Oleh:
Siti Muliawati
AKBID Citra Medika Surakarta
ABSTRAK
Latar Belakang:Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup
tinggi. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), 2007 AKI
sebesar 262 / 100.000 kelahiran hidup. Oleh karena itu perhatian terhadap
peristiwa kehamilan dan persalinan sangat penting melalui upaya pada
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang berkualitas menyeluruh dan terpadu.
Diharapkan dapat ditingkatkan cakupan layanan yang pada gilirannya akan
menurunkan AKI (Ardianto, 2008 : 1). Tujuan: Untuk menurunkan angka
kematian Ibu sekaligus penyebabnya, dan untuk engetahui apakah ada hubungan
antara posisi melahirkan dengan laserasi jalan lahir. Metode Penelitian: Desain
penelitian ini kuantitatif diskriftif non eksperimental korelasional Analisa data
adalah analisa bevariate, dengan Uji statistik chi square. Hasil Penelitian Dari
32 pasien di lebih banyak menggunakan posisi bersalin litotomi berlebihan 20
pasien, 12 pasien menggunakan posisi setengah duduk 5 pasien menggunakan
posisi setengah duduk mengalami ruptur dan 7 pasien menggunakan posisi
setengah duduk tidak ruptur. yang menggunakan posisi litotomi berlebih ada 17
pasien ruptur dan 3 pasien menggunakan litotomi berlebih tidak ruptur. Hipotesa
Penelitian Berdasarkan tabel 6.3 diketahui bahwa hasil uji didapat X2 hitung
sebesar 6,555 dengan α 0,05 maka X2 tabel 3,841. karena X2 hitung > X2 tabel
maka Ho ditolak dan Ha diterima, jadi ada hubungan antara posisi bersalin
dengan rupur perineum. Kesimpulan :Hasil penelitian X2 hitung sebesar 6,555
lebih besar dari X2 tabel sebesar 3,841, sehingga dapat disimpulkan ada
hubungan posisi bersalin dengan ruptur perineum
Kata Kunci : Posisi Bersalin, Ruptur Perineum
PENDAHULUAN
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan
Survey Demografi Kesehatan Indonesia 2007, adalah 262 / 100.000 kelahiran
hidup. Oleh karena itu perhatian terhadap peristiwa kehamilan dan persalinan
sangat penting melalui upaya pada Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang
berkualitas menyeluruh dan terpadu. Diharapkan dapat ditingkatkan cakupan
layanan yang pada gilirannya akan menurunkan angka kematian Ibu (Ardianto,
2008 : 1).
Untuk menurunkan angka kematian Ibu sekaligus penyebabnya, maka
diperlukan ”Asuhan Sayang Ibu” dalam pemilihan posisi bersalin. Asuhan yang
sifatnya mendukung selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan
kebidanan. Asuhan yang mendukung berarti aktif dan ikut serta dalam kegiatan
diharapkan membantu ibu agar tetap tenang dan rileks, bidan tidak boleh
memaksakan pemilihan posisi yang diinginkan oleh ibu dalam persalinannya
(Depkes RI, 2003 : 20).
LANDASAN TEORI
Persalinan
Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks di ikuti lahirnya
bayi dan plasenta dari rahim ibu (Depkes RI, 2004 : 40). Macam-macam
persalinan :
1. Persalinan spotan adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu
sendiri dan melalui jalan lahir.
2. Persalinan buatan adalah persalinan yang dibantu dengan tenaga dari luar
misalnya ekstraksi dengan forceps atau dilakukan dengan operasi sectio
caesarea.
3. Persalinan anjuran ialah persalinan bila bayi sudah cukup besar untuk hidup
diluar, tetapi tidak sedemikian besarnya kemungkinan menjadikan kesulitan
persalinan (Pusdiknakes 2003 h. 32).
Tanda-tanda persalinan :
1. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu
atas.
2. Perasaan sering kencing atau susah kencing (polakisuria) karena kandung
kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
3. Perasaan sakit-sakit diperut dipinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi
lemah dari ulinaterus, disebut ”fase labor pains’
4. Servik menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya bertambah biasanya
bercampur darah (bloody show).
Tahapan Persalinan:
1. Kala I
Mulai dari awal His sampai pembukaan lengkap (sekitar 10 cm) ditandai
dengan keluarnya sedikit darah campur lendir, serviks mulai membuka dan
mendatar.
2. Kala II
Mulai dari pembukaan lengkap sampai bayi keluar dari rahim ibu.
Berlangsung selama 60 menit (pada kehamilan pertama) dan 15-30 menit
(pada kehamilan berikutnya).Tanda kala II yaitu apabila kepala janin sampai
didasar panggul, vulva membuka, rambut kepala kelihatan dan tiap ada his
kepala lebih maju anus terbuka. Perineum meregang kala II berakhir sampai
bayi keluar dari rahim ibu. Kala II juga disebut sebagai kala pengeluaran.
Berlangsung selama 60 menit (pada kehamilan pertama) dan 15-30 menit
(pada kehamilan berikutnya).
3. Kala III
Mulai dari kelahiran bayi sampai pengeluaran plasenta (ari-ari). Pengawasan
pelepasan dan pengeluaran uri sangat penting karena kelalaian dapat
menyebabkan resiko perdarahan yang dapat membawa kematian. Biasanya
uri akan lahir spontan dalam 15-30 menit dapat ditunggu sampai 1 jam, tetapi
tidak boleh ditunggu bila terjadi perdarahan.
4. Kala IV
Mulai dua jam setelah persalinan, kala IV juga disebut sebagai kala
pengawasan. Kehilangan darah pada persalinan biasa disebabkan oleh luka
pada pelepasan uri dan robekan pada serviks dan perineum. Rata-rata dalam
batas normal perdarahan adalah 250 cc biasanya 100-300 cc. Bila perdarahan
lebih dari 500 cc sudah dianggap abnormal harus dicari sebab-sebabnya.
Jangan meninggalkan wanita bersalin 1 jam sesudah bayi dan uri lahir apabila
ingin meninggalkan ibu yang baru melahirkan harus dilakukan pemeriksaan
terlebih dahulu (Mochtar, 1998 : 110- 112).
Posisi Bersalin
Pada permulaan Kala II ibu biasanya berkeinginan untuk mengejan pada
tiap kondisi. Gabungan tekanan abdomen ini bersama-sama dengan kekuatan
kontraksi rahim akan mengeluarkan janin. Menurut Simkin (2005-137), ada
banyak teknik untuk meningkatkan kemajuan persalinan dan mempertahankan
kenyamanan baik kala I maupun kala II, diantaranya posisi setengah duduk,
berbaring miring, litotomi berlebih.
Posisi setengah duduk
Posisi setengah duduk dapat dilakukan selama kala I dan kala II, yaitu
dengan cara : wanita duduk dengan tubuh membentuk sudut > 45o terhadap
tempat tidur Adapun keuntungan dari posisi ini, lebih mudah penolong persalinan
untuk membimbing kelahiran kepala dan menyangga perineum ( gambar 1 dan 2
). Kerugian dari posisi setengah duduk adalah tekanan terhadap tulang sakrum
dan koksigis dapat mengganggu gerakan sendi panggul (Simkin, 2005 : 138-139).
(ke arah kepala wanita). Hal ini dapat mendorong janin menggelincir di bawah
arkus pubis dan terus turun (gambar 5).
e. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula
f. Perluasan episiotomi
2. Fetal ( faktor bayi )
a. Bayi yang besar, kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka
b. Kelahiran bokong
c. Distosia bahu
Penggolongan robekan perineum dengan atau tanpa episiotomi.
1. Derajat satu robekan yang melibatkan mukosa vagina atau kulit perineum
2. Derajat dua robekan berekstensi dalam jaringan submukosa vagina/perineum
3. Derajat tiga suatu robekan yang melibatkan sfinkterani
4. Derajat empat robekan pada mukosa rektum Ruptura perinei inkompleta D
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa hasil uji didapat X2 hitung sebesar
6,555 dengan α 0,05 maka X2 tabel 3,841. karena X2 hitung > X2 tabel maka Ho
ditolak dan Ha diterima, jadi ada hubungan antara posisi bersalin dengan rupur
perineum.
Pembahasan
Menurut Simkin (2005 h:132), apabila pasien merasa nyaman dan
penolong persalinan lebih mudah mengamati atau menyangga perineum, maka
kemungkinan terjadinya ruptur perineum bisa dikurangi.
Posisi setengah duduk Berdasarkan kenyataan yang terjadi bahwa pasien
yang menggunakan posisi setengah duduk tidak mengalami ruptur perineum maka
hal ini sesuai dengan teori Simkin mengatakan bahwa posisi setengah duduk
penolong persalinan lebih mudah menyangga dan mengamati perineum pada saat
persalinan kala II sehingga bisa mengurangi ruptur perineum.
Posisi Litotomi Berlebihan menurut Depkes RI, (2004 h : 32) banyak
faktor yang diketahui mempunyai hubungan dengan trauma perineum dalam
persalinan diantaranya posisi bersalin episiotomi dan cara mengejan. Dalam
penelitian ini diketahui bahwa penggunaan posisi bersalin litotomi berlebih
banyak mengalami ruptur perineum dibandingkan dengan posisi setengah duduk
yang lebih sedikit mengalami ruptur. pada posisi litotomi berlebih ruptur
perineum lebih banyak terjadi. Posisi litotomi berlebih juga disebut disebut posisi
anti gravitasi sehingga kemungkinan besar ruptur perineum dapat terjadi.
Sebaiknya posisi litotomi berlebihan digunakan ketika posisi gaya gravitasi dan
posisi untuk memperluas diameter panggul telah dicoba, tetapi janin masih
terperangkap di panggul.
Sedangkan menurut (Prawiroharjo, 2002 h:165), ruptur perineum terjadi
hampir pada semua persalinan pertama dan tidak jarang pada persalinan
berikutnya Robekan perineum terjadi apabila kepala janin lahir telalu cepat, sudut
arkuskubis lebih kecil dari pada normalnya dan kepala janin lahir dengan ukuran
yang lebih besar dari pada sirkumfernsia suboksipito bregmatika mengalami
kesulitan seperti melahirkan dengan distosia bahu, melahirkan bayi dengan berat
lebih dari 3500 gram pada primi grafida dan multigrafida, pasien dengan kala II
lama.
KESIMPULAN
Hasil penelitian didapatkan harga X2 hitung sebesar 6,555 lebih besar dari
2
X tabel sebesar 3,841, dapat disimpulkan ada hubungan posisi bersalin dengan
ruptur perineum Dari hasil penelitian terdapat kesamaan antara teori dan praktek
yaitu pada posisi litotomi berlebih pasien lebih banyak mengalami ruptur
sedangkan pasien yan menggunakan posisi setengah duduk lebih sedikit
mengalami ruptur perineum karena penolong persalinan lebih mudah mengamati
atau menyangga perineum.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto. 2008. Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi.
Http//www.itjen.depkes.go.id/index.php?option +new&task=veiwarticle &
sid=2707 & itemid = 2, Tanggal 4-4-2008 Jam 00.10 WIB.
Depkes RI. 2003. Asuhan Persalinan Normal.JNPK-KR/POGI, JHPIEGO
Jakarta.2008