantu
prognosis penderita.
Penyebab luka bakar pada orang dewasa dan anak-anak
cenderung berbeda. Api merupakan penyebab paling sering
pada orang dewasa. Sedangkan pada anak-anak, luka bakar
sering kali disebabkan oleh air panas (cairan panas).

Penyebab luka bakar pada anak-anak:

Aip panas 57%

Kontak 20%

Api 11%

Gesekan 9%

Kimia 1%

69
Listrik 1%

Penyebab luka bakar pada orang dewasa

Api dan ledakan 44%

Air panas 28%

Kontak 14%

Kimia 6%

Gesekan 4%

Listrik 2%

Semakin luas luka bakar, semakin buruk prognosisnya. Luka


bakar lebih dari 90% luas total area/ TBSA (Total Body Surface
Area) tubuh hampir selalu akan meninggal.

Derajat Luka Bakar


● Luka Bakar Derajat I (Superficial Thickness)
Hanya mengenai lapisan epidermis, ditandai dengan
adanya eritema, nyeri, dan tidak ada bulla. Biasanya nyeri
akan hilang dalam waktu 24 jam.
● Luka Bakar Derajat II (Partial Thickness)
Pada kondisi ini, epidermis terlepas dari dermis, ditandai
dengan warna kemerahan, timbul gelembung-gelembung
(vesikel atau bula) yang berisi cairan plasma. Luka bakar
pada derajat ini akan sangat nyeri.
● Luka Bakar Derajat III
Terkena seluruh tubuh, tidak timbul gelembung. Luka pada

70
derajat ini tidak akan terlalu nyeri karena seluruh ujung
saraf sudah rusak.

Pertolongan Pertama di Tempat Kejadian


Pertolongan pertama terdiri atas:
1. Hentikan proses pembakaran, diikuti oleh
2. Pendinginan luka bakar
Proses pendinginan efektif dilakukan pada 1 jam pertama dari
saat terjadinya luka bakar.

SKENARIO KASUS

Kasus 1
Seorang laki-laki, usia 43 tahun, mengaku tidak sengaja tangan
kiri terkena kabel di tempatnya bekerja. Sehari-hari pasien
bekerja sebagai buruh bangunan. Lokasi kejadian cukup
terbuka. Setelah tersengat listrik, pasien mengaku masih
sadar. Sesak napas disangkal. Pasien merasakan nyeri di
sekujur tubuhnya. Luka bakar sekitar 35%, derajat 2. Analisis
kondisi yang terjadi pada klien dan tindakan apa yang perlu
dilakukan untuk penanganan kasus tersebut?

Kasus 2

Seorang anak perempuan, usia 5 tahun, kedua tangan kanan


dan kiri kemerahan, melepuh, dan bengkak akibat terkena
minyak panas sejak 15 mnt yang lalu.
Regio palmar sinistra terdapat kulit eritema, bula dengan
dasar eritem, sebagian bula sudah pecah, dan menunjukkan

71
tanda nyeri. Regio antebrachi sinistra terdapat kulit eritema,
bula. Regio palmar dextra eritema, edema, bula. Luas luka
bakar <10%, grade 2A. Analisis kondisi yang terjadi pada klien
dan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk penanganan
kasus tersebut?

72
Problem based Learning:
1. Epidemiologi dan Etiologi Hipotermia
2. Respon Lokal dan Sistemik Hipotermia
3. Klasifikasi Hipotermia
4. Pertolongan Pertama Hipotermia
Pelaksanaan:
Minggu XV
KEMAMPUAN AKHIR TIAP TAHAPAN PEMBELAJARAN
Mampu memahami (C2) dan memecahkan (P4) masalah hipotermi
dengan membuat manajemen penatalaksanaan kasus hipotermi
sesuai dengan kasus pemicu dengan nilai ketepatan penatalaksanaan
70%.

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan penyebab hipotermia
2. Menjelaskan tanda dan gejala hipotermia
3. Menjelaskan komplikasi hipotermia
4. Mendemonstrasikan penanganan kasus hipotermia

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Dalam pembelajaran Problem Based Learning ini, kelas dibagi
menjadi 10 kelompok dengan masing-masing terdiri atas 9-10
orang mahasiswa.
2. Secara berkelompok, mahasiswa menyusun hasil analisis skenario
kasus yang diberikan.
3. Dokumentasi dibuat dalam bentuk laporan tertulis dan film
(video) yang mencakup pemberian basic life support kepada
korban sesuai dengan skenario kasus yang diberikan.
4. Setiap kelompok cukup menyelesaikan dan menganalisis 1
skenario kasus, kemudian mempresentasikannya pada sesi
pembelajaran kelas sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

73
TUGAS MAHASISWA
1. Menyelesaikan dan menganalisis skenario kasus serta menyusun
dokumentasi secara tertulis.
2. Menyusun video pemberian basic life support sesuai dengan
skenario kasus

TUJUAN BELAJAR
(Tuliskan berbagai hal yang perlu dipelajari lebih lanjut tentang bahan
kajian/ pokok bahasan)
1 ...
2 ...
3 ...
4 ...
5 Dan seterusnya

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby

74
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

RINGKASAN MATERI

Hipotermia merupakan suatu kondisi dimana suhu tubuh menurun


secara drastis dibawah suhu normal yang diperlukan untuk
metabolisme dan fungsi normal tubuh manusia. Hipotermi dapat
terjadi apabila suhu tubuh berada dibawah 35 derajat celcius. Kondisi
ini termasuk kasus kedaruratan dan perlu penanganan segera karena
dapat mengganggu fungsi persarafan dan sistem tubuh lainnya yang
bisa berujung pada kematian.

Ada berbagai faktor yang bisa menyebabkan seseorang berisiko


mengalami hipotermia, diantaranya yaitu beraktivitas di lingkungan
yang bersuhu dingin (misalnya: mendaki gunung, berenang), konsumsi
minuman keras dan NAPZA, seseorang yang mengalami gangguan
memori, memakai pakaian basah dalam waktu yang lama, dan usia bayi
serta manula. Biasanya seseorang yang mengalami hipotermia akan
menunjukkan tanda seperti merasa kedinginan, menggigil, bibir
kebiruan, nafas pelan dan pendek, denyut nadi melemah, tubuh kaku,
dan bisa sampai mengalami penurunan kesadaran. Beberapa upaya
yang bisa dilakukan untuk mencegah hipotermia yaitu memakai
pakaian yang tepat saat di tempat dingin, segera mengganti baju basah
dengan baju kering, dan mengkonsumsi kalori dan cairan yang cukup.

75
SKENARIO KASUS

Kasus 1
Seorang laki-laki usia 40 tahun sedang melakukan pendakian gunung.
Menjelang senja klien sampai di kamp terakhir sebelum menuju
puncak, dia tampak berjalan terhuyung-huyung menuju tenda salah
seorang pendaki. Klien mengenakan celana jeans, kaos, kemeja dan
jaket yang tidak tahan air. Dia tampak gelisah dan bibir terlihat
kebiruan. Kemudian, pendaki lain memberikan minuman hangat dan
klien muntah. Beberapa saat kemudian klien mengeluh kedinginan,
mulai menggigil, napas pendek dan pelan. Klien kondisinya semakin
melemah dan akhirnya mengalami penurunan kesadaran. Analisa apa
yang terjadi pada klien dan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk
penanganan kasus klien tersebut?

Kasus 2
Seorang laki-laki usia 30 tahun ditemukan tidak sadarkan diri di pinggir
danau. Tubuh bagian bawah terendam dalam air. Disekitar korban
ditemukan beberapa botol minuman keras. Saat ditemukan tubuh
pasien teraba dingin, suhu sekitar 28 derajat celcius, pengembangan
dada minimal, denyut nadi lemah dan tidak teratur, ekstremitas kaku
saat dilakukan fleksi serta tidak ditemukan adanya trauma di tubuh
korban. Analisa apa yang terjadi pada korban dan tindakan apa yang
perlu dilakukan untuk penanganan kasus korban tersebut?

76
Evaluasi Akhir Semester:
Written Exam

Pelaksanaan:
Minggu XVI

TUJUAN PEMBELAJARAN
Mengevaluasi capaian pembelajaran yang telah diperoleh mahasiswa
sampai dengan akhir semester.

PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa melakukan evaluasi atas materi yang telah
disampaikan dalam bentuk tertulis.
2. Pelaksanaan evaluasi difasilitasi melalui sistem pada Kuliah Online
(KULON).

METODE EVALUASI
Ujian tulis

SUMBER BELAJAR
1. American Heart Association. (2015). Highlight of the 2015
American Heart Association Guidelines for CPR and ECC. Texas:
American Heart Association
2. Cohn, Stephen M. (2009). Acute Care Surgery and Trauma:
Evidence Based Practice. 1st ed. London: Informa UK Ltd.
3. Despopoulos, A. & Silbernagl, S. (2003). Color Atlas Physiology.
New York
4. Dewit, Susan A. (2001). Fundamental Concepts and Skills for
Nursing. Philadelphia : WB. Saunders Company
5. Dolan, B., & Holt, L. (2013). Accident and Emergency: Theory into
Practice. 3th ed. London : Elsevier.
6. Kozier, Barbara, et.al. (2004). Fundamentals of Nursing: concepts,
process, and practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Prentice Hall
7. Kucia, Angela M. & Quinn, Tom. (2010). Acute Cardiac Care: A
Practical Guide for Nurses. 1st ed. Oxford: Wiley-Blackwell

77
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin. (2005). Fundamentals of
Nursing. 6th ed. St. Louis : Mosby
9. Proehl, Jean A. (2009). Emergency Nursing Procedures. 4th Edition.
Missouri: Saunders Elsevier
10. Shah, K., Egan, D., & Quass, J. (2011). Essential Emergency
Trauma. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
11. Sole, M.L., Klein, D.G., & Moseley, M.J. (2013). Introduction to
Critical Care. 6th ed. Missouri : Elsevier.
12. Yoshikawa, T. T. & Norman, D. C. (2000). Acute Emergencies and
Critical Care of the Geriatric Patient. New York: Marcel Dekker Inc

78
79

Anda mungkin juga menyukai