Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KELOMPOK 1

FILSAFAT HUKUM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum

Dosen Pengampu:
Dr. Jaenal Aripin, M.Ag.

Disusun oleh:
1. Zahra Nurul Rizki (11210453000034)
2. Farah Fatihah Aisyah (11210453000045)
3. M. Sayyid Ziddan (11210453000059)
4. Naila Putri Rahmayanti (11210453000080)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Filsafat Hukum” tepat pada
waktunya.

Adapun maksud kami menyusun makalah ini adalah dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Hukum. Di samping itu juga untuk menambah wawasan tentang Istilah dan
Definisi Filsafat, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum, Hubungan Filsafat dan Ilmu Hukum,
Hubungan Filsafat dan Filsafat Hukum yang kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai
sumber sehingga dapat membawa manfaat bagi kita semua.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, dibutuhkan saran dan kritik yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah yang kami buat. Akhir kata semoga Allah SWT selalu mengiringi dan
meridai segala usaha kita. Amin.

Jakarta, 7 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................5
C. Tujuan Masalah..................................................................................................................5
BAB I ISI........................................................................................................................................6
A. Istilah dan Definisi Filsafat, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum....................................6
B. Hubungan Filsafat dan Ilmu Hukum.............................................................................11
C. Hubungan Filsafat dan Filsafat Hukum.........................................................................17
BAB III PENUTUP......................................................................................................................20
A. Kesimpulan........................................................................................................................20
B. Saran..................................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan Filsafat hukum dimulai dengan sejarah filsafat barat, yang
merupakan filsafat kuno dan terbagi dalam beberapa zaman seperti zaman Filsafat Pra-
Sokrates, tokoh pertamanya adalah Thales (625-545 SM) dikuti dengan tokoh kedua yaitu
Anaximandros (610-540 SM) dan ada juga tokoh lain yang bernama Pythagoras (580-
500SM), Xenophanesa (570-430SM), Herakleitosa (540-475SM), Parmenidesa (540-
475SM), Zeno (490 SM), Empedoklis (492-432 SM), Empedokles (492-432 SM),
Anaxagoras (499-420 SM) dan yang terakhir adalah Leukippos dan Demokritos,
keduanya yang mengajarkan tentang atom. Akan tetapi yang paling dikenal adalah
Demokritos (460-370 SM) sebagai Filsuf Atomik. Sampai kepada Perkembangan sejarah
filsafat yang terkenal dengan para ahli filsafat, seperti kaum sofis dan Sokrates,
Protagoras dan ahli sofis yaitu Gorglas yang terkenal diathena. Mash banyak lagi para
ahli filsafat dari beberapa periode seperti pada masa Filsafat pada abad Petengahan,
filsafat masa peralihan ke zaman modem dan Filsafat Modern. Perkembangan filsafat
tersebut adalah merupakan sebagai akar dari fisafat hukum yaitu pada era abad ke 19,
dimana filsafat hukum menjadi landasan ilmu-ilmu dibidang hukum, seperti limu Politik,
limu Ekonomi, budaya, dll.
Akademis pada umumnya,
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Filsafat?
2. Apa pengertian Ilmu Hukum?
3. Apa pengertian Filsafat Hukum?
4. Apa hubungan dari Filsafat dan Ilmu Hukum?
5. Apa hubungan dari Filsafat dan Filsafat Hukum

C. Tujuan Masalah
1. Agar mengetahui pengertian dari Filsafat.
2. Agar mengetahui pengertian dari Ilmu Hukum.
3. Agar mengetahui pengertian dari Filsafat Hukum.
4. Agar mengetahui hubungan Filsafat dan Ilmu Hukum.
5. Agar mengetahui hubungan Filsafat dan Filsafat Hukum
BAB I
ISI

A. Istilah dan Definisi Filsafat, Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum


 Filsafat :

Sebagian dari kita merasa sukar untuk menjawab tentang definisis Filsafat, ini bukan
dikarenakan sulitnya arti dari kata “Filsafat” itu sendiri, tetapi karena banyaknya jawaban
serta pendapat yang muncul untuk mendefinisikan tentang apa itu filsafat. (Harun
Hadiwijono 1980:7). Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari kebenaran secara metodis,
sistematis, rasional, dan radikal melampaui kebenaran dan pertanggung jawaban yang
semata-mata empiris.

Filsafat sebagai ilmu, dalam menggumuli objek material nya selalu mulai dengan
pertanyaan. Tetapi hasil atau jawaban atas pertanyaan dapat melahirkan pertanyaan baru
yang menuntut jawaban lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, filsafat ilmu berusaha
mencari dan menemukan kebenaran pada tingkat radikal, berusaha mencari sebab musabab
yang terdalam dari segala sesuatu yang ada.

Filsafat memiliki banyak definisi-definisi yang berbeda-beda dari tiap pakar, diantara
definisi yang ada, beberapa diantaranya memiliki pemahaman-pemahaman yang sama
maupun berbeda tentang apa itu definisi Filsafat. Definisi dari filsafat tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut:

Istilah filsafat merupakan serapan dari bahasa Yunani: “Philosophia (filosofia)”, berasal
dari kata kerja (verb) “filosofein” yang berarti “mencintai kebijaksanaan”, Philoshopia
berasal dari gabungan kata “Philein” yang berarti cinta dan “Shopia” yang berarti
kebijaksanaan. (Muhdi, Ali, dkk. 2012:240)1

a. Filsafat adalah sikap terhadap hidup dan alam semesta (Philoshophy is an attitude
toward life and universe). Filsafat merupakan sikap berfikir yang melibatkan usaha
dalam usaha memikirkan masalah hidup dan alam semesta dari semua sisi yang

1
Amsal Bakhtiar, 1997, Filsafat Agama, Jakarta: Logos, hlm.7.
meliputi kesiapan menerima hidup dan alam semesta sebagaimana adanya dan
mencoba untuk melihatnya secara keseluruhan hubungan.2
b. Filsafat adalah suatu pengetahuan metodis dan sistematis, yang melalui jalan refleksi
hendak menangkap dan mendapat makna yang hakiki dari hidup dan dari gejala-
gejala hidup sebagai bagian daripadanya.3
c. Filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas ada
dengan mengendalikan akal budi.4
d. Filsafat adalah memajukan pertanyaan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang
hakikat, asas, prinsip dari kenyataan5
e. Filsafat adalah sejarah pemikiran-pemikiran tentang yang esensial (menyentuh
hakikat kenyataan), dan radikal (menyentuh akar kenyataan).6
f. Nasr & Leaman (1996:288): Filsafat (teoritis) adalah tindakan pencarian kebenaran
melalui ilmu pengetahuan. 7
g. Filsafat adalah sikap mempertanyakan, sikap bertanya, yaitu bertanya dan
menanyakan sesuatu, mempertanyakan apa saja. Sesungguhnya filsafat adalah suatu
metode sikap bertanya untuk mendapatkan pengetahuan dari segala sesuatu yang
ditanyakan.8
h. Filsafat adalah tempat dimana pertanyaan-pertanyaan dikumpulkan, diterangkan, dan
diteruskan sehingga filsafat disebut juga sebagai ilmu tanpa batas. Filsafat tidak
menyelidiki dari satu sisi saja namun filsafat juga menyelediki dari berbagai sisi
yang menarik perhatian manusia.9
i. Filsafat adalah kegiatan bertanya dan mencari terus tanpa kenal lelah. Filsafat tidak
tidak membuat memperoleh pengetahuan dan erudisi, namun kita hanya
memperdalam ketidaktahuan saja.10

2
Warsito, Loekisno Chairil, dkk. 2012. Pengantar Filsafat. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. Hal.8
3
Huijbers, Theo. 1982. Fisafat dalam lintasan sejarah : Yogyakarta: Kanisius
4
Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Hal.15
5
Berling, R.F. 1966: Filsafat Dewasa Ini: Jakarta: Balai Pustaka. Hal.22
6
Hardiman, F.Budi hardiman. 2004. Filsafat Modern - Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia
7
Sholikhin, Muhammad. 2008. Filsafat dan Metafisika Dalam Islam. Yogyakarta: Narasi. Hal. 152
8
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius. Hal.14
9
Hamersma, Harry. 2008. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Hal.10
10
Bertens, K. 2005. Panorama Filsafat Modern. Jakarta: Teraju. Hal.16
j. REMBRANDT, (1628) Filsafat adalah usaha – usaha bersama untuk mencari suatu
kebenaran. 11

Sesuai dari beberapa definisi filsafat yang telah disebutkan diatas, juga terdapat
persamaan juga perbedaan dalam pengemukaan definisinya, yaitu; filsafat sama-sama
merupakan suatu bentuk kegiatan, sikap serta usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia
untuk bertanya, memperoleh, mendapatkan, mencapai suatu kebenaran juga
pengetahuan.

Namun terdapat pula perbedaan diantara beberapa penjelasan definisi filsafat diatas,
seperti pengertian yang dikemukakan oleh K. Bertens dalam bukunya Panorama Filsafat
Modern yang menyatakan bahwa filsafat tidak akan membuat pelakunya memperoleh
pengetahuan, namun hanya akan memperdalam ketidaktahuan manusia saja karena
manusia yang berfilsafat akan terus menerus mencari dan bertanya-tanya tanpa kenal
lelah untuk mendapatkan dan menunaikan segala misi pertanyaan yang diproduksinya
sehingga akan meningkatkan dan memperdalam ketidaktahuan mereka saja.

Jadi, filsafat merupakan suatu bentuk tindakan, kegiatan, sikap yang berusaha ingin
mengetahui suatu hakikat kebenaran dengan bertanya-bertanya tanpa lelah agar dapat
memperoleh kebenaran tersebut. Pertanyaan tersebut akan dikumpulkan hingga dapat
membuat pelakunya hanya akan memperdalam ketidaktahuannya saja, namun semakin
banyaknya ketidaktahuan yang mereka produksi dan kumpulkan, maka hal tersebut akan
membuatnya memperoleh banyak materi untuk bertanya secara filsafat yang akan
berusaha mencari tahu atas pertanyaan yang dikumpulkannya hingga akhirnya para
pelakunya memperoleh pengetahuan juga kebenaran.

 Ilmu Hukum

Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum
mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum
objeknya hukum itu sendiri. Demikian luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini,
sehingga sempat memancing pendapat orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya
tidak bisa ditentukan” (Curzon, 1979). Menurut J.B. Daliyo, menyebutkan bahwa ilmu
11
Magee, Bryan. 2008. The Story of Philoshopy: Edisi Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Hal.6
hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. Dengan demikian, maka ilmu
hukum akan mempelajari semua seluk-beluk mengenai hukum, misalnya mengenai asal
mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan,
fungsi, dan kedudukan hukum di dalam masyarakat.

Ilmu hukum sebagai ilmu yang mempunyai objek hukum, menelaah hukum sebagai
suatu gejala atau fenomena kehidupan manusia di manapun dan kapanpun berada.
Seorang yang berkeinginan mengetahui hukum secara mendalam sangat perlu
mempelajari hukum itu dari lahir, tumbuh dan berkembangnya dari masa ke masa
sehingga sejarah hukum besar perannya dalam hal tersebut. Sering kali pengantar ilmu
hukum (PIH) oleh dunia studi hukum dinamakan Ensiklopedia Hukum, yaitu matakuliah
dasar yang merupakan pengantar (introduction atau inleiding) dalam mempelajari ilmu
hukum, sehingga pengantar ilmu hukum merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut
dalam studi hukum yang mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar
tentang sendi-sendi utama ilmu hukum.12

 Filsafat Hukum

Para ahli hukum memberikan pengertian Filsafat Hukum dengan rumusan yang
berbeda, yakni sebagai berikut:

1. Mr. Soetika
Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia ingin mengetahui apa
yang ada di belakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia
menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi
penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) hukum sampai pada dasar-
dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.13
2. Mahadi
Filsafat hukum adalah falsafah tentang hukum, falsafah tentang segala sesuatu di
bidang hukum sampai ke akar-akarnya secara mendalam."14
3. Satjipto Rahardjo

12
Ishaq, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 3
13
Soetikno, Filsafat Hukum, (Jakarta:Pradnya Paramita, Cet. Ke-8, 1997),hlm.2.
14
H. Lili Rasyidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bhakti,2001),hlm. 3.
Fisafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari
hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat
dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu.
Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi
masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu
hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan
mempertanyakan konsistensi logis asas, peraturan, bidang serta sistem hukumnya
sendiri."15
4. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai; kecuali itu filsafat
hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyerasian antara
ketertiban dengan ketenteraman, antara kebendaan dan keakhlakan, dan antara
kelanggengan atau konservatisme dengan pembaruan."16
5. Lili Rasjidi
Filsafat hukum berusaha membuat "dunia etis yang menjadi latar belakang yang
tidak dapat diraba oleh pancaindra" sehingga filsafat hukum menjadi suatu ilmu
normatif, seperti halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha
mencari suatu cita hukum yang dapat menjadi "dasar hukum❞ dan "etis" bagi
berlakunya sistem hukum positif suatu masyarakat (seperti grundnorm yang telah
digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang menganut aliran-aliran
seperti Neo Kantianisme) 17
6. Gustav Radbruch (1878-1949)
Filsafat hukum mengandung tiga aspek, yaitu
(1) aspek keadilan, keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan
pengadilan;
(2) aspek tujuan keadilan atau finalitas, yaitu menentukan isi hukum, sebab isi
hukum memang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai;

15
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung:Akumni, 1982),hlm 339
16
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Remungan tentang Filsafat Hukum, (Palembang:Fakultas Hukum
UNSRI, 1978) hlm 11
17
H. Lili Rasyidi, op.cit., hlm 4
(3) kepastian hukum atau legalitas, yaitu menjamin bahwa hukum dapat berfungsi
sebagai peraturan yang harus ditaati.
Jika dianalisis definisi filsafat hukum yang diungkapkan di atas, dapat diketahui
dan dipahami bahwa filsafat hukum menganalisis asas-asas hukum dari suatu
peraturan serta menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan
hukum, baik dalam bentuk yuridis normatif maupun yuridis empiris sehingga
tujuan hukum dapat tercapai, yaitu untuk perbaikan dalam kehidupan manusia.
Sebab, isi hukum adalah sesuatu yang menumbuhkan nilai kebaikan di antara
orang.

B. Hubungan Filsafat dan Ilmu Hukum


Ilmu hukum adalah termasuk ilmu praktis, namun kedudukan ilmu hukum menempati
posisi yang istimewa dalam Klasifikasi ilmu, Karena mempunyai sifat sebagai ilmu normatif
dalam perkembangannya, namun harus dapat menjawab berbagai perkembangan baru di
masyarakat, dan tidak boleh keluar dari nilai nilai aksiologis yang ada pada filsafat hukum.
Suatu filsafat hukum akan menceritakan kepada kita bagaimana kemunculan dari hukum itu,
bagaimana ia timbul dan ke arah mana yang dituju, asal usul (genetis) dan pertumbuhan serta
tujuan atau fungsi dari hukum.

Disamping itu, banyak persoalan fundamental dalam ilmu hukum, misalnya tentang apa
itu hukum, dasar dasar bagi kekuatan mengikat nya suatu hukum, apa itu keadilan, apa tujuan
hukum dan lain lain yang menjadi obyek kajian atau fokus di dalam filsafat hukum sehingga
seringkali jawaban jawaban atau persoalan persoalan yang terkait erat dengan hukum justru
dijawab secara sistematis oleh filsafat hukum. Hal ini merupakan bukti atau fakta kongkrit
bahwa filsafat hukum memiliki peran yang penting dan strategis dalam pengembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

Pertanyaan yang dikemukakan karena sifatnya yang sangat fundamental tentang hukum
tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan hukum adapun pertanyaan yang dikemukakan
tersebut dapat digambarkan dengan sekali mempersoalkan hal-hal dari ilmu hukum maka
dekat lah orang tersebut dengan pertanyaan seperti apakah tujuan dari hukum itu apakah
syarat keadilan atau apakah keadilan itu bagaimana hubungan antara hukum dengan keadilan
dan dengan pertanyaan yang demikian orang sudah melewati batas batas ilmu pengetahuan
hukum, sebagaimana arti lainnya dan menginjak lapangan filsafat hukum, sebagai ilmu
pengetahuan filsafat.

Sifat khas dari filsafat hukum bahwa ilmu itu membahas masalah masalah yang umum
sifatnya. Obyek filsafat hukum dan ilmu hukum pun Hampir sama dengan khas dari filsafat
hukum karena hukum yang demikian ia memper masalahkan hakikat hukum, alasan terdalam
dari Eksistensi nya (tujuan, subjek, pembuat) sifat sifatnya.

Oleh karena itu filsafat hukum berlaku umum bagi setiap hukum, sebab apa yang baik
bagi hukum, dengan sendirinya baik juga bagi hukum di negara manapun, baik hukum
pidana maupun hukum perdata. Filsafat hukum hanya membahas satu bagian saja dari hukum
yaitu bagian yang paling umum dari hukum (natuur recht) dan hukum positif.

Langemeije (1970) Mengatakan bahwa filsafat hukum merupakan pembahasan secara


Filosofis tentang hukum. Sedangkan Radbruch mengatakan bahwa filsafat hukum merupakan
cabang filsafat yang mempelajari hukum yang benar. Sementara E. Utrecht (1985)
Mengatakan bahwa filsafat hukum memberikan jawaban atas pertanyaan, seperti apakah
hukum itu sebenarnya (persoalan adanya dan tujuan hukum), Apakah sebabnya maka kita
mematuhi hukum (persoalan berlakunya hukum), Apakah keadilan yang menjadi ukuran
untuk baik buruknya hukum? (Persoalan keadilan). Inilah pertanyaan pertanyaan yang
sebetulnya juga dijawab oleh ilmu hukum, akan tetapi bagi banyak jawaban ilmu hukum
tidak memuaskan, ilmu hukum sebagai suatu ilmu empiris hanya melihat hukum sebagai
suatu gejala saja. sedangkan filsafat hukum hendak melihat hukum sebagai kaidah.

Dalam pendidikan hukum ini berarti filsafat hukum itu bukan hanya sekedar hidangan
pembukaan atau hidangan penutup ataupun semacam hiasan hidangan pokok, tetapi studi
hukum positif. Filsafat hukum merupakan unsur dan bagian mutlak, tambah filsafat hukum
hidangan pokok akan menjadi hambar. Sebab kalau tidak mempergunakan terminologi yang
berhubungan dengan dapur dan makanan, studi ilmu hukum positif tanpa filsafat hukum akan
menjadi tidak berisi dan akan menjadi tidak lengkap. Bidang yang memerlukan Uluran
bantuan dari filsafat hukum adalah ilmu hukum, untuk mengetahui apa hukum itu "guid ius"
melainkan untuk mengetahui apa isi perundang undangan tertentu atau "guid iuris" atau
hukum positif tertentu yang berlaku di suatu negara tertentu. Itu sebabnya pada berbagai
waktu dan tempat, subyek ilmu hukum berbeda beda. Sehingga seringkali muncul pertanyaan
apa yang kini berlaku sebagai hukum di sini dan filsafat hukum menjawab setiap waktu dan
di mana pun sama setidak tidaknya bila jawaban itu benar. Filsafat hukum justru mencari
yang dalam berbagai hukum adalah sama yaitu hakiki dan yang tidak dapat berubah dalam
hukum.

Namun dalam kenyataannya baik filsafat hukum maupun ilmu hukum berhubungan erat
dengan kedua bagian utama dari hukum, hukum alam dan hukum positif. Akan tetapi masing
masing sering menimbulkan pertanyaan seperti masalah filsafat hukum misalnya tentang apa
hukum itu, apa daya paksa hukum (rechtfdwingbaarheid) dan lain sebagainya, sama sama
mempunyai kaitan dengan hukum positif. Dan sebaliknya ilmu hukum menanyakan guid
iuris. Atau sama dengan pertanyaan seperti apa yang kini berlaku sebagai hukum, misalnya
hukum apa yang berlaku di Indonesia tidak hanya menunjukkan apa yang diartikan oleh
undang undang positif tetapi juga apa yang diartikan oleh peraturan peraturan yang khas
dalam hukum. Misalnya orang tidak boleh membunuh, mencuri, memfitnah dan lain lain, ini
bukan hukum positif Indonesia, melainkan hukum yang kini berlaku di Indonesia itu adalah
hukum yang berlaku dan di mana pun berlaku.

Menurut para ilmuan yang bergerak di dunia teori this filsafat hukum ini amatlah besar
manfaatnya dan kenyataan menunjukkan bahwa semenjak pertengahan abad ke 20 dengan
mencuatnya aliran hukum positivistis, Melalui ajaran sociological Jurisprudence Dan
pragmatic legal realism, di mana yang ditonjolkan adalah peranan hukum yang semakin
meningkat itu bukan semata mata menjaga ketertiban dan mewujudkan keadilan saja,
melainkan juga berfungsi sebagai alat pembaruan dalam masyarakat ( a tool of social
engineering).

Refleksi filsafat hukum terhadap pengembangan ilmu hukum di sini dimaksudkan bahwa
ilmu hukum harus dikembangkan agar selalu dapat mendukung pengembangan hukum
praktis yang dimaksud dengan hukum praktis di sini adalah penciptaan, pelaksanaan,
penerapan dan penegakan hukum, yang membawa kemanfaatan bagi masyarakat untuk dapat
memerankan ilmu hukum secara lebih efektif, positif pada penegakan hukum praktis, maka
dari itu perlu dilakukan refleksi kefilsafatan terhadap ilmu hukum itu sendiri. Dengan refleksi
semacam ini maka pengembangan ilmu hukum dapat dilakukan dengan cara lebih sadar dan
dengan demikian dapat lebih kritis, rasional serta lebih terarah kontekstual. Obyek dari ilmu
hukum yaitu hukum pada masa kini, mengalami perkembangan oleh suatu kerjasama
(interaksi) yang kompleks antara pembentuk undang-undang, hakim dan ilmuwan hukum,
ilmu hukum juga memiliki fungsi untuk menjalankan kritik terhadap hukum yang berlaku
sehingga hukum dapat mengikuti, mendampingi dan jika perlu memberikan arah pada
perkembangan masyarakat. Fungsi kritik ini juga penting untuk dapat mencegah atau
mengurangi penyalahgunaan hukum dan kekuasaan. Refleksi dan relevansi filsafat hukum
memiliki arti dan peran penting dan strategis dalam rangka pengembangan ilmu hukum,
karena keberadaan filsafat hukum memberikan kontribusi besar bagi kelahiran, pertumbuhan
dan perkembangan ilmu hukum.

Sebagaimana telah diketahui bahwa Hukum terkait dengan tingkah laku atau perilaku
manusia, terutama untuk mengatur perilaku manusia agar tidak terjadi kekacauan. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah sub dari cabang filsafat manusia
yang disebut dengan etika atau filsafat tingkah laku. Jadi, tepat dikatakan bahwa filsafat
manusia berkedudukan sebagai genus, etika sebagai species, dan filsafat hukum sebagai
subspecies.

Dalam beberapa literatur filsafat hukum digambarkan sebagai suatu disiplin modern yang
memiliki tugas untuk menganalisis konsep-konsep perskriptif yang berkaitan dengan
jurisprudensi. Pengertian filsafat hukum ada berbagai pendapat, ada yang mengatakan bahwa
filsafat hukum adalah ilmu, ada yang mengatakan filsafat teoretis, ada yang berpendapat
sebagai filsafat terapan dan filsafat praktis, dan ada yang mengatakan sebagai subspecies dari
filsafat etika.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, istilah filsafat hukum lebih sesuai jika disinonimkan
dengan phylosophy of law atau rechts filosifie. Secara sederhana, filsafat hukum dapat
dikatakan sebagai cabang filsafat yang mengatur tingkah laku atau etika yang mempelajari
hakikat hukum. Dengan kata lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara
filosofi.
Menurut Aristoteles, kedudukan filsafat hukum dapat dilihat sebagai berikut :18

filsafat

filsafat filsafat
logika poetika
teoretis praktis

etika ekonomi politik

filsafat
hukum

Uraian filsafat Aristoteles menunjukan bahwa filsafat hukum hadir sebagai sebuah bentuk
perlawanan terhadap ketidakmampuan ilmu hukum dalam membentuk dan menegakkan
kaidah dan putusan hukum sebagai suatu system yang logis dan konseptual. Oleh karena itu,
filsafat hukum merupakan alternatif yang dipandang tepat untuk memperoleh solusi yang
tepat terhadap permasalahan hukum.

Filsafat hukum bukanlah cabang dari ilmu hukum, melainkan cabang filsafat. Apabila
filsafat berbicara mengenai hukum, pusat perhatiannya tidak terletak pada bagaimana
prosedur teknis merumuskan atau menciptakan norma yang disebut hukum, melainkan pada
substansi gejala hukum. Filsafat hukum harus dibedakan secara tegas dari ilmu hukum.
Filsafat hukum memberi tekanan pada substansi (isi), sedangkan ilmu hukum pada forma
(bentuk). Meskipun begitu hubungan keduanya sangatlah erat antara isi dan bentuk. Bentuk
tanpa isi tidak bermakna, begitupun sebaliknyaisi tanpa bentuk tidaklah efektif.

Thomas Morawetz menjelaskan dengan baik perbedaan filsafat hukum dan ilmu hukum
dengan mengambil contoh tentang apa yang dilakukan dalam ilmu pengetahuan. Umumnya
diterima dengan baik oleh kaum awam maupun ilmuwan pada umumnya, demikian
Morawetz, bahwa apa yang disebut ilmu pengetahuan bersifat progresif. Perkembangan in
bersifat kurang lebih linear (berkembang maju menurut hukum umum) yang mengarah pada
pengetahuan yang semakin lama semakin maju tentang realitas. Asumsi in diterima begitu
saja, dan dalam praktek ilmu pengetahuan tidak pernah dipersoalkan tau menjadi objek studi
ilmu pengetahuan itu sendiri. Yang dilihat ole praktisi adalah fakta bahwa usaha ilmiahnya
membawa mereka ke pengetahuan baru yang lebih baik karena lebih dapat
dipertanggungjawabkan.

Hal yang sama, demikian Morawetz juga terjadi pada filsafal hukum. Tinjauan filosofis
terhadap hukum sebagai gejala atau realitas yang dihadapi manusia tidak terbatas pada
mendeskripsikan hukum sebagaimana dimengerti atau dipraktekkan pada umumnya,

18
Astim Riyanto, 2003, Filsafat Hukum, Bandung: Yapemdo, hlm. 19.
melainkan berusaha memperlihatkan atau memperjelas asumsi di balik gejala hukum. Katakan
saja, seorang hakim akan mengatakan bahwa tugasnya adalah menegakkan hukum. Untuk itu
ia berusaha menerapkan norma hukum sebagaimana disepakati atau ditetapkan oleh badan
yang berwenang. Tetapi, apa itu hukum? Setiap hakim dapat saja berbeda pendapat tentang
apa itu hukum. Katakan saja, hakim A mengatakan hukum adalah norma yang ditetapkan oleh
penguasa. Hakim B mengatakan, hukum adalah norma yang secara niscaya mengandung
keadilan. Sementara hakim C mengatakan bahwa hukum adalah apa saja yang memuat atau
berisi keinginan pembuat hukum, apa pun bentuknya. Atau hakim dapat mengklaim bahwa
keputusan yang diambilnya adil, dan ia memang harus mendasarkan pertimbangannya pada
asas keadilan.

Akan tetapi, pertanyaan "apa itu keadilan" bukan fokus utama seorang hakim.
Maksudnya, tugas pokok seorang hakim bukanlah membedah konsep keadilan atau menggali
secara mendalam pengertian keadilan, meskipun pemahaman tentang keadilan tetap penting
dimilikinya. Sama halnya dengan seorang pembayar pajak yang mengatakan bahwa tanggung
jawabnya adalah membayar pajak sesuai dengan apa yang dikatakan hukum. Sementara
apakah hukum itu adil atau tidak adil tidak pernah menjadi titik sentral kepeduliannya sebagai
pembayar pajak (Morawetz, 1980: 9). Dengan demikian, materi yang menjadi pokok bahasan
filsafat hukum sebetulnya mudah diidentifikasi, yakni ketika seseorang mengajukan
pertanyaan tentang hukum dan di dalamnya tercakup hal normatif atau analisis konsep yang
digunakan dalam dunia hukum, maka orang itu sesungguhnya sudah memasuki wilayah
filsafat hukum (Murphy & Coleman, 1990: 2).

Deskripsi tersebut memperlihatkan dua masalah pokok yang digumuli filsafat hukum.
Pertama, filsafat hukum berusaha menjawab pertanyan berkaitan dengan dimensi normatif
hukum; dan kedua, filsafat hukum juga berurusan dengan pertanyaan yang mencoba mencari
kejelasan tentang konsep dasar dalam hukum. Pertanyaan "apakah keputusan hakim dapat
disebut adil atau benar" merujuk pada dimensi normatif dari hukum. Filsafat hukum pada sisi
ini berusaha membedah hukum dan praktek hukum yang de facto ada.

Contoh menarik dalam perdebatan filsafat hukum adalah jawaban Sokrates ketika Crito
menyarankan kepadanya untuk menghindari hakaman karena diangsap tidak adil. Kata
Sokrates: "Apakah tindak-an menghindari hukum itu benar?" Secara umum, apakah tindakan
atau jenis tindakan dapat dipandang benar dari segi hukum? Atal! apakah wajib menaati
hukum? Manakah dasar untuk menuntut hemailar menati hulkum? Pertanyaan ini menyangkut
dimensi normatif hukum karena jawaban yang muncul dari pertanyaan ini diharapkan
menunjukan dengan jelas apa yang seharusnya menjadi standar atau kriterium untuk
menerima peraturan sebagai hukum (M.P. Golding, 1975: 1-5).

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, istilah filsafat hukum lebih sesuai jika disinonimkan
dengan phylosophy of law atau rechts filosifie. Secara sederhana, filsafat hukum dapat
dikatakan sebagai cabang filsafat yang mengatur tingkah laku atau etika yang mempelajari
hakikat hukum. Dengan kata lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara
filosofi. Menurut Aristoteles, kedudukan filsafat hukum dapat dilihat sebagai berikut :

Dalam ranah ilmu hukum, Meuwissen dalam "Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu
Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum" menyatakan bahwa Filsafat Hukum adalah
tataran abstraksi teoretikal yang peringkat keabstrakannya berada pada tataran tertinggi.
Oleh karena itu, Filsafat Hukum meresapi semua bentuk pengusahaan hukum teoretikal
dan pengusahaan hukum praktikal. Pengusahaan hukum teoretikal adalah kegiatan
menguasai hukum secara intelektual, dengan metode logik- sistematikal, rasional kritikal.
Sedangkan refleksi praktikal adalah kegiatan manusia berkenaan dengan berlakunya
hukum dalam realita kehidupan sehari-hari. Filsafat Hukum meresapi Teori Hukum dan
Ilmu-Ilmu Hukum, oleh karena itu filsafat hukum diklasifikasikan ke dalam ilmu hukum.
Pokok-pokok kajian filsafat hukum meliputi dwi tugas yaitu: Landasan daya ikat hukum
dan landasan penilaian keadilan dari hukum yang disebut norma kritikal.
Ilmu hukum adalah termasuk ilmu praktis, namun kedudukan ilmu hukum menempati
posisi yang istimewa dalam klasifikasi ilmu, karena mempunyai sifat sebagai ilmu normatif
dalam perkembangannya, namun harus dapat menjawab berbagai perkembangan baru di
masyarakat, dan tidak boleh keluar dari nilai-nilai aksiologis yang ada pada filsafat hukum.
Suatu filsafat hukum akan menceritakan kepada kita bagaimana kemunculan dari hukum itu,
bagaimana ia timbul dan ke arah mana yang dituju, asal usul (genetis) dan pertumbuhan serta
tujuan atau fungsi dari hukum.

Di samping itu, banyak persoalan fundamental dalam ilmu hukum, misalnya tentang apa
itu hukum, dasar-dasar bagi kekuatan mengikatnya suatu hukum, apa itu keadilan, apa tujuan
hukum dan lain-lain yang menjadi objek kajian atau fokus di dalam filsafat hukum sehingga
seringkali jawaban- jawaban atau persoalan-persoalan yang terkait erat dengan hukum justru
dijawab secara sistematis oleh filsafat hukum. Hal ini merupakan bukti atau fakta konkret
bahwa filsafat hukum memiliki peran yang penting dan strategis dalam pengembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. Banyak sarjana yang
memberikan definisi filsafat hukum dengan menunjukkan adanya ikatan kuat antara filsafat
hukum dengan ilmu-ilmu hukum antara lain: Satjipto Raharjo.

C. Hubungan Filsafat dan Filsafat Hukum


Filsafat adalah upaya untuk mempelajari dan mengungkapkan penggambaran manusia
didunia menuju akhirat secara mendasar. Objeknya adalah materil dan formal. Objek materi
sering disebut segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada hal ini berarti mempelajari
apa saja yang menjadi isi dalam semesta mulai dari benda mati tumbuhan, hewan, manusia
dan sang pencipta. Selanjutnya obyek ini disebut realita atau kenyataan. Dari objek dimaksud
filsafat ingin mempelajari baik secara fragmental (menurut bagian dan jenisnya) maupun
secara integral menurut keterkaitan antara bagian-bagian dan jenis-jenis itu didalam suatu
keutuhan secara keseluruhan. Hal ini disebut objek formal. (Zainudin Ali, 2008 :P 2).
Sedangkan secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat,
filsafat tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum, Dengan kata lain, filsafat
hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis.

Manusia dijadikan sebagai objek filsafat yang menelaahnya dari berbagai segi, salah satu
di antaranya mengenai tingkah laku manusia disebut filsafat etika, sebagian dari tingkah laku
ini kemudian diselidiki secara mendalam oleh filsafat hukum. Filsafat itu tidak lain adalah
hasil pemikiran manusia tentang tempat sesuatu di alam semesta dan hubungannya dengan isi
alam semesta yang lainnya. Dengan demikian, yang menjadi objek filsafat itu adalah
berbagai hal yang ada di dunia nyata ini.

Hukum merupakan sesuatu yang berkenaan dengan manusia dalam hubungannya dengan
manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup yang disebut masyarakat. Hukum berfungsi
mengatur hubungan pergaulan hidup antara manusia, namun demikian tidak semua perbuatan
manusia itu diperoleh pengaturannya. Hanya perbuatan atau tingkah laku yang
diklasifikasikan sebagai perbuatan hukum yang menjadi perhatiannya.

Filsafat merupakan karya manusia tentang hakikat sesuatu, sedangkan hukum merupakan
sesuatu yang berkenaan dengan manusia, keduanya mempunyai objek yang sama, yaitu
manusia. Ajaran filsafat mengharapkan agar manusia berkarya berupa hakikat sesuatu,
sedangkan jika sesuatu itu yang dimaksud adalah hukum maka yang ditemukan adalah
hakikat tentang hukum, dengan demikian ketemulah hubungan filsafat dengan hukum itu.

Hubungan Filsafat dengan Filsafat Hukum adalah bahwa filsafat itu terdiri dari beberapa
bagian. Salah satu bagian utamanya adalah filsafat moral, yang disebut juga etika. Objek dari
bagian utama ini ialah tingkah laku manusia dari segi baik dan buruk yang khas ditemukan
dalam tingkah laku manusia, yaitu baik atau buruk menurut kesusilaan.

Apabila dipelajari secara cermat, maka pada intinya adalah bahwa :

1. Filsafat hukum itu merupakan cabang dari filsafat, yaitu filsafat etika atau moral.
2. Filsafat hukum yang menjadi objek pembahasannya adalah tentang hakikat atau inti
yang sedalam-dalamnya tentang hukum.
3. Filsafat hukum merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari lebih lanjut setiap
hal yang tidak dapat dijawab oleh cabang ilmu hukum.

Filsafat Hukum berusaha membuat dunia etis yang menjadi latar belakangnya dan
tidak bisa diraba oleh pancaindra manusia dalam menggali ilmu hukum, filsafat hukum
berusaha mencari sesuatu yang dapat menjadi dasar hukum dan etis bagi berlakunya
sistem hukum positif. Filsafat hukum kemudian dijadikan ilmu yang bersifat normatif
untuk berlakunya hukum positif pada suatu masyarakat tertentu, sehingga filsafat hukum
menjadi bidang ilmu tersendiri yang mempelajari hakikat hukum.

Hukum itu menjadi objek kajian filsafat, artinya bahwa dicari makna hukum
sebagaimana tampak dalam hidup kita, pertanyaan filsafat yang berbunyi: Apa makna
hukum, melihat segala yang ada ? Atau Apa makna hukum sebagai hukum ? Dalam
penyelidikan filsafat hukum agar lebih jelas lagi, hukum dapat dipelajari pada dua
tingkat, yaitu :

1. Sebagai hukum yang berkaitan dengan manusia sebagai manusia. Manusia yang
dimaksud di sini adalah bukan manusia dalam arti abstrak melainkan manusia secara
konkret sebagai pribadi. Menyoroti hukum dalam hubungannya dengan manusia secara
demikian tampak bahwa manusia itu merupakan subjek hukum.
2. Sebagai hukum yang berkaitan dengan negara. Semula negara bukan merupakan subjek
hukum, melainkan sejak zaman modern negara merupakan instansi yang tidak bersyarat
bagi ditetapkannya dan dipertahankannya hukum dalam arti yuridis.

Dengan memahami hukum sebagai aturan negara akan dapat memperoleh


kemampuan untuk menilai suatu sistem hukum tertentu di suatu negara, dalam hal ini
juga dapat menggabungkan filsafat hukum dengan ideologi negara, contohnya Pancasila
yang merupakan sumber dari segala sumber hukum tertulis di Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam beberapa literatur filsafat hukum digambarkan sebagai suatu disiplin
modern yang memiliki tugas untuk menganalisis konsep-konsep perskriptif yang
berkaitan dengan jurisprudensi. Istilah filsafat hukum memiliki sinonim dengan legal
philosophy, philosophy of law, atau rechts filosofie. Pengertian filsafat hukum pun ada
berbagai pendapat. Ada yang mengatakan bahwa filsafat hukum adalah ilmu, ada yang
mengatakan filsafat teoretis, ada yang berpendapat sebagai filsafat terapan dan filsafat
praktis, ada yang mengatakan sebagai subspesies dari filsafat etika, dan lain sebagainya.
Penyinoniman istilah di atas, menimbulkan komentar yang lahir dari beberapa
pakar. Penggunaan istilah legal philosophy misalnya dirasakan tidak sesuai atau tidak
sepadan dengan filsafar hukum. Menurut Mochtar Kusumaatmadia, istilah filsafat hukum
lebih sesuai jika disinonimkan dengan philosophy of law atau rechts filosofie. Hal ini
dikarenakan istlilah legal dari legal philosophy sama dengan undang-undang atau resmi.
Jadi kurang tepatlah, jika legal philosophy disinonimkan dengan filsafat hukum. Hukum
bukan undang-undang saja, dan hukum bukan hal-hal yang sama dengan resmi belaka.
Secara sederhana, filsafat hukum dapat dikatakan sebagai cabang filsafat yang mengatur
tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat
hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Kelsen mendekati filsafat
hukum dengan menggunakan pendekatan sebagai seorang positivis yang kemudian
dikenal lahirnya teori hukum murni. Atau Miguel Reale yang me-nvaiikan filsafat hukum
yang kemudian dikenal dengan historisisme ontognoseologis kritis. Atau Hart yang
mengkaji tradisi Wittgenstein dan Austin yang menempatkan hukum sebagai suatu fusi
dua perangkat kaidah. Pertama kaidah yang menetapkan kewajiban dan kedua yang
meyangkut pengakuan dan penyesuaian kaidah pertama.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga penulis
akan lebih focus dan detail lagi dalam menjabarkan tiap-tiap pembahasannya dengan sumber
yang lebih banyak lagi dan bias dipertanggung jawabkan. Untuk saran dapat berupa kritikan
yang bersifat membangun atau masukan terhadap penulisan dan juga untuk bias menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan
DAFTAR PUSTAKA

Antonius Cahyadi, E. F. (2007). Pengantar ke filsafat Hukum. Jakarta: Fajar Interpratama Offset.
Bakhtiar, A. (1997). Filsafat Agama. Jakarta: Logos.
Berling. (1966). Filsafat dewasa ini . Yogyakarta : kanisius .
Cahyadi, A. (2007). Pengantar ke Filsafat Hukum. Jakarta: Fajar Interpratama Ffset.
Hardiman. (2004). Filsafat Modern . Jakarta : Gramedia .
Huijbers, T. (1982). Filsafat dalam lintas sejarah. Yogyakarta : Kanisius .
Ishaq. (2014). Pengantar Ilmu Hukum . Jakarta: Raja Grafindo Persada .
Magee, B. (2008). The Story Of Philoshopy . Yogyajarta : Kanisius Media .
Purnadi Purbacaraka, S. S. (1978). Renungan tentang filsafat hukum . Palembang: Fakultas
Hukum UNSRI.
Rahardjo, S. (1982). Ilmu Hukum . Bandung: Akumni.
Rasyidi, L. (2001). Dasar-dasar filsafat dan teori hukum . Bandung : Citra Aditya Bhakti .
Riyanto, A. (2003). Filsafat Hukum . Bandung : Yapemdo .
Soetikno. (1997). Filsafat Hukum . Jakarta : Pradnya Paramita.
Sukarno Aburaera, M. M. (2013). Filsafat Hukum Teori dan Praktik . Jakarta : Kharisma Putra
Utama .
Ujan, A. A. (2009). Filsafat Hukum . Yogyakarta: Kanisius Media .

Anda mungkin juga menyukai