Anda di halaman 1dari 11

PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA

DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR


PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2012-2013

CLUSTERING CITY/COUNTY IN EAST JAVA PROVINCE BASED ON


SUISTAINABLE DEVELOPMENT INDICATORS 2012-2013

Ricky Yordani dan Sugiarto 1 2

Pusat Kajian Metodologi dan Komputasi Statistik, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
1

Email: yordani@stis.ac.id
1

Jurusan Statistika, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik


2

Email: soegie@stis.ac.id
2

ABSTRACT
The Regional Development Unit (RDU) strategy followed by the service center of each RDU used by the
Provincial Government of East Java stated in its local regulations about Spasial Plan is suspected to be unable to
reflect the real conditions. This study examines whether the indicators of development results, using the 2012-2013
Sustainable Development Indicators, can form a clustering or polarization of development in East Java Province.
The study indicates the absence of any proper alignment between the service center Satuan Wilayah Pembangunan
(SWP) and the growth clusters. This study concludes cities and some counties than can be implemented as service
centers are those with high development indicators. Based on Sustainable Development Indicators, this study
classifies growth of of cites/regencies in East Java and provides indicators in forming each city/regency cluster in
East Java for the period of 2012 and 2013.
Keywords : East Jatim RDU, SOM, PCA, cluster, suistainable development indicator
JEL Classification: Q01, C38, R11

ABSTRAK
Strategi pembentukan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) yang diikuti dengan dibentuknya pusat layanan
dari masing-masing SWP oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur yang tertuang di dalam Peraturan Daerah
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) diduga belum sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Penelitian ini mempelajari
apakah indikator-indikator hasil pembangunan berkelanjutan 2012-2013 selama ini telah membentuk pengklasteran
pembangunan pada Provinsi Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan belum adanya kesesuaian yang tepat
antara pusat layanan SWP dengan klaster pertumbuhan yang terbentuk. Selain itu juga penelitian ini menyimpulkan
bahwa beberapa kota dan kabupaten yang dapat dijadikan pusat layanan di Provinsi Jawa Timur, adalah daerah yang
memiliki indikator pembangunan tinggi. Berdasarkan tingkat pencapaian dari Indikator Pembangunan Berkelanjutan,
penelitian ini dapat mengklasifikasikan pertumbuhan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dan juga memberikan
hasil indikator penyusun dalam pembentukan di masing-masing klaster kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
untuk 2012 dan 2013.
Kata Kunci : SWP Jawa Timur, SOM, AKU, cluster, indikator pembangunan berkelanjutan
Klasifikasi JEL: Q01, C38, R11

17
PENDAHULUAN sosial, lingkungan, maupun kelembagaan secara
berimbang dan terintegrasi (BPS, 2015). Selama
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang
ini untuk mengukur perkembangan antara satu
pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian
wilayah dengan wilayah lainnya, hanya dilihat
usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana
berdasarkan satu indikator ekonomi dalam satu
dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa,
wilayah saja, belum diukur keterkaitan dan
negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam
pengaruh antar wilayah satu dengan yang lainnya
rangka pembinaan bangsa (nation building)”.
serta hubungannya seperti yang dinyatakan dalam
Sedangkan Kartasasmita (1994) dikutip dalam
teori Hinterland bahwa wilayah sekitar kota
Mahmudah (2015) memberikan pengertian yang
berfungsi sebagai pemasok kebutuhan kota.
lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses
perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya Keadaan geografis dan potensi sumber
yang dilakukan secara terencana”. Seiring dengan daya daerah yang berbeda-beda menyebabkan
hal tersebut, hakikat tujuan utama dari pelaksaaan perbedaan kondisi ekonomi pada wilayah
pembangunan adalah ingin meningkatkan tersebut. Contohnya suatu daerah yang
kesejahteraan masyarakat dengan cara memenuhi memiliki potensi dan sumber daya yang tinggi,
kebutuhan dan aspirasi mereka (BPS, 2015). biasanya akan menjadikan daerah tersebut
menjadi pusat perekonomian diantara daerah
Pembangunan suatu wilayah biasanya
sekitarnya. Aktivitas yang dilakukan daerah
digambarkan oleh pembangunan ekonomi,
pusat perekonomian ini akan menggerakkan
yang direfleksikan oleh pertumbuhan ekonomi,
dan memacu pembangunan, yang secara tidak
dan peningkatan kondisi sosialnya. Ketika
langsung berdampak pada kemajuan daerah
pembangunan wilayah tersebut berhasil maka
tersebut dan daerah sekitarnya.
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
meningkat dan kondisi sosial semakin baik. Aktivitas kegiatan ekonomi pada daerah
sebagai pusat pertumbuhan akan memberikan
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari
dampak yang luas (spread effect) dan dampak
pertumbuhan ekonomi, karena sesungguhnya
ganda (multiple effect) pada wilayah sekitarnya,
pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari
atau dengan kata lain, wilayah yang menjadi pusat
pembangunan ekonomi. Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi akan membuat wilayah
beberapa ahli berpendapat bahwa pertumbuhan
di sekitarnya juga mengalami peningkatan
ekonomi bisa dijadikan sebagai salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi.
untuk melihat pembangunan suatu wilayah.
Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di suatu Konsep kutub pertumbuhan sebagai model
wilayah maka semakin cepat pula pembangunan perencanaan operasional, yang menggambarkan
ekonomi dan pembangunan di wilayah tersebut. kondisi di mana pertumbuhan di suatu wilayah
Namun beberapa ahli lain berpendapat berbeda, akan menjadi faktor pemicu kenaikan pertumbuhan
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tidak untuk wilayah lainnya, dengan menggunakan
selalu memberikan dampak yang positif terhadap indikator pembangunan berkelanjutan belum
pembangunan, karena dapat terjadi beberapa banyak digunakan. Oleh karena itu, konsep
permasalahan yang muncul dari pembangunan yang dapat menggambarkan klasifikasi daerah
dan pertumbuhan ekonomi tersebut. berdasarkan teori kutub pertumbuhan dan
pembangunan berkelanjutan sangat diperlukan
dalam rangka mengambil kebijakan pada
Pembangunan Berkelanjutan Sebagai perencanaan ekonomi regional.
Dasar Kutub Pertumbuhan
Provinsi Jawa Timur membentuk Satuan
To l o k u k u r p e m e c a h a n p e r m a s a l a h a n Wilayah Pengembangan (SWP) dengan setiap
pembangunan dapat didekati dengan konsep SWP diarahkan mempunyai fungsi wilayah
pembangunan berkelanjutan. Konsep ini sesuai dengan potensi wilayah masing-masing
mengusung pembangunan yang bersifat yang dituangkan dalam Perda No.2/2006 tentang
holistik, yang mempertimbangkan segala aspek RTRW. Berdasarkan SWP tersebut Pemda Provinsi
pembangunan secara sekaligus baik ekonomi, Jawa Timur ingin memeratakan pembangunan dan

18 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


pertumbuhan ekoonomi melalui pusat pelayanan dari perusahaan yang letaknya saling berdekatan
di masing-masing SWP. (Kuncoro, 2002) dikutip dalam Pambudi
Penelitian ini dimaksudkan untuk (2013). Tujuan dasar dari aglomerasi atau teori
melihat apakah terdapat pengklasteran atau konsentrik adalah untuk mengintegrasikan
pengelompokan pembangunan pada Provinsi kelompok-kelompok usaha, sehingga dalam
Jawa Timur berdasarkan Indikator Pembangunan lokasi tersebut diharapkan mampu menarik
Berkelanjutan. Apakah pola pengklasteran yang sekaligus memunculkan usaha-usaha lain.
terbentuk sesuai dengan rencana atau strategi Teori aglomerasi dan kutub pertumbuhan
pembangunan dari Pemda Provinsi Jawa Timur? setidaknya mengindikasikan adanya efek dalam
Selain itu, dilihat juga variabel-variabel yang setiap pembangunan kegiatan ekonomi suatu
memengaruhi pola pengklasteran/ pengkutuban wilayah yang akan mengakibatkan wilayah
yang terbentuk. ekonomi sekitarnya menjadi ikut berkembang.
Visualisasi adanya perbedaan pertumbuhan antara
TINJAUAN PUSTAKA wilayah dapat digunakan dengan melakukan
analisis berdasarkan variabel pembentuk wilayah
tersebut.
Teori Pertumbuhan
Salah satu yang menjadi teori dasar pertumbuhan Teori Trickle Down Effect
ekonomi adalah teori growth pole. Teori kutub
Hirschman dan Myrdal menjelaskan tentang
pertumbuhan (growth pole theory) pertama kali
dampak tetesan ke bawah dan dampak penyebaran
dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955.
dari pembangunan. Hampir sama dengan Francois
Setelah itu, teori growth pole berkembang dengan
Parroux, Hirscman dan Myrdal juga menggunakan
pesat dan digunakan sebagai dasar pengambilan
istilah polarisasi, namun tidak menggunakan
kebijakan baik pada negara berkembang maupun
istilah titik kutub atau pole, mereka menggunakan
negara maju. Penerapan teori tersebut secara
istilah dampak tetesan ke bawah.
serius dimulai sejak tahun 1970 (Miyoshi, 1997).
Bedanya jika pada teori Parroux yang
Perroux juga mengindikasikan bahwa
mempengaruhi adalah polarisasinya, pada teori
pembangunan harus disebabkan/ ditimbulkan
Hirscman dan Myrdal yang mempengaruhi adalah
oleh suatu konsentrasi (aglomerasi) tertentu bagi
titik perkembangannya. Jadi ketika terjadi krisis
kegiatan ekonomi dalam suatu ruang yang abstrak
besar dan berkepanjangan, titik perkembangan
(Miyoshi, 1997). Boudeville mendefinisikan
goyah, yang dibawah atau polarisasi-polarisasi
kutub pertumbuhan (growth pole) sebagai
yang akan hancur.
“sekelompok industri yang mengalami ekspansi
yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan
mendorong perkembangan kegiatan ekonomi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
lebih lanjut ke seluruh daerah pengaruhnya”. Provinsi Jawa Timur
(Glasson, 1974). Ia juga membangun konsep Provinsi Jawa Timur yang terdiri dari 38
growth pole sebagai suatu model perencanaan kabupaten/kota dan sebagai provinsi ke-2 dengan
yang bersifat operasional, yang menerangkan Produk Domestik Bruto tertinggi dan luas wilayah
suatu kondisi dimana pertumbuhan akan tercipta terbesar di Pulau Jawa memiliki potensi-potensi
pada wilayah yang menimbulkan adanya kutub perekonomian yang sangat beragam. Provinsi
(polarized region). Jawa Timur memiliki karakteristik geografis
Selain teori kutub pertumbuhan (growth pole) dan masyarakat yang cukup beragam dengan
dalam kajian pertumbuhan ekonomi, dikenal juga indikasi beberapa kabupaten/kota menjadi
teori tentang aglomerasi yang disebut sebagai pusat perekonomian untuk wilayah Jawa Timur.
industri yang terlokalisir (localized industries) Wilayah utara Jawa Timur memiliki potensi
yang dicetuskan oleh Marshall. Aglomerasi adalah industri dan perikanan. Wilayah barat dan tengah
konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di Jawa Timur memiliki potensi pertanian dan
kawasan perkotaan karena penghematan akibat industri, sedangkan wilayah timur dan selatan

Pengelompokkan Kabupaten/Kota ... (Ricky Yordani dan Sugiarto)│19


Jawa Timur memiliki potensi pertanian dan Perda tersebut kemudian diperbaharui
pariwisata. dengan Perda No.2/2006 tentang RTRW
Berdasarkan keragaman potensi yang Provinsi Jawa Timur dengan membentuk Satuan
dimiliki oleh masing-masing kabupaten/kota yang Wilayah Pengembangan (SWP), dimana setiap
ada di wilayah Jawa Timur, pemerintah daerah SWP diarahkan mempunyai fungsi wilayah
Provinsi Jawa Timur membuat RTRW Pemerintah sesuai dengan potensi wilayah masing-masing.
Provinsi Jawa Timur. Hal tersebut dilakukan Pembagian SWP tersebut disajikan dalam Tabel
dengan mengeluarkan Perda Provinsi Jawa Timur 1 di bawah ini.
No.4/1996 tentang RTRW Provinsi Jawa Timur.

Tabel 1. Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Jawa Timur


No SWP Kabupaten/ Kota Pusat Pelayanan
1. Gerbangkertosusila Kota Surabaya, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kota Surabaya
Plus Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Kabupaten
Jombang, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten dan Kota
Pasuruan
2. Malang Raya Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang Kota Malang

3. Madiun dan sekitarnya Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ponorogo, Kota Madiun
Kabupaten Magetan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ngawi
4. Kediri dan sekitarnya Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kota Kediri
Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung
5. Probolinggo-Lumajang Kota Probolinggo, Kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Kota Probolinggo
Lumajang
6. Blitar Kota Blitar dan Kabupaten Blitar Kota Blitar
7. Jember dan Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Perkotaan Jember
sekitarnya Situbondo
8. Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi Perkotaan Banyuwangi
9. Madura dan Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Perkotaan Pamekasan
Kepulauan Sumenep

Gambar 1. Koridor Ekonomi Jawa Sebagai Pendorong Industri dan Jasa Nasional dan
Klaster Pengembangan Industri Provinsi Jawa Timur

20 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


Dinas Perindustrian dan Perdagangan Self Orginizing Map (SOM)
Provinsi Jawa Timur (2011) memaparkan bahwa
Salah satu metode statistik yang bisa digunakan
Pelaksanaan Kebijakan Pembangunan Industri
untuk mengetahui pola persebaran/pengelompokan
Provinsi Jawa Timur akan mengembangkan
pusat pertumbuhan pada suatu wilayah adalah
koridor ekonomi potensial yang nanti kedepannya
dengan menggunakan analisis klaster. Salah satu
mampu memberikan sumbangan yang besar bagi
metode yang bisa digunakan adalah menggunakan
nasional untuk mencapai visi negara Indonesia
metode Self Orginizing Map (SOM) yang dalam
menjadi negara terkuat ke-12 dunia pada tahun
pembentukan klasternya bersifat unsupervised.
2025 (Gambar 1).
Self Organizing Map (SOM) merupakan
Terlihat dari pemaparan tersebut bahwa
jenis dari Artificial Neural Network (ANN) yang
Pemda Jawa Timur ingin mengembangkan
dikembangkan oleh Teuvo Kohonen (Kohonen,
daerahnya dengan menjadikan klaster-klaster
2001). SOM menjadi metode dengan pendekatan
daerah berdasarkan potensi industrinya. Pemda
ANN untuk melakukan pengklasteran (clustering)
Jawa Timur memperbaharui Perda mengenai
setelah melakukan competitive learning (Han &
RTRW dengan Perda No. 5 Tahun 2012 tentang
Kamber, 2001) dikutip dalam Mahmudah (2015).
RTRW Provinsi Tahun 2011-2031.

Analisis Klaster
METODE PENELITIAN
Untuk melihat pengelompokan kabupaten/
Klaster dapat dikatakan sebagai kelompok,
kota berdasarkan indikator pembangunan
dengan demikian pada dasarnya analisis gerombol
berkelanjutan akan digunakan metode SOM.
akan menghasilkan sejumlah klaster/kelompok/
Metode SOM digunakan karena mampu mengatasi
gerombol. Analisis ini diawali dengan pemahaman
permasalahan berkaitan dengan data multidimensi
bahwa sejumlah data tertentu sebenarnya
seperti data yang memiliki banyak variabel
mempunyai kemiripan diantara anggotanya,
yang menjadikannya sulit diintepretasi. Metode
karena itu dimungkinkan untuk mengelompokkan
ini memberikan kemudahan intepretasi data
anggota-anggota yang mirip atau mempunyai
multidimensi dengan visualisasi serta memiliki
karakteristik yang serupa tersebut dalam satu
keunggulan pada akurasi dan ketahanan (accuracy
gerombol atau lebih.
and robustness) (Yan Li&Subana S, 2007) dikutip
Secara umum metode utama pengklasteran dalam Mahmudah (2015).
dapat diklasifikan menjadi:
Untuk melihat variabel pembentuk yang
1. Metode Hierarki mencirikan dalam pengelompokan wilayah,
Metode hierarki merupakan metode yang penelitian ini menggunakan Analisis Komponen
memulai pengklasteran dengan dua atau lebih Utama (AKU). Metode analisis ini merupakan
obyek yang mempunyai kesamaan paling metode multivariat yang bertujuan memperkecil
dekat, kemudian proses dilanjutkan ke objek dimensi variabel asal sehingga diperoleh variabel
lain yang mempunyai kedekatan kedua (tidak baru (komponen utama) yang tidak saling
terlalu dekat). Demikian seterusnya sehingga berkorelasi tetapi menyimpan sebagian besar
klaster akan membentuk semacam pohon informasi yang terkandung pada variabel asal.
dimana ada hierarki yang jelas antar obyek.
2. Metode Non Hierarki Data dan Variabel
Metode non hierarki merupakan metode
Data yang digunakan dalam penelitian ini
yang dimulai dengan menentukan terlebih
adalah data beberapa indikator pembangunan
dahulu jumlah klaster yang diinginkan.
berkelanjutan tahun 2012-2013, yang meliputi
Kemudian dilakukan proses pengklasteran
aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek lingkungan.
tanpa mengikuti proses hierarki.
Selain itu juga digunakan data hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) dari Provinsi Jawa

Pengelompokkan Kabupaten/Kota ... (Ricky Yordani dan Sugiarto)│21


Timur dan data Jawa Timur Dalam Angka, data HASIL DAN PEMBAHASAN
tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.
Untuk melihat pola pertumbuhan di kabupaten/
Untuk memudahkan melihat variabel kota, dan mencari jumlah klaster. Terlebih
pembentuk di masing-masing klaster dari 27 dahulu dilakukan analisis data pada tahun 2013.
variabel tersebut, maka peneliti melakukan Cakupan variabel yang dianalisis terdiri dari
AKU yang mampu mencerminkan karakteristik 25 variabel dan 38 kabupaten/kota untuk tahun
variabel populasi yang ada. Setelah didapatkan 2013 dan 2012. Selanjutnya untuk mendapatkan
jumlah komponen utama, maka dilakukan jumlah klaster dan variabel pembentuk klaster,
pengelompokkan berdasarkan metoda. SOM peneliti menggunakan aplikasi R dengan package
untuk dapat mengidentifikasi adanya kutub library “pcaMethods”, “NbClust”, dan “kohonen”
pertumbuhan di Provinsi Jawa Timur berdasarkan untuk memudahkan visualisasi grafik hasilnya.
variabel-variabel indikator berkelanjutan. Sedangkan aplikasi QGIS Desktop 2.6.0 untuk
Dalam menentukan jumlah optimum klaster membuat visualisasi pengklasteran dalam bentuk
yang terbentuk, peneliti menggunakan beberapa peta.
kriteria, diantaranya Indeks KL (Krzanowski dan Dari hasil AKU peneliti dapat memilih
Lai), Indeks Silhoutte dan Indeks Hartigan. Adapun beberapa cara dalam menentukan jumlah
pengujiannnya menggunakan menggunakan komponen utama (gambar 2). Cara 1 menghasilkan
beberapa metode pengklasteran yang umum komponen utama yang bisa digunakan adalah
seperti KMeans, Ward.D dan complete (Charrad, sebanyak 8 komponen utama, berdasarkan
2015). nilai Eigen yang lebih besar dari 1. Cara 2

Tabel 2. Data Indikator Pembangunan Berkelanjutan


No. Rincian
1 Jumlah dan persentase penduduk miskin
2 Gini Ratio
3 Persentase rumah tangga dengan penampungan akhir tinja tangki septik
4 Persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih
5 Persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan bukan listrik
6 Persentase Pindak Pidana yang diselesaikan
7 Jumlah kasus pembunuhan
8 Angka kematian bayi
9 Angka harapan hidup saat lahir
10 Persentase penduduk yang berobat jalan di puskesmas dan puskesmas pembantu
11 Persentase balita yang diimunisasi
12 Persentase wanita usia 15-49 tahun yang aktif menggunakan alat KB
13 Jumlah penderita AIDS
14 Angka partisipasi Murni SD dan SMP
15 Angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas
16 Penduduk dan laju pertumbuhan penduduk
17 Rata-rata bayi lahir hidup
18 Jumlah korban akibat bencana alam
19 Luas lahan sawah
20 Luas lahan tegal/kebun dan ladang/huma
21 Luas lahan yang sementara tidak diusahakan
22 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berlaku Non Migas
23 Persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja
24 Persentase rumah tangga yang mengakses internet
25 Persentase rumah tangga yang memiliki telpon dan telpon seluler

22 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


Gambar 2. Scree Plot AKU Indikator Pembangunan Berkelanjutan Prov. Jawa Timur Tahun
2013
Tabel 3. Jumlah Klaster Optimal
Jumlah Klaster Optimal Berdasarkan Metode Klaster
Metode Criteria Complete KMeans WardD
KL (Krzanowski and Lai, 1988) 3 9 2
Silhoutte (Rousseeuw, 1987) 4 3 2
Hartigan (Hartigan, 1975) 3 3 4
Sumber: Hasil Olah Data

Gambar 3. Klaster Provinsi Jatim Berdasarkan Indikator Pembangunan Berkelanjutan Tahun


2013

menghasilkan dua komponen utama berdasarkan Dengan dua komponen utama hasil
patahan yang signifikan dari scree plot yang dari pemilihan komponen utama pada
terbentuk. Peneliti akan menggunakan cara kedua langkah sebelumnya, peneliti mendapatkan
untuk memudahkan analisis.. klaste yang terbentuk berdasarkan Indikator
Dapat dilihat dari tabel 3, bahwa berdasarkan Pembangunan Tahun 2013 pada Provinsi Jawa
penggunaan beberapa indeks penentuan jumlah Timur adalah seperti pada gambar 3, dengan
klaster yang optimum, hasil indeks tersebut memvisualisasikannya ke dalam peta.
sebagian besar memunculkan jumlah klaster Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa terdapat
sebanyak 3 sebagai jumlah klaster yang optimum tiga klaster wilayah kabupaten/kota di Jawa
dalam analisis penelitian ini. Untuk selanjutnya Timur, ditandai dengan warna merah untuk
peneliti akan melakukan pengklasteran kelompok 1, warna ungu untuk kelompok 2
menggunakan metode SOM. dan warna hijau untuk kelompok 3. Dari peta

Pengelompokkan Kabupaten/Kota ... (Ricky Yordani dan Sugiarto)│23


pada gambar 3 dapat dilihat bahwa kelompok Perda No. 5 Tahun 2012 Tentang RTRW
3 merupakan kelompok kabupaten/kota yang Provinsi Tahun 2011-2031 merupakan perda
paling bagus kondisinya berdasarkan indikator yang disusun oleh Pemda Jawa Timur sebagai
pembangunan berkelanjutan. Dan kelompok ke perbaikan dari pengelolaan RTRW sebelumnya.
1 merupakan kelompok kabupaten yang paling Dalam perda tersebut telah dibuat perubahan
rendah indikator pembangunan berkelanjutannya, mengenai Wilayah Pengembangan (WP) kota
rincian kabupaten/kota tersebut dapat dilihat pada dengan berpusat pada 8 daerah kabupaten/kota
tabel 4. (Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Madiun, Kota
Gambar 3 menunjukkan bahwa daerah Kediri, Kota Probolinggo, Kota Blitar, Kabupaten
pertumbuhan yang tinggi dikelilingi dengan Jember dan Kabupaten Banyuwangi).
pertumbuhan sedang. Efek dari SWP yang Jika dibandingkan dengan hasil klaster pada
direncanakan oleh Pemda Jawa Timur terlihat Tabel 4 terdapat ketidaksesuaian dengan kondisi
tidak terlihat pengaruhnya dalam pertumbuhan yang ada antara strategi Pemda Jawa Timur
di daerah sekitar SWP (Perda No. 2 Tahun 2006 dengan hasil pertumbuhan yang ada. Pertumbuhan
tentang RTRW), pada tahun 2013 pertumbuhan kabupaten/kota di Jawa Timur masih berada di
kabupaten/kota terpusat di kota dan beberapa kota dan dua kabupaten saja (Kab. Gresik dan
kabupaten. Kab. Sidoarjo).

Tabel 4. Klaster Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2013


Klaster Kabupaten/kota Jumlah
(1) (2) (3)
1 Kab. Sumenep, Kab. Sampang, Kab. Bangkalan 3
Kab. Pacitan, Kab. Ponorogo, Kab. Trenggalek, Kab.
Tulungagung, Kab. Blitar, Kab. Kediri, Kab. Malang, Kab.
Lumajang, Kab. Jember, Kab. Banyuwangi, Kab.
2 Bondowoso,Kab. Situbondo, Kab. Probolinggo, Kab. Pasuruan, 24
Kab. Mojokerto, Kab.Jombang, Kab. Nganjuk, Kab. Madiun,
Kab. Magetan, Kab. Ngawi, Kab. Bojonegoro, Kab. Tuban,
Kab. Lamongan, Kab. Pamekasan
Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota
3 Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, Kota 11
Batu, Kab. Gresik, Kab. Sidoarjo

Sumber : Hasil Olah Data

Gambar 4. Klaster Provinsi Jatim Berdasarkan Indikator Pembangunan Berkelanjutan Tahun


2012

24 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


Pada gambar 4 visualisasi klaster Provinsi Hal tersebut berbeda dengan kasus Kabupaten
Jawa Timur berdasarkan Indikator Berkelanjutan Sumenep yang pada tahun 2012 masuk dalam
tahun 2012. Karena pengklasteran SOM kondisi pembangunan sedang. Sedangkan pada
merupakan metode dengan system unsupervised tahun 2013 kabupaten ini masuk ke klaster dengan
learning, jadi tidak bisa ditentukan awal titik kondisi pembangunan rendah.
pengklasteran, sehingga penomoran klaster Terdapat pergeseran akibat kemajuan yang
berbeda dengan yang tahun 2013. Tetapi dapat dialami oleh beberapa kabupaten dan kota. Daerah
ditarik kesimpulan tiga klaster yang terbentuk, yang mengalami kemajuan tercepat adalah Kota
yang berwarna hijau merupakan klaster dengan Batu yang beranjak naik dari klaster sedang ke
pertumbuhan tertinggi, sedangkan yang berwarna klaster dengan kondisi pembangunan tinggi.
ungu klaster dengan pertumbuhan terendah. Klaster kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur
Terdapat perbedaan pada hasil klaster tahun untuk tahun 2012 dapat dilihat dalam tabel 5.
2012 dengan yang pada tahun 2013. Misal, Kota Penelitian juga meneliti indikator apa saja
Batu pada tahun 2012 belum termasuk yang yang berperan dalam pembentukan klaster ini,
pertumbuhan tinggi, tetapi pada tahun 2013 hal tersebut dapat dijelaskan oleh gambar 5
berubah statusnya menjadi di klaster dengan dan 6. Gambar 5 merupakan klaster kabupaten/
pertumbuhan tinggi. kota yang terbentuk (nomor yang ada mewakili
nomor kabupaten/kota) sedangkan pada gambar 6

Gambar 5. Klaster Kabupaten/Kota Provinsi Jatim Yang Dapat Dijelaskan Menggunakan


Dua Komponen Utama Berdasarkan Indikator Pembangunan Berkelanjutan Tahun 2013
Tabel 5. Klaster Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2012

Klaster Kabupaten/kota Jumlah


(1) (2) (3)
1 Kab. Sampang, Kab. Bangkalan 2
Kab. Pacitan, Kab. Ponorogo, Kab. Trenggalek, Kab.
Tulungagung, Kab. Blitar, Kab. Kediri, Kab. Malang, Kab.
Lumajang, Kab. Jember, Kab. Banyuwangi, Kab.
2 Bondowoso,Kab. Situbondo, Kab. Probolinggo, Kab. Pasuruan, 25
Kab. Mojokerto, Kab.Jombang, Kab. Nganjuk, Kab. Madiun,
Kab. Magetan, Kab. Ngawi, Kab. Bojonegoro, Kab. Tuban,
Kab. Lamongan, Kab. Pamekasan, Kota Batu
Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota
3 Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, Kab. 10
Gresik, Kab. Sidoarjo

Pengelompokkan Kabupaten/Kota ... (Ricky Yordani dan Sugiarto)│25


Gambar 6. Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur dan Variabel Pembentuk Klaster Berdasarkan
Indikator Pembangunan Berkelanjutan Tahun 2013

merupakan variabel yang mencirikan dalam setiap belum mampu memberikan kesesuaian dan efek
pembentukan klaster-klaster tersebut. dengan kondisi riilnya.
Sebagai contoh penjelasan, terlihat dari 3 Penelitian ini menunjukkan bahwa belum
kabupaten yang termasuk kondisi pembangunan ada kesesuaian yang tepat antara pusat layanan
rendah (Kabupaten Sumenep, Bangkalan dan SWP dengan klaster pertumbuhan yang terbentuk.
Sampang). Variabel yang mendominasi dengan Berdasarkan pembahasan di atas, setidaknya
nilai tinggi pada klaster tersebut adalah jumlah yang dapat dijadikan pusat layanan adalah yang
pembunuhan, luas lahan yang sementara tidak menjadi kutub pertumbuhan dalam kabupaten/
diusahakan, angka kematian bayi, jumlah kota di Jawa Timur.
penduduk miskin, jumlah penerangan bukan
listrik, rata-rata bayi lahir hidup, dan luas lahan DAFTAR PUSTAKA
tegal kebun hutan rakyat ladang huma.
Arribas-Bel, D., & Schmidt, C. R. (2013). Self-
organizing maps and the US urban spatial
KESIMPULAN structure. Environment and Planning B:
S t r a t e g i p e m b e n t u k a n S a t u a n Wi l a y a h Planning and Design, 40(2), 362-371.
Pengembangan (SWP) yang diikuti dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. (2013).
adanya pusat layanan dari masing-masing SWP Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun
oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur 2012 Provinsi Jawa Timur. Jakarta: BPS.
yang dituangkan dalam perda RTRW tampaknya

26 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 24, No. 1, 2016


Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. (2013). Pambudi, E. (2013). Analisis Pertumbuhan
Jawa Timur Dalam Angka. Surabaya: BPS E k o n o m i d a n F a k t o r- F a k t o r y a n g
Jatim. Memengaruhi (Kabupaten/Kota di provinsi
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. (2014). Jawa Tengah). Semarang: Universitas
Jawa Timur Dalam Angka. Surabaya: BPS Diponegoro.
Jatim. Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2006) Perda
Badan Pusat Statistik. (2014). Hasil Survei Sosial Provinsi Jawa Timur No. 2 Tahun 2006
Ekonomi Nasional Tahun 2013 Provinsi Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Jawa Timur. Surabaya: BPS Jatim. Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2015. Indikator Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2012) Perda
Pembangunan Berkelanjutan 2015. Jakarta: Provinsi Jawa Timur No. 5 Tahun 2012
BPS. Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Tahun 2011-2031.
Cahrrad, Malika et al. (2016, Mei 18). Package
NbClust. Diambil dari https://sites. google. QGIS Developer. (2016, Mei 10). QGIS User
com/site/malikacharrad/research/nbclust- guide 2.8. Diambil dari <docs.qgis.org/2.8/
package. pdf/en/QGIS-2.8-UserGuide-en.pdf>.
Deddy T. Tikson. (2005). Administrasi Salazar, E. J., Veléz, A. C., Parra, C. M., &
Pembangunan. Bandung : Alfabeta. Ortega, O. (2002). A Cluster Validity
Index for Comparing Non-hierarchical
Glasson, J. (1978). An introduction to regional
Clustering Methods. Memorias Encuentro
planning: concepts, theory and practice.
de Investigacion sobre Tecnologias de
Hutchinson..
Informacion Aplicadas a la Solucion de
Greenacre, M. (2007). Correspondence analysis Problemas.
in practice. CRC press.
Santosa, A. D., Priyandari, Y., Suletra, I. W. (2013).
Hermadi, I., & Sitanggang, I. S. (2007). Clustering Perancangan Sistem Pendukung Keputusan
menggunakan self organizing maps studi Pemetaan Profil Kecamatan di Kabupaten
kasus: data ppmb ipb Vol 5, No 2, 2007. Sragen Berdasarkan Indeks Pembangunan
Izenman, A. J. (2008). Modern multivariate Manusia Menggunakan Algoritma Self
statistical techniques (Vol. 1). New York: Organizing Maps (SOM), Seminar Nasional
Springer. IENACO. Solo: Universitas Muhammadiyah
Li, Y., & Shanmuganathan, S. (2007). Social area Surakarta.
analysis using SOM and GIS: a preliminary Santoso, S. (2010). Statistik Multivariat. Jakarta:
research. Ritsumeikan Center for Asia PT Elex Media Komputindo.
Pacific Studies (RCAPS) Working paper. Siagian, S. P. 2008. Adminitrasi Pembangunan.
Mahmudah, H. (2015). Aplikasi Kajian Penerapan Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Metode Self Organizing Map (SOM) untuk Stacklies, W. dan Redestig, H. (2016, Mei 13). The
Klasifikasi Wilayah Berdasarkan Teori pcaMethods Package. Diambil dari <https://
Pertumbuhan Ekonomi. Jakarta: STIS. www.bioconductor.org/packages/3.3/bioc/
MIYOSHI, T. (1997). Successes and failures manuals/pcaMethods/man/pcaMethods.
associated with the growth pole strategies. pdf>
1997 (Doctoral dissertation, Dissertation Umami, D. R. (2010). Analysis of the Indicators
(Econ. MA)–Faculty of Economic and Social of Sustainable Development in East Java
Studies, Department of Economic Studies, Province Using Structural Equation Model-
University of Manchester, Manchester). Partial Least Square. Surabaya: Institut
Oja, M., Kaski, S., & Kohonen, T. (2003). Teknologi Surabaya.
Bibliography of self-organizing map (SOM)
papers: 1998-2001 addendum. Neural
computing surveys, 3(1), 1-156.

Pengelompokkan Kabupaten/Kota ... (Ricky Yordani dan Sugiarto)│27

Anda mungkin juga menyukai