LP Cedera Kepala Sedang
LP Cedera Kepala Sedang
b. Trauma tembus
luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya
(Mansjoer, 2000:3)
c. Jatuh dari ketinggian
d. Cedera akibat kekerasan
e. Cedera otak primer
adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Dapat terjadi
memar otak dan laserasi
f. cedera otak sekunder
kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia metabolisme, fisiologi yang timbul
setelah trauma.
3. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai
bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga
bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,
takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.
4. Tanda dan Gejala
a. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkorak.
c. Hematom epidural.
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
Penurunan kesadaran ringan saat kejadian —– periode Lucid (beberapa menit – beberapa
jam) —- penurunan kesadaran hebat — koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri
kepala hebat, reflek patologik positip.
d. Hematom subdural.
- Gejala 24 – 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :
Kronis :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT-Scan (dengan/ tanpa kontras)
mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan
otak.
b. Aniografi Cerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan, trauma
c. X-Ray
Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/ edema)
d. AGD (Analisa Gas Darah)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan
intrakranial
e. Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan intrakranial
6. Penatalaksanaan Medis
Konservatif:
Bedrest total
Pemberian obat-obatan
Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Obat-obatan :
7. Jomplikasi
a. Cedera otak sekunder akibat hipoksia dan hipotensi
b. Edema Cerebral : Terutama besarnya massa jaringan di otak di dalam rongga tulang
tengkorak yang merupakan ruang tertutup.
c. Peningkatan tekanan intrakranial : terdapat perdarahan di selaput otak
d. infeksi
e. hidrosefalus
8. Prognosis
Tingkat kecelakaan di jalan raya di dunia berdasarkan laporan WHO mencapai 1, 2 juta
korban meninggal dan lebih dari 30 juta korban luka-luka/cacat akibat kecelakaan lalu lintas
per tahun (2.739 jiwa dan luka-luka 63.013 jiwa per hari)
Cedera kepala bertanggung jawab atas separuh kematian karena cedera. Ditemukan pada 75%
korban tewas karena kecelakaan lalu-lintas, untuk setiap kematian terdapat dua kasus dengan
cacat tetap, biasanya sekunder terhadap cedera kepala
B. Tinjauan Teoritis Asuhan keperwatan Cedera Kepala Sedang
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesalahan, letargi, hemisparase, quadriplegia, ataksia cara berjalan tak
tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot
spastik.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (Hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia, distritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, Delirium, Agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, dispagia),
berkeringat, penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan.
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, Amnesia seputar kejadian, Vertigo, Sinkope,
tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstrimitas, perubahan pola dalam
penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia,
gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil
(respon terhadap cahaya simetris/deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti).
Kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak
simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflex tendon dalam tidak ada atau lemah,
apraksia, quadriplegia, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan
sensasi sebagian tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak
dapat beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi
stridor, tersedak, ronkhi, mengi positif. (kemungkinan adanya aspirasi).
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti ―raccoon eye‖ tanda battle disekitar telinga
(merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran (drainage) dari telinga/hudung (CSS),
gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami pralisis, demam dan gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, berbicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol atau obat lain.
Rencana pemulangan : membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi, transportasi,
menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan
tata ruang, dan pemanfaatan fasilitas lainnya di rumah sakit.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
a. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
b. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
c. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
d. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos – coma)
e. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer.
3. Intervensi Keperawatan
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada
dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa
Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian
tidal volume.
Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang
dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara
terhadap gangguan pertukaran gas.
Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan
sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan
tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak
adekuat.
Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang
adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
1. Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan
pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
2. Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris
dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya
penumpukan sputum.
3. Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah
hipoksia.
4. Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian
paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
1. Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan
kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
2. Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
3. Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang
menonjol.
4. Ganti posisi pasien setiap 2 jam
5. Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan
terjadinya kerusakan kulit.
6. Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
7. Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
8. Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
9. Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 – 8 jam dengan
menggunakan H2O2.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan
Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press