Anda di halaman 1dari 32

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KEPERAWATAN YANG

MENJAGA KUALITAS ASUHAN KEPERAWATAN, DAN


PASIEN SAFETY

Diajukan sebagai salah satu tugas untuk memenuhi mata kuliah


Sistem Informasi Manajemen Keperawatan
Dosen Pengampu

Murtiningsih, Ns., MKep., Sp., Mat

Disusun Oleh Kelompok 2A:

1. IMAN NURJAMAN NPM : 215121238


2. ELPRIDA NAINGGOLAN NPM : 215121216
3. AYIP SYARIFUDIN NUR NPM : 215121226
4. EGA LESTARI NPM : 215121219
5. LAMTIUR PURBA NPM : 215121235
6. DARMA SIHOMBING NPM : 215121203

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan tugas makalah dengan judul “Sistem Informasi Manajemen
Keperawatan Yang Menjaga Kualitas Asuhan Keperawatan, Dan Pasien
Safety”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Informasi
Manajemen Keperawatan di Magister Keperawatan Universitas Jenderal
Achmad Yani Cimahi. Kelompok menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini
masih belum sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan dan kemampuan yang
kami miliki, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna untuk kesempurnaan tugas ini, tidak lupa juga kami ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Murtiningsih, Ns., MKep., Sp., Mat., selaku dosen pengampu mata kuliah
Sistem Informasi Manajemen Keperawatan.
2. Seluruh Rekan-rekan angkatan 2021/2022, Program Magister
Keperawatan Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi.
3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu yang telah
memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan Tugas Mata Kuliah
Sistem Informasi Manajemen Keperawatan.
Harapan kami semoga tugas makalah ini dapat membantu menambah
pengetahuan dan wawasan serta pengalaman bagi para pembaca. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa membalas budi kebaikan dan menjadikan pahala bagi semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini hingga selesai.
Cimahi,
17 Maret 2023

Kelompok II A

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Makalah................................................................................................ 4
1.3 Manfaat Makalah ............................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................. 5
A. Sistem Informasi............................................................................................ 5
B. Sistem Informasi Keperawatan ............................................................... 6
C. Asuhan Keperawatan............................................................................... 9
D. Electronic Health/ Medical Record............................................................ 10
E. Patient Safety .............................................................................................. 11
F. Isu Patient Safety Dan Teknologi Informasi Kesehatan........................... 14
G. Tindakan Ketika Masalah Keselamatan Pasien .................................... 15
BAB III FENOMENA PELAYANAN KESEHATAN................................. 18
A. Kesalahan Mengidentifikasi Pasien.......................................................... 18
B. Alert Fatigue............................................................................................. 19
C. Kesalahan Medis yang Diinduksi EHR................................................. 20
D. Patient Safety .............................................................................................. 20
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................. 21
A. Asuhan Keperawatan................................................................................. 21
B. Patient Safety............................................................................................ 24
BAB V PENUTUP.............................................................................................25
A. Simpulan..................................................................................................... 25
B. Saran........................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan seperti di

rumah sakit saat ini menjadi isu yang sangat penting dalam memberikan

pelayanan kesehatan yang bermutu. Konsep mutu pelayanan kesehatan

menurut National Health Serνice dan the Institute of Medicine (IOM)

menggunakan konsep mutu pelayanan kesehatan dalam 6 aspek, yaitu

safety, effectiνeness, timeliness, efficiency, equity, dan patient

awareness.

Teknologi informasi merupakan salah satu kunci untuk

meningkatkan keamanan pelayanan kesehatan. To Err Is Human:

Building a Safer Health System, sebuah laporan oleh the Institute of

Medicine (IOM) yang merinci jumlah pasien yang terluka di rumah

sakit, dimana menurut laporan tersebut, lebih banyak orang meninggal pada

tahun tertentu akibat kesalahan medis daripada akibat kecelakaan kendaraan

bermotor, kanker payudara, atau AIDS (Kohn et al., 1999 dalam McBride,

2016). Berdasarkan laporan tersebut, menekankan perlunya teknologi

khusus dirancang untuk mencegah kesalahan medis. Teknologi tersebut

mencakup sistem order entry otomatis, obat-obat yang behubungan

dengan perangkat lunak, dan sistem pendukung keputusan.

1
Memanfaatkan data klinis dari sistem electronic health record

systems (EHR), teknologi seperti ini menjanjikan mengurangi kesalahan

dalam pengambilan keputusan medis yang karena informasi yang tidak

memadai terhadap area keperawatan. Setiap tahun, puluhan juta pasien di

seluruh dunia mengalami keadaan cedera yang menetap atau kematian

akibat perawatan medis yang tidak aman. The Institute of Medicine (IOM)

memprediksikan bahwa 100.000 kematian pertahun terjadi akibat salah

pemberian obat (Kohn, Corrigan & Donaldson, 2000). Bahkan lebih

penting lagi, kita memiliki bukti yang sangat sedikit tentang beban

perawatan yang tidak aman di negara-negara berkembang di mana

mungkin ada risiko lebih besar membahayakan pasien karena keterbatasan

infrastruktur, teknologi dan sumber daya.

WHO mencatat terdapat enam urutan teratas penelitian yang

dibutuhkan untuk menidentifikasi tentang patient safety, yaitu : obat palsu

dan obat yang belum memenuhi standar, kompetensi dan keahlian

yang inadequate, perawatan kehamilan dan kelahiran, health care-

assosiated infectionas, pemberian injeksi yang tidak aman, dan pemberian

transfuse darah yang tidak aman. Transfusi darah yang tidak aman,

diprediksikan memberikan kontribusi terhadap penyebaran HIV sekitar 5-

15%. Studi WHO memperlihatakan bahwa 60 negara tidak memiliki

penapisan terhadap prosedur pemberian transfuse yang aman.

Di United Stated, diperkirakan 44.000-98.000 pasien yang

dirawat setiap tahunnya meninggal akibat kesalahan medis (Institute of

2
Medicine dalam Miller, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh WHO

(2011), pemberian injeksi yang tidak aman, memberikan kontribusi 40% di

seluruh dunia bahwa pemberian injeksi dilakukan tanpa alat yang streril,

beberapan negara bahkan sampai 70% yang. Penelitian tentang pemberian

obat yang merugikan di estimasi 10% terjadi pada pasien dengan perawatan

akut. Meskipun kesalahan hampir tidak dapat dihindari, akan tetapi patient

safety dapat ditingkatkan dan beberapa rumah sakit telah mencanangkan

keamanan sebagai prioritas utama. Salah satu cara untuk meningkatkan

keamanan pasien adalah penggunaan teknologi informasi dalam

pelayanan keperawatan.

Sistem informasi keperawatan diartikan sebagai bagian dari sistem

informasi pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan aspek

keperawatan, khususnya mempertahankan dokumentasi keperawatan

(Malliarow dan Ziga, 2009). Keperawatan menggunakan sistem informasi

dalam rangka mengkaji kondisi pasien, mempersiapkan perencanaan

keperawatan, dokumentasi keperawatan, dan mengontrol kualitas pelayanan

keperawatan. Selain itu teknologi informasi memberikan manfaat terhadap

patient safety dengan meningkatkan komunikasi dan pengambilan

keputusan

Perkembangan ilmu tentan system informasi dan patient safety

telah memberikan perubahan yang besar dalam undang-undang kesehatan

dalam upaya perlindungan terhadap pasien, pelayanan kesehatan

dan struktur organisasi dan standar alat dilengkapi dengan standar prosedur.

3
B. Tujuan Makalah

1. Tujuan Umum

Mampu menganalisa tentang peran sistem informasimanajemen

keperawatan terhadap asuhan keperawatan dan patient safety.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menganalisa tentang sistem manajemen informasi

keperawatan

b. Mampu menganalisa tentang SIM keperawatan terhadap pasien safety

C. Manfaat Makalah

Memberikan informasi bagi organisasi Profesi Perawat dalam

pelaksanaan sistem informasi manajemen keperawatan khususnya terkait

dengan asuhan keperawatan dan pasien safety

4
BAB II

TINJUAN TEORI

A. Sistem Informasi

Sistem Informasi menurut Mcleod (1992), merupakan sistem yang

mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan informasi dari semua sumber

dan menggunakan berbagai media untuk menampilkan informasi.

Sedangkan menurut L. Ackof dalam Eti (2011), sistem adalah setiap

kesatuan secara konseptual atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian yang

saling mempengaruhi, system merupakam bagian-bagian yang beroperasi

secara bersama-sama untuk mencapai beberapa tujuan (Gordon B. Davis,

1995).

Salah satu klasifikasi informasi adalah sebagai system terbuka dan

tertutup. System terbuka adalah system yang dipengaruhi lingkungan,

sedangkan system tertutup yaitu sebuah system yang memiliki

sasaran, pengendalian mekanis dan umpan balik (Raymond, 2009). Kedua

jenis system ini dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 Open loop System (Sistem terbuka)

5
Gambar 2.2 Close loop System (Sistem tertutup)

Informasi menurut Budi Sutedjo dalam Eli (2011), yaitu merupakan hasil

pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen system tersebut menjadi

bentuk yang mudah dipahami dan merupakan pengetahuan yang relevan dan

dibutuhkan dalam pemahaman fakta-fakta yang ada

B. Sistem Informasi Keperawatan

Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu

informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen

dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk

mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Callie, 2010). Sistem informasi

berbasis computer ini akan mengidentifikasi berbagai macam kebutuhan

pasien, mulai dari dokumentasi asuhan keperawatan, dokumentasi

pengobatan, sampai perhitungan keuangan yang harus dibayar oleh pasien

terhadap perawatan yang telah diterima.

Sedangkan menurut ANA dalam Callie (2010) system informasi

keperawatan berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan menggunakan

data, informasi dan pengetahuan tentang standar dokumentasi, komunikasi,

6
mendukung proses pengambilan keputusan, mengembangkan dan

mendesiminasikan pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan

efisiensi asuhan keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan

kesehatan yang diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu

organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen yang ada sehingga dapat

dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna, akurat,

terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi.

Perawat menggunakan sistem informasi keperawatan dengan tujuan untuk

mengkaji pasien secara jelas, menyiapkan rencana keperawatan,

mendokumentasikan asuhan keperawatan, dan untuk mengontrol kualitas asuhan

keperawatan. Perawat dapat memiliki pandangan terhadap data secara terintegrasi

(misalnya integrasi antara perawat dan dokter dalam rencana perawatan pasien).

Manfaat sistem informasi dalam keperawatan menurut Malliarou &

Zyga (2009) adalah sebagai berikut :

1. Lebih banyak waktu dengan pasien dan lebih sedikit waktu di nurse

station

2. Mengurangi penggunaan kertas

3. Dokumentasi keperawatan secara automatis

4. Standar yang sama dalam perawatan (proses keperawatan)

5. Mengurangi biaya

6. Kualitas pelayanan keperawatan dapat di ukur

7
Frank Dobson dalam Iwan (2008) mendefinisikan clinical governance

sebagai "the best care for all patients eνerywhere" atau pelayanan yang

terbaik untuk semua penderita, di manapun berada. Dalam definisi NHS di

atas, ada 4 pilar utama dari clinical goνernance, yaitu :

1. Accountability. Di sini mengandung arti bahwa setiap upaya medik yang

dilakukan, apapun bentuknya, mulai dari diagnosis hingga terapi dan

rehabilitasi, harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah berdasarkan

bukti-bukti ilmiah yang mutakhir dan valid (current best eνidence).

2. Continuous quality improνement (CQI), yaitu bahwa pelayanan kesehatan

harus senantiasa ditingkatkan mutunya secara berkesinambungan. Setiap

komponen yang terlibat dalam proses pelayanan kesehatan haruslah

mampu untuk senantiasa mengupdate ilmu, pengetahuan, dan

ketrampilannya untuk menjamin bahwa mutu pelayanan kesehatan yang

diberikan telah sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen.

3. High standard of care. Pesan ini mengindikasikan bahwa setiap upaya

medik haruslah dilaksanakan menurut standar pelayanan yang tertinggi.

Oleh sebab itu setiap unit pelayanan kesehatan harus memiliki berbagai

standard, mulai dari standard operating procedure (SOP) hingga Eνidence-

based clinical practice guideline. Hal ini untuk menjamin bahwa

pelayanan yang diberikan adalah yang terbaik untuk pasien

4. Menciptakan lingkungan yang dapat mendorong terlaksananya pelayanan

klinik yang sempurna (excelence clinical care). Dalam konteks ini maka

National Health Serνice (NHS) mengisyaratkan agar setiap unit

8
pelayanan kesehatan yang ada mampu memfasilitasi setiap upaya pelayanan

medik yang paling efficacious, aman dan berorientasi pada keselamatan

pasien.

C. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses sistematis, terstruktur, dan

integratif dalam badan keilmuan keperawatan. Asuhan ini diberikan melalui

metode yang disebut proses keperawatan, yang dituangkan dalam sistem

pencatatan dan pendokumentasian atau dalam istilah rumah sakit lebih dikenal

dengan nama rekam medis (medical record).

Dalam dokumentasi keperawatan, perawat dapat mengumpulkan data dari

berbagai sumber yang kemudian akan dianalisa dan di integrasikan untuk

memformulasikan rencana tindakan keperawatan, implementasi, evaluasi respon

pasien terhadap implementasi dan merupakan cara berkomunikasi dengan tim

kesehatan yang lain. Dokumentasi keperawatan merupakan catatan legal yang

berisikan semua catatan lengkap pasien, yang menjelaskan tentang penyakit,

pengobatan dan perawatan yang dilakukan pasien. Dengan adanya dokumentasi

ini menunjukan kualitas pelayanan keperawatan, memastikan keberlanjutan

asuhan keperawatan dan merupakan data yang dapat digunakan untuk

keperluan riset dan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan kesembuhan

pasien (Murphy, 2010). Tujuan Dokumentasi, Keperawatan menurut

Potter adalah sebagai berikut :

1. Sebagai alat komunikasi anggota tim

2. Sebagai bahan pendidikan bagi perawat

9
3. Merupakan sumber data dalam penyusunan nursing care plan

4. Sebagai audit keperawatan

5. Merupakan dokumen yang legal tindakan asuhan keperawatan

6. Sebagai rujukan untuk bahan penelitian

Menurut Wraa (2010) prinsip-prinsip dokumentasi yang baik harus

meliputi:

1. Data kesehatan pasien harus dituliskan secara lengkap, jelas dan tidak

menimbulkan keragu-rauan untuk tenaga kesehatan lain

2. Mencantumkan catatan waktu dan tempat tindakan dilaksanakan.

3. Adanya inform consent untuk tindakan yang akan dilakukan baik itu

tindakan medis ataupun tindakan keperawatan. form inform consent ini

merupakan aspek legal apabila suatu hal harus dipertanggungjawabkan

secara hukum.

D. Electronic Health/ Medical Record

Electronic health/medical Record (EHR) merupakan suatu sistem

komputerisasi yang diadakan untuk memberikan kemudahan

pendokumentasian pasien yang mudah di akses secara universal, aman dan

merupakan bentuk pelayanan kesehatan secara efektif (Wraa, 2010).

Sistem ini diadakan untuk merekam data yang bersifat sangat pribadi dan

menjadi salah satu informasi penting yang wajib menyertai seseorang

kemanapun dia pergi. Kepemilikan informasi tersebut merupakan

kepentingan dasar seorang pasien dan tidak boleh dirahasiakan dari seorang

pasien oleh sebuah institusi kesehatan manapun, karena informasi tersebut

10
adalah hak pribadi pasien. EHR ini merupakan sistem komputerisasi yang

melibatkan pendokumentasian treatmen yang dilakukan oleh dokter,

dokumentasi keperawatan, pengkajian untuk pasien-pasien resiko tinggi

dan alat (tools) dokumentasi (Dowding et al, 2011).

Didalam EHR, terdapat beberapa komponen pencatatan yang

meliputi: yang pertama adalah electronic patient record (EPR) merupakan

data pencatatan kesehatan pasien yang terdapat di pasien, yang kedua

adalah electronic medical record (EMR) merupakan data kesehatan yang

terdapat atau yang dilakukan oleh dokter dan yang terakhir adalah electronic

nurse record (ENR) merupakan sistem pencatatan yang dilakukan oleh

perawat. Ketiga komponen tersebut akan saling mendukung dalam

pelaksanaan EHR (Dowding et al, 2011).

E. Patient Safety Dalam Keperawatan

Untuk mencapai asuhan keperawatan yang berkualitas, menurut

Hasting G dalam Pabuti (2011) ada delapan langkah yang bisa dilakukan

untuk mengembangkan budaya Patient safety antara lain :

1. Put the focus back on safety

Setiap staf yang bekerja di rumah sakit pasti ingin memberikan

yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien

ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan,

patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau

unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO rumah sakit yang terlibat

dalam safer patient initiatiνes di Inggris mengatakan bahwa tanggung

11
jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka

memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus

patient safety di dalam rumah sakit

2. Think small and make the right thing easy to do

Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin

membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan

memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih

mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.

3. Encourage open reporting

Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah

adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan

manajer rumah sakit harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.

Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya

dengan mencatat tindakantindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi

terbuka mengenai insideninsiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran

bagi semua staf.

4. Make data capture a priority

Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk

mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu.

Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas

dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat

dari penerapan patient safety.

12
5. Use systems-wide approaches

Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab

individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung

yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan

peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi

jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam

sistem yang berlaku di rumah sakit, maka peningkatan yang terjadi hanya

akan berumah sakitifat sementara.

6. Build implementation knowledge

Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk

mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program.

Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan

kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan

keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran

dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah

menjadi bagian dalam budaya kerja

7. Inνolνe patients in safety efforts

Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti

dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin

masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan

masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu

bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien

bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa

13
masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?

8. Deνelop top-class patient safety leader

Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk

pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling

menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam

lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam.

Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan

komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya

patient safety. Seringkali rumah sakit harus bekerja dengan konsultan

leaderumah sakithip untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan

komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota

tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan

anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.

F. Isu Patient Safety Dan Teknologi Informasi Kesehatan

Pada tahun 2011, Komite IOM untuk Teknologi Informasi

Keselamatan dan Kesehatan Pasien merilis laporan berjudul Health IT dan

Patient Safety: Building Safer Systems for Better Care (IOM, 2011).

Laporan tersebut menguraikan pengamatan potensi kesalahan Teknologi

Informasi Kesehatan, menyimpulkan bahwa beberapa faktor harus

dipertimbangkan dengan penerapan untuk mencegah kesalahan ini terjadi.

Faktor-faktor tersebut meliputi:

1. Strategi implementasi (perkembangan cepat atau lambat menjadi EHR)

14
2. Pengaruh pengguna akhir mengenai konfigurasi EHRs dan

pelatihan dokter

3. Alur kerja menggunakan catatan kertas versus sistem elektronik baru

4. Ketersediaan data untuk analisis kualitas (IOM, 2011)

G. Tindakan Ketika Masalah Keselamatan Pasien dan Asuhan

Keperawatan Pada Teknologi Informasi Kesehatan Muncul

1. Pengumpulan dan Pelaporan Data

Berkenaan dengan kesalahan manajemen dan pencegahan dalam

perawatan kesehatan, pengumpulan dan pelaporan data merupakan

komponen utama. Seperti halnya dengan upaya peningkatan kualitas

apa pun keakuratan, konsistensi, dan kemutakhiran data dan pelaporan

sangat penting. Di sepanjang garis itu, ada tingkat pelaporan

yang akan dipertimbangkan.

2. Tingkat Pelaporan

Pelaporan PSO adalah yang paling pribadi dari semua pelaporan

untuk informasi pemberian perawatan kesehatan. The Agency for

Healthcare Research and Tuality (AHRQ) bertugas mengelola

ketentuan Undang-Undang Keselamatan Pasien terkait ke PSO.

Situs AHRQ memiliki banyak informasi tentang PSO: www.pso

.ahrq.gov :

a. Tujuan utama dari PSO adalah melindungi informasi yang

dilaporkan dalam lingkungan yang aman tempat dokter dan

organisasi perawatan kesehatan dapat mengumpulkan,

15
menggabungkan, dan menganalisis data untuk "mengurangi risiko

dan bahaya perawatan".

b. Daftar lengkap PSO yang terdaftar di AHRQ tersedia di situs web

AHRQ. Kongres mengesahkan Undang-Undang Peningkatan

Keselamatan dan Kualitas Pasien tahun 2005. Untuk membaca

Undang-Undang Keselamatan Pasien, kunjungi :

www.pso.ahrq.gov/statute/pl109-41.htm.

c. Undang-Undang Keselamatan Pasien dan Aturan Keselamatan

Pasien mengizinkan pembuatan PSO untuk meningkatkan kualitas

dan keamanan melalui pengumpulan dan analisis data tentang

kejadian pasien.

d. PSO melindungi data dan memungkinkan agregasi dan analisis

untuk menentukan pola dan tren sehingga masalah keselamatan

pasien nasional dapat diatasi.

e. PSO memiliki format pelaporan standar untuk beberapa jenis

kejadian, termasuk format pelaporan baru untuk perangkat medis &

HIT.

f. Blog situs web publik menawarkan lebih banyak pelaporan publik

tentang informasi penyampaian perawatan kesehatan. Mereka

tersedia untuk sebagian besar pemirsa yang menjelajah Internet.

Informasi di situs tersebut dapat dianggap relevan tetapi terbatas

sebagai sumber referensi yang valid. Kutipan dari blog di situs

www.healthsystemCIO.com adalah perwakilan dari komentar publik

16
dibuat tentang kesalahan dalam penggunaan HIT. Baik informasi

yang mengidentifikasi pasien maupun penyedia tidak digunakan,

tetapi orang dapat memahami besarnya kesalahan dan yang terkait

peran HIT

17
BAB III

FENOMENA PELAYANAN KESEHATAN

A. Kesalahan Mengidentifikasi Pasien

Kesalahan mengidentifikasi pasien merupakan kesalahan HIT yang

paling umum dan paling mengkhawatirkan. Temuan terbaru oleh ONC

menunjukkan bahwa Electronical Health Record (EHR) umumnya

membantu patient safety dan mempermudah proses pemesanan tes dan obat-

obatan, tetapi 15% dokter mengatakan bahwa EHR menyebabkan mereka

memilih obat yang salah atau urutan lab dari daftar atau menyebabkan

kesalahan pengobatan potensial (Bresnick, 2014).

Tidak ada industri konsensus tentang konfigurasi EHR yang paling

aman dalam hal mengidentifikasi pasien kelolaan. Misalnya, ada perdebatan

tentang berapa banyak catatan pasien yang seharusnya diizinkan terbuka di

EHR pada satu waktu. Survei Montefiore Medical Center baru-baru ini

ditemukan bahwa 83,5% kepala petugas informasi medis menggunakan

sistem CPOE yang memungkinkan lebih banyak dari satu catatan pasien

terbuka pada satu waktu, tetapi beberapa organisasi kemudian mengubah

sistemnya pengaturan untuk memungkinkan dokter melihat hanya satu

catatan (Bresnick, 2014).

Panduan SAFER (faktor jaminan keamanan untuk ketahanan

EHR) telah menunjukkan bahwa banyak prinsip keselamatan harus

dipertimbangkan untuk identifikasi pasien yang benar. Daftar pedoman

18
untuk EHR termasuk menampilkan dasar-dasar seperti nama belakang,

nama depan, tanggal kelahiran (dengan usia yang dihitung), jenis kelamin,

dan nomor rekam medis, tetapi memiliki foto pasien terbaru juga

direkomendasikan (HealthIT.gov, 2014).

B. Alert Fatigue

Sistem EHR sering kali mencakup fungsi pendukung keputusan

seperti interaksi obat-obat, dosis obat, lab obat, dan peringatan

kontraindikasi. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi "kelelahan

peringatan" (memilih untuk mengabaikan peringatan) sebagai kondisi

umum di antara petugas kesehatan yang menggunakan EHR dengan

dukungan keputusan. Panduan SAFER memberikan tinjauan literatur

penelitian yang relevan, yang menunjukkan bahwa sebagian besar lansiran

diganti. Beberapa opsi remediasi tersedia (HealthIT.gov, 2014).

Pilihan pertama adalah menonaktifkan peringatan sepenuhnya.

Pendekatan yang lebih terukur mungkin dengan mengumpulkan panel

dokter lokal untuk menentukan peringatan mana yang harus dilakukan

dinyalakan. Pendekatan paling sukses yang diidentifikasi dalam literatur

adalah menerapkan peringatan berjenjang (misalnya, ringan, sedang, parah).

Shah dan rekannya menemukan bahwa pendekatan semacam ini secara

signifikan meningkatkan tingkat penerimaan peringatan dukungan

keputusan (Shah et al., 2006). Hal yang dipelajari adalah bahwa peringatan

dukungan keputusan interupsi dapat menjadi sumber utama dari pengguna

dan in-efisiensi sistem, dan pertimbangan yang cermat harus diberikan pada

19
jenis dan frekuensi peringatan yang termasuk dalam sistem pendukung

keputusan (HealthIT.gov , 2014).

C. Kesalahan Medis yang Diinduksi EHR

Kesalahan medis yang diinduksi EHR telah dipelajari secara

ekstensif. Telah dicatat bahwa mereka dapat terjadi karena alasan seperti:

1. Antarmuka yang tidak mentransfer data lengkap dari satu sistem ke

sistem lain, atau dari perangkat medis ke EHR

2. Kurangnya koordinasi di antara sistem yang berbeda (misalnya,

sistem gawat darurat yang memiliki rangkaian perintah berbeda dari

pasien yang sama)

3. Tidak cukup data pada satu layar (mis., Ruang untuk hanya lima obat

pada satu waktu ketika pasien umum mungkin berusia 15)

4. Nomenklatur yang tidak konsisten antara sistem (misalnya, memanggil

obat atau diagnosis dengan nama yang berbeda dalam sistem yang

berbeda; Gardner, 2010)

20
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada telaah jurnal ini memberikan gambaran bahwa Medical error

terjadi bisa disebabkan control yang kurang terhadap suatu system pelayanan

terutama yang terjadi di rumah sakit. Hal ini dapat dihindari sebagai upaya

pemberian asuhan keperawatan serta perlindungan terhadap keselamatan pasien/

patient safety yang dapat menyebabkan keadaan pasien yang merugikan baik

yang bersifat kecacatan atau kematian.

A. Asuhan Keperawatan

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan upaya menjaga kualitas

Asuhan Keperawatan

1. Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Dengan Integrated

Clinical Pathway Terhadap Mutu Pelayanan Keperawatan Jayanti dan

Hariyati (2017). Dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk

mengetahui pengembangan sistem informasi manajemen dengan

Integrated Clincal Pathway terhadap mutu pelayanan keperawatan di

Rumah Sakit. Pada penelitian ini disebutkan mengapa rumah sakit mulai

mengaplikasikan ICP dalam pemberian pelayanan kesehatan untuk

pasien, sebab pemakaian ICP mempunyai kelebihan diantaranya:

a. ICP adalah format pendokumentasian dari multidisiplin ilmu.

Format ini bisa memberikan penghematan dalam pencatatan,

menghindari duplikasi penulisan, sehingga menghindari

21
kemungkinan kesalahan komunikasi dalam tim kesehatan saat

merawat pasien.

b. Meningkatkan pengetahuan dan kompetensi dari tim multidisplin

saat berkomunikasi dengan pasien.

c. Memiliki standarisasi outcome berdasarkan lamanya hari rawat,

maka akan teraih effectiνe cost dalam perawatan pasien.

d. Dapat mengeskalasi kepuasan pasien sebab pengimplementasian

discharge planning lebih jelas sehingga mampu meningkatkan

mutu pelayanan

2. Pediatric growth chart into an electronic health record

system (Rosenbloom et al., 2006). Dalam penelitian ini peneliti

mencoba mengintegrasikan grafik pertumbuhan pada anak-anak

ke dalam suatu laporan secara elektronik pada

beberapa area keperawatan anak. Keperawatan anak yang

memiliki fokus pada pertumbuhan dan perkembangan anak

dalam konteks keluarga, sehingga electronic health record

(EHR) diharapkan memiliki fungsi yang baik dalam mencapai

tujuan ini dengan meningkatkan kesiapan, kejelasan dan akurasi

informasi tentang pasien sehingga dapat meningkatkan efisiensi

dan mengurangi tingkat kesalahan. Selain itu karena komponen

penting dalam keperawatan anak adalah mengkaji pertumbuhan

untuk melihat status nutrisi dan kesehatan secara umum, maka

EHR diharapkan dapat mendukung dalam monitoring

22
pertumbuhan anak.

3. Penelitian Dowding et al (2011), tujuan dari pemberlakuan

EHR pada banyak rumah sakit ini adalah untuk untuk

mengevaluasi dampak implementasi EHR terhadap proses dan

hasil asuhan keperawatan. EHR ini di implementasikan pada

rumah sakit-rumah sakit yang memiliki angka kejadian pressure

ulcer (decubitus) dan jatuh (falls) yang cukup tinggi. Berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa, dengan

adanya sistem EHR ini dapat menurunkan angka kejadian

pressure ulcer 84% dan pasien jatuh sebesar 61%. Berdasarkan

hasil diatas didapatkan bahwa dengan sistem EHR dapat secara

signifikan mengurangi angka kejadian pressure ulcer dan pasien

jatuh, karena dengan dokumentasi yang sudah tersistem dengan

baik akan lebih memudahkan perawat untuk memonitor

keadaan pasien dan melakukan intervensi secara adekuat sesuai

dengan kebutuhan pasien.

B. Patient Safety

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan upaya patient safety

1. Penelitian yang dilakukan Adelman (2013), sebuah studi

menggunakan alat pengukuran "retract-and-reorder" digunakan

untuk memperkirakan frekuensi pesanan elektronik pasien yang

salah. Kemudian digunakan untuk memperkirakan frekuensi

pemesanan elektronik pasien yang salah di empat rumah sakit pada

23
tahun 2009. Dengan menggunakan alat ini, diperkirakan 5.246

pemesanan elektronik dilakukan pada pasien yang salah. Dua jenis

identitas alat manajemen digunakan untuk mempelajari dan

mengurangi situasi ini. Salah satunya adalah ID-verifikasi dan yang

lainnya adalah ID-reentry. Hasil menunjukkan bahwa, dibandingkan

dengan kelompok kontrol, ID-verifikasi mengurangi kemungkinan

merawat pasien yang salah dengan besaran yang lebih besar (rasio odds

= 0,60, interval kepercayaan 95%, 0,50 hingga 0,71; Adelman et al.,

2013). Temuan ini menunjukkan bahwa tantangan identifikasi pasien

ada dan bahwa penelitian dapat mengarah pada hasil yang lebih baik

(Adelman et al., 2013)

2. Penelitian yang dilakukan Albert S. Chan, dkk (2010). Pelaksanaan

system informasi yang dilakukan oleh perawat dalam memberikan

rekomendasi kepada dokter pemberian obat yang dilakukan oleh dokter,

perawat memiliki alasan mengapa dalam sistem pendukung keputusan

berbasis computer penting untuk ke dalam alur kerja klinis:

a. Hilang data yang mengarah ke rekomendasi dari obat yang

kontraindikasi.

b. Potensi interaksi obat dengan obat lain yang dianjurkan yang

telah diresepkan untuk pasien.

c. Ketidakakuratan dalam logika program yang dapat

menyebabkan rekomendasi yang salah.

d. Potensi bahaya akibat penggantian dokter sehingga dokter

24
memberikan obat yang berbeda sehingga dengan penggunaan

diperlukan sistem pendukung keputusan (misalnya, menyerukan

sistem pendukung keputusan untuk hipertensi ketika hipertensi

bukan prioritas klinis untuk kunjungan tersebut).

e. Para dokter-pengguna memiliki kesenjangan pengetahuan yang

secara langsung relevan dengan rekomendasi sistem

pendukung keputusan (misalnya, mempromosikan penggunaan

obat secara bersamaan pedoman direkomendasikan tanpa

memberikan informasi tentang batas dosis).

f. Dokter hanya mengandalkan sistem bahwa sistem akan

mengingatkan mereka untuk semua masalah.

g. Potensi data overload

h. Sistem itu tidak dirancang untuk menangani pemberian obat,

sehingga akan sangat penting ditambahkan dengan kolom

rekomendasi, karena system computer tersebut belum memiliki

system terhadap interaksi antar obat.

25
Gambar 4.1

Gambaran Catatan Medical Record Pasien Tentang Kolom Rekomendasi Yang


Dilakukan Perawat Dalam Pemberian Obat Yang Diberikan Dokter

26
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendokumentasian sangat penting untuk dilakukan oleh seluruh

tenaga kesehatan yang langsung maupun tidak langsung berhubungan

dengan pasien. Keadaan medical error sangat mempengaruhi terhadap

pasien safety, sehingga diperlukan suatu kebijakan yang diambil oleh

pemerintah dan rumah sakit untuk melindungi masyarakat. Bukan saja

menimbulkan cedera tetapi dapat resiko kematian.

Beberapa alternatif penyelesaian masalah yang berhubungan dengan

dokumentasi yang kurang efektif. Pertama, memberikan informasi kepada

pasien tentang prosedur pemberian obat sehingga pasien maupun petugas

melakukan aspek legal, mempertahankan keakuratan data dan

mempertahankan kondisi lingkungan yang kondusif. Kedua, adalah dengan

mengembangkan system informasi dan pendokumentasi secara elektronik,

sehingga memudahkan dan informasi terhadap mutlidisiplin terutama

dengan melakukan control terhadap pemberian obat terhadap pasien, dimana

perawata melakukan fungsi advocacy terhadap resiko medical error dengan

menuliskan rekomendasi dalam catatan pasien di computer. Hasil yang

diharapkan dengan system informasi dapat meningkatkan mutu pelayanan di

rumah sakit, sehingga medical error dapat dihindari.

27
B. Saran

Untuk memaksimalkan penggunaan sistem informasi keperawatan

secara komprehensif diharapkan agar :

1. Perawat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terkait sim

keperawatan patient safety dalam keperawatan.

2. Untuk meminimalkan medical error, gunakan sistem informasi

yang spesifik untuk tiap keperawatan.

3. Meningkatkan praktik berdasarkan pembuktian ilmiah (Eνidence-

based practice)

4. Menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan sistem

informasi dengan baik sebelum menggunakan system tersebut.

5. Meningkatkan kemampuan leadership dalam keperawatan

28
DAFTAR PUSTAKA

Agency for Healthcare Research and Quality. (2014). What is a PSO?


Retrieved from http://www.pso .ahrq.gov/faq#WhatisaPSO.
Albert S. Chan, Susana B. Martins, Robert W. Coleman, dkk.(2010). Post-
fielding Surνeillance of a Guideline based Decision Support System.
Advances in
Bresnick, J. (2014). AHRQ studies “wrong patient” EHR errors to improve
safety.
Dowding et al. (2011). The impact of an electronic health record on nurse
sensitive patient outcomes: an interrupted time series analysis, Journal of
American Medical informatics association. www.Proquest.com
HealthIT.gov. (2014b). SAFER guide: Understanding unintended
consequences, example 15: Responding to alert fatigue (No.
SAFER2014af). Washington, DC: Author. Retrieved from
http://www.healthit .gov/unintended-consequences/content/example-15-
responding-alert- fatigue.html.
Jayanti, Lia Dwi., Hariyati, Rr. Tutik Sri. (2017). Pengembangan Sistem
Informasi Manajemen Dengan Integrated Clinical Pathway Terhadap
Mutu Pelayanan Keperawatan. Universitas Indonesia. Vol. 2, No. 2
Februari 2020
McBride, Susan., Tietze Mari. (2016). Nursing informatics for the advanced
practice nurse : patient safety, quality, outcomes, and interprofessionalism.
Springer Publishing Company, LLC
Miller, M.R., Takata, G., Stucky, E. R., Neuspiel, D.R. (2011). Principles of
Pediatric Patient safety: Reducing Harm Due to Medical Care.
Pediatrics, l27,ll99.
Roenbloom, S.T., et al. (2006). Implementing Pediatric Growth Chart into an
Electronic Health Record System. Journal of the American Medical
Informatic Association, νolume l3 Number 3.
WHO (2011) Building Standard-Based Nursing Information Systems; Pan
American Health Organization, World Health Organization Diνision
of Health Systems and Serνices Deνelopment
Wraa, Cheryl. (2009). Nursing Documentation, Mosby Inc Studi

29

Anda mungkin juga menyukai