Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KELOMPOK

AKUNTANSI PERBANKAN DAN LPD

Dosen Pengampu
Wayan Sudiarta, A.Md., S.Pd., MM

Nama Anggota:

1. Dea Nirmala Sari (20192413056)


2. Ni Kadek Dewi Widiastuti (20192413057)
3. Irmawati (20192413058)
4. Dina Pratiwi Loka (20212413125)
5. I Dewa Gede Andi Pratama (21212413111)

FAKULTAS BISNIS DAN PARIWISATA


UNIVERSITAS TRIATMA MULYA
BADUNG
2022
A. AKUNTANSI PINJAMAN YANG DITERIMA
Akuntansi pinjaman yang diterima adalah fasilitas pinjaman yang diterima dari
bank atau pihak lain termasuk dari Bank Indonesia baik dalam rupiah maupun dalam
mata uang asing, dan harus dibayar bila telah jatuh waktu. Dalam pengertian pinjaman
yang diterima tidak termasuk pinjaman subordinasi.
1. Pencatatan pinjaman yang di terima dari direktur
Transaksi pinjaman yang diterima didahului dengan perjanjian antara pihak
kreditur dengan debitur. Perjanjian yang ditanda tangani kedua belah pihak tak dapat
dibatalkan scara sepihak bila semua persyaratan telah dipenuhi. Perjanjian ini dalam
akutansi disebut komitmen. Sebagai komitmen tagihan bank yang tak dapat
dibatalkan, maka akan dicatat dalam rekening administrative rupiah sisi debit dengan
nama RAR fasilitas pinjaman diterima dan belum digunakan. Pencatatan komitmen
tagihan ini akan diikuti pencatatan realisasi pinjaman, bila pinjaman tersebut benar-
benar direalisasikan. Pinjaman yang direalisasikan dicatat sebesar nilai nominal yang
ditarik oleh bank selaku debitur/borrower atau obligor. Hal-hal yang terkait biaya
perkreditan menjadi beban peminjaman, misalnya biaya provisi dan administrasi,
biaya taksasi (appraisal) nilai jaminan, biaya perikatan (notaris), dan biaya asuransi.
Tentu saja pengkreditan rekening peminjaman diterima harus diikuti pengkreditan
RAR fasilitas pinjaman diterima dan belum digunakan sebesar nilai realisasinya.
Jurnal yang digunakan :
Tgl / Ket Rekening Debet Kredit
(Rp) (Rp)
Pinjaman diTTD/ RAR fasilitas pinjaman yg diterima xxx
disetujui dan belum digunakan
RAR fasilitas pinjaman yg diterima xxx
dan belum digunakan
pinjaman direalisasi Giro-Bank Bank Lain xxx
Pinjaman yang diterima xxx
Pada waktu Antisipasi Biaya Bunga xxx
Bunga Bunga yang harus dibayar xxx
2. Jenis Pinjaman yang Diterima
Jenis pinjaman yang diterima oleh suatu bank terdiri dari beberapa ragam pinjaman
antara lain:
a. Pinjaman jangka panjang dari bank lain
Pinjaman dari bank lain yang sifatnya jangka panjang lazimnya berupa
penerbitan surat berharga dari bank yang menerima pinjaman, baik dalam bentuk
Sertifikat Deposito, Commercial Paper, atau bentuk lainnya.
b. Pinjaman Two Step Loan
Pinjaman dari luar negeri yang disalurkan kepada pemerintah untuk kemudian
diteruskan kepada bank pelaksana. Pinjaman yang diterima dari suatu lembaga di
luar negeri yang disalurkan melalui pemerintah sebelum diterima oleh bank
pelaksana lazimnya dikenal dengan nama Two Step Loan. Disebut Two Step Loan
karena pinjaman yang diberikan oleh kreditur luar negeri ini akan diterima oleh
pemerintah sebagai penjamin pinjaman tersebut untuk kemudian disalurkan
kepada bank-bank pelaksana untuk dipergunakan menyalurkan kredit perbankan.
Adapun ciri-ciri dari pinjaman Two Step Loan
1. Pinjaman diberikan oleh tender sendiri atau dalam bentuk konsosorium kepada
Pemerintah RI.
2. Pinjaman ditujukan kepada proyek-proyek yang bertujuan mengembangkan
industri kecil dan menengah yang menunjang perekonomian.
3. Pinjaman dapat berupa devisa, barang modal, atau jasa/tenaga ahli.
4. Pemerintah meneruskan pinjaman kepada Participating Financial Institution
(PFI) yaitu bank-bank dan LKBB dalam bentuk rupiah sehingga risiko selisih
kurs yang terjadi menjai tanggungjawab pemerintah.
5. Suku bunga TSL ditentukan oleh pemerintah.
6. TSL berjangka waktu 15-20 tahun sehingga dapat diakui equity
7. Perbandingan pembiayaan proyek antara dana TSL dengan dana dri PFI
berkisar 80% : 20% dari jumlah kredit.
8. Untuk tagihan TSL yang tidak ditarik (tidak dipergunakan), PFI wajib
membayar kepada emerintah sejumlah biaya yang dibayar kepada tender oleh
pemerintah sesuai perjanjian termasuk commitmen charge sejumlah persentase
tertentu berkisar 0.75% per tahun
Jurnal yang diperlukan :
Tgl / Ket Rekening Debet Kredit
(Rp) (Rp)
Saat persetujuan RAR pinjaman yg diterima dan xxx
belum digunakan
RAR pinjaman yg diterima dan xxx
belum digunakan
Saat realisasi Giro BI xxx
Pinjaman yang diterima TSL Xxx
Saat penyesuaian Biaya bunga xxx
bunga Biaya bunga harus dibayar Xxx
Saat pmbyr bunga Biaya bunga harus dibayar xxx
setelah penyesuaian Giro BI xxx
Bila bunga dibayar Biaya bunga xxx
langsung Giro BI xxx
Saat pelunasan Pinjaman yang diterima xxx
pinjaman Giro BI xxx

c. Pinjaman obligasi
Obligasi merupakan instrument untuk menciptakan hutang. Sumber dana
berasal dari obligasi yang merupakan alternative bank dalam membiayai
investasinya. Sebagai surat pengakuan hutang, bank yang menerbitkan obligasi
harus membayar bunga kepada obligasi. Pembayaran bunga dapat dilakukan
setiap periode tertentu secara tetap. Kewajiban ini akan pelunasan obligasi pada
saat jatuh tempo.
Dalam penerbitan obligasi, bank harus mendapat izin dari otoritas Pasar
Modal. Disamping itu penerbitan obligasi harus memenuhi perlindungan negative
dan emiten untuk melakukan tindakan yang merugikan pemegang obligasi.
Contoh perlindungan negative adalah dilarang membagi seluruh laba kepada
pemegang saham, sebab akan dapat mengurangi kemampuan memenuhi
kewajiban kepada pemegang obligasi. Sedangkan persyaratan perlindungan positif
adalah persyaratan yang mewajibkan emiten melakukan tindakan yang
menguntungkan pemegang obligasi, misalnya kewajiban menebitkan aporan
keuangan secara periodic agar diketahui kinerja bank tersebut.
Pencatatan pinjaman obligasi dilakukan ketika terjadi transaksi penjualan
obligasi dan ketika terjadi pelunasan bunga atau pokok obligasi. Untuk bias
mencatatnya perlu mengetahui harga jual (kurs) obligasi yang terbentuk dipasar.
Salah satu sumber dana yang sebaiknya dikembangkan oleh bank adalah dari
penjualan surat berharga obligasi. Pengadministrasian penerbitan obligasi ini
harus diketahui oleh Kantor Pusat sebagai dasar pengelolaan dana bank. Penjualan
obligasi dapat saja dilakukan di cabang. Pencairan obligasi pada saat jatuh waktu
dapat dilakukan di cabang-cabang.
Penentuan harga Obligasi
Dalam menentukan harga obligasi, emiten harus memperhatikan,
mempertimbangkan:
a. Tingkat bunga (kupon) obligasi
b. Jangka waktu atau jatuh tempo obligasi
c. Keuntungan yang diharapkan oleh investor (bond yield)
Kupon obligasi akan menimbulkan biaya bunga bagi emiten atau aliran kas keluar
dan pokok obligasi juga akan dibayar kembali pada saat jatuh tempo. Oleh karena
itu harga obligasi pada dasarnya penjumlahan present value dari aliran kas biaya
bunga ditambah present value dari nilai pokok obligasi pada saat jatuh tempo
dengan yield yang disyaratkan. Rumus untuk menghitung harga obligasi adalah
sebagai berikut:

Keterangan :
P = Harga obligasi atau nilai sekarang obligasi
∑ = Total dari jumlah atau keseluruhan
N = Periode (jumlah tahun)sampai dengan jatuh tempo obligasi
Ci = Pembayaran bunga (kupon) obligasi setiap tahunnya
r = tingkat diskonto atau bond yield
Pp = nilai pokok atau principal obligasi
t = Banyaknya periode hitung bunga
Rumus di atas digunakan bila penerimaan bunga (kupon) setiap tahun, sedangkan
bila penerimaannya setiap setengah tahun sekali maka rumusnya menjadi sebagai
berikut:

Penggunaan rumus tersbut kadang bagi orang tertentu memerlukan waktu yang
lama, oleh karena itu dengan bantuan tabel bunga untuk present value (PV) anuitas
untuk biaya bunga dan present value (PV) Rp 1 untuk nilai pokok obligasi.
Contoh 2 – Sumber Dana Bank dari Obligasi:
Tanggal 2 Oktober 2019 Bank Milenial Smart Utama menjual obligasi jangka panjang
kepada PT Joyo Royo sebanyak 1000 lembar. Nominal per lembar Rp 1.000.000,
jangka waktu 5 tahun. Bunga nominal 18% per tahun dibayarkan di belakang setiap
tanggal 31 Desember. Tingkat diskonto (yield) sebesar 16%.
Perhitungan Bunga obligasi:
= Rp. 1.000.000 x 18%
= Rp 180.000
Bunga ini akan dibayarkan setiap tanggal 31 Desember selama 5 tahun. Dengan
demikian pembayaran bunga merupakan anuitas. Dengan tabel untuk bunga 16%, n=5
tahun diperoleh 3,433. Sedangkan harga tunai untuk pokok obligasi dapat ditentukan
dengan tabel nilai tunai untuk Rp 1, n=5 tahun dengan tingkat bunga 16% diperoleh
nilai tabel sebesar 0,519. Oleh karena itu, harga obligasi adalah:

Obligasi yang dijual akan dicatat sebesar harga nominal. Selisih harga jual (harga
kurs) di atas harga nominal dicatat sebagai agio atau premi. Sedangkan selisih harga
jual di bawah harga nominalnya dicatat sebagai disagio atau diskonto. Obligasi yang
dijual pada tanggal di antara tanggal pembayaran bunga harus diperhitungkan bunga
yang telah berjalan. Agio atau premi diamortisasi atau disagio diakumulasi selama
jangka waktu obligasi dengan membebankan pada biaya bunga. Memang diakui
bahwa agio bukan merupakan bunga dibayar di muka atau disagio bukan merupakan
bunga yang diterima di muka. Akan tetapi agio atau disagio berkaitan dengan bunga.
Oleh karena itu, pencatatan jurnal akuntansinya dibebankan pada biaya bunga selama
periode waktu obligasi beredar.
Maka jurnal pencatatannya yaitu:
Tgl / Ket Rekening Debet Kredit
(Rp) (Rp)
Saat jual Kas/ Giro xxx
Disagio obligasi xxx
Pinjaman obligasi xxx
Saat bayar bunga Biaya bunga xxx
Kas xxx
Saat akum. Disagio Biaya bunga xxx
Disagio obligasi xxx
Saat pelunasan Pinjaman obligasi xxx
kas xxx

d. Pinjaman untuk Pembiayaan Bersama


Kewenangan pemberian pinjaman untuk tujuan pembiayaan bersama proyek-
proyek tertentu tetap berada pada kantor pusat. Untuk setiap kali diterima dana
pinjaman untuk tujuan pembiayaan bersama akan dibukukan ke dalam rekening
Pinjaman Yang Diterima Pembiayaan Bersama. Rekening ini akan tetap
outstanding disebelah passiva hingga proyek yang dibiayai selesai dan pinjaman
dilunasi oleh bank.
MATERI II
A. AKUNTANSI MODAL BANK
Modal bank merupakan hak pemilik bank kepada bank yang bersangkutan.
Modal bank ini juga merupakan hutang bank kepada para pemiliknya, oleh karena itu
disajikan sebagai salah satu komponen passive disebelah kanan neraca. Modal bank
merupakan modal awal pada saat pendirian yang jumlahnya telah ditetapkan dalam
suatu ketentuan atau pendirian bank.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 12
/POJK.03/2021tentang bank umum Pasal 12 Modal minimum yang disetor untuk
mendirikan Bank BHI (bank berbadan hukum Indonesia ditetapkan paling sedikit
Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah). Sedangkan untuk BPR Menurut
peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.5/POJK.03/2021 tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR Pasal 13 Modal inti
minimum BPR ditetapkan sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) dengan
ketentuan:
1. BPR dengan modal inti kurang dari Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019.
2. BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib memenuhi modal inti minimum
sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31
Desember 2024.
3. BPR dengan modal inti paling sedikit sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah) namun kurang dari Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah), wajib
memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)
paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019.
1. Komponen modal bank
Ada beberapa komponen modal bank dalam neraca antara lain : modal saham
yang ditempatkan dan disetor, modal sumbangan, laba ditahan dengan tujuan, laba
ditahan tanpa tujuan, penilaian kembali aktiva tetap, dan modal sumbangan
(modal donasi).
Penyetoran modal dari para pemilik perusahaan tidak harus melalui tunai.
Setoran modal dapat juga berupa penyerahan barang-barang modal, dan jenis
penyetoran lainnya.
2. Akuntansi untuk modal
Akuntansi untuk transaksi modal meliputi penyetoran modal,
penyisihan laba usaha setelah pajak untuk tujuan tertentu atau cadangan,
penambahan modal dari pihak lainnya.
a. Saat penyetoran dana modal
Sebagai contoh apabila pada saat mendirikan bank omega, dilakukan
setoran sebagai modal saham dari pemiliknya dalam bentuk :
 Uang tunai langsung pada rekening giro Bank Indonesia sebesar Rp.
40.000.000.000
 Gedung kantor di Jakarta senilai Rp. 18.000.000.000.
 Inventaris kantor senilai Rp. 300.000.000.
 Kendaraan Rp. 100.000.000.
Oleh Bank Omega – Jakarta akan dibukukan seluruhnya sebagai penyetoran
modal bank sebesar Rp. 58,4 milyar dengan ayat jurnal sebagai berikut :
D : Bank Indonesia – Giro Rp 40.000.000.000.
D : Aktiva Tetap – Gedung Rp. 18.000.000.000
D : Aktiva Tetap – Inventaris Kantor Rp. 300.000.000
D : Aktiva Tetap – Kendaraan Rp. 100.000.000
K : Modal Saham Rp. 58.400.000.000
b. Penyisihan Laba Usaha Bank
Setiap akhir periode, setelah mengetahui hasil bersih hasil usaha laba atau laba
bersih bank, Bank Omega akan menyisihkan sejumlah labanya untuk
keperluan tujuan khusus. Penyisihan ini bukan berarti menyisihkan
sebagian uang tunai untuk membayar atau memenuhi kewajiaban
tertentu dikemudian hari. Penyisihan ini hanyalah cara untuk
mengalokasikan laba untuk tidak dibagikan kepada para pemegang saham
atau karyawan saham atau karyawan dalam bentuk dividen maupun bonus.
c. Penambahan dan Pengurangan Lainnya
Komponen modal juga dapat bertambah karena penjualan saham yang
dapat dijual diatas harga nominalnya, sehingga tercipta adanya agio
saham(premium). Bila harga jual dibawah nilai nominalnya akan terdapat
disagio saham (discount). Premium diatas saham akan menambah komponen
modal, sedangkan discount atas saham akan mengurangi modal.
3. Klasifikasi modal bank
Pembagian jenis modal bank di Indonesia dapat diklasifikasikan
sesuai Standard Bank For International Settlements, yaitu:
1. Modal Inti (Tier 1)
Modal ini terdiri dari modal disetor, modal sumbangan, cadangan-
cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang
diperoleh setelah diperhitungkan pajak.
Modal inti merupakan modal yang disetor para pemilik bank dan modal
yang berasal dari cadangan yang dibentuk ditambah dengan laba
yang ditahan. Porsi terbesar modal inti terletak pada modal saham yang
disetor. Sedangkan selebihnya sangat tergantung laba yang diperoleh dan
kebiajakan RUPS.
Pencatatan modal saham dilakukan sebesar harga nominal. Selisih harga
saham diatas nilai nominal dicatat sebagai agio saham. Selisihnya harga saham
di bawah nilai nominal dicatat sebagai disagio saham. Agio saham akan
diamortisasi setiap akhir periode dan disagio saham akan diakumulasi setiap
akhir periode.
Harga saham atau nilai modal disetor (pald in capital) merupakan
total yang dibayar oleh pemegang saham kepada bank emiten untuk ditukarkan
dengan saham preferen atau saham biasa. Nilai modal disetor merupakan
penjumlahan nilai nominal ditambah dengan agio saham atau nilai nominal
dikurangi disagio saham. Sedangkan nilai nominal merupakan nilai
kewajiban yang ditetapkan untuk tiap-tiap lembar saham. Nilai nominal
ditentukan berkaitan dengan kepentingan hukum, misalnya untuk proteksi
terhadap kreditur. Dalam hal bank emiten menerbitkan saham biasa dan saham
preferen, maka penyajian dalam neraca saham preferen harus dilakukan.
2. Modal Pelengkap (Tier 2)
Modal pelengkap terdiri dari atas cadangan-cadangan yang dibentuk tidak
berasal dari laba, modal pinjaman, serta pinjaman subordinasi. Secara rinci
modal pelengkap dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih
penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan
dari Direktorat Jenderal Pajak.
b. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang dibentuk dengan
cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk
menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dati tidak
diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktifnya.
c. Modal pinjaman, yaitu utang yang didukung oleh instrumen atau warkat
yang memiliki sifat-sifat seperti modal dan mempunyai ciriciri tidak
dijamin oleh bank yang bersangkutan, tidak dapat ditarik atau
dilunasi atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan BI, mempunyai
kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank
melebihi laba ditahan dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti,
meskipun bank belum dilikuidasi, dan pembayaran bunga dapat
ditangguhkan apabila bank dalam keadaan rugi atau labanya tidak
mendukung untuk membayar bunga tersebut.
d. Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman memenuhi syarat-syarat ada
perjanjian tertulis, mendapat persetujuan BI dan tidak dikamin oleh
bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh dengan minimal jangka
waktu 5 tahun, pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapatkan
persetujuan BI serta hak tagih berada pada urutan paling akhir dalam hal
bank likuidasi.
3. Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3)
1. Bank dapat memperhitungkan modal pelengkap tambahan (tier 3)
untuk tujuan perhitungan Kebutuhan Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) atau Capital Adequacy Ratio (CAR) secara individual dan/atau
secara konsolidasi dengan perusahaan anak.
2. Modal pelengkap tambahan (tier 3) dalam perhitungan KPMM hanya dapat
digunakan untuk memperhitungkan risiko pasar.
3. Pos yang dapat diperhitungkan sebagai modal pelengkap tambahan (tier 3)
adalah pinjaman subordinasi jangka pendek yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. Tidak dijamin oleh bank atau perusahaan anak yang bersangkutan dan
telah disetor penuh;
b. Memiliki jangka waktu perjanjian sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
c. Tidak dapat dibayar sebelum jadwal waktu yang ditetapkan dalam
perjanjian pinjaman kecuali dengan persetujuan BI.
d. Terdapat klausula yang mengikat (lock-in clause) yang
menyatakan bahwa tidak dapat dilakukan pembayaran pokok atau
bunga, termasuk pembayaran pada saat jatuh tempo, apabila
pembayaran dimaksud dapat menyebabkan KPMM secara
individual atau secara konsolidasi dengan perusahaan atau tidak
memenuhi ketentuan yang berlaku;
e. Terdapat perjanjian pinjaman yang jelas termasuk jadwal pelunasannya;
dan Memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari BI.
4. Modal pelengkap tambahan (tier 3) untuk memperhitungkan risiko
pasar hanya dapat digunakan dengan memenuhi kriteria:
a. Tidak melebihi 250% (dua ratus lima puluh per seratus) dari bagian
modal inti yang dialokasikan untuk memperhitungkan risiko pasar;
b. Jumlah modal pelengkap (Tier 2) dan modal pelengkap tambahan (tier
3) paling tinggi sebesar 100% (seratus per seratus) dari modal ini.
5. Modal pelengkap (tier 2) yang tidak digunakan dapat ditambahkan
untuk modal pelengkap tambahan (tier 3) dengan memenuhi persyaratan
pada poin 4 ini.
6. Pinjaman subordinasi sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku
dan melebihi 50% (lima puluh per seratus) modal inti, dapat digunakan
sebagai komponen modal pelengkap tambahan (tier 3) dengan
tetap memenuhi persyaratan sebagaimanan dimaksud pada poin 4 ini.
4. RASIO KECUKUPAN MODAL BANK PERKREDITAN RAKYAT
Tata cara perhitungan kecukupan modal bank perkreditan rakyat dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Dalam menghitung ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko), pos-pos
aktiva diberikan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada risiko yang
terkandung pada aktiva itu sendiri atau risiko yang didasarkan pada jenis
aktiva, golongan debitur, penjaminan, atau sifat barang jaminan.
2. Terdapat 2 ATMR yaitu ATMR yang dihitung dari on Balance Sheet (on
B/S) dan off B/S. On B/S adalah semua sisi aktiva yang terdapa pada
laporan keuangan bank, sedangkan yang off B/S adalah yang berasal dari
Tagihan administratif bank.
3. Caranya adalah nilai nominal yang terdapat pada laporan posisi keuangan
(Neraca) setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan/ penyisihan atau
cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) dikalikan dengan “bobot
risiko”. Masing-masing aktiva bank telah diberikan “bobot risiko” oleh
Bank Indonesia.
 Untuk bobot risiko kredit tidak semuanya berbobot 100%, tergantung
jenis kreditnya, jadi ada yang 50%, 75% atau 100%. Untuk
memudahkan perhitungan digunakan bobot 100%. Sedangkan “bobot
risiko” sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
 Untuk rekening-rekening off B/S juga menggunakan pola perhitungan
yang sama.
4. Dengan memperhatikan prinsip pada angka 1 maka rincian bobot risiko
adalah sebagai berikut:
0%:
a. Kas
b. Sertifikat Bank Indonesia
c. Kredit dengan agunan berupa SBI, tabungan dan deposito yang
diblokir pada BPR yang bersangkutan disertai dengan surat uasa
pencarian emas dan logam mulia, sebesar nilai terendah antara
agunan dan baki debet.
d. Kredit kepada Pemerintah Pusat.
20%:
a. Giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, serta
tagihan lainnya kepada bank lain.
b. Kredit kepada atau yang dijamin oleh bank lain atau Pemerintah
Daerah.
40%:
a. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dijamin oleh hak tanggungan
pertama dengan tujuan untuk dihuni.
50%:
a. Kredit kepada atau yang dijamin oleh BUMN atau BUMD. Yang
dimaksud dengan BUMN sebagai penjamin adalah lembaga
penjamin kredit milik Pemerintah Pusat. Yang dimaksud dengan
BUMD sebagai penjamin adalah BUMD yang melakukan usaha
sebagai perusahaan penjamin dan melakukan perjanjian kerjasama
penjaminan kredit dengan lembaga penjamin kredit milik
Pemerintah Pusat.
b. Kredit kepada pegawai/pensiunan, yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Pegawai/Pensiunan yang menerima kredit adalah:
a. Pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, pegawai
lembaga negara, atau pegawai BUMN/BUMD;
b. Pensiunan PNS, pensiunan anggota TNI/POLRI, pensiunan
pegawai lembaga negara, atau pensiunan pegawai
BUMN/BUMD;
2. Pegawai/pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa dari
perusahaan asuransi yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki izin usaha dari instansi yang berwenang;
b. Laporan keuangan terakhir telah diaudit oleh akuntan publik
dan memnuhi ketentuan tingkat solvabilitas minimum sesuai
dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku; dan
c. Tidak merupakan pihak terkait dengan BPR;
3. Pembayaran angsuran/pelunasan kredit bersumber dari
gaji/pensiun berdasarkan Surat Kuasa Memotong Gaji/Pensiun
kepada BPR. Dalam hal pembayaran gaji/pensiun dilakukan
melalui bank lain atau BUMN lain, maka BPR harus memiliki
perjanjian kerja sama dengan bank lain atau BUMN lain
pembayar gaji/pensiun untuk melakukan pemotongan
gaji/pensiun dalam rangka pembayaran angsuran/pelunasan
kredit; dan
4. BPR menyimpan asli surat pengangkatan pegawai atau surta
kepurusan pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun
(KARIP) dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur.
85% : Kredit kepada usaha mikro dan kecil. Kredit kepada usaha mikro
adalah kredit dengan plafon sampai dengan Rp. 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah). Kredit kepada usaha kecil adalah kredit
dengan plafon di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
100% :
a. Kredit kepada atau yang dijamin oleh perorangan, koperasi,
atau kelompok dan perusahaan lainnya.
b. Aktiva tetap dan inventaris (nilai buku).
c. Aktiva lainnya selain tersebut di atas.
5. Aktiva produktif dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet
dalam perhitungan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko) dinilai
sebesar nilai buku yaitu setelah dikurangi dengan Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP) khusus dari aktiva produktif dengan kualitas
Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet. Penilaian kualitas aktiva produktif
(KAP) dan PPAP mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
mengenai KAP dan PPAP BPR.
5. TATA CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN MODAL MINIMUM
Perhitungan kebutuhan modal minimum Bank Perkreditan Rakyat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
1. Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada ATMR (Aktiva Tertimbang
Menurut Resiko) yang dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal pos-
pos aktiva dengan bobot risiko masing-masing. Perhitungan ATMR (Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko) bagi aktiva produktif dengan kualitas Kurang
lancar, Diragukan, atau Macet dilakukan dengan cara mengalikan nilai
buku cadangan bobot risiko masing-masing. Dalam hal ini ATMR (Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko) mengacu pada SE no.8/28/DPBI/2006 dan
untuk Kualitas Aktiva Produktif mengacu pada PBI no.8/19/PBI/2006.
2. Menjumlahkan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko) dari masing-
masing pos aktiva.
3. Menjumlahkan modal inti dan modal pelengkap untuk mengetahui jumlah
modal BPR.
4. Menghitung modal minimum dengan cara mengalikan jumlah ATMR
(Aktiva Tertimbang Menurut Resiko) dengan 8% (delapan per seratus).
5. Menghitung kekurangan modal dengan cara membandingkan jumlah modal
minimum pada angka 4 dengan jumlah modal pada angka 3.
6. Menghitung KPMM dengan cara membandingkan jumlah modal BPR pada
angka 3 dengan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko) pada angka 2.

Anda mungkin juga menyukai