Anda di halaman 1dari 4

Perkiraan hemoglobin pada kehamilan

Perubahan fisologis yang terjadi dalam masa kehamilan mengakibatkan


penurunan Hemoglobin (Hb) secara progresif samapi sekitar minggu ke-3, yang secara
fisiologis masih normal. Perubahan normal ini dikenal sebagai hemodilusi (Mahomed &
Hytten 1989) dan biasanya mencapai titik terendah pada kehamilan minggu ke-30.
Kadar Hb 11 gr% dianggap sebagai batas normal terendah dalam masa kehamilan.
Walaupun Hb masa kehamilan dibawah 10 g% (11 g% pada ibu dengan gizi baik),
dikatakan rendah, namun masih sedikit bukti ilmiah yang konsisten dalam
penanggulangannya sesuai dengan tingkat kadar Hb yang ada.

Untuk saat ini anemia dalam kehamilan di Indonesia ditetapkan dengan kadar
Hb < 11 g% pada trimester I dan III atau Hb < 10.5 g% pada trimester sehingga
prevalansi anemia pada kehamilan di indoesia relative tinggi (63,5%). Sebab utama
rendahnya Hb dalam kehamilan adalah defisiensi besi terutama bila hanya terjadi
anemia ringan. Pada Hb dibawah 9 g% dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan lebih
teliti, karena masih adanya kemungkinan penyebab lain di luar kerurangan besi
9Mahomed Hytten 1989). Pada umumnya seorang ibu hamil dengan Hb rendah harus
dierikan suplementasi besi, meskipun ada sebab lain seperti infestasi cacing dan malaria
harus dipertimbangkan untuk menentukan langkah tindak lanjut yang sesuai.

Anjuran program nasional Indonesia adalah pemberian 60 mg/hari elemental


besi dan 50ug asam folat untuk profiklasi anemia. Program Depkes RI memberikan 90
tablet besi selama 30 bulan. Beberapa jenis makanan tertentu dapat mempengaruhi daya
serap tubuh terhadap zat besi. Khususnya tembakau, the dan kopi diketahui mengurangi
penyerapan besi. Makanan lain seperti protein dan vitamin C dapat membantu
penyerapan. Oleh karena itu ibu hamil harus disarankan untuk mengkonsumsi pangan
yang kaya akan protein dan vitamin C.

Perkiraan tinggi Fundus

Secara tradisional perkiraan tinggi fundus dilakukan dengan palpasi fundus dan
membandingkannya dengan beberapa patokan antara lain simfisis pubis, umbilicus atau
prosesus sifoideus. Cara tersebut dilakukan dengan tanpa memeprhitungkan ukuran
tubuh ibu. Sebaik-baiknya pemeriksaan (perkiraan) tersebut, hasilnya masih kasar dan
dilaporkan hasilnya bervariasi.

Penting untuk diketahui bahwa pita ukur yang digunakan hendaknya teruat dari
ahan yang tidak bisa mengendur (seperti yang digunakan para penjahit). Kandung
kemih hendaknya kosong. Pengukuran dilakukan denegan menempatkan ujung dari pita
ukur pada tepi atas simfis pubis dan dengan tetap menjaga pita ukur menempel pada
dinding abdomen diukur jaraknya ke bagian atas fundus uteri. Ukuran ini biasanya
sesuai dengan umur kehamilan dalam minggu setelah umur kehamilan 24 minggu.
Namun demikian bisa terjadi beberapa variasi (+ 1-2 cm). bila deviasi lebih dari 1-2 cm
dari umur gestasi kemungkinan terjadi kehamilan kembar atau polihidramnion dan bila
deviasi lebih kecil berarti ada gangguan pertumbuhan janin.

Pengukuran tinggi fundus uteri tersebut bila dilakukan pada setiap kunjungan
oleh petugas yang sama, terbukti memiliki nilai prediktif yang aik, terutama untuk
mengidentifikasi adanya gangguan pertumbuhan intrauterin yang berat dan kehamiln
kembar. Walaupun pengukuran tingg fundus uteri dengan pita ukur untuk
memperkirakan tinggi fundus sebagai bagian dari pemeriksaan rutin pada setiap
kunjungan (Villard an Bergsjo, 1997, Nelson 1994).

Hipotensi pada saat berbaring terlentang

Sebagai besar peneliti menjelaskan efek fisologis pada ibu hamil yang berbaring
terlentang, dilakukan pada kal I persalinan (Diaz, Schwarz den Caldeyro-Barcia 1980,
Chan 1963, WHO 1996). Namun ada beberapa studi yang meneliti secara spesifik
akibat dari posisi terlentang pada kehamilan. Semua studi tersebut menunjukkan bahwa
posisi ibu mempengaruhi aliran darah melalui vena pelvis maor dan pada beberapa
kasus melalui sirkulasi uterus dan placenta, namun posisi terlentang memberikan efek
paling besar.

Penurunan perfusi placenta secara periodic dianggap berkontribusi pada


pertumbuhan janin yang burk. Namun pengaruh dari posisi terlentang terhadap
terjadinya gangguan pertumbuhan janin yang buruk belum terbukti. Walaupun posisi
terlentang tidak selalu mengakibatkan masalah pada setiap ibu, sebaiknya posisi ini
dihndari oleh setiap ibu dengan kehamilan lanjut (Cham-berlain 1995), karena sulit
untuk menduga ibu hamil yng akn mengalami sindrom hipotensi karena berbring
terlentang ini. Bila ibu hamil diharuskan untuk berbaring terlentang, misalnya untuk
anestesi umum, dianjurkan untuk mengganjal sisi kiri panggul bawah dengan bantal
agar panggul terangkat (Me Crae dam Wildsmith 1993 Ellington, Katz dkk 1991).
Upaya ini telah menunjukkan pengurangan tekanan autocaval.

Dukungan pada persalinan

Banyak penelitian yang mendukung kehadiran kedua pada saat persalinan


berlangsung. Penelitian ini menunjukkan bahwa ibu merasakan kehadiran orang kedua
tersebut sebagai pendamping penolong persalinan/bidan, akan memberikan lenyamanan
pada saat bersalin. (Hodnett 1994, Simpkin 1992, Holmeyr, Nikodem, Wolmann dkk
1991, Hemminki, Virta, Koponen dkk1990).
Penelitian lain menjelaskan bahwa kehadiran seorang pendamping persalinan
dapat memberikan rasa nyaman, aman, semangat, dukungan emosional dan dapat
membesarkan hati ibu (MIDIRIS, 1997). Kehadiran seorang pendamping persalinan
atas pilihannya sendiri merupakan salah satu rekomendasi dalam buku pedoman
perawatan kelahiran normal (Care in Normal Bith: A Practical Guide, WHO 1996). Ibu
bersalin yang ditemani seorang perempuan lain disamping bidan, menunjukkan bahwa
proses persalinan berjalan lebih singkat dan kemungkinn untuk tindkan operasi rendah.
Studi-studi lain juga menunjukkan bahwa beberapa ibu mengalami sedikit rasa nyeri
pada persalinan yang ditemani oleh seseorang pendamping bidan yang dipilihnya
sendiri (Klaus, Kennerl dan Klaus, 1993, Niven 1985).

Ditemukan bahwa banyak ibu bersalin sulit mengemukakan pertanyaan secara


langsung pada petugas kesehatan pada saat persalinan. Kehadiran seorang pendsmping
memungkinkan ibu bersalin untuk memiliki rasa percaya diri yang lebih besar untuk
bertanya atau meminta sesuatu secara langsung atau melalui pendamping tersebut. Di
banyak Negara yang menjadi pendamping adalah suami. Hal ini mash banyak
dipertentangkan, karena adapendapat yang menyatakan ahwa kehadiran suami tersebut
tidak membantu, terutama bila terdapat ketegangan diantara mereka (Odent 1984).
Untuk kepentingan negara-negara Asia Tenggara telah dilakukan studi kecil yang
dilaksanakan di Inggris terhadap wanita-wanita Asia, yang sejak lama diercaya bahwa
atas alasan budaya mereka tidak ingin didampingi suaminya saat persalinan. Akan tetapi
hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda, sebagian besar ibu bersalin yang
diwawancarai merasa senang atas dukungan suami pada saat persalinan (Wootetdan
Dosanjh-Matwala, 1990)

Periksa dalam

Periksa dalam merupakan bagian terpenting dalam menegakkan diagnosis,


menilai dan memantau proses persalinan. Untuk itu disarankan bahwa periksa dalam
dilakukan dalam keadaan benar-benar aseptic oleh sesorang petugas yang terampil.
Frekuensi periksa dalam harus dibatasi sedikit mungkin (WHO, 1996). Periksa dalam
yang dilakukan lebih sering dari 4 jam sekali tidak bermanfaat, kecuali bila da indikasi.
Indikasi melakukan periksa dalam adalah:

1. Ketuban pecah dini dengan letak bagan bawah janin masih tinggi untuk
mneyingkirkan kemungkinan prolpas tali pusat;
2. Untuk memantau kemajuan persalinan dan mencatat pembukaan serviks pada
partograf;

Posisi dan gerakan ibu dalam persalinan


Diketahui bahwa posisi telentang pada saat persalinan dapat mengakibatkan
berkurangnya aliran darah dari ibu ke janin (Aldrich, Dantona dkk 1995). Sebagian
besar penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bersalin dalam posisi terlentang akan
mengalami rasa nyeri lebih hebat (De Jong Johnson dkk 1997, Monila, Sola dkk 1997,
Nikodem 1995). Telah dibuktikan bahwa ibu bersalin yang masih melakukan aktivitas
atau bersalin dalam posisi tegak hanya membutuhkan lebih sedikit analgetik, sehingga
bayi yang dilahirkan memiliki nilai Appar 1-5 menit yang lebih baik (Roberts 1989).

Posisi tegak pada persalinan lebih baik dan mempunyai pengaruh positif
terhadap kemampuan kontraksi uterus dibandingkan dengan posisi terlentak atau
bersandar (Roberts, Mendez-Bauer dkk 1984. Roberts, Mendez-Bauerndan Wodell
1983). Bagaimanapun juga pilihan mereka akan terbatas bila terdapat kontra indikasi
obstertik atau medic. Misalnya bila kepala janin masih tinggi pada ketuban yang sudah
pecah, posisi terbaring atau setengah berbaring pada sisi badannya dianggap lebih
aman.

Anda mungkin juga menyukai