“Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata
kuliah Bimbingan dan Konseling Karir”
Dosen Pengampu :
Nurbaity, S.Pd., M.Ed
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat-Nya karena telah memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan
makalah berjudul “Materi Karir Tingkat 6 dan 7 : Mempromosikan Kesadaran
Diri”.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Psikologi Pendidikan di Universitas Syiah Kuala. Selain itu, kami berharap
semoga makalah ini dapat membantu menambah wawasan pembaca mengenai
Psikologi Pendidikan, yang kami susun berdasarkan sumber literatur.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu Nurbaity,
S.Pd., M.Ed. selaku dosen pengampu. Tugas yang telah diberikan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari
dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling Karir guna menjadi acuan dari
bekal pengalaman bagi kami.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................3
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Perkembangan Pada Tingkat 6 dan 7.......................................................................4
2.2 Meningkatkan Kesadaran Diri ...............................................................................12
2.3 Peran Orang Tua dan Guru dalam Meningkatkan Kesadaran Diri....................13
2.4 Ps...............................................................................................................................13
BAB III...........................................................................................................................19
PENUTUP.......................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................19
3.2 Saran.........................................................................................................................19
3.3 Daftar Pustaka..........................................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Kemampuan seseorang untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan,
potensi, nilai, serta dorongan diri didefinisikan sebagai kesadaran diri (self
awareness) oleh Daniel Goleman. Kesadaran diri (self awareness) penting
dimiliki oleh seseorang terutama dalam perencanaan karier sebab pengetahuan
terkait potensi diri meliputi keterampilan, minat, pengetahuan, motivasi, dan
karakteristik-karakteristik diri lainnya dapat digunakan sebagai dasar dalam
pemilihan karier dan penyusunan rencana-rencana untuk mencapai karier yang
diinginkan. Kesadaran atau pemahaman terkait potensi diri dijadikan dasar
dalam perencaan karier individu agar tidak ada pertentangan antara karier yang
dipilih dengan potensi yang ada pada diri individu tersebut. Perencanaan karier
yang berkaitan dengan pemahaman diri sejalan dengan ungkapan Departemen
Kebudayaan dan Pendidikan bahwa perencaan karier berkaitan dengan hal-hal
yang mencakup informasi tentang diri, pertimbangan terhadap alternatif
alternatif, dan memutuskan serta merencanakan perencanaan karier yang paling
sesuai.
2
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimana perkembangan anak pada tingkat 6 dan 7 ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
a. Perkembangan Fisik
Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang tidak tertandingi, termasuk
perkembangan karakteristik seksual primer dan sekunder, percepatan
pertumbuhan (misalnya perubahan otot, tulang, sendi dan struktur jaingan
penunjang sekitar sendi, perubahan proporsi tubuh dan kekuatan), koordinasi
fisik, perubahan hormon dan neurokimia, keteramilan motorik, dll. Perubahan
fisik ini penting ketika mempertimbangkan kesiapan, pengembangan karir dan
perguruan tinggi karena perubahan ini mungkin memiliki dampak jangka panjang
pada konsep diri berdasarkan citra tubuh dan evaluasi diri dari perspektif sosial.
Perkembangan fisik ini akan sangat menonjol dampaknya pada konsep diri dimasa
remaja. Contoh dari Crow (1965) yang menyatakan anak laki-laki yang tubuhnya
lebih tinggi dan kuat dibandingkan teman sebayanya akan lebih populer dan
penyesuaian diri pribadinya lebih besar.
Pertimbangan penting lainnya untuk karir masa depan dan kesiapan kuliah
adalah efek hormon dan perubahan fisik yang memengaruhi kepribadian,
temperamen, dan aspek lain dari ekspresi pribadi (misalnya kesadaran diri). Pada
tingkat ini siswa belaajar untuk mengatur emosi dan perilaku mereka dengan
kemampuan pengendalian diri. Untuk dapat melakukannya mungkin sulit bagi
siswa di awal masa remaja, terutama karena mereka sedang mengalami banyak
perubahan yang berdampak pada setiap aspek kehidupan mereka, mulai dari pola
4
tidur hingga interaksi sosial. Pengaturan diri emosional dan kemampuan untuk
mengekspresikan diri dengan tepat adalah bagian dari persiapan yang harus
dimiliki remaja untuk dunia kerja, dan ini bisa menjadi tugas yang menantang
karena mereka mengalami perubahan fisik yang dramatis.
b. Perkembangan kognitif
Menurut Crow and Crow (1965), banyak karakteristik muncul pada masa
remaja yang menciptakan gabungan berbagai kecerdasan dan dianggap sebagai
tanda kematangan mental seperti pemahaman verbal, kefasihan kata, kemampuan
matematika, hubungan spasial, memori, kemampuan perseptual, dan penalaran.
Peserta didik yang sukses selama masa remaja akan menunjukkan kemampuan
untuk beradaptasi dengan lingkungan pendidikan dengan cara mengembangkan
keterampilan konsentrasi, memanfaatkan imajinasi dan kreativitas, menghafal,
dam memecahkan masalah. Piaget (1969) menyatakan bahwa ada beberapa
transformasi intelektual dengan karakteristik yang menonjol dalam tahap
pemikiran abstrak formal, yang dimulai sekitar usia 11 atau 12 dan mencapai
keseimbangan sekitar usia 14 atau 15 tahun.
5
c. Perkembangan psikososial
Menurut Erikson (1963), peserta didik pada masa remaja sedang bertransisi
dari tahap “industry vs inferiority” ke tahap “identity vs role confusion”. Banyak
hal yang harus diketahui dalam membentuk identitas, termasuk rasa kesadaran
tentang minat, kekuatan, kelemahan, dan keyakinan seseorang. Tahap identitas
versus kebingungan peran dapat menjadi waktu yang sulit bagi siswa dan keluarga
mereka karena remaja mungkin mulai membedakan dari pandangan dan
keyakinan keluarga mereka, yang dapat menyebabkan ketegangan pada sistem
keluarga (Bowen, 1976). Menurut Bowen, ketika siswa memiliki diferensiasi yang
rendah dari keluarga asal mereka, mereka terlalu bergantung pada penerimaan
anggota keluarga terhadap pilihan mereka dan, oleh karena itu, mengalami
kesulitan dalam mengambil keputusan berdasarkan preferensi, pemikiran, dan
keyakinan individu mereka. Selama tahap kebingungan identitas versus peran,
siswa juga mulai melihat diri mereka sendiri melalui perspektif pihak ketiga dan
mulai mengevaluasi status dan modal sosial mereka berdasarkan interaksi sosial
mereka dengan orang lain. Modal sosial dan status yang rendah dapat melukai
konsep diri remaja muda karena kelemahan yang mereka rasakan, status yang
rendah, dan kurangnya popularitas dapat menjadi dominan dalam pandangan
mereka tentang diri mereka.
6
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
5. Mempersiapkan hubungan intim dan kehidupan keluarga
6. Mempersiapkan karier ekonomi
7. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai panduan perilaku
mengembangkan ideologi
8. Menginginkan dan mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara
sosial.
Para ahli teori lain juga telah berkontribusi pada pemahaman yang lebih luas
mengenai tahap identitas Erikson versus kebingungan peran. Secara khusus,
Marcia (1987) mengusulkan status identitas untuk menggambarkan bagaimana
individu mengeksplorasi kemungkinan kehidupan dewasa mereka, termasuk
karier masa depan mereka. Marcia (1987) menyimpulkan bahwa ada dua tugas
utama yang terdiri dari pencapaian identitas: (a) secara aktif mengeksplorasi
pilihan-pilihan di masa depan dan (b) berkomitmen pada sebuah identitas. Marcia
mengidentifikasi empat status identitas yang terdiri dari hubungan antara kedua
tugas ini.
Status identitas yang pertama adalah difusi identitas, di mana remaja belum
mengeksplorasi pilihan masa depan atau berkomitmen pada suatu identitas.
Remaja dalam status ini sering kali terlihat menarik diri, pasrah, dan tidak
termotivasi; mereka tidak memiliki rencana, dan mungkin terlihat seperti hanyut
dalam kehidupan tanpa tujuan di masa depan. Status identitas yang kedua adalah
penyitaan identitas. Dalam status ini, remaja telah berkomitmen pada sebuah
identitas, tetapi melakukannya tanpa eksplorasi, yang dapat mengakibatkan
ketidakbahagiaan di kemudian hari. Sebagai contoh, seorang konselor sekolah
bertanya kepada seorang siswa sekolah menengah tentang jenis karier apa yang
ingin ia jelajahi. Siswa tersebut menjawab, "Saya rasa saya akan menjadi dokter
gigi seperti ayah saya." Ayahnya kemudian menyela dan berkata, "Akan sangat
gila jika dia melakukan hal lain. Saya adalah seorang dokter gigi, ayah saya
adalah seorang dokter gigi. Dia bisa menjadi salah satunya dan mewarisi praktik
7
kami." Meskipun mahasiswa tersebut mungkin senang dengan karir masa depan
yang lain, ia telah berkomitmen untuk menjadi seorang ortodontis sebelum
meluangkan waktu untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan lain. Status ketiga yang
diusulkan Marcia (1987) adalah moratorium. Dalam status ini, mahasiswa secara
aktif mengeksplorasi pilihan-pilihan yang ada tetapi belum berkomitmen untuk
berkarir. Ini adalah status yang ideal untuk siswa kelas enam dan tujuh karena
mereka mungkin berpikir kritis tentang masa depan mereka dan menjaga agar
pilihan mereka tetap terbuka. Status keempat, pencapaian identitas, terjadi setelah
siswa mempertimbangkan pilihan masa depan mereka secara penuh dan kritis dan
kemudian berkomitmen pada sebuah identitas.
8
hanya memiliki satu pilihan karier (bertani). Dalam budaya kontemporer Amerika
Serikat, terdapat banyak sekali perbedaan berdasarkan faktor masyarakat dan
lingkungan mengenai apa yang diharapkan dari para remaja. Demikian juga, ada
banyak sekali variasi dalam peluang yang dianggap tersedia bagi kaum muda.
Yang paling penting, di sekolah menengah, siswa pada umumnya ingin
menyesuaikan diri dan merasa diterima. Namun, pada masa ini, perbedaan budaya
(misalnya, menjadi Muslim di tengah masyarakat yang mayoritas beragama
Kristen) dan perbedaan individu (misalnya, orientasi seksual atau ekspresi gender,
disabilitas) dapat menyebabkan siswa terlihat menonjol dan mendapatkan
perhatian negatif dari teman sebaya. Membantu siswa merasa nyaman dengan diri
mereka sendiri dan mendorong siswa untuk menerima keragaman sangat penting
untuk pengembangan karir mereka di masa depan karena mereka perlu bekerja
dengan sukses dengan orang lain yang berbeda dengan mereka (American School
Counselor Association [ASCA], 2014).
9
eksplorasi mengenai karakteristik diri (fisik, emosi dan kognisi) melalui self
assessment pada Lembar Penilaian Diri “Semua tentang Aku”. Konten bimbingan
karir ini diintegrasikan pada ketrampilan mendengarkan pengumuman.
Kedua, aspek kesadaran terhadap dunia kerja dilakukan eksplorasi terhadap:
i. Pekerjaan key figures, yaitu orang tua dengan melakukan wawancara karir
dan menuliskan hasil wawancara tersebut dalam karangan bebas. Konten
bimbingan karir ini diintegrasikan pada ketrampilan menulis karangan
bebas
ii. Pekerjaan yang paling banyak dipilih oleh wanita sebagai wacana bagi
siswa tentang gender dan pilihan pekerjaan, dilakukan melalui kegiatan
membaca teks bacaan secara intensif dan dilanjutkan berdiskusi terkait
kesetaraan gender, dan pilihan karir siswa laki-laki dan perempuan di masa
depan. Konten bimbingan karir ini diintegrasikan pada ketrampilan
membaca secara intensif teks bacaan, dan
iii. Pekerjaan pada kelas pekerjaan tertentu (cluster pekerjaan) yang dilakukan
melalui kegiatan permainan menemukan lima pekerjaan pada cluster
pekerjaan yang telah ditugaskan bagi masing-masing kelompok bimbingan
dan mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
10
pelajaran dituntut aktif dalam pengembangan media ajar, mampu memanfaatkan
IPTEK, mampu menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran, serta memiliki kesadaran penuh terhadap pentingnya bimbingan
karir bagi siswa tingkat 6 SD.
11
siswa dan analisis kebutuhan.
12
mengeksplorasi pilihan karir yang tepat dan membantu anak dalam membuat
rencana karir yang efektif.
3. Membaca dan Belajar
Pelajari lebih banyak tentang berbagai jenis karir, industri, dan lapangan
kerja. Hal ini dapat membantu anak dalam mengembangkan wawasan
tentang opsi karir yang tersedia dan membantu anak untuk menemukan karir
yang sesuai dengan minat, nilai, dan keahlian yang dimiliki.
4. Mendapatkan Pengalaman
Cobalah untuk mengambil kesempatan untuk mendapatkan pengalaman di
berbagai bidang atau industri. Pengalaman ini dapat membantu anak
memperoleh wawasan tentang berbagai jenis karir dan membantu anak
dalam menemukan minat dan nilai yang mendasari.
2.3 Peran Orang tua dan Guru dalam Meningkatkan Kesadaran Diri
Terhadap Karir Pada Usia Menengah
13
pernah mendengar siswa berkata tentang berbagai konten, "Mengapa saya harus
mempelajari ini? Saya tidak akan pernah menggunakannya!" Perasaan bahwa
informasi yang dipelajari tidak berguna atau tidak dapat diterapkan pada
kehidupan siswa dapat membuat siswa merasa tidak terlibat, frustrasi, dan tidak
termotivasi untuk belajar.
Program Career Start (Orthner, 2012) adalah salah satu pendekatan
berbasis bukti untuk membantu siswa merasa lebih terlibat di sekolah. Rencana
pelajaran dan kegiatan yang disarankan disediakan, tetapi guru didorong untuk
menyusun pelajaran untuk memenuhi populasi khusus mereka. Menggunakan
desain quasiexperimental, Orthner, Jones-Sanpei, Akos, dan Rose (2013)
membagi siswa sekolah menengah ke dalam kondisi eksperimen dan kontrol.
Menggunakan program CareerStart, tetapi mengendalikan keterlibatan sekolah
sebelumnya, sosial ekonomi, dan faktor akademik, para peneliti menemukan
bahwa siswa dalam kelompok eksperimen yang berpartisipasi dalam program
Career Start memiliki tingkat penilaian sekolah dan keterlibatan sekolah yang
jauh lebih tinggi setelah diberikan karir yang relevan. instruksi di kelas
akademik mereka.
1. Peranan Orang Tua
Hall (2003) menggambarkan hubungan yang rumit dan rumit antara
keluarga individu dan pilihan karir mereka. Salah satu faktor utama yang
menciptakan dinamika ini adalah bahwa siswa yang memilih karir di luar tingkat
pembawaan keluarga mereka (mendidik terlalu tinggi atau terlalu rendah
berdasarkan persepsi anggota keluarga) memiliki risiko emosional. Dengan kata
lain, siswa mungkin mengalami konsekuensi emosional (misalnya menyatakan
ketidak setujuan atau kemarahan dari orang tua) untuk membuat keputusan yang
tidak disetujui oleh anggota keluarga (Hall, 2003). Misalnya, seorang konselor
sekolah mengadakan sesi perencanaan karir dan perguruan tinggi dengan orang
tua dan siswa. Siswa tersebut bersikeras untuk menjadi jurusan musik dan sang
ayah, seorang akuntan, memberi tahu siswa tersebut bahwa jika dia ingin
berkarir di bidang musik, dia harus pindah dan membayar kuliah sendiri. Sang
14
ayah menindak lanjuti dengan menyatakan bahwa jika siswa tersebut memilih
"jurusan yang sebenarnya", dia akan mendukungnya dan membiayai sekolahnya.
Dengan cara ini, sang ayah memberikan sanksi emosional dan ekonomi atas
ketidaksetujuannya terhadap pilihan karir siswanya. Investasi emosional, fiskal,
kognitif, dan sosial yang dilakukan orang tua dalam membesarkan anak- anak
mereka tidak dapat membuat mereka memiliki reaksi emosional yang tinggi
ketika mendiskusikan karir dan perguruan tinggi dengan anak- anak mereka.
Seperti disebutkan sebelumnya, Young et al. (1997) mencatat pentingnya
komunikasi karir dan emosi antara orang tua dan anak sekolah menengah
mereka dalam mengembangkan tindakan karir yang positif. Usinger (2005)
melakukan studi longitudinal selama lima tahun terhadap siswa kelas tujuh di
sekolah berprestasi rendah dan bagaimana mereka membangun aspirasi
akademik dan karir mereka. Pengguna berfokus pada peran orang tua/ wali
dalam proses ini. Berdasarkan temuannya, Usinger menegaskan bahwa orang tua
membutuhkan kesempatan untuk merefleksikan kekecewaan, penyesalan,
kemenangan, dan wawasan karir mereka sendiri.
Dengan melibatkan orang tua dalam kegiatan kesiapan karir dan kuliah
dan dengan menciptakan kesempatan bagi mereka untuk mempertimbangkan
pertumbuhan dan perkembangan mereka sendiri, proses konseling karir dan
perguruan tinggi dapat memasukkan sistem keluarga dengan cara yang
bermakna dan relevan. Usinger juga menyoroti pentingnya orang tua
mendiskusikan perjuangan mereka sendiri dan bagaimana mereka mengatasinya
untuk menjadi panutan kesuksesan pribadi bagi anak- anak mereka dan juga
menunjukkan bahwa setiap orang memiliki perjuangan pribadi mereka sendiri.
Percakapan semacam ini mungkin menjadi semakin penting, dan lebih dalam,
saat siswa sekolah menengah merenungkan masa depan mereka.
2. Guru
Guru sekolah menengah memiliki kesempatan untuk melibatkan siswa
sekolah menengah dalam pembelajaran. Curry, Belser, dan Binns (2013)
menyoroti banyak cara guru sekolah menengah dapat mengintegrasikan
15
informasi terkait karir dalam kurikulum pendidikan. Misalnya, seorang konselor
sekolah menengah, Mr. Braxton, bertemu dengan semua guru matematika kelas
tujuh di Sekolah Menengah Rock Creek. Dia menjelaskan bahwa dia akan
memperkenalkan karir matematika kepada siswa setiap kuartal di kelas
matematika mereka dan dia ingin mengoordinasikannya dengan guru
matematika kelas tujuh. Setiap kuartal, guru matematika dan Mr. Braxton
bertemu untuk mendiskusikan jenis aktivitas matematika apa yang diliput dan
bagaimana hal ini terkait dengan karier. Salah satu contoh terjadi setelah satuan
pada pengukuran (yaitu, massa, volume, keliling, dan keliling). Pak Braxton dan
guru matematika kelas tujuh menyelesaikan pelajaran tentang karir di mana
pengukuran matematika digunakan (misalnya, ahli kimia, insinyur, pekerja
konstruksi, dan arsitek). Siswa kemudian diberi kesempatan untuk
mendiskusikan dalam kelompok kecil apa yang menurut mereka menantang atau
menarik tentang keterampilan matematika yang dipelajari di unit dan, jika ada,
karir terkait yang menarik bagi mereka. Pak Braxton melakukan ini dengan
setiap kelas matematika setiap kuartal dan guru melaporkan bahwa siswa
tampaknya lebih tertarik untuk mempelajari keterampilan matematika sebagai
hasilnya.
Selain itu, mungkin ada beberapa bukti bahwa pengetahuan dan
kedewasaan karir dapat menghasilkan hasil siswa yang positif. Misalnya, Legum
dan Hoare (2004) melakukan penelitian dengan siswa sekolah menengah
perkotaan yang berisiko. Mereka membagi peserta menjadi kelompok kontrol
dan eksperimen. Peserta dalam kelompok eksperimen menerima program
intervensi karir 9 minggu yang menghubungkan akademisi dengan karir,
kelompok kontrol tidak menerima intervensi. Pada akhir penelitian tidak ada
temuan statistik utama antara kelompok kontrol dan eksperimen dalam hasil
akademik, tetapi beberapa perubahan kualitatif dilaporkan. Guru diwawancarai
pada penyelesaian kelompok, dan mereka mengidentifikasi perubahan positif
pada siswa menghadiri kelompok eksperimen pada akhir studi termasuk
keuntungan dalam harga diri, prestasi akademik, motivasi akademik, partisipasi
di kelas, dan kemauan lebih untuk mencoba. pekerjaan kelas. Guru tidak melihat
16
perubahan serupa pada kelompok kontrol (Legum & Hoare, 2004). Studi ini
hanya berlangsung 9 minggu, oleh karena itu, yang tidak diketahui adalah
apakah intervensi yang lebih lama dan lebih sistematis akan memiliki dampak
akademik yang pasti dan signifikan atau tidak.
Pertimbangan utama berdasarkan studi Legum dan Hoare (2004) adalah
bahwa eksplorasi karir dapat membantu siswa untuk merasa lebih terlibat dalam
agenda pendidikan sekolah menengah (motivasi, kemauan untuk mencoba kerja
kelas, dan partisipasi kelas), membuat integrasi kurikulum karir bermanfaat.
tugas untuk guru. Selanjutnya, ada banyak cara untuk melibatkan guru, dan yang
paling penting untuk menunjukkan bahwa banyak dari kurikulum kesiapan karir
dan perguruan tinggi tidak memerlukan banyak waktu dari guru. Seringkali,
waktu singkat yang dicurahkan untuk karir dan perguruan tinggi (bila dilakukan
dengan frekuensi dan konsistensi dari waktu ke waktu) mungkin efektif. Dalam
Tampilan 10.3 kami membagikan contoh bagaimana seorang konselor sekolah
bekerja dengan guru untuk memberikan aktivitas singkat namun konsisten yang
mempromosikan budaya kuliah.
Intervensi lain yang tidak memerlukan penggunaan waktu kelas yang
signifikan juga dapat dipertimbangkan. Rinke, Arsenic, dan Bell (2012)
melaporkan hasil studi berdasarkan kolaborasi antara mahasiswa dan sekolah
menengah perkotaan. Para mahasiswa (mahasiswa sarjana dalam program
pendidikan guru) menyelenggarakan program setelah sekolah selama 1 minggu
di mana mereka membantu siswa sekolah menengah perkotaan mengembangkan
artefak pribadi dan profesional (karya seni dan proyek karir) yang memamerkan
kehidupan masa depan mereka. Mereka mempresentasikan ini kepada teman dan
keluarga. Dua minggu kemudian, siswa sekolah menengah dan fakultas mereka
mengunjungi perguruan tinggi mitra untuk berwisata. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mahasiswa yang berpartisipasi melaporkan merasa lebih
cenderung untuk bekerja dengan siswa perkotaan dan mencatat bahwa bekerja
dengan siswa sekolah menengah adalah aspek yang paling berarti dari proyek
ini. Siswa sekolah menengah dalam penelitian tersebut menunjukkan
peningkatan kepercayaan diri dan ketekunan untuk kuliah (Rinke et al., 2012).
17
Pengalaman di luar kelas lainnya adalah program musim panas. Program
musim panas yang mempromosikan saluran sekolah menengah ke perguruan
tinggi, seperti Pathways Partnership, telah berhasil dalam hal aspirasi masa
depan siswa tanpa mengambil waktu yang signifikan dari inti akademik kelas
(Ng, Wolf-Wendel, & Lombardi, 2014). Namun, bahkan tanpa membuang
waktu dari kelas, program seperti Pathways Partnership sering menawarkan
komponen guru dalam jabatan untuk membantu guru dalam menjembatani
informasi tentang karir dan perguruan tinggi di kelas. Ini adalah model penting
untuk diikuti karena konselor sekolah harus memanfaatkan semua pemangku
kepentingan untuk membantu, dan bahkan integrasi kelas kecil dari kurikulum
karir dan perguruan tinggi. Mengirimkan pesan yang jelas bahwa itu penting.
Rekomendasi khusus untuk guru dibuat oleh Radcliffe dan Bos (2013).
Mereka menyarankan agar guru dapat melakukan beberapa hal berikut untuk
mempromosikan karir dan kesiapan perguruan tinggi bersama dengan konselor
sekolah:
a. Meminta siswa membuat cerita digitaltentang karir masa depan mereka
dan persiapan yang diperlukan
b. Mengunjungi kampus dan jurnal selama kunjungan dengan pendekatan
maraton menulis
c. Menciptakan peluang untuk bimbingan akademik
d. Meminta mahasiswa memberikan presentasi, dan
e. Memiliki proyek yang sertakan kolaborasi dengan mahasiswa jika
memungkinkan. Konselor sekolah dan guru perlu menentukan di mana
dalam kurikulum kegiatan ini paling masuk akal.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Penyusun berharap dengan adanya makalah ini dapat dijadikan sebuah bahan
dan menambah khazanah ilmu yang bermanfaat bagi pembaca. Mudah-mudahan
dengan adanya pengetahuan dari makalah ini akan membantu kita memberikan
informasi secara jelas dan dapat diterima dengan baik oleh pembaca khususnya.
Penyusun juga mengucapkan rasa maaf yang sebesar-besarnya jika ada penulisan
yang tidak tepat serta penjelasan yang belum rinci. Tidak lupa pula penulis
meminta kritikan dan saran kepada teman-teman semua terhadap makalah ini
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Havighurst, R. J. (1972). Developmental tasks and education (3rd ed.). New York,
NY: David McKay.
Crow, L. D., & Crow, A. (1965). Adolescent development and adjustment (2nd
ed.). New York, NY: McGraw-Hill.
Turner, S. L., Conkel, J., Starkey, M. T., & Landgraf, R. (2010). Relationships
among middle-school adolescents’ vocational skills, motivational
approaches, and interests. Career Development Quarterly, 59, 154–168.
http://dx.doi.org/10.1002/j.2161-0045.2010.tb00059.x
Gothard, B., Mignot, P., Offer, M., & Ruff, M. 2001. Careers Guidance in
Context. London: SAGE Publication.
20
Knight, J.L. 2015. Preparing Elementary School Counselor to Promote Career
Development: Recomendations for School Counselor Education Program.
Journal of Career Development. 42 (3), 75 (8).
Welde, A.M.J., Bernes, K.B., Gunn, T.M., & Ross, S.A., 2016. Career Education
at the Elementary School Level: Student and Intern Teacher Perspective.
Journal of Career Development, 43 (5), 426-446.
Curry, J., Belser, C.T., & Binns, I.C. (2013). Mengintegrasikan perguruan tinggi
pasca sekolah menengah dan pilihan karir dalam kurikulum sekolah
menengah: Pertimbangan untuk guru. Jurnal Sekolah Menengah, 44(3),
Hindley, C.B. (1983). Perubahan psikologis pada masa remaja berkaitan dengan
perubahan fisik. Dalam W. Everaerd, C.B. Hindley, A.
Bot, & J. J. van der Werff ten Bosch (Eds.), Perkembangan pada masa remaja:
Aspek psikologis, sosial dan biologis (hlm. 28 - 48). Boston, MA: Penerbit
Martinus Nijhoff.
21