Anda di halaman 1dari 24

Materi Karir Tingkat 6 dan dan 7 : Mempromosikan Kesadaran Diri

“Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah Bimbingan dan Konseling Karir”

Dosen Pengampu :
Nurbaity, S.Pd., M.Ed

Disusun Oleh : Kelompok 1


1. Putri Alia Antasya 2106104030078
2. Linda Marlina 2106104030011
3. Marza Yenti 2106104030049
4. Febby Indrian 2106104030098
5. Putri Magfirah 2106104030015
6. Armelia 2106104030042

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat-Nya karena telah memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan
makalah berjudul “Materi Karir Tingkat 6 dan 7 : Mempromosikan Kesadaran
Diri”.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Psikologi Pendidikan di Universitas Syiah Kuala. Selain itu, kami berharap
semoga makalah ini dapat membantu menambah wawasan pembaca mengenai
Psikologi Pendidikan, yang kami susun berdasarkan sumber literatur.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu Nurbaity,
S.Pd., M.Ed. selaku dosen pengampu. Tugas yang telah diberikan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari
dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling Karir guna menjadi acuan dari
bekal pengalaman bagi kami.

Banda Aceh, 13 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Perkembangan Pada Tingkat 6 dan 7.......................................................................4
2.2 Meningkatkan Kesadaran Diri ...............................................................................12
2.3 Peran Orang Tua dan Guru dalam Meningkatkan Kesadaran Diri....................13
2.4 Ps...............................................................................................................................13
BAB III...........................................................................................................................19
PENUTUP.......................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................19
3.2 Saran.........................................................................................................................19
3.3 Daftar Pustaka..........................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Bekerja merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan
manusia, setiap orang bekerja atau mencari pekerjaan dengan berbagai motif
yang melatar belakanginya. Bekerja dalam kamus besar bahasa Indonesia berasal
dari kata kerja yang dapat diartikan kegiatan melakukan sesuatu atau sesuatu
yang dilakukan untuk mencari nafkah. Bekerja menjadi sesuatu yang penting
bukan hanya sebagai jalan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi seseorang tetapi
juga sarana aktualisasi diri yang dapat membuat seseorang memilih pekerjaan
berdasarkan tipe kepribadian dan ekspresi diri, minat, atau karakteristik-
karakteristik tertentu yang ada pada dirinya sehingga pekerjaan tersebut menjadi
representasi atau cerminan dari diri individu yang bersangkutan. Oleh karenanya
seseorang memerlukan perencanaan karier untuk menentukan arah pemilihan
karier atau pekerjaan yang sesuai dengan dirinya.

Perencanaan karier merupakan sesuatu yang menyangkut masa depan dan


membutuhkan proses dalam persiapannya.3 Pilihan pekerjaan yang tepat di masa
depan membutuhkan perencanaan sedini mungkin bahkan dapat mulai
direncanakan sejak berada di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang pada
jenjang ini seorang individu berada pada usia remaja yang dalam usia ini
individu biasanya mulai mengeksplorasi kemampuan, nilai, minat, dan peluang
mereka dalam persiapan untuk eksplorasi karier. Selain itu setiap bidang
pekerjaan memiliki persyaratan baik dari segi pendidikan, keterampilan, atau
karakteristik-karakteristik tertentu yang sebaiknya dipahami sehingga dalam
perencanaan karier, individu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami
diri meliputi pengetahuan terkait bakat, minat, kelemahan, kelebihan, potensi,
dan aspek-aspek dari dirinya yang dapat dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan dalam perencanaan terkait karier ke depan yang sesuai dengan
karakteristik atau potensi diri.

1
Kemampuan seseorang untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan,
potensi, nilai, serta dorongan diri didefinisikan sebagai kesadaran diri (self
awareness) oleh Daniel Goleman. Kesadaran diri (self awareness) penting
dimiliki oleh seseorang terutama dalam perencanaan karier sebab pengetahuan
terkait potensi diri meliputi keterampilan, minat, pengetahuan, motivasi, dan
karakteristik-karakteristik diri lainnya dapat digunakan sebagai dasar dalam
pemilihan karier dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai karier yang
diinginkan. Kesadaran atau pemahaman terkait potensi diri dijadikan dasar
dalam perencaan karier individu agar tidak ada pertentangan antara karier yang
dipilih dengan potensi yang ada pada diri individu tersebut. Perencanaan karier
yang berkaitan dengan pemahaman diri sejalan dengan ungkapan Departemen
Kebudayaan dan Pendidikan bahwa perencaan karier berkaitan dengan hal-hal
yang mencakup informasi tentang diri, pertimbangan terhadap alternatif
alternatif, dan memutuskan serta merencanakan perencanaan karier yang paling
sesuai.

Pemaparan di atas menunjukkan pentingnya kesadaran diri terkait kelebihan


dan kekurangan, potensi diri, serta karakteristik-karakteristik diri lainnya
khususnya bagi remaja yang masih duduk di bangku sekolah yang dapat
mengarahkan mereka pada perencanaan karier yang didasarkan pada
pemahaman akan dirinya. Pemahaman dan kesadaran diri utamanya terkait
kemampuan diri adalah hal yang perlu dalam perencanaan karier sehingga
perencanaan karier tidak hanya didasarkan pada hasrat atau minat individu.
Kesadaran diri (self awareness) dalam perencanaan karier diharapkan dapat
menjadi pertimbangan bagi individu dalam merencanakan karier serta rencana
rencana untuk mencapai karier tersebut termasuk pemilihan jurusan kuliah yang
dirasa paling sesuai dengan karakteristik-karakteristik diri yang telah dipahami
dari dirinya serta rencana karier yang sudah direncanakan sebelumnya.

2
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimana perkembangan anak pada tingkat 6 dan 7 ?

b) Bagaimana cara mempromosikan kesadaran dalam berkarir pada


tingkatan 6 dan 7 ?

c) Bagaimana peran/kontribusi orang tua dan guru dalam meningkatkan


kesadaran diri terhadap karir pada usia menengah ?
1.3 Tujuan Penulisan
a) Mengetahui perkembangan anak pada tingkat 6 dan 7

b) Mengetahui cara mempromosikan kesadaran diri dalam karir pada tingkat


6 dan 7
c) Mengetahui peran orang tua dan guru dalam meningkatkan kesadaran diri
terhadap karir pada usia menengah

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Pada Tingkat 6 dan 7

Masa remaja merupakan periode pertumbuhan yang sangat kompleks


dengan berbagai pola perkembangan yang menonjol. Penting bagi konselor untuk
menyadari bahwa setiap siswa itu unik. Setiap individu punya karakteristiknya
masing-masing. Aspek-aspek perkembangan yang mengalami perubahan besar
meliputi perkembangan fisik, kognitif, psikososial, dan budaya di masa remaja.

a. Perkembangan Fisik
Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang tidak tertandingi, termasuk
perkembangan karakteristik seksual primer dan sekunder, percepatan
pertumbuhan (misalnya perubahan otot, tulang, sendi dan struktur jaingan
penunjang sekitar sendi, perubahan proporsi tubuh dan kekuatan), koordinasi
fisik, perubahan hormon dan neurokimia, keteramilan motorik, dll. Perubahan
fisik ini penting ketika mempertimbangkan kesiapan, pengembangan karir dan
perguruan tinggi karena perubahan ini mungkin memiliki dampak jangka panjang
pada konsep diri berdasarkan citra tubuh dan evaluasi diri dari perspektif sosial.
Perkembangan fisik ini akan sangat menonjol dampaknya pada konsep diri dimasa
remaja. Contoh dari Crow (1965) yang menyatakan anak laki-laki yang tubuhnya
lebih tinggi dan kuat dibandingkan teman sebayanya akan lebih populer dan
penyesuaian diri pribadinya lebih besar.

Pertimbangan penting lainnya untuk karir masa depan dan kesiapan kuliah
adalah efek hormon dan perubahan fisik yang memengaruhi kepribadian,
temperamen, dan aspek lain dari ekspresi pribadi (misalnya kesadaran diri). Pada
tingkat ini siswa belaajar untuk mengatur emosi dan perilaku mereka dengan
kemampuan pengendalian diri. Untuk dapat melakukannya mungkin sulit bagi
siswa di awal masa remaja, terutama karena mereka sedang mengalami banyak
perubahan yang berdampak pada setiap aspek kehidupan mereka, mulai dari pola

4
tidur hingga interaksi sosial. Pengaturan diri emosional dan kemampuan untuk
mengekspresikan diri dengan tepat adalah bagian dari persiapan yang harus
dimiliki remaja untuk dunia kerja, dan ini bisa menjadi tugas yang menantang
karena mereka mengalami perubahan fisik yang dramatis.

b. Perkembangan kognitif
Menurut Crow and Crow (1965), banyak karakteristik muncul pada masa
remaja yang menciptakan gabungan berbagai kecerdasan dan dianggap sebagai
tanda kematangan mental seperti pemahaman verbal, kefasihan kata, kemampuan
matematika, hubungan spasial, memori, kemampuan perseptual, dan penalaran.
Peserta didik yang sukses selama masa remaja akan menunjukkan kemampuan
untuk beradaptasi dengan lingkungan pendidikan dengan cara mengembangkan
keterampilan konsentrasi, memanfaatkan imajinasi dan kreativitas, menghafal,
dam memecahkan masalah. Piaget (1969) menyatakan bahwa ada beberapa
transformasi intelektual dengan karakteristik yang menonjol dalam tahap
pemikiran abstrak formal, yang dimulai sekitar usia 11 atau 12 dan mencapai
keseimbangan sekitar usia 14 atau 15 tahun.

Hindley (1983) mengakui bahwa perubahan besar dalam fungsi kognitif


memiliki implikasi pada bagaimana individu mengkonseptualisasikan dunia dan
masalah sosial serta bagaimana pemikiran moral, penalaran, dan perilaku
dimanifestasikan. Kemampuan untuk berempati dengan orang lain, menunjukkan
belas kasih, dan mengembangkan pikiran dan perilaku altruistik sebagian besar
didasarkan pada perkembangan kognitif (Eisenberg, Miller, Shell, McNalley, &
Shea, 1991). Perkembangan keterampilan kognitif ini membantu siswa kelas
enam dan tujuh menerapkan logika dan penalaran tentang bagaimana mereka
mengkonseptualisasikan karir, memahami pilihan perguruan tinggi, dan
memproyeksikan tindakan masa depan yang diperlukan untuk kesuksesan di
tempat kerja.

5
c. Perkembangan psikososial
Menurut Erikson (1963), peserta didik pada masa remaja sedang bertransisi
dari tahap “industry vs inferiority” ke tahap “identity vs role confusion”. Banyak
hal yang harus diketahui dalam membentuk identitas, termasuk rasa kesadaran
tentang minat, kekuatan, kelemahan, dan keyakinan seseorang. Tahap identitas
versus kebingungan peran dapat menjadi waktu yang sulit bagi siswa dan keluarga
mereka karena remaja mungkin mulai membedakan dari pandangan dan
keyakinan keluarga mereka, yang dapat menyebabkan ketegangan pada sistem
keluarga (Bowen, 1976). Menurut Bowen, ketika siswa memiliki diferensiasi yang
rendah dari keluarga asal mereka, mereka terlalu bergantung pada penerimaan
anggota keluarga terhadap pilihan mereka dan, oleh karena itu, mengalami
kesulitan dalam mengambil keputusan berdasarkan preferensi, pemikiran, dan
keyakinan individu mereka. Selama tahap kebingungan identitas versus peran,
siswa juga mulai melihat diri mereka sendiri melalui perspektif pihak ketiga dan
mulai mengevaluasi status dan modal sosial mereka berdasarkan interaksi sosial
mereka dengan orang lain. Modal sosial dan status yang rendah dapat melukai
konsep diri remaja muda karena kelemahan yang mereka rasakan, status yang
rendah, dan kurangnya popularitas dapat menjadi dominan dalam pandangan
mereka tentang diri mereka.

Havighurst (1972) mengembangkan teori Erikson dan melaporkan bahwa


tahap identitas versus kebingungan peran merupakan masa yang sangat aktif bagi
kaum muda dan memiliki tantangan khusus yang mencakup perencanaan masa
depan. Perencanaan ini membutuhkan pemahaman tentang diri sendiri, tujuan
masa depan, dan konsekuensi dari perilaku yang akan terjadi di masa depan.
Berdasarkan penelitian Havighurst (1972), konseptualisasi dan pembentukan
identitas positif pada masa remaja bergantung pada tugas-tugas berikut :
1. Mencapai hubungan yang baru dan lebih dewasa dengan pasangan seusia
dari kedua jenis kelamin
2. Mencapai peran sosial yang maskulin atau feminin
3. Menerima fisik seseorang dan menggunakan tubuh secara efektif

6
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
5. Mempersiapkan hubungan intim dan kehidupan keluarga
6. Mempersiapkan karier ekonomi
7. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai panduan perilaku
mengembangkan ideologi
8. Menginginkan dan mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara
sosial.

Para ahli teori lain juga telah berkontribusi pada pemahaman yang lebih luas
mengenai tahap identitas Erikson versus kebingungan peran. Secara khusus,
Marcia (1987) mengusulkan status identitas untuk menggambarkan bagaimana
individu mengeksplorasi kemungkinan kehidupan dewasa mereka, termasuk
karier masa depan mereka. Marcia (1987) menyimpulkan bahwa ada dua tugas
utama yang terdiri dari pencapaian identitas: (a) secara aktif mengeksplorasi
pilihan-pilihan di masa depan dan (b) berkomitmen pada sebuah identitas. Marcia
mengidentifikasi empat status identitas yang terdiri dari hubungan antara kedua
tugas ini.

Status identitas yang pertama adalah difusi identitas, di mana remaja belum
mengeksplorasi pilihan masa depan atau berkomitmen pada suatu identitas.
Remaja dalam status ini sering kali terlihat menarik diri, pasrah, dan tidak
termotivasi; mereka tidak memiliki rencana, dan mungkin terlihat seperti hanyut
dalam kehidupan tanpa tujuan di masa depan. Status identitas yang kedua adalah
penyitaan identitas. Dalam status ini, remaja telah berkomitmen pada sebuah
identitas, tetapi melakukannya tanpa eksplorasi, yang dapat mengakibatkan
ketidakbahagiaan di kemudian hari. Sebagai contoh, seorang konselor sekolah
bertanya kepada seorang siswa sekolah menengah tentang jenis karier apa yang
ingin ia jelajahi. Siswa tersebut menjawab, "Saya rasa saya akan menjadi dokter
gigi seperti ayah saya." Ayahnya kemudian menyela dan berkata, "Akan sangat
gila jika dia melakukan hal lain. Saya adalah seorang dokter gigi, ayah saya
adalah seorang dokter gigi. Dia bisa menjadi salah satunya dan mewarisi praktik

7
kami." Meskipun mahasiswa tersebut mungkin senang dengan karir masa depan
yang lain, ia telah berkomitmen untuk menjadi seorang ortodontis sebelum
meluangkan waktu untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan lain. Status ketiga yang
diusulkan Marcia (1987) adalah moratorium. Dalam status ini, mahasiswa secara
aktif mengeksplorasi pilihan-pilihan yang ada tetapi belum berkomitmen untuk
berkarir. Ini adalah status yang ideal untuk siswa kelas enam dan tujuh karena
mereka mungkin berpikir kritis tentang masa depan mereka dan menjaga agar
pilihan mereka tetap terbuka. Status keempat, pencapaian identitas, terjadi setelah
siswa mempertimbangkan pilihan masa depan mereka secara penuh dan kritis dan
kemudian berkomitmen pada sebuah identitas.

Penting bagi konselor sekolah menengah untuk mengenali reaktivitas


emosional dan perubahan perilaku yang meningkat yang menyertai kematangan
fisik remaja dan bagaimana hal tersebut dapat menjadi masalah di kelas.
Membantu remaja untuk mengembangkan kontrol diri dan perilaku pengaturan
diri lainnya daripada meledak-ledak secara emosional merupakan hal yang
penting untuk kesuksesan mereka di tempat kerja di masa depan. Ketika remaja
mulai mengembangkan rasa pemahaman tentang orang lain dan hubungan dengan
orang lain, mereka mungkin menjadi lebih terbuka terhadap eksplorasi diri dan
mendefinisikan "siapa saya". Memang, kemampuan untuk memahami orang lain
dan memahami perspektif orang lain membantu siswa menjadi lebih sadar akan
minat, watak, dan bakat mereka sendiri yang berkaitan dengan karier dan
perguruan tinggi.

d. Jenis Kelamin dan Budaya


Havighurst (1972) mengusulkan bahwa banyak tugas perkembangan, seperti
kematangan seksual, terjadi di seluruh budaya; namun, ia juga mencatat bahwa
banyak tugas perkembangan yang spesifik untuk setiap budaya. Namun
Havighurst (1972) menunjukkan bahwa kompleksitas pertumbuhan dan
perkembangan karier didasarkan pada ekspektasi dan kesempatan sosial. Sebagai
contoh, dalam masyarakat yang lebih primitif dan agraris, kaum muda mungkin

8
hanya memiliki satu pilihan karier (bertani). Dalam budaya kontemporer Amerika
Serikat, terdapat banyak sekali perbedaan berdasarkan faktor masyarakat dan
lingkungan mengenai apa yang diharapkan dari para remaja. Demikian juga, ada
banyak sekali variasi dalam peluang yang dianggap tersedia bagi kaum muda.
Yang paling penting, di sekolah menengah, siswa pada umumnya ingin
menyesuaikan diri dan merasa diterima. Namun, pada masa ini, perbedaan budaya
(misalnya, menjadi Muslim di tengah masyarakat yang mayoritas beragama
Kristen) dan perbedaan individu (misalnya, orientasi seksual atau ekspresi gender,
disabilitas) dapat menyebabkan siswa terlihat menonjol dan mendapatkan
perhatian negatif dari teman sebaya. Membantu siswa merasa nyaman dengan diri
mereka sendiri dan mendorong siswa untuk menerima keragaman sangat penting
untuk pengembangan karir mereka di masa depan karena mereka perlu bekerja
dengan sukses dengan orang lain yang berbeda dengan mereka (American School
Counselor Association [ASCA], 2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan diperoleh gambaran bahwa


bimbingan karir diSekolah SD biasanya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
yang terencana dalam program sekolah berupa kunjungan profesi, kunjungan
lokasi kerja, enterpreneurship day atau selling day, dan pembelajaran bermuatan
bimbingan karir yang ada pada materi mata pelajaran tertentu. Namun, kegiatan
dan pembelajaran bermuatan bimbingan karir tersebut tidak ada tindak lanjut
terhadap kebutuhan perkembangan karir anak usia SD sehingga belum mampu
memenuhi kebutuhan perkembangan karir siswa yang berdampak pada rendahnya
kesadaran karir siswa. Pengembangan terhadap bimbingan karir yang ada di SD
terletak pada integrasi bimbingan karir dalam Bahasa Indonesia kelas IV semester
II. Integrasi dilakukan dengan memadu padankan materi bimbingan karir melalui
serangkaian layanan BK ke dalam materi ajar dengan mengolah komponen model
berupa standar kompetensi perkembangan karir siswa kelas IV SD dengan SK dan
KD mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas IV semester II. Implementasi
bimbingan karir yang terintegrasi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat
dijabarkan sebagai berikut. Pertama, aspek kesadaran terhadap diri dilakukan

9
eksplorasi mengenai karakteristik diri (fisik, emosi dan kognisi) melalui self
assessment pada Lembar Penilaian Diri “Semua tentang Aku”. Konten bimbingan
karir ini diintegrasikan pada ketrampilan mendengarkan pengumuman.
Kedua, aspek kesadaran terhadap dunia kerja dilakukan eksplorasi terhadap:
i. Pekerjaan key figures, yaitu orang tua dengan melakukan wawancara karir
dan menuliskan hasil wawancara tersebut dalam karangan bebas. Konten
bimbingan karir ini diintegrasikan pada ketrampilan menulis karangan
bebas
ii. Pekerjaan yang paling banyak dipilih oleh wanita sebagai wacana bagi
siswa tentang gender dan pilihan pekerjaan, dilakukan melalui kegiatan
membaca teks bacaan secara intensif dan dilanjutkan berdiskusi terkait
kesetaraan gender, dan pilihan karir siswa laki-laki dan perempuan di masa
depan. Konten bimbingan karir ini diintegrasikan pada ketrampilan
membaca secara intensif teks bacaan, dan
iii. Pekerjaan pada kelas pekerjaan tertentu (cluster pekerjaan) yang dilakukan
melalui kegiatan permainan menemukan lima pekerjaan pada cluster
pekerjaan yang telah ditugaskan bagi masing-masing kelompok bimbingan
dan mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.

Konten bimbingan karir ini diintegrasikan pada keterampilan berbicara, seperti


eksplorasi cita-cita siswa melalui penugasan essay task, dan pencarian makna atau
nasehat pada pantun bertema sekolah, belajar, menuntut ilmu dan masa depan.
Selanjutnya konten bimbingan karir ini diintegrasikan pada keterampilan
mendengarkan pantun, dan keterampilan menulis karangan bebas, seperti
eksplorasi perilaku atau kebiasaan negatif dan positif dengan mengunakan
instrumentasi self report serta peran dan tanggung jawab siswa sebagai anak,
pelajar dan anggota masyarakat. Pengembangan perilaku juga diamati sepanjang
pelaksanaan model dengan fokus observasi pada perilaku kerjasama dalam tim.
Dan juga konten bimbingan karir ini diintegrasi pada ketrampilan berbicara
menyampaikan pesan dalam telepon dan ketrampilan membaca pengumuman
guru kelas sebagai pelaksana model bimbingan karir terintegrasi dalam mata

10
pelajaran dituntut aktif dalam pengembangan media ajar, mampu memanfaatkan
IPTEK, mampu menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran, serta memiliki kesadaran penuh terhadap pentingnya bimbingan
karir bagi siswa tingkat 6 SD.

Pemberian bimbingan karir terintegrasi pembelajaran melibatkan instrumental


input dan environmental input untuk mendukung optimalisasi layanan.
Enviromental input berupa keterlibatan dan dukungan personil sekolah terhadap
ide dan pelaksanaan pengintegrasian bimbingan karir.Peran orang tua dalam
pembelajaran di rumah dengan mendampingi siswa mengetahui pekerjaan key
figures, baik orang tua maupun kerabat yang signifikan (significant people) dalam
kehidupan siswa. Peran lingkungan kerja di sekitar siswa baik di rumah maupun
sekolah dalam memberikan gambaran nyata akan berbagai pekerjaan dan
karakteristiknya. Dukungan instrumental input difokuskan pada sarana prasarana
belajar yang mendukung, alat evaluasi berfokus pada upaya eksplorasi karir siswa
melalui worksheet berupa self assessment, self report, essay task, dan penugasan
kelompok.

Dengan demikian diharapkan siswa secara mandiri dapat mencari dan


menemukan dirinya lebih dalam dan menjadikan hal tersebut sebagai upaya untuk
semakin berkembang. Pelaksanaan model bimbingan karir terintegrasi dalam mata
pelajaran diwujudkan pada kegiatan eksplorasi yang menarik dan kreatif berupa:
penggalian pengetahuan diri, wawancara karir key figures, permainan cluster
pekerjaan, eksplorasi cita-cita pekerjaan, analisis relevansi sekolah dengan karir
melalui pantun, eksplorasi peran dan tanggungjawab anak, eksplorasi kebiasaan
baik dan buruk, serta pengalaman kerjasama tim dalam kelompok bimbingan.
Produk akhir dari model bimbingan karir terintegrasi dalam mata pelajaran terdiri
atas model dan panduan pelaksanaan. Panduan pelaksanaan tediri atas (a) Buku
Panduan Guru, yang merupakan paket pedoman bagi guru kelas dalam
menggunakan model bimbingan karir terintegrasi dalam pembelajaran bimbingan
karir yang dikembangkan secara mandiri dengan mempertimbangkan karakteristik

11
siswa dan analisis kebutuhan.

2.2 Meningkatkan Kesadaran Diri Pada Tingkat 6 dan 7

Istilah karier sering diidentikan dengan pekerjaan, sehingga penggunaan


kata karier lebih banyak diperuntukan bagi individu yang bekerja atau
mempersiapkan diri untuk bekerja. Pemaknaan tersebut menunjukkan bahwa
karier hanya dapat diterapkan pada remaja ataupun orang dewasa, sedangkan
kanak-kanak tidak. Kondisi ini menyebabkan pembatasan terhadap
perkembangan karier individu, dengan mengartikan bahwa kanak-kanak tidak
perlu menyiapkan kariernya. Sedangkan karier justru perlu dikembangkan sejak
individu beradapada masa kanak-kanak.
Gysbers (Hohenshill, 1973) menyatakan bahwa kegiatan bimbingan karier
dimulai di sekolah dasar dengan penekanan pada pengembangan kesadaran
karier. Kesadaran karier merupakan hal yang penting untuk dimiliki siswa di
Sekolah Dasar. Menurut Super individu pada usia SD berada dalam tahapan
pertumbuhan karier (career growth) yang dimulai sejak lahir hingga 14 tahun.
Pada rentang perkembangan karier ini, tugas perkembangan karier yang harus
dipenuhi oleh individu adalah kesadaran karier atau career awareness.
Kesadaran karier (career awareness) merupakan kematangan karier yang
perlu dicapai oleh individu dan perlu diberikan pada awal tahun individu di
sekolah, yaitu pada tingkat pendidikan dasar. Untuk mempromosikan kesadaran
diri dalam karir, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Evaluasi Diri
Lakukan evaluasi diri secara berkala, baik melalui tes psikologis atau refleksi
diri. Hal ini dapat membantu anak dalam memahami kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya, serta menemukan minat dan nilai yang
mendasari.
2. Konseling Karir
Dapatkan bimbingan dari ahli karir atau konselor karir untuk membantu anak

12
mengeksplorasi pilihan karir yang tepat dan membantu anak dalam membuat
rencana karir yang efektif.
3. Membaca dan Belajar
Pelajari lebih banyak tentang berbagai jenis karir, industri, dan lapangan
kerja. Hal ini dapat membantu anak dalam mengembangkan wawasan
tentang opsi karir yang tersedia dan membantu anak untuk menemukan karir
yang sesuai dengan minat, nilai, dan keahlian yang dimiliki.
4. Mendapatkan Pengalaman
Cobalah untuk mengambil kesempatan untuk mendapatkan pengalaman di
berbagai bidang atau industri. Pengalaman ini dapat membantu anak
memperoleh wawasan tentang berbagai jenis karir dan membantu anak
dalam menemukan minat dan nilai yang mendasari.

2.3 Peran Orang tua dan Guru dalam Meningkatkan Kesadaran Diri
Terhadap Karir Pada Usia Menengah

Johnson (2000) melaporkan hasil penelitian yang dilakukan dengan siswa


kelas enam dan sembilan. Hanya sekitar setengah dari siswa dalam penelitian ini
yang dapat mengidentifikasi keterampilan yang dibutuhkan untuk kesuksesan
karier. Lebih mengkhawatirkan lagi, sekitar 88% dari peserta "merefleksikan
sedikit atau tidak ada kesadaran tentang bagaimana keterampilan, pengetahuan,
atau sikap yang dipelajari dalam pekerjaan mata pelajaran mungkin berhubungan
dengan pekerjaan di masa depan" (Johnson, 2000, p. 269). Namun, Johnson
(2000) juga melaporkan bahwa siswa kelas enam menemukan pekerjaan sekolah
lebih berguna untuk karir mereka daripada siswa kelas sembilan, sebuah
indikasi, menurut Johnson, tentang perasaan ketidakpuasan siswa yang
meningkat dengan pengalaman sekolah mereka antara kelas enam dan enam.
tahun kelas sembilan.
Oleh karena itu, guru kelas enam dan tujuh memiliki tugas penting dalam
menjaga siswa terlibat dalam bidang akademik dan menghubungkan akademisi
dengan karier. Memang, hampir setiap guru dan konselor sekolah menengah

13
pernah mendengar siswa berkata tentang berbagai konten, "Mengapa saya harus
mempelajari ini? Saya tidak akan pernah menggunakannya!" Perasaan bahwa
informasi yang dipelajari tidak berguna atau tidak dapat diterapkan pada
kehidupan siswa dapat membuat siswa merasa tidak terlibat, frustrasi, dan tidak
termotivasi untuk belajar.
Program Career Start (Orthner, 2012) adalah salah satu pendekatan
berbasis bukti untuk membantu siswa merasa lebih terlibat di sekolah. Rencana
pelajaran dan kegiatan yang disarankan disediakan, tetapi guru didorong untuk
menyusun pelajaran untuk memenuhi populasi khusus mereka. Menggunakan
desain quasiexperimental, Orthner, Jones-Sanpei, Akos, dan Rose (2013)
membagi siswa sekolah menengah ke dalam kondisi eksperimen dan kontrol.
Menggunakan program CareerStart, tetapi mengendalikan keterlibatan sekolah
sebelumnya, sosial ekonomi, dan faktor akademik, para peneliti menemukan
bahwa siswa dalam kelompok eksperimen yang berpartisipasi dalam program
Career Start memiliki tingkat penilaian sekolah dan keterlibatan sekolah yang
jauh lebih tinggi setelah diberikan karir yang relevan. instruksi di kelas
akademik mereka.
1. Peranan Orang Tua
Hall (2003) menggambarkan hubungan yang rumit dan rumit antara
keluarga individu dan pilihan karir mereka. Salah satu faktor utama yang
menciptakan dinamika ini adalah bahwa siswa yang memilih karir di luar tingkat
pembawaan keluarga mereka (mendidik terlalu tinggi atau terlalu rendah
berdasarkan persepsi anggota keluarga) memiliki risiko emosional. Dengan kata
lain, siswa mungkin mengalami konsekuensi emosional (misalnya menyatakan
ketidak setujuan atau kemarahan dari orang tua) untuk membuat keputusan yang
tidak disetujui oleh anggota keluarga (Hall, 2003). Misalnya, seorang konselor
sekolah mengadakan sesi perencanaan karir dan perguruan tinggi dengan orang
tua dan siswa. Siswa tersebut bersikeras untuk menjadi jurusan musik dan sang
ayah, seorang akuntan, memberi tahu siswa tersebut bahwa jika dia ingin
berkarir di bidang musik, dia harus pindah dan membayar kuliah sendiri. Sang

14
ayah menindak lanjuti dengan menyatakan bahwa jika siswa tersebut memilih
"jurusan yang sebenarnya", dia akan mendukungnya dan membiayai sekolahnya.
Dengan cara ini, sang ayah memberikan sanksi emosional dan ekonomi atas
ketidaksetujuannya terhadap pilihan karir siswanya. Investasi emosional, fiskal,
kognitif, dan sosial yang dilakukan orang tua dalam membesarkan anak- anak
mereka tidak dapat membuat mereka memiliki reaksi emosional yang tinggi
ketika mendiskusikan karir dan perguruan tinggi dengan anak- anak mereka.
Seperti disebutkan sebelumnya, Young et al. (1997) mencatat pentingnya
komunikasi karir dan emosi antara orang tua dan anak sekolah menengah
mereka dalam mengembangkan tindakan karir yang positif. Usinger (2005)
melakukan studi longitudinal selama lima tahun terhadap siswa kelas tujuh di
sekolah berprestasi rendah dan bagaimana mereka membangun aspirasi
akademik dan karir mereka. Pengguna berfokus pada peran orang tua/ wali
dalam proses ini. Berdasarkan temuannya, Usinger menegaskan bahwa orang tua
membutuhkan kesempatan untuk merefleksikan kekecewaan, penyesalan,
kemenangan, dan wawasan karir mereka sendiri.
Dengan melibatkan orang tua dalam kegiatan kesiapan karir dan kuliah
dan dengan menciptakan kesempatan bagi mereka untuk mempertimbangkan
pertumbuhan dan perkembangan mereka sendiri, proses konseling karir dan
perguruan tinggi dapat memasukkan sistem keluarga dengan cara yang
bermakna dan relevan. Usinger juga menyoroti pentingnya orang tua
mendiskusikan perjuangan mereka sendiri dan bagaimana mereka mengatasinya
untuk menjadi panutan kesuksesan pribadi bagi anak- anak mereka dan juga
menunjukkan bahwa setiap orang memiliki perjuangan pribadi mereka sendiri.
Percakapan semacam ini mungkin menjadi semakin penting, dan lebih dalam,
saat siswa sekolah menengah merenungkan masa depan mereka.
2. Guru
Guru sekolah menengah memiliki kesempatan untuk melibatkan siswa
sekolah menengah dalam pembelajaran. Curry, Belser, dan Binns (2013)
menyoroti banyak cara guru sekolah menengah dapat mengintegrasikan

15
informasi terkait karir dalam kurikulum pendidikan. Misalnya, seorang konselor
sekolah menengah, Mr. Braxton, bertemu dengan semua guru matematika kelas
tujuh di Sekolah Menengah Rock Creek. Dia menjelaskan bahwa dia akan
memperkenalkan karir matematika kepada siswa setiap kuartal di kelas
matematika mereka dan dia ingin mengoordinasikannya dengan guru
matematika kelas tujuh. Setiap kuartal, guru matematika dan Mr. Braxton
bertemu untuk mendiskusikan jenis aktivitas matematika apa yang diliput dan
bagaimana hal ini terkait dengan karier. Salah satu contoh terjadi setelah satuan
pada pengukuran (yaitu, massa, volume, keliling, dan keliling). Pak Braxton dan
guru matematika kelas tujuh menyelesaikan pelajaran tentang karir di mana
pengukuran matematika digunakan (misalnya, ahli kimia, insinyur, pekerja
konstruksi, dan arsitek). Siswa kemudian diberi kesempatan untuk
mendiskusikan dalam kelompok kecil apa yang menurut mereka menantang atau
menarik tentang keterampilan matematika yang dipelajari di unit dan, jika ada,
karir terkait yang menarik bagi mereka. Pak Braxton melakukan ini dengan
setiap kelas matematika setiap kuartal dan guru melaporkan bahwa siswa
tampaknya lebih tertarik untuk mempelajari keterampilan matematika sebagai
hasilnya.
Selain itu, mungkin ada beberapa bukti bahwa pengetahuan dan
kedewasaan karir dapat menghasilkan hasil siswa yang positif. Misalnya, Legum
dan Hoare (2004) melakukan penelitian dengan siswa sekolah menengah
perkotaan yang berisiko. Mereka membagi peserta menjadi kelompok kontrol
dan eksperimen. Peserta dalam kelompok eksperimen menerima program
intervensi karir 9 minggu yang menghubungkan akademisi dengan karir,
kelompok kontrol tidak menerima intervensi. Pada akhir penelitian tidak ada
temuan statistik utama antara kelompok kontrol dan eksperimen dalam hasil
akademik, tetapi beberapa perubahan kualitatif dilaporkan. Guru diwawancarai
pada penyelesaian kelompok, dan mereka mengidentifikasi perubahan positif
pada siswa menghadiri kelompok eksperimen pada akhir studi termasuk
keuntungan dalam harga diri, prestasi akademik, motivasi akademik, partisipasi
di kelas, dan kemauan lebih untuk mencoba. pekerjaan kelas. Guru tidak melihat

16
perubahan serupa pada kelompok kontrol (Legum & Hoare, 2004). Studi ini
hanya berlangsung 9 minggu, oleh karena itu, yang tidak diketahui adalah
apakah intervensi yang lebih lama dan lebih sistematis akan memiliki dampak
akademik yang pasti dan signifikan atau tidak.
Pertimbangan utama berdasarkan studi Legum dan Hoare (2004) adalah
bahwa eksplorasi karir dapat membantu siswa untuk merasa lebih terlibat dalam
agenda pendidikan sekolah menengah (motivasi, kemauan untuk mencoba kerja
kelas, dan partisipasi kelas), membuat integrasi kurikulum karir bermanfaat.
tugas untuk guru. Selanjutnya, ada banyak cara untuk melibatkan guru, dan yang
paling penting untuk menunjukkan bahwa banyak dari kurikulum kesiapan karir
dan perguruan tinggi tidak memerlukan banyak waktu dari guru. Seringkali,
waktu singkat yang dicurahkan untuk karir dan perguruan tinggi (bila dilakukan
dengan frekuensi dan konsistensi dari waktu ke waktu) mungkin efektif. Dalam
Tampilan 10.3 kami membagikan contoh bagaimana seorang konselor sekolah
bekerja dengan guru untuk memberikan aktivitas singkat namun konsisten yang
mempromosikan budaya kuliah.
Intervensi lain yang tidak memerlukan penggunaan waktu kelas yang
signifikan juga dapat dipertimbangkan. Rinke, Arsenic, dan Bell (2012)
melaporkan hasil studi berdasarkan kolaborasi antara mahasiswa dan sekolah
menengah perkotaan. Para mahasiswa (mahasiswa sarjana dalam program
pendidikan guru) menyelenggarakan program setelah sekolah selama 1 minggu
di mana mereka membantu siswa sekolah menengah perkotaan mengembangkan
artefak pribadi dan profesional (karya seni dan proyek karir) yang memamerkan
kehidupan masa depan mereka. Mereka mempresentasikan ini kepada teman dan
keluarga. Dua minggu kemudian, siswa sekolah menengah dan fakultas mereka
mengunjungi perguruan tinggi mitra untuk berwisata. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mahasiswa yang berpartisipasi melaporkan merasa lebih
cenderung untuk bekerja dengan siswa perkotaan dan mencatat bahwa bekerja
dengan siswa sekolah menengah adalah aspek yang paling berarti dari proyek
ini. Siswa sekolah menengah dalam penelitian tersebut menunjukkan
peningkatan kepercayaan diri dan ketekunan untuk kuliah (Rinke et al., 2012).

17
Pengalaman di luar kelas lainnya adalah program musim panas. Program
musim panas yang mempromosikan saluran sekolah menengah ke perguruan
tinggi, seperti Pathways Partnership, telah berhasil dalam hal aspirasi masa
depan siswa tanpa mengambil waktu yang signifikan dari inti akademik kelas
(Ng, Wolf-Wendel, & Lombardi, 2014). Namun, bahkan tanpa membuang
waktu dari kelas, program seperti Pathways Partnership sering menawarkan
komponen guru dalam jabatan untuk membantu guru dalam menjembatani
informasi tentang karir dan perguruan tinggi di kelas. Ini adalah model penting
untuk diikuti karena konselor sekolah harus memanfaatkan semua pemangku
kepentingan untuk membantu, dan bahkan integrasi kelas kecil dari kurikulum
karir dan perguruan tinggi. Mengirimkan pesan yang jelas bahwa itu penting.
Rekomendasi khusus untuk guru dibuat oleh Radcliffe dan Bos (2013).
Mereka menyarankan agar guru dapat melakukan beberapa hal berikut untuk
mempromosikan karir dan kesiapan perguruan tinggi bersama dengan konselor
sekolah:
a. Meminta siswa membuat cerita digitaltentang karir masa depan mereka
dan persiapan yang diperlukan
b. Mengunjungi kampus dan jurnal selama kunjungan dengan pendekatan
maraton menulis
c. Menciptakan peluang untuk bimbingan akademik
d. Meminta mahasiswa memberikan presentasi, dan
e. Memiliki proyek yang sertakan kolaborasi dengan mahasiswa jika
memungkinkan. Konselor sekolah dan guru perlu menentukan di mana
dalam kurikulum kegiatan ini paling masuk akal.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Penyusun berharap dengan adanya makalah ini dapat dijadikan sebuah bahan
dan menambah khazanah ilmu yang bermanfaat bagi pembaca. Mudah-mudahan
dengan adanya pengetahuan dari makalah ini akan membantu kita memberikan
informasi secara jelas dan dapat diterima dengan baik oleh pembaca khususnya.
Penyusun juga mengucapkan rasa maaf yang sebesar-besarnya jika ada penulisan
yang tidak tepat serta penjelasan yang belum rinci. Tidak lupa pula penulis
meminta kritikan dan saran kepada teman-teman semua terhadap makalah ini
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Havighurst, R. J. (1972). Developmental tasks and education (3rd ed.). New York,
NY: David McKay.

Crow, L. D., & Crow, A. (1965). Adolescent development and adjustment (2nd
ed.). New York, NY: McGraw-Hill.

Piaget, J. (1969). The intellectual development of the adolescent. In G. Caplan &


S. Lebovici (Eds.), Adolescence: Psychosocial perspectives (pp. 22–26).
New York, NY: Basic Books.

Hindley, C. B. (1983). Psychological changes in adolescence related to physical


changes. In W. Everaerd, C. B. Hindley, A. Bot, & J. J. van der Werff ten
Bosch (Eds.), Development in adolescence: Psychological, social and
biological aspects (pp. 28–48). Boston, MA: Martinus Nijhoff Publishers.

Turner, S. L., Conkel, J., Starkey, M. T., & Landgraf, R. (2010). Relationships
among middle-school adolescents’ vocational skills, motivational
approaches, and interests. Career Development Quarterly, 59, 154–168.
http://dx.doi.org/10.1002/j.2161-0045.2010.tb00059.x

Gysbers, N. C. 2005. Comprehensive School Guidance Programs in The United


States : A Carier Profile. International Journal for Educational and
Vocational Guidance. 5, 203-215. DOI: 10.1007/s10775-005-8800-7.

Gothard, B., Mignot, P., Offer, M., & Ruff, M. 2001. Careers Guidance in
Context. London: SAGE Publication.

20
Knight, J.L. 2015. Preparing Elementary School Counselor to Promote Career
Development: Recomendations for School Counselor Education Program.
Journal of Career Development. 42 (3), 75 (8).

Welde, A.M.J., Bernes, K.B., Gunn, T.M., & Ross, S.A., 2016. Career Education
at the Elementary School Level: Student and Intern Teacher Perspective.
Journal of Career Development, 43 (5), 426-446.

Worzbyt, J. C., O’Rourke, K., & Dandeneau, C. 2003. Elementary School


Counseling: A Commitment to Caring and Community Building (2nd ed.).
New York, NY: Brunner-Routledge Taylor & Francis Group.

Zunker. 2006. Career Counseling: A Holistic Approach. New York, NY:


Brooks/Cole.

Curry, J., Belser, C.T., & Binns, I.C. (2013). Mengintegrasikan perguruan tinggi
pasca sekolah menengah dan pilihan karir dalam kurikulum sekolah
menengah: Pertimbangan untuk guru. Jurnal Sekolah Menengah, 44(3),

Hindley, C.B. (1983). Perubahan psikologis pada masa remaja berkaitan dengan
perubahan fisik. Dalam W. Everaerd, C.B. Hindley, A.

Bot, & J. J. van der Werff ten Bosch (Eds.), Perkembangan pada masa remaja:
Aspek psikologis, sosial dan biologis (hlm. 28 - 48). Boston, MA: Penerbit
Martinus Nijhoff.

21

Anda mungkin juga menyukai