Anda di halaman 1dari 14

2.1.1 Peraturan Polisi Nomor 4 Tahun 2020 Tentang PAM Swakarsa….

- Pendekatan Historis:

Era Kolonial Belanda menjadi awal mula sistem keamanan yang diorganisasi oleh

masyarakat. Ditunjukkan saat sebagain besar dari pribumi atau lebih dikenal dengan

masyarakat non-Eropa ditangkap atau diamankan oleh masyarakat sendiri. Hal

tersebut berlanjut hingga masa awal Republik Indonesia berdiri sistem keamanan

Indonesia menjadi beragam atau heterogen. Kristiansen (2003) dalam Violence Youth

Groups in Indonesia: The Case of Yogyakarta and Nusa Tenggara Barat 2003

menyebutkan bahwa milisi pemuda, kelompok-kelompok yang menggunakan nama

laskar di beberapa tempat di Indonesia selama masa revolusi di tahun 1945-1949,

persaingan antara polisi, militer, kelompok preman, dan beberapa lain merupakan

wujud dari sistem keamanan yang pararel tersebut.

Awal kemerdekaan ini pula sistem keamanan informal di beberapa wilayah dipegang

oleh tokoh adat atau seseorang yang dianggap berusia telah berusia lanjut dan

berpengalaman. Batasan atau cangkupan pengamanan hanya didasarkan pada sejauh

mana tokoh adat tersebut berpengaruh. Tanpa kontrol secara formal atau tertulis,

peraturan sistem ini hanya disepakati dengan cara saling tenggang rasa. Namun

kelemahannya keamanan yang demikian semakin lama akan tergeser ketika negara

mulai berperan dalam menentukan sistem keamanan.


Tanggal 17 Agustus 1945 sebagai peran awal negara mulai mereformasi bahkan

mendelegitimasi aturan-aturan masyarakat sampai di tingkat lokal, terlebih dalam hal

keamanan. Dibuktikan dengan kemunculan upaya membentuk satu barisan keamanan

yang terpadu. Era Orde Lama mulai dilakukan mulai dicanangkan upaya-upaya

penyatuan nasional dalam rangka mempertahankan keamanan dan ketahanan

nasional. Kemudian pad Era Orde Baru keamanan swakarsa kian menjadi bagian dari

struktur kehidupan sosial masyarakat. Kebiasaan ronda atau berjaga pada malam hari

banyak terjadi di kota ataupun desa. Seiring berjalannya waktu Di periode 1980-an

ini, sistem ronda tradisional mengalami perombakan menjadi lebih efisien dan jatuh

ke dalam pengawasan dan kontrol dari pihak kepolisian secara nasional dengan

pembentukan siskamling (sistem keamanan lingkungan) (Ryter 2001).

Bahwa bentuk lain untuk sistem keamanan lokal yang berlangsung selama beberapa

dekade masa Orde Baru adalah adanya hansip, linmas, dan satgas, yang masing-

masing memiliki perbedaan asosiasi. Hansip, pada masa orde baru sebelumnya

berada di bawah Menteri Dalam Negeri dan disebar ke dalam banyak wilayah,

sebelum pada gilirannya sebagian bekas anggotanya masuk ke dalam bagian dari

pasukan daerah yang militeristik, satgas partai politik, atau ke dalam kelompok

keamanan swasta. Beberapa di antara sistem keamanan lokal tersebut berhubungan

dengan militer, sementara yang lain dikontrol oleh polisi atau birokrasi pemerintahan.

Hal ini berdampak kepada kemampuan-kemampuan intelejen polisi yang berkembang

pesat manakala menjadi satu bagian yang tidak terpisahkan dari militer pada masa
orde baru.Sistem keamanan swakarsa pun begitu berperan dan semakin dipercaya di

masyarakat (Kristiansen 2003:110-38).

Hal demikian yang menjadi keamanan menjadi poin penting dalam kemajuan suatu

negara. faktor keamanan merupakan suatu landasan yang sangat kuat sebagai tolok

ukur untuk mendukung terhadap perkembangan yang lainnya, bahkan setiap

kebijakan suatu negara akan selalu berhubungan erat dengan situasi dan kondisi yang

dipengaruhi oleh faktor dan terciptanya keamanan, seperti pembangunan yang akan

dilaksanakan agar dapat tercapai sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Pemerintah Indonesia telah memberikan jabaran yang luas untuk menciptakan

keamanan di dalam negeri, hal ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 alinea keempat, dan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara

1999-2004 dalam huruf I angka 2 tentang Pertahanan dan Keamanan, serta dalam

Amandemen Ke-IV Undang-Undang Dasar 1945 Bab XII tentang Pertahanan dan

Keamanan Negara, Pasal 30 ayat 1.

Dengan demikian Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan keamanan dalam

negeri, maka fungsi Kepolisian menjadi tolok ukur keamanan di suatu lingkungan

masyarakat, sehingga peranan Polri dituntut untuk meningkatkan profesionalisme di

setiap jajaran kepolisian baik di Pusat maupun Daerah. Hal ini yang kemudian

melahirkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa tugas dan fungsi Kepolisian bukan
hanya sebagai pemeliharaan keamanan, ketertiban masyarakat dan penegak hukum

saja tetapi lebih jauh dari hal itu. Selain itu keamanan juga diperlukan juga pada

sektor-sektor bidang usaha atau bisnis di Perusahaan Negara maupun Perusahaan

Swasta untuk mengantisipasi dan menjaga keamanan di sektor usahanya, pihak

perusahaan telah melakukan langkah-langkah dengan melakukan perekrutan dan

penempatan petugas satpam atau pengamanan swakarsa.

PAM Swakarsa adalah salah satu bentuk pengamanan dan sebagai pembantu

pengemban fungsi kepolisian. Hal ini merujuk dalam keamanan dalam negeri yang

merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil,

makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan jelas disebutkan pada Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 pasal 3 ayat 1 yang berbunyi pengemban

fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan/atau bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa. Terkait penjelasan yang dimaksud bentuk-bentuk

pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang diciptakan atas dasar

kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh

pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia seperti satuan pengamanan

lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.

Pada perkembangannya dengan menimbang dari Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2002 diperluas dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan

Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah. Hal ini didasarkan

dengan tujuan mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya

keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dipandang perlu

melibatkan dan meningkatkan potensi pengamanan swakarsa untuk membantu salah

satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Disebutkan pula bahwa Satuan

Pengamanan merupakan bentuk pengamanan swakarsa yang bertugas membantu

Polri di bidang penyelenggaraan keamanan dan ketertiban masyarakat, terbatas pada

lingkungan kerjanya.

Satuan Pengamanan yang selanjutnya disingkat Satpam adalah satuan atau kelompok

petugas yang dibentuk oleh instansi/badan usaha untuk melaksanakan pengamanan

dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya. Hal

tersebut yang kemudian menjadi pentingnya pendidikan dan pelatihan satpam agar

meningkatkan kemampuan (skill) dan intelegensi (kecerdasan) petugas satpam akan

memegang peranan dalam memberikan transfer ilmu pengetahuan yang sesuai dengan

bidangnya sebagai tenaga keamanan. Tahun 2020 melalui Kapolri Komjen Listyo

Sigit Prabowo menyampaikan bahwa PAM Swakarsa penting dihidupkan kembali

untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibnas).

Maka dibentuk Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

2020 tentang Pengamanan Swakarsa. Hal ini yang merujuk pada menjaga keamanan
dan ketertiban di lingkungannya secara swakarsa guna mencegah terjadinya gangguan

keamanan dan ketertiban. Terciptanya Peraturan Kepolisian Negara Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 mengatur antara lain aturan tentang tahapan

perekrutan yang diatur pada pasal 4, kemudian pelaksana perekrutan yang diatur pada

pasal 8, selanjutnya kepangkatan satpam yang diatur pada pasal 19 dan selanjutnya

pasal 33 yang mengatur bahwa kapolri adalah pengendali para anggota satpam.

2.1.2 Kekuatan Peraturan Kepolisian Nomor 4 Tahun 2020

Tepat Agustus 2020,  Kapolri Jenderal (Pol) Idham Aziz menerbitkan Peraturan

Kepolisian Nomor 4 tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa (Tempo, 2020).

Bahwa menimbang dari dasar hukum yang menjadi acuan pembuatan Peraturan

Kepolisoan Nomor 4 Tahun 2020 adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.

Dengan berdasarkan pertimbangan tiga nilai utama yakni untuk mewujudkan

keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban

masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman,

dan pelayanan kepada masyarakat, perlu melibatkan dan meningkatkan potensi

pengamanan swakarsa untuk membantu salah satu tugas Kepolisian Negara Republik

Indonesia. Kedua adalah bahwa satuan pengamanan, keamanan lingkungan dan

bentuk lain merupakan bentuk pengamanan swakarsa yang bertugas membantu

Kepolisian Negara Republik Indonesia di bidang penyelenggaraan keamanan dan

ketertiban masyarakat, terbatas pada lingkungan atau wilayah yang menjadi lingkup

tugasnya. Ketiga bahwa pengaturan mengenai bentuk pengamanan swakarsa


merupakan kewenangan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

pengelolaannya dilakukan secara profesional dalam suatu sistem pengamanan

swakarsa.

Bahwa pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Pengamanan swakarsa pada

dasarnya telah diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UU tentang Polri. Pasal ini menentukan

bahwa pengemban fungsi kepolisian adalah Polri yang dibantu oleh: a) kepolisian

khusus; b) penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau c) bentuk-bentuk pam swakarsa.

Terkait dengan fungsi kepolisian yakni sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara

di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, hal ini yang sudah

tertera dalam Pasal 3 Undang-Undang tentang Polri. Dalam Pasal 3 ayat 1 pada

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang disebutkan bahwa pengemban fungsi

kepolisian adalah Polri yang dibantu. Definisi “dibantu” sendiri adalah bersifat

bantuan fungsional, dan tidak bersifat struktural hierarkis. Selain itu juga disebutkan

mengenai bentuk-bentuk bantuan salah satunya adalah Pam swakarsa.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2012 Pasal 1 ayat

6 dan Peraturan Kepolisoan Nomor 4 Tahun 2020 Pasal 1 ayat 1 adalah Pam

Swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan oleh pengemban fungsi kepolisian yang

diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang

kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.
Bentuk-bentuk pam swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam

"lingkungan kuasa tempat" (territoire gebied/ruimte) meliputi lingkungan

pemukiman, lingkungan kerja, dan lingkungan pendidikan. Contohnya adalah satuan

pengamanan lingkungan di pemukiman, perkantoran, atau pertokoan. Penjelasan

Pasal 3 ayat 1 huruf c Undang-Undang tentang Polri menyebutkan bahwa pengaturan

mengenai pam swakarsa merupakan kewenangan Kapolri. Dalam pasal tersebut

terdapat kata “pengaturan”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

proses, cara, dan atau perbuatan mengatur. Sehingga dapat diartikan sebagai

perbuatan yang telah diatur. Jadi kewenangan Kapolri hanya mengatur aturan yang

sudah ada, termasuk salah satunya pengamanan swakarsa.

Peraturan Kepolisoan Nomor 4 Tahun 2020 juga menentukan bahwa pam swakarsa

terdiri atas satuan pengamanan (satpam) dan satuan keamanan lingkungan

(satkamling), serta bisa juga berasal dari pranata sosial/ kearifan lokal seperti:

pecalang di Bali; kelompok sadar keamanan dan ketertiban masyarakat; siswa

bhayangkara; dan mahasiswa bhayangkara. Selain itu Pam swakarsa yang berasal dari

pranata sosial/kearifan lokal terlebih dahulu memperoleh pengukuhan dari Kepala

Korbinmas Baharkam Polri atas rekomendasi Direktur Pembinaan Masyarakat

Kepolisian Daerah. DItambah juga menentukan bahwa satkamling dibentuk oleh

masyarakat yang terdiri atas ketua (ketua) dan pelaksana satkamling. Selanjutnya

satkamling yang telah dibentuk dilaporkan kepada Polri melalui kepolisian sektor

untuk melaksanakan pendataan dan pembinaan. Ketua satkamling diemban oleh ketua
rukun tetangga (RT), ketua rukun warga (RW), atau tokoh masyarakat yang dipilih

berdasarkan kesepakatan dalam musyawarah warga.

Bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Koordinasi

Pengawasan dan Pembinaan Teknis terhadap Kepolisian Khusus Penyidik Pegawai

Negeri Sipil dan Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa (PP No. 43 Tahun 2012) juga

telah mengatur mengenai koordinasi, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan

Polri terhadap Pam swakarsa. PP No. 43 Tahun 2012 menyebutkan bahwa Polri

melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan bersama pimpinan lembaga

pemerintah atau non-pemerintah yang memiliki Pam swakarsa dan semua bentuk pam

swakarsa oleh masyarakat (jurnalsecurity.com, 29 Januari 2021). Oleh karenanya

peran Peraturan Kepolisoan Nomor 4 Tahun 2020 yang didasarkan dan menimbang

dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dan ditambah juga dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012. Maka maka secara asas yuridis gagasan

peningkatan peran pam swakarsa memiliki landasan hukum yang kuat, terlebih lagi

unsur dari pam swakarsa pada dasarnya sudah ada dalam masyarakat. DIsebutkan

mengenai kajian yuridis dikarenakan perlunya pemahaman mengenai karakterisktik

ilmu hukum itu sendiri. Bahwa hal ini yang dilihat sebagai produk undang-undang

atau peraturan, Peraturan Kepolisoan Nomor 4 Tahun 2020. Selain itu, keberadaan

pam swakarsa ini diharapkan dapat membantu kinerja kepolisian untuk menjaga

keamanan dan ketertiban lingkungan. Terkait dengan hal ini, Pasal 1 UU tentang

Polri mengandung makna bahwa potensi dan kekuatan masyarakat.


2.3 Eksistensi …. Dalam Tataran Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di

Indonesia

Dalam tulisan Dahlan Thaib et al (1998, 8) mengutip dari E.C.S. Wade dan Philips G.

Godfrey, Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-

tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu negara dan menentukan pokok-

pokoknya cara kerja badan-badan tersebut. Kaitanya dengan eksistensi dan hierarki

pada norma hukum bahwa bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan

berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, di mana suatu norma yang lebih

rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi (Kelsen

1945, 113). Hal yang dimaksudkan dengan “hierarki” adalah tingkatan setiap jenis

Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan

Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi. Sehingga Hierarki itu sendiri

diimplementasikan di Indonesia termuat di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan undang-

undang tersebut, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi; dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.


Bahwa dalam Peraturan Kepolisian Nomor 4 Tahun 2020 secara penjenjangan dan

atau didasarkan yang awal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, lebih spesik pada Pasal 5 ayat 1, Pasal 20, dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terlebih lagi dimuat pada Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat, dan dalam Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. IV/MPR/1999 tentang Garis-garis

Besar Haluan Negara 1999-2004 dalam huruf I angka 2 tentang Pertahanan dan

Keamanan. Selanjutnya adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor

VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Berikutnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor

VII/MPR/2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Dibawah dari itu ada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974

Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang

Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun1999 Nomor 169, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3890). Kemudian didasarkan pada Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Serta secara hierarki

dilanjutkan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor

24 Tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan

dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah. Kemudian ditambah juga dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Koordinasi Pengawasan dan

Pembinaan Teknis terhadap Kepolisian Khusus Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan

Bentuk-bentuk Pengamanan Swakarsa, lebih spesik menyebutkan mengenai Pam


Swakarsa. Hingga yang terbaru secara khusus diatur dalam Peraturan Kepolisian

Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa.

Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No.

4 Tahun 2020 bahwa untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi

terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,

terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat,

perlu melibatkan dan meningkatkan potensi Pam swakarsa untuk membantu salah

satu tugas Polri. Sebagai contoh mengenai Pam swakarsa adalah Mengenai proses

pembentukannya, satpam dibentuk melalui tahapan perekrutan, pelatihan, dan

pengukuhan, dimana yang memenuhi beberapa persyaratan yang diatur dalam Pasal 6

dan Pasal 7 Perpolri No. 4 Tahun 2020. Selanjutnya calon yang telah memenuhi

persyaratan akan menjalani pelatihan yang diselenggarakan oleh Polri atau badan

usaha jasa pengamanan yang memiliki surat izin operasional jasa pelatihan

keamanan. Setelah lulus pelatihan, calon anggota satpam dikukuhkan dan diberikan:

keputusan kepangkatan satpam; kartu tanda anggota satpam; dan buku riwayat

anggota satpam.

Eksistensi Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 4 Tahun 2020

tentang Pam Swakarsa memiliki komando yang jelas secara hierarki. Hal ini terlihat

adanya kepangkatan dan tanda pangkat seperti yang diatur pada pasal Pasal 8

Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 4 Tahun 2020 tentang

Pamswakarsa. Pasal 8 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 4 Tahun


2020 tentang Pamswakarsa mengatur tentang perekruitan anggota satpam yang

dilakukan oleh BUPJ yang mendapat surat rekomendasi dari polda

setempat. Selanjutnyan Kepolisian Daerah dibawah kontrol Kapolri, Penegasan

kapolri sebagai pengendali para anggota satpam diatur Pasal 33 Peraturan Kepolisian

Negara Republik Indonesia No. 4 Tahun 2020 tentang Pamswakarsa. Selain itu secara

eksistensi memiliki kemampuan controlling terhadap daerah atau wilayah tertentu.

Pasal 3 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 4 Tahun 2020 mengatur

bahwa Pamswakarsa bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya

secara swakarsa guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban.

Artinya Pamsakarsa ini mempunyai kemampuan melaksanakan pengawasan terhadap

wilayah tertentu.

Daftar Pustaka

Kristiansen. 2003. “Violent Youth Groups in Indonesia: The Cases of Yogyakarta

and Nusa Tenggara Barat 2003.” SOJOURN 18 (1).

Ryter, L. 2001.“Pemuda Pancasila: The Last Loyalist Free Men of Suharto’s Order.”

Dalam Violence and the State in Suharto's Indonesia, disunting oleh B. Anderson.

New York: Southeast Asia Program Publications, Cornell University


https://tirto.id/apa-itu-pam-swakarsa-yang-digagas-calon-kapolri-baru-listyo-

sigit-f9v4

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/

2012/43TAHUN2012PP.HTM#:~:text=Bentuk%2DBentuk%20Pengamanan

%20Swakarsa%20yang,dari%20Kepolisian%20Negara%20Republik

%20Indonesia.

https://www.gatra.com/detail/news/490657/politik/perpol-42020-polemik-dan-

kontroversi-pamswakarsa#:~:text=Pasal%203%20Perpol

%204%2F2020,melaksanakan%20pengawasan%20terhadap%20wilayah

%20tertentu.

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, Teori Hukum dan Konstitusi,

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999, hal. 8.

Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York, Russell and Russell,

1945, hal. 113

Anda mungkin juga menyukai