Anda di halaman 1dari 80

HAK GUGAT &

PENYELESAIAN
SENGKETA LINGKUNGAN
LINGKUNGAN HIDUP
WIWIEK AWIATI
Topik Bahasan
Konflik/ Sengketa Lingkungan Hidup
Karakteristik Sengekta LH
Mekanisme penyelesaian sengketa LH
Hak Gugat
SLAPP
Konflik/ Sengketa
Lingkungan Hidup
Christopher Moore mendefinisikan sengketa lingkungan sebagai
'ketegangan/ ‘tensions, ketidaksepakatan/ disagreements,
pertengkaran, ataupun kompetisi, terkait lingkungan dan
sumberdaya alam
KARAKTERISTIK SENGKETA LINGKUNGAN

(A. W. Bedner 2007)


Sengketa yang berkaitan dengan
perlindungan lingkungan;
Sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan
sumber daya alam
Sengketa yang muncul akibat pencemaran atau
perusakan lingkungan
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 84 UUPPLH 32/2009


Pasal 85 UUPPLH 32/2009
Pasal 85 UUPPLH 32/2009
mediator dan/atau arbiter

Pasal 85 UUPPLH 32/2009


HAK GUGAT (STANDING) DI PENGADILAN
Gugatan Individual
sampah yang terdapat
di Teluk Jakarta, Selasa
CITARUM (25/11).ANTARA

KORBAN MINAMATA
Pasal 91
UUPPLH 32/ 2009

kesamaan fakta atau peristiwa,


dasar hukum,
jenis tuntutan
Pasal 91
UUPPLH 32/ 2009

kesamaan fakta atau peristiwa,


dasar hukum,
jenis tuntutan

PERMA No 1/ 2002
1. Access to Justice
2. Judicial Economy
MANFAAT 3. Behaviour modification
Pasal 2 PERMA

Numerousity/Jumlah Anggota Kelompok yang banyak


(numerous persons)
Pasal 2 PERMA

Numerousity/Jumlah Anggota Kelompok yang banyak


(numerous persons)
Commonality and Typicality and Similarity
Pasal 91
UUPPLH 32/ 2009

kesamaan
fakta atau peristiwa,
dasar hukum,
jenis tuntutan
Skenario 1: Commonality
Paula Conca and Marcelo Alberta Conca Vs Permanent
Trustee Company Limited Cs. (Homefund Loans)

Sekitar 10-20.000 pemberi hipotek (morgagon) yang diwakili oleh wakil kelas yang
berjumlah 2 (dua) orang yaitu Paula Conca dan Marcelo Alberto Conca,. Keduanya
mengajukan gugatan CA melalui kuasa hukum mereka Public In.terest Advocacy
Center (PIAC) di Pengadilan Tingkat Federal di New South Wales (Federal Court of
Australia, New South Wales District Registry, General Division).

Keduanya adalah pemberi hipotek (morgagon yang menjadi korban iklan yang
menyesatkan serta mengandung unsur penipuan (misleading and deceptive
conduct) yang didalilkan melang-gar Trade Practices Act (1974).
skenario 2 Tsang Chi Ming dan Ou Zhi Kang Vs Uvanna Pty Ltd

Uvanna Pty Ltd (Perusahaan Pelayanan Jasa Imigrasi). berjanji untuk mengurus
status imigrasi dari sejumlah warga imigran Cina yang berada di Australia dimana
perusahaan tersebut kemudian didalilkan melakukan janji bohong (penipuan).

Dasar hukum yang digunakan oleh penggugat (wakil kelas) dalam class actions ini
adalah misleading dan deceptive conduct yang diatur dalam Trade Practices Act.

masing-masing anggota kelas melakukan pembicaraan dan atau transaksi secara


sendiri-sendiri (individual) dengan tergugat. Kesepakatan antara tergugat dan
penggugat dilakukan secara terpisah dan tidak tertulis (lisan) antara tanggal 5 Maret
1992 sampai dengan tahun 1994
Pasal 2 PERMA

Numerousity/Jumlah Anggota Kelompok yang banyak


(numerous persons)
Commonality and Typicality and Similarity
Adequacy of Representation! kelayakan perwakilan
Surat Kuasa (Pasal 4)
GUGATAN ORGANISASI (HAK GUGAT LSM)
Yang boleh dituntut (petitum)

Tindakan tertentu
Pengadilan memerintahkan tergugat untuk melakukan
tindakan hukum tertentu yang bertujuan melestarikan
fungsi lingkungan
Pengadilan menyatakan tergugat telah melakukan PMH
Pengadilan memerintahkan tergugat memperbaiki instalasi
pengolahan limbah
Biaya riil yang telah dikeluarkan oleh LSM
Hak Gugat Pemerintah
Dasar Hukum
UU 23/1997; Pasal 37 UUPLH
(2). Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga
mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk
kepentingan masyarakat.
UU 32/2009; Pasal 90 UUPPLH
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di
bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan ganti rugi dan
tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan
kerugian lingkunganhidup.
Dasar Hukum
UU 23/1997; Pasal 37 UUPLH
(2). Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa
sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan
hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat.
UU 32/2009; Pasal 90 UUPPLH
(1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang bertanggung
jawab di bidang lingkungan hidup berwenang mengajukan gugatan
ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup yang mengakibatkan kerugian lingkunganhidup.
HAK GUGAT WARGA NEGARA
(Citizen Lawsuit - CLS)
HAK GUGAT WARGA NEGARA
(Citizen Lawsuit - CLS)
Tipe-tipe CLS

Penegakan hukum oleh warga negara (Citizen enforcement


action)
Gugatan oleh warga negara jika pemerintah dianggap gagal
melakukan penegakan hukum (“diligent prosecution”)
Gugatan untuk memaksa pemerintah melaksanakan
kewajiban hukumnya (suits to force officials to perform
their mandatory duties)
Gugatan judicial review (suits to review the legality of
agency actions)
Tindakan yang digugat telah menyebabkan
kerugian aktual atau ancaman injury-in-fact
Kerugian berada dalam “zone of interest” yang
dilindungi oleh UU yang dianggap telah
dilanggar
Kausalitas: kerugian (injury) diakibatkan oleh
tindakan yang digugat
Redressability: putusan yang diminta dapat
mengobati kerugian penggugat

Syarat CLS (Percival, et al, 2013)


Lujan v. Defenders of Wildlife, 504 US 555 (1992),
Tergugat: Pemerintah
Penggugat: Organisasi
Awalnya "The Endangered Species Act of 1973 (S7 (a) (2)) mewajibkan
badan federal untuk berkonsultasidengan menteri Dalam Negeri untuk
menjamin bahwa tindakan mereka tidak membahayakan habitat dan
spesies yang dilindungi.
Tahun 1986 aturan ini kemudian diamandemen dengan mebatasi
tindakan hanya di wiayah AS dan laut lepas.
Kasus ini muncul karena pendanaan AS untuk proyek pembangunan di
Aswan, Mesir dan Mahaweli, Sri Lanka yang dapat membahayakan
spesies yang terancam punah di daerah terdampak proyek
Gugatan ditolak
Lujan v. Defenders of Wildlife, 504 US 555 (1992),
Tergugat: Pemerintah
Penggugat: Organisasi
Awalnya "The Endangered Species Act of 1973 (S7 (a) (2)) mewajibkan
badan federal untuk berkonsultasidengan menteri Dalam Negeri untuk
menjamin bahwa tindakan mereka tidak membahayakan habitat dan
spesies yang dilindungi.
Tahun 1986 aturan ini kemudian diamandemen dengan mebatasi
tindakan hanya di wiayah AS dan laut lepas.
Kasus ini muncul karena pendanaan AS untuk proyek pembangunan di
Aswan, Mesir dan Mahaweli, Sri Lanka yang dapat membahayakan
spesies yang terancam punah di daerah terdampak proyek
Gugatan ditolak
Steel Company v. Citizens for a Better Environment,
533 US 83 (1998)

Tergugat: Perusahaan
Penggugat: Organisasi
Penggugat menggugat perusahaan karena dianggap melanggar
Environmental Planning and Community Right-to-Know Act (EPCRA)
karena menyembunyikan informasi mengenai limbah B3
Penggugat meminta injunction and civil penalties
Gugatan ditolak
Steel Company v. Citizens for a Better Environment,
533 US 83 (1998)

Tergugat: Perusahaan
Penggugat: Organisasi
Penggugat menggugat perusahaan karena dianggap melanggar
Environmental Planning and Community Right-to-Know Act (EPCRA)
karena menyembunyikan informasi mengenai limbah B3
Penggugat meminta injunction and civil penalties
Gugatan ditolak
Pelajaran

Penggugat dari CLS sebagian besar justru


adalah organisasi, bukan perorangan

Tergugat:
pemerintah karena kegagalan melakukan kewajiban hukum (a failure of
the Administrator to perform any act or duty)
setiap pihak yang dianggap melakukan pelanggaran

Yang penting terpenuhi syarat: injury-in-fact (dan kepentingan)


Pelajaran
Yang dapat diminta:
Pelanggar mematuhi peraturan (misalnya baku mutu atau
perintah dari Pemerintah)
Pemerintah melakukan sendiri tindakan tertentu (misalnya
paksaan pemerintah atau mengubah kebijakan)
Pelanggar membayar denda (civil penalties) kepada
pemerintah
Selain itu, dapat pula dimintakan pembebanan biaya
perkara, termasuk biaya pengacara dan ahli
USULAN BAGI CLS DI INDONESIA
SLAPP

Strategic Lawsuit against Public Participation


Pasal 66 UU PPLH No. 32 Tahun 2009

Anti Strategic Lawsuit against Public Participation (Anti SLAPP).


Potensi Pengembangan
Kebijakan Anti-(Eco) SLAPP
di Indonesia

Dr. Mas Achmad Santosa, S.H., LL.M


Dosen Hukum Lingkungan FHUI
Pendiri Indonesian Center for Environmental Law
CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI)

S1 Hukum Lingkungan
19 April 2022
Sejarah Eco-SLAPP
Parties whose interests are threatened . . . have jeopardized the . . . Future effectiveness of citizen enforcement of environmental
protection laws by devising a new litigation strategy the assertion of a multi-million dollar counteraction . . . against the
environmental[ists].
(Michigan Law Review (1975))

● Pada tahun 1960an, tumbuh benih-benih environmentalisme di Amerika Serikat, dan pada tahun 1970an membuahkan hasil.
Benih Environmentalism ini ditandai oleh kejayaan pasca perang (postwar affluence), perkembangan teknologi yang pesat,
pertumbuhan populasi, urbanisasi, serta berkembangnya ketergantungan pada bahan kimia (Lihat: Rachel Carson’s Silent Spring,
1962)

● Pada tahun 1969, UU PPLH Amerika Serikat (National Environmental Policy Act) dikembangkan. Lalu kelembagaan lingkungan
dikembangkan (US Environmental Protection Agency).

● Di akhir tahun 1970an, terbangun komitmen pemerintah yang bertumbuh menjadi kekuatan politik. Lalu pada tahun 1970an
dimulai dengan bencana kebocoran minyak di Santa Barbara, kemudian kejadian itu diperingati sebagai Earth Day. Pada saat itu
gerakan lingkungan dibukakan pintu seluas-luasnya oleh Pemerintah. Sehingga banyak public hearings dan komisi-komisi yang
diikuti oleh gerakan masyarakat sipil.

● Pada tahun 1970an masyarakat mulai banyak mengajukan gugatan terhadap pemerintah dan pencemar, melakukan lobby, dan
bahkan diberikan income tax deductibility untuk public interest lawfirm dan NGO. Pengadilan pun membuka pintu bagi
environmentalisme ini dengan memberikan putusan yang berpihak pada lingkungan hidup.

● Pada awal tahun 1970an, muncul backlash yang disebut SLAPPs (Strategic Litigation Against Public Participation), untuk
melakukan serangan balik dan membungkam gerakan environmentalisme (The New Environmental Movement)

© Mas Achmad Santosa, 2021


Respon terhadap Fenomena SLAPP di Amerika Serikat
1. President Bush was urging states to adopt the 1991 "Model State Volunteer Service Act.“ Act ini
mengatur mengenai definisi dari nonprofit corporation, nonprofit organization dan volunteer. Act ini juga
mengatur tentang Immunity From Suit (Immunity of Volunteer and Organizational Liability)

“The former President, the New York legislature, and Rhode Island’s Attorney General made opinion:
Volunteers and public interest groups must be "safeguarded with diligence" from the threat of SLAPPs if we
hope to continue a tradition of public involvement and service in America.” (Canon and Pring, 1996)

2. Berkembangnya Undang-Undang anti-SLAPP di berbagai negara bagian, serta pengaturan dalam


Citizen Participation Act seperti di New York pada tahun 1985.

3. Anti-SLAPP Law yang berkembang di berbagai negara bagian, pada dasarnya mendasarkan pada
prinsip “A person who in good faith communicates a complaint or information to any agency of federal,
state, or local government regarding any matter reasonably of concern to that agency shall be immune from
civil liability on claims based upon the communication to the agency..”

© Mas Achmad Santosa, 2021


SLAPPs, which stands for Strategic Lawsuits
Against Public Participation, are cases filed to use
the risks and costs of litigation to discourage criticism
or opposition.

These lawsuits use the machinery of the courts against


What are SLAPPs activists, journalists, and community members. The
filers use their superior resources to drag out legal
and anti-SLAPPs? proceedings as a way to stamp out the exercise of
fundamental freedoms by their targets.

International Center for Not-For-Profit Law (ICNL),


2020

© Mas Achmad Santosa, 2021


SLAPP Criteria (Pring and Canon, 1996)
SLAPP Primary Criteria:
1) Terdapat komunikasi untuk mempengaruhi tindakan dan hasil dari tindakan Pemerintah

SLAPP Secondary Criteria:


2) Merupakan salah satu bentuk dari gugatan perdata
3) Dilakukan untuk menggugat organisasi non pemerintah atau individu
4) Terkait dengan isu substantif yang menyangkut kepentingan public (Pring and Canon, 1996)

5) SLAPP dilakukan tanpa memiliki dasar yang kuat dan mengandung motif politik atau motif ekonomi
tersembunyi (Merriam and Benson, 2017)

© Mas Achmad Santosa, 2021


Kebijakan Hukum Anti-SLAPPs di Negara-Negara
Industri Maju
1. Pengaturan perlindungan hukum melalui hak masyarakat untuk berperan serta (Enacting protections for public participation)
2. Pengembangan kebijakan prosedur penghentian secara cepat perkara SLAPPs (Creating expedited dismissal procedures
for SLAPPs)
3. Memberikan kewenangan tambahan kepada pengadilan untuk menangani SLAPPs (Endowing courts with supplemental
authorities to manage SLAPPs)
4. Kewenangan untuk penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh tergugat SLAPPs (Permitting recovery of costs by
SLAPP targets)
5. Memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan intervensi terhadap gugatan SLAPPs (Authorizing
government intervention in SLAPPs)
6. Mengembangkan mekanisme pendanaan negara untuk mendukung perlawanan terhadap SLAPPs (Establishing public
funds to support SLAPP defense)
7. Pengaturan tentang pembebanan compensatory and punitive damages kepada penggugat SLAPP (Imposing compensatory
and punitive damages on SLAPP filers)
8. Pengenaan hukuman denda terhadap penggugat SLAPP (Levying penalties on SLAPP filers)
9. Melakukan pembaharuan perangkat hukum yang menjadi penyebab gugatan SLAPP, seperti perubahan pasal pencemaran
nama baik/perbaikan UU ITE (Reforming SLAPP causes of action)

International Center for Not-For-Profit Law (ICNL), 2020


Policy Responses to SLAPPs di Negara Maju (1)
Kebijakan anti-SLAPP telah diterapkan di (30) Negara bagian AS, (3) Provinsi di Canada (Québec, Ontario,
and British Columbia), dan Australian Capital Territory (ACT). Kebijakan hukum di negara-negara tersebut
menerapkan pendekatan sebagai berikut:

➢ Pengaturan perlindungan hukum melalui hak masyarakat untuk berperan serta (Enacting
Protections for Public Participation)
• The simplest response to SLAPPs is to immunize participation on matters of public interest, melalui
pencantuman hak-hak asasi manusia seperti hak untuk berbicara, berpendapat, dan menyampaikan
petisi (first amandement US Constitution/ freedom of speech and the right to participation).
• Washington State anti-SLAPP law (2002) juga mengembangkan immunity for civil liability for claims
yang didasarkan pada communication to the agency or organization regarding any matter
reasonably of concern to that agency or organization.
• Anti-SLAPP law di Kanada (British Columbia, 2019) dan Australia mengakui secara spesifik a right to
public participation

© Mas Achmad Santosa, 2021


Policy Responses to SLAPPs di Negara Maju (2)

➢ Pengembangan kebijakan prosedur penghentian secara cepat perkara SLAPPs (Creating Expedited
Dismissal Procedures for SLAPPs)
• Pengembangan hukum acara yang menjamin/memastikan early dismissal process terhadap gugatan abusive SLAPP.
Prinsip early dismissal process ini penting di dalam kerangka anti-SLAPP untuk mencegah high-litigation cost dari
sasaran gugatan, sehingga perlu di hentikan sejak awal apabila gugatan tersebut terbukti bertujuan untuk membungkam
masyarakat untuk berpartisipasi. Skema early dismissal ini tergantung pada sistem hukum di negara masing-masing.
• Di negara-negara industry maju terdapat 5 (lima) mekanisme pilihan, yaitu:
(1) Pengadilan memiliki diskresi untuk menentukan bahwa SLAPP filer menggunakan improper use of procedure
untuk menolak gugatan tersebut, dengan memberikan beban pembuktian kepada initiator of the action (SLAPP
filer) bahwa gugatan yang diajukan tidak excessive, tidak unreasonable, dan justified berdasarkan hukum (Quebec
Anti-SLAPP law 2009, Utah Anti-SLAPP law, British Columbia Protection of Public Participation 2001);
(2) Pendekatan pengembangan protected class approach (seperti defendant class action, yaitu seorang
tergugat/SLAPP Target dapat mewakili potential target karena memiliki karakteristik yang sama);
(3) Pengembangan evidence gathering process (discovery) sebelum pengadilan menerima/menolak permintaan
dismissal;
(4) Policy maker harus menetapkan dismissal procedure yang cepat (harus ada strict timeline) (contoh: Ontario Anti
SLAPP law (Protection of Public Participation Act, 2015) jangka waktu motion to dismiss tidak lebih dari 60 hari
setelah gugatan SLAPP diajukan);
(5) Anti-SLAPP laws memberikan kewenangan diskresi memproses expeditious dismissal, seperti di California, New
York, Ontario, dan British Columbia (mandatory dismissal).

© Mas Achmad Santosa, 2021


Policy Responses to SLAPPs di Negara Maju (3)
➢ Memberikan kewenangan tambahan kepada pengadilan untuk menangani SLAPPs (Endowing Courts with Supplemental Authorities to
Manage SLAPPs)
Merupakan kewenangan tambahan dari pengadilan untuk melakukan pemantauan secara cermat setiap legal action yang berpotensi bersifat
abusive. Tujuannya untuk mencegah pembiayaan dan waktu yang akan dikeluarkan.

➢ Kewenangan untuk penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh tergugat SLAPPs (Permitting Recovery of Costs by SLAPP Targets)
• Memberlakukan beban keuangan yang ditimbulkan oleh litigasi SLAPP defendant/targeted untuk dimintakan oleh tergugat (SLAPP target)
terhadap filer melalui penetapan pembebanan biaya oleh pengadilan kepada SLAPP filer.
• British Columbia Anti SLAPP Law 2001 dan Ontario Anti-SLAPP Law 2015 mengatur apabila tergugat dimenangkan dan dipenuhi permintaan
motion for dismissal, pengadilan dapat memerintahkan tergugat untuk membayar seluruh biaya-biaya yang dikeluarkan secara oleh tergugat.

➢ Memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan intervensi terhadap gugatan SLAPPs (Authorizing Government Intervention in
SLAPPs)
Cara lain untuk mengurangi beban keuangan yang dipikul oleh SLAPP target adalah melibatkan pemerintah untuk memikul beban tergugat di
dalam membayar biaya yang dibutuhkan dalam menjalani proses hukum SLAPP. Contohnya adalah Utah Anti-SLAPP Law, “[a]ny government
body to which the [defendant’s] acts were directed or the attorney general may intervene to defend or otherwise support the [defendant]”.

➢ Mengembangkan mekanisme pendanaan negara untuk mendukung perlawanan terhadap SLAPPs (Establishing Public Funds to Support SLAPP
Defense)
Public funds to support SLAPP defense ini pernah diusulkan oleh Quebecois Commission yang melaporkan SLAPP yang merekomendasikan
membentuk public funds (seperti dana bantuan hukum) untuk membantu pembelaan menghadapi gugatan SLAPP. Sampai saat ini menurut
laporan ICNL belum menidentifikasi negara yang telah mengimplementasikan public funds ini. © Mas Achmad Santosa, 2021
Policy Responses to SLAPPs di Negara Maju (4)
➢ Pengaturan tentang pembebanan compensatory and punitive damages kepada penggugat SLAPP (Imposing Compensatory
and Punitive Damages on SLAPP filers)
Usulan ini berpijak pada alasan perlu ditingkatkan compensatory dan punitive damages terhadap SLAPP filers, sebagaimana
diterapkan oleh Quebec dan British Columbia yang mengizinkan targeted SLAPP defendant untuk mendapatkan compensatory
and punitive damages dari filers.

➢ Pengenaan hukuman denda terhadap penggugat SLAPP (Levying Penalties on SLAPP Filers)
Biaya dapat dibebankan kepada SLAPP filers tidak hanya saja melalui damages awards, tetapi melalui levying penalties. Anti-
SLAPP legislation di ACT Australia mengatur apabila pengadilan berpendapat bahwa proceeding yang dilakukan oleh SLAPP Filer
terhadap SLAPP Target dengan tujuan yang tidak lazim/tidak terpuji (improper purpose) dalam kaitannya dengan
pengaktualisasian (exercising) public participation, pengadilan dapat memerintahkan SLAPP Filer untuk membayar sejumlah
denda kepada Pemerintah. Ketentuan ini banyak mendapatkan kritikan dari masyarakat karena penalties yang dijatuhkan tidak
diberikan kepada defendant melainkan ke negara.

➢ Melakukan pembaharuan perangkat hukum yang menjadi penyebab gugatan SLAPP (Reforming SLAPP Causes of Action)
Salah satu metode untuk countering SLAPP yang dikembangkan di Australia dan New York adalah memperbaiki situasi yang
memudahkan munculnya SLAPP (the causes of action) melalui pemberdayaan masyarakat rentan terhadap gugatan yang
abusive, dengan memperketat seseorang untuk mengajukan gugatan pencemaran nama baik, seperti dalam New York Anti-
SLAPP Law merevisi pasal pencemaran nama baik.
© Mas Achmad Santosa, 2021
Kebijakan Anti SLAPP Negara Bagian California (US Model) (1)

● Negara Bagian California memiliki Anti-SLAPP Law yang kuat. Seseorang yang menolak (counter) gugatan SLAPP di
California harus membuktikan bahwa ia digugat berdasarkan pelanggaran hak yang berkaitan dengan person’s right
of petition atau free speech yang dijamin dalam Konstitusi Amerika Serikat/Konstitusi Negara Bagian California.

● Isu-isu yang menyangkut kepentingan umum yang menjadi dasar anti-SLAPP diatur dalam California Civil
Procedures Code Pasal 425.16 Tahun 2019. Ada 4 (empat) kategori kebebasan berpendapat atau menyampaikan
petition dalam kaitannya dengan kepentingan umum, yaitu:
1. Pernyataan yang dibuat/disampaikan di hadapan legislatif, eksekutif, atau proses peradilan
2. Pernyataan yang dibuat dalam kaitannya dengan isu yang sedang dalam pertimbangan/proses pengambilan
keputusan oleh instansi pemerintah
3. Pernyataan yang dibuat di tempat terbuka di hadapan publik atau di depan forum publik berkaitan dengan
isu kepentingan publik (public interest)
4. Perbuatan-perbuatan lain dalam mendorong/memperjuangkan kebebasan berpendapat/petition rights
dalam kaitannya dengan isu-isu publik atau kepentingan publik.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Kebijakan Anti SLAPP Negara Bagian California (US Model) (2)

● Dalam praktiknya, Peradilan California mempertimbangkan beberapa faktor untuk


menetapkan suatu pernyataan mengandung kepentingan publik atau bukan, yaitu:
1. Pernyataan tersebut terkait individu/badan dalam ranah publik
2. Pernyataan tersebut terkait dengan perbuatan yang berdampak pada kepentingan
orang banyak, melampaui direct participants (kepentingan orang banyak).
3. Pernyataan yang berkontribusi pada perdebatan tentang topik yang terkait dengan
kepentingan publik yang sangat luas.

● Putusan Pengadilan California pada 2003 pada kasus Rivero v. American Federation of
State: berdasarkan 3 (tiga) standar ini, pernyataan dalam bentuk laporan, komentar
yang terkait dengan isu politik, ekonomi, sosial yang kontroversial di tingkat lokal
maupun internasional masuk dalam kualifikasi kepentingan publik (public interest).

© Mas Achmad Santosa, 2021


DISMISSAL DAN SLAPPBACK (JUDICIAL CURES) di Negara Bagian
California

Early Dismissal (Motion to Strike):


Hukum anti-SLAPP California dan negara bagian lainnya memperbolehkan tergugat untuk menyampaikan motion
to strike (permintaan dari pihak tergugat dalam proses peradilan Amerika Serikat meminta kepada presiding judge
untuk memerintahkan mencabut seluruh laporan/gugatan dari pihak lainnya). Pengadilan akan memeriksa
perkara ini dalam 30 hari, selama periode itu semua proses gugatan ditunda sampai Pengadilan memutus motion
to strike tersebut.

SLAPPBack:
Anti-SLAPP law di California juga memberikan kesempatan kepada tergugat yang berhasil membuktikan bahwa
gugatan penggugat mengancam atau membungkam tergugat, untuk mengajukan SLAPPBack (countersue), yaitu
tergugat yang memenangkan motion to strike dapat menggugat balik penggugat untuk membayar biaya
pengacara dan biaya-biaya lainnya. Sebaliknya, jika Pengadilan menemukan bahwa tergugat mengajukan motion
to strike secara asal-asalan hanya untuk menunda proses peradilan, maka penggugat juga dapat menuntut
tergugat untuk membayar biaya pengacara dan biaya lainnya.

© Mas Achmad Santosa, 2021


DISMISSAL DAN SLAPPBACK (JUDICIAL CURES) di Negara Bagian
California

SLAPPBack
• Berdasarkan Pring dan Canan (1996), mekanisme hukum yang mampu mencegah fenomena SLAPPs dengan penggunaan
SLAPPBack. SLAPPBack adalah mekanisme menggugat balik pihak yang mengajukan gugatan SLAPP yang bertujuan
mendapatkan ganti kerugian finansial yang disebabkan oleh gugatan tersebut.

• SLAPPback (countersue) pertama kali dipraktikkan pada tahun 1972 dalam Sierra Clubbers v McKeon (Construction
Company). Alasan Slappback dari Sierra Club adalah malicious prosecution yang menggunakan gugatan hukum untuk tujuan
yang tidak benar dengan niat tersembunyi (using lawsuit for improper, ulterior purposes and abusive of process).

• Dalam praktik di Amerika Serikat, SLAPPBack kecenderungannya tidak sedikit dimenangkan. Dalam banyak gugatan
SLAPPback, hakim menjatuhkan hukuman total 86 juta USD kepada yang mengajukan SLAPP antara tahun 80an-90an.

• Berdasarkan Pring dan Canan (1996), sekalipun SLAPPback ini bukan merupakan obat mujarab (panacea), namun terbukti
sebagai mekanisme yang cukup efektif dalam mencegah gugatan SLAPP yang tujuannya adalah pembungkaman dan
melanggar hak berperan serta dalam public decision making process.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Kriteria Penerapan Anti-SLAPP (Perbandingan dengan AS)
Perlindungan hukum yang efektif terhadap partisipasi masyarakat melalui anti-SLAPP berdasarkan UU anti-SLAPP
di berbagai negara bagian di Amerika Serikat harus melalui 3 tes, yaitu:

1. Komunikasi: harus mencakup seluruh advokasi publik dan komunikasi dengan pemerintah, baik langsung
maupun tidak langsung dan dalam bentuk kesaksian (testimony), surat (letters), laporan adanya kejahatan
(reports of crime), unjuk rasa secara damai (peaceful demonstrations), atau petisi.
2. Forum: Forum yang ditempuh harus mencakup semua badan pemerintah, baik itu badan federal negara
bagian maupun lokal, legislatif, eksekutif, dan pengadilan, atau pejabat-pejabat yang dipilih oleh rakyat
(electoral)
3. Prevention and Legal Cure: (a) perlu adanya early review yang efektif oleh pengadilan terhadap gugatan-
gugatan SLAPP yang diajukan; (b) memberlakukan beban pembuktian (burden of proof) kepada yang
mengajukan gugatan (c) legal cure termasuk di dalamnya mekanisme SLAPP back, pembebanan biaya-biaya
perkara yang dikeluarkan oleh tergugat, dan penalty tambahan. Ketiga hal ini (early review, beban pembuktian,
dan legal cure) berfungsi untuk memberikan warning bagi penggugat potensial SLAPP di masa mendatang
untuk tidak sewenang-wenang melakukan abusive lawsuit.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Recommendation on Legal Protection for Human Rights
Fighters (Including Environmental Rights Activists)
1. Merancang Sistem dan Mekanisme Anti-SLAPP (Exhibit care in designing and advancing these responses.)
2. Perlunya penguatan perlindungan terhadap hak peran serta masyarakat (Focus initial anti-SLAPP efforts on
bolstering protections for public participation.)
3. Reformasi Hukum untuk Memperkuat Perlindungan Pembela HAM (Reform defamation laws, especially laws
regarding criminal defamation.)
4. Menerapkan prosedur penghentian secara cepat gugatan SLAPP, pemberlakuan pembebanan biaya yang telah
dikeluarkan oleh SLAPP target dan ganti kerugian bagi SLAPP target terhadap SLAPP Filers (Implement expedited
dismissal procedures, cost-shifting, and damages provisions in defamation cases.)
5. For defamation claims filed for purposes of harassment, the court should have the authority to impose additional
penalties on filers.
6. Reformasi untuk mencegah abusive litigation, perlu melalui pengaturan dalam bentuk UU/Perpres (Reforms
should be accomplished by legislative act or presidential decree.)
7. Studies should further assess the prevalence and nature of SLAPPs in Southern jurisdictions.
8. Pemerintah dan aktivis perlu menjajaki kebijakan yang kreatif yang disesuaikan dengan konteks nasional/budaya
masyarakat (Authorities and activists should explore novel policy responses tailored to national contexts)
International Center for Not-For-Profit Law (ICNL), 2020
© Mas Achmad Santosa, 2021
Rekomendasi untuk Negara-Negara Berkembang
1. Merancang Sistem dan Mekanisme Anti-SLAPP (Exhibit care in designing and
advancing these responses)
1. Merancang sistem dan mekanisme Anti SLAPP harus sangat berhati hati agar tetap sejalan dengan tujuan
pengembangan perlindungan hukum terhadap korban dari tindakan pembalasan melalui prosedur hukum. Artinya
setiap desain apapun kita harus terlebih dahulu menyepakati prinsip prinsip dari konstruksi hukum anti SLAPP itu
sendiri yang dapat diterima baik dalam sistem dan budaya hukum anglo saxon maupun civil law.
2. Bangunan hukum Anti SLAPP harus dikaitkan dengan penguatan jaminan: (a) pelaksanaan HAM (termasuk hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat); dan (b) demokrasi (termasuk kebebasan sipil dan partisipasi masyarakat).
3. Mekanisme Anti SLAPP (dalam konteks perdata atau pidana) harus bersifat segera (early & immediate) untuk
mencegah kerugian moral dan material yang besar dan berkepanjangan dari korban yang diposisikan sebagai
terdakwa atau tergugat.
4. Pengembangan sistem dan mekanisme Anti SLAPP harus sejalan dan sebanding dengan penjagaan kemandirian dan
profesionalisme penyidik, jaksa dan hakim pengadilan. Bangunan Anti SLAPP akan runtuh apabila tidak terdapat
independensi dan profesionalisme hakim, jaksa dan penyidik.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Rekomendasi untuk Negara-Negara Berkembang (2)
2. Perlunya penguatan perlindungan terhadap hak peran serta masyarakat (Focus Initial
Anti-SLAPP Efforts on Bolstering Protections for Public Participation)
1. Mengembangkan dan memperkuat hak-hak konstitutional dan statutory rights yang terkait dengan
environmental rights, kebebasan sipil/ civil liberties, dan (genuine) public participation.
2. Perlu dibangun koalisi antara masyarakat sipil, pemerintah, dan dewan perwakilan rakyat untuk selalu
mengangkat kasus-kasus SLAPP dan perlunya pengembangan dan penguatan peraturan perundang-
undangan yang memberikan perlindungan terhadap pejuang HAM didalam exercising No. 1 di atas.
3. Perlu diangkat dan dikedepankan penanganan kasus-kasus anti-SLAPP secara high-profile (diperlukan
publikasi media secara meluas), termasuk perlunya penerbitan yang menjadi bahan tentang SLAPP dan
bagaimana menerapkan SLAPP bacaan diberbagai media dan ahli-ahli di universitas di berbagai kota,
dan organisasi masyarakat sipil.
4. Paradigma pembangunan yang menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai ‘panglima’ dengan
mengabaikan aspek perlindungan ekosistem dan aspek equity (keadilan bagi kelompok masyarakat
marginal) akan melahirkan banyaknya korban-korban SLAPP dimasa yang akan datang.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Rekomendasi untuk Negara-Negara Berkembang (3)
3. Reformasi Hukum untuk Memperkuat Perlindungan Pembela HAM (Reform
defamation laws, especially laws regarding criminal defamation)
1. Terkait dengan perlindungan pembela HAM dalam hukum Indonesia, pada tahun 2010, Yayasan Tifa dan Human
Rights Support Facilities (HRSF) menerbitkan laporan yang intinya menemukan beberapa peraturan perundang-
undangan yang mengindikasikan adanya peluang dan hambatan perlindungan bagi pembela HAM, termasuk
laporan ini tidak menemukan peraturan perundang-undangan yang secara spesifik menjamin perlindungan
terhadap pembela HAM, kecuali yang ditemukan dalam UU Pers. Sekalipun Pasal 66 UUPLH memberikan jaminan
hukum terhadap perlindungan hukum terhadap pejuang hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik dari
gugatan perdata maupun kriminalisasi.
2. Laporan ini memberikan beberapa rekomendasi, sebagai berikut:
(a) penghapusan pasal-pasal yang diidentifikasi sebagai hambatan perlindungan bagi pembela HAM, termasuk UU
ITE (masyarakat sipil perlu secara terus menerus mengawasi revisi UU ITE dan SKB Menteri Komunikasi dan
Informatika, Jaksa Agung, dan Polri, tertanggal 23 Juni 2021);
(b) melaksanakan pasal-pasal perlindungan pembela HAM secara konsisten;
(c) pembentukan desk pembela HAM di Komnas HAM sesegera mungkin, dimana tugasnya adalah mempercepat
pengidentifikasian pasal-pasal yang menghambat pekerjaan pembela HAM, dan memperkuat pasal-pasal
perlindungan pembela HAM, dan pengimplementasiannya secara konsekuen.
© Mas Achmad Santosa, 2021
Rekomendasi untuk Negara-Negara Berkembang (4)
4. Menerapkan prosedur penghentian secara cepat gugatan SLAPP, pemberlakuan
pembebanan biaya yang telah dikeluarkan oleh SLAPP target dan ganti kerugian bagi
SLAPP target terhadap SLAPP Filers (Implement Expedited Dismissal Procedures, Cost-
shifting, and Damages Provisions in Defamation Cases)
1. Membangun kepekaan hakim terhadap kecenderungan gejala SLAPP, termasuk

mengembangkan/mempertajam praktek judicial activism.


2. Memprakarsai pengembangan expedited judicial procedures, termasuk mengembangkan terobosan di
dalam kerangka sistem hukum beracara yang ada saat ini.
3. Diperlukan pengembangan semacam ‘full cost award’ bagi tergugat SLAPP seusai dismissal untuk
mencegah abusive legal actions di kemudian hari.
4. Diperlukan pengembangan prosedur SLAPPBack (gugatan balik) yang memungkinkan tergugat yang
telah ditetapkan sebagai pejuang/pembela HAM dan korban dari abusive lawsuit melalui koridor
pengajuan gugatan ganti kerugian yang dapat di proses secara cepat.
5. Pengadilan diberikan kewenangan untuk menerapkan denda tambahan terhadap SLAPP filers atas
gugatan pencemaran nama baik yang bertujuan mengganggu hak asasi seseorang.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Rekomendasi untuk Negara-Negara Berkembang (5)
5. Reformasi untuk mencegah abusive litigation, perlu melalui pengaturan
dalam bentuk UU/Perpres (Reforms should be accomplished by legislative
act or presidential or prime ministerial decree)
Reformasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan pembela/pejuang HAM,
seperti tersebut dalam Poin 3 diatas, harus dilakukan secara terintegrasi (integrated) dan bersifat multi
sektor, terutama aspek penyidikan, penuntutan, dan pengadilan. Berbagai kementerian terkait seperti
kementerian yang terkait dengan hukum dan hak asasi manusia, lingkungan hidup, kelautan dan
perikanan diwajibkan untuk memberikan dukungan terhadap pengembangan kebijakan anti-SLAPP dan
kewajiban melaksanakan kebijakan tersebut dengan konsisten.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Rekomendasi untuk Negara-Negara Berkembang (6)
6. Pemerintah dan aktivis perlu menjajaki kebijakan yang kreatif yang disesuaikan
dengan konteks nasional/budaya masyarakat (Authorities and Activists Should
Explore Novel Policy Responses Tailored to Local Contexts)
1. Yang lebih penting dari pengembangan sistem dan mekanisme anti-SLAPP di sektor hilir, penguatan di sektor
hulu juga sama pentingnya, yaitu mengembangkan kesadaran yang tinggi di tingkat penyidikan maupun
penuntutan kasus-kasus yang berpotensi kriminalisasi terhadap pejuang/pembela HAM, termasuk pejuang
hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sebagai contoh: apabila seseorang atau kelompok orang
ataupun organisasi sedang melakukan kegiatan untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia, termasuk
hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik, maka seharusnya pelaporan pidana terhadap orang,
sekelompok orang, dan organisasi tersebut itu tidak mudah diterima oleh penyidik maupun penuntut.

2. Prakarsa Mahkamah Agung RI untuk lebih merinci pedoman penanganan kasus-kasus eco-SLAPP perlu
didukung penuh untuk memberikan pedoman lebih jelas bagi hakim untuk bersikap dan mengadili seadil-
adilnya (Revisi Keputusan KMA No. 36/2013). Pedoman penanganan kasus-kasus eco-SLAPP ini dapat juga
bermanfaat bagi kasus-kasus lainnya, dan bermanfaat bagi Polri dan Kejaksaan untuk mengembangkan
pedoman serupa bagi para penyidik maupun jaksa penuntut umum.
© Mas Achmad Santosa, 2021
Potensi Pengembangan Kebijakan
Anti-(Eco) SLAPP di Indonesia
Jaminan Hak Partisipasi Masyarakat dan Hak Atas Lingkungan
Hidup yang Baik dan Sehat dalam Konstitusi
Secara hukum, konstitusi Indonesia menjamin partisipasi publik sebagai salah satu hak asasi. Dalam UUD 1945 terdapat
beberapa pasal yang terkait dengan partisipasi public dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yaitu:
1. Pasal 28C ayat (2) → setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
2. Pasal 28F→ Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
3. Pasal 28G ayat (1) → Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
4. Pasal 28H ayat (1) → Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan

© Mas Achmad Santosa, 2021


Anti Eco-SLAPP Berdasarkan UU No 32. Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pengaturan mengenai Anti Eco-SLAPP disuarakan Pasal 66 UU 32/2009


pertama kali dalam RDPU dengan beberapa organisasi “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup pada pembahasan RUU PLH dalam lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
rangka merevisi UU No. 23 Tahun 1997 tentang PLH. dituntut secara pidana maupun digugat secara
Usulan adanya ketentuan mengenai Anti Eco-SLAPP perdata.”
ini disetujui oleh para perumus UU 32/2009 yang
kemudian dimanifestasikan dalam Pasal 66. Penjelasan Pasal 66:
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi korban
Pasal 66 ini dipengaruhi oleh 2 hal: dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat
1) Semangat untuk mewujudkan peran serta pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
masyarakat yang aktif dan bersifat hakiki; Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah
2) Semangat untuk mendorong laporan dan tindakan pembalasan dari terlapor melalui
pengaduan masyarakat sebagai sumber informasi pemidanaan dan/atau gugatan perdata dengan tetap
penegakan hukum lingkungan memperhatikan kemandirian peradilan.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Statutory Environmental Rights & Anti Eco-SLAPP
Pasal 65 (ENVIRONMENTAL RIGHTS) Pasal 66 (ANTI ECO-SLAPP) Pasal 70
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan Setiap orang yang (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang
hidup yang baik dan sehat sebagai memperjuangkan hak atas sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif
bagian dari hak asasi manusia. lingkungan hidup yang baik dan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
(2) Setiap orang berhak mendapatkan sehat tidak dapat dituntut hidup.
pendidikan lingkungan hidup, akses secara pidana maupun (2) Peran masyarakat dapat berupa: (BENTUK PSM)
informasi, akses partisipasi, dan akses digugat secara perdata a. pengawasan sosial;
keadilan dalam memenuhi hak atas b. pemberian saran, pendapat, usul,
lingkungan hidup yang baik dan sehat. keberatan, pengaduan; dan/atau
(3) Setiap orang berhak mengajukan usul c. penyampaian informasi dan/atau laporan.
dan/atau keberatan terhadap rencana (3) Peran masyarakat dilakukan untuk: (TUJUAN
usaha dan/atau kegiatan yang PSM)
diperkirakan dapat menimbulkan a. meningkatkan kepedulian dalam
dampak terhadap lingkungan hidup. perlindungan dan pengelolaan lingkungan
(4) Setiap orang berhak untuk berperan hidup;
dalam perlindungan dan pengelolaan b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan
lingkungan hidup sesuai dengan masyarakat, dan kemitraan;
peraturan perundang-undangan. c. menumbuhkembangkan kemampuan dan
(5) Setiap orang berhak melakukan kepeloporan masyarakat;
pengaduan akibat dugaan pencemaran d. menumbuhkembangkan
dan/atau perusakan lingkungan hidup ketanggapsegeraan masyarakat untuk
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata melakukan pengawasan sosial; dan
cara pengaduan sebagaimana e. mengembangkan dan menjaga budaya dan
dimaksud pada ayat (5) diatur dengan kearifan lokal dalam rangka pelestarian
Peraturan Menteri fungsi lingkungan hidup.
© Mas Achmad Santosa, 2021
Siapa Pejuang Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik
dan Sehat?
Mengacu kepada Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 70 ayat (1), (2), dan (3) UUPPLH, maka yang dimaksud sebagai
pejuang lingkungan adalah:

1) Orang dan organsisasi yang menjalankan fungsi peran serta masyarakat, yaitu setiap orang yang
melaksanakan peran mereka dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui cara-cara
sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (2), yaitu: a) pengawasan sosial b) pemberian saran, pendapat, usul,
keberatan, pengaduan, dan/atau c) penyampaian informasi dan/atau laporan; atau d) laporan dan gugatan
hukum.
2) Anggota masyarakat yang mengalami secara langsung dampak dari pencemaran maupun kerusakan
lingkungan terhadap dirinya, anggota keluarga, masyarakat sekitar (masyarakat korban), maupun dampak
terhadap ekosistem di lingkungan masyarakat tersebut.
3) Orang dan organisasi dimaksud meliputi mereka yang kegiatannya memperjuangkan hak atas lingkungan
hidup yang sehat dan baik, memperjuangkan hak-hak sipil, dan keadilan lingkungan
(environmental/ecological justice).
4) Kuasa hukum dari masyarakat korban (terdapat UU Advokat yang mengatur tentang perlindungan tesebut)

© Mas Achmad Santosa, 2021


Jenis Kegiatan Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik
dan Sehat (Berdasarkan Hukum Indonesia)
1. Exercising hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik, yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi dan/atau peraturan
perundang-undangan. Exercising hak tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti melaporkan kepada: a) institusi
pemerintah terkait; b) aparat penegak hukum; c) pengadilan; d) wakil rakyat; e) kementerian/lembaga yang ditunjuk berdasarkan
peraturan-perundang-undangan untuk menerima pengaduan masyarakat; f) publikasi melalui media cetak, elektronika, dan online
(melalui pers statement dan/atau wawancara) (Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 70 ayat (2))
2. Orang atau organisasi yang berjuang untuk mendapatkan akses informasi, partisipasi, dan keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang hak-hak tersebut dijamin dalam konstitusi dan/atau peraturan perundang-undangan
(Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 70 ayat (1))
3. Kegiatan yang terkait dengan pengajuan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan
dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup (ex-ante), yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi dan/atau peraturan
perundang-undangan (Pasal 65 ayat (3) dan Pasal 70 ayat (2)).
4. Pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup (ex-post facto) ditujukan kepada kementerian/lembaga
terkait untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti
(Pasal 65 ayat (3) dan Pasal 70 ayat (2) dan ayat (3)).

5. “Cara hukum” yang dimaksudkan Penjelasan Pasal 66 UU PPLH ini adalah cara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
sebagaimana dimaksud poin No. 1-4 di atas. Dengan perkataan lain, cara hukum yang dimaksudkan Pasal 66 UU PPLH tidak
terbatas pada pelaporan hukum ke apgakum maupun gugatan hukum ke pengadilan.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Anti-SLAPP Versi Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009
1. Merupakan ketentuan hukum terkait perlindungan terhadap setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat terhadap ancaman gugatan perdata maupun kriminalisasi (anti eco-SLAPP)
2. Pasal 66 tidak terbatas pada perlindungan terhadap gugatan eco-SLAPP, tetapi juga pelaporan pidana (kriminalisasi) dan cara-cara hukum
lainnya dalam rangka exercising hak atau lingkungan hidup yang sehat dan baik, sebagaimana diatur dan dijamin dalam konstitusi dan
Pasal 65 dan Pasal 70 UU PPLH.
3. Pasal 65 dan Pasal 66 merupakan satu kesatuan dalam Bagian Kesatu tentang Hak di bawah Bab terkait Hak, Kewajiban, dan Larangan.
a. Pasal 65 menjamin 5 jenis hak, yaitu (1) hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari HAM; (2) hak
mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan; (3) hak untuk mengajukan usul
dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan
hidup; (4) hak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan (5) hak melakukan pengaduan akibat
dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
b. Pasal 66 mengatur imunitas bagi setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai HAM.
Dengan demikian, ruang lingkup kegiatan untuk memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat meliputi lima jenis
hak diatas. Dikarenakan Pasal 66 maupun penjelasannya tidak mengatur kegiatan apa yang dikategorikan sebagai memperjuangkan
atas hak lingkungan hidup yang sehat dan baik, untuk itu perlu dilakukan pendekatan penafsiran sistematis-logis.
4. Istilah SLAPP pada awalnya mengatur tentang perlindungan pejuang HAM, termasuk lingkungan hidup, yang digugat melalui litigasi
dengan tujuan mengintimidasi, membungkam, atau menghalangi orang atau organisasi yang memperjuangkan hak-hak atas lingkungan
hidup (di negara-negara bagian USA, berbagai provinsi di Kanada, Australia, dan Filipina).
5. Indonesia belum memiliki prosedur terkait anti eco-SLAPP maupun anti-SPAPP (Strategic Prosecution Against Public Participation/
extended SLAPP)
Pertanyaannya: apabila anti eco-SLAPP diadopsi sebagai sebuah kebijakan, apa bentuknya dan bagaimana pengaturannya?
© Mas Achmad Santosa, 2021
Contoh Kasus SLAPP di Indonesia
Dr. Rignolda vs PT NMR (278/PDT.G/2004/PN Manado)
Dr. Rignolda (seorang ahli lingkungan) menyampaikan pendapatnya kepada media terkait pencemaran yang dilakukan oleh PT Newmont Minahasa Raya
(PT NMR) di Teluk Buyat. Dr. Rignolda menyatakan bahwa telah terjadi pencemaran di Teluk Buyat yang menyebabkan penyakit serupa dengan Minamata
disease, yang dialami oleh masyarakat sekitar Teluk Buyat. Pernyataan Dr. Rignolda pada Harian Kompas 20 Juli 2004 dan Sinar Harapan 21 Juli 2004
mengenai operasi penambangan yang dilakukan PT. NMR membuat PT NMR menggugat Dr. Rignolda dengan gugatan pencemaran nama baik.

Dr. Rignolda dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum pada Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding, namun dibebaskan
pada Putusan Kasasi. Putudan bebas dari Mahkamah Agung dalam perkara kasasi tahun 2006 tidak berdasarkan atas pertimbangan Anti Eco-SLAPP
tetapi penyebarluasan berita tentang PT NMR adalah pers bukan dilakukan oleh Dr. Rignolda, sehingga gugatan yang didasarkan pasal 1365 salah
alamat. Pertimbangan tentang anti eco-SLAPP belum dilakukan pada saat itu, antara lain disebabkan Pasal 66 UU 32/2009 baru diundangkan 3 tahun
setelah kasus ini diputus oleh Mahkamah Agung. Sekalipun kasus ini merupakan contoh nyata dari abusive SLAPP lawsuit yang tujuannya untuk
membungkam dan menghambat partisipasi masyakarat untuk memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik yang dilakukan oleh Dr.
Rignolda.

H. Rudy vs Willy Suhartanto (177/Pdt.G/2013/PN.Mlg)


H. Rudy (pengurus Forum Masyarakat Peduli Mata Air) memperjuangkan agar pembangunan The Rayja Batu Resort dihentikan karena dapat
memberikan dampak negatif bagi sumber mata air Gemulo di Kota Batu. Atas tindakan yang dilakukan oleh H. Rudy, Willy Suhartanto sebagai Direktur PT
Panggon Sarkarya Sukses Mandiri yang membangun The Rayja Batu Resort menggugat H. Rudy dengan perbuatan melawan hukum.

Majelis Hakim pada PN Malang dan PT Surabaya menyatakan Willy Suhartanto melakukan perbuatan melawan hukum dan memerintahkan
pembangunan PT Rayja Batu Resort dihentikan. Namun di tingkat Kasasi, Hakim Agung membatalkan putusan PN Malang dan PT Surabaya. Dalam
pokok perkara, Hakim Agung memutus bahwa gugatan penggugat (Willy) tidak dapat diterima, namun Willy tetap dapat melanjutkan pembangunan resort.

Pada intinya, H. Rudy berhasil lepas dari SLAPP, namun gagal dalam perjuangan lingkungan hidup karena Willy tetap dapat melanjutkan pembangunan
resort.
© Mas Achmad Santosa, 2021
Contoh Kasus SLAPP di Indonesia
Kasus Robandi Dkk
Dakwaan penuntut umum tgl 17 Desember 2020 yang diajukan oleh Kejari Sungai Liat terdaftar dalam Register Perkara di PN Sungai
Liat dengan menghadapkan 4 orang terdakwa Robandi Cs yang didakwa " Secara bersama sama melakukan, menyuruh melakukan
dan turut serta melakukan dengan sengaja memakai tanda kepangkatan atau melakukan perbuatan yang termasuk jabatan yang tidak
dijabatnya atau yang ia sementara dihentikan daripadanya...". Pasal yang digunakan adalah pasal 228 KUHAP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1
KUHP dan pasal 263 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Robandi dkk ini adalah aktifis masyarakat yang saat itu sedang memperjuangkan dengan anggota masyarakat lainnya hak atas
lingkungan hidup yang sehat dan baik melawan pencemaran yang diduga disebabkan oleh PT BAA. Robandi Dkk ini yang menjadi
pengurus RT yang kemudian keempatnya mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai pengurus RT. Pengadilan Negeri Sungai
Liat tidak menerima alasan, argumen dan pembelaan terdakwa, penasehat hukum maupun ahli yang diajukan penasehat hukum
terdakwa terkait dengan hak para terdakwa untuk memiliki imunitas sebagai mana dijamin dalam pasal 66 UU Nmor 32 tahun 2009.
Robandi berdasarkan uraian, argumen dan pendapat ahli adalah pejuang hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai HAM
sebagaimana dimaksud pasal 66 UU 32 tahun 2009 yang disebut dengan korban eco SLAPP. Atas putusan Pengadilan Negeri Sungai
Liat, para terdakwa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Bangka Belitung. Pengadilan Tinggi Bangka Belitung menerima
permintaan banding dari penasehat hukum para terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Sungai Liat tertanggal 6 April
2021.

Pengadilan Tinggi Bangka Belitung menyatakan dalam putusannya sebagai berikut:


1) terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan penuntut umum dalam dakwaan pertama dan kedua;
2) [akan tetapi] perbuatan para terdakwa tersebut bukanlah merupakan tindak pidana dan melepaskan para terdakwa [oleh karena itu]
dari seluruh tuntutan pidana penuntut umum.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Contoh Kasus SLAPP di Indonesia
Kasus Robandi Dkk (Cont.)
Fakta Hukum
1) PT Bangka telah mempertimbangkan bahwa Robandi dkk merupakan pejuang lingkungan hidup yang aktifitasnya dilindungi oleh UU
PPLH sehingga terhadap Robandi dkk tidak dapat dilakukan penuntutan secara pidana;
2) Dalam pertimbangan putusan PT Bangka Belitung tidak merinci kegiatan kegiatan terdakwa sebagai pejuang lingkungan hidup sekalipun
telah dijelaskan oleh para terdakwa dan penasehat hukum, sehingga dapat diberlakukan pasal 66 UUPPLH. Rincian ini diperlukan karena
definisi pejuang lingkungan hidup tidak ditemukan dalam UUPPLH sehingga dibutuhkan penjelasan sebelum menyimpulkan para
terdakwa dapat dikualifikasi sebagai pejuang lingkungan hidup ;
3) Pendapat Hakim Tinggi dan pengajar hukum lingkungan pada pelatihan sertifikasi hakim, Nani Indrawati mengatakan walaupun para
terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan hukum, tetapi secara hukum seharusnya dakwaan tidak diterima dikarenakan perbuatan para
terdakwa tersebut tidak dapat dituntut, bukan sebaliknya tuntutan jaksa diterima dan dikabulkan, dengan mengacu kepada frasa pasal 66
UUPLH: "...Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana
maupun digugat secara perdata.....".

Nur Alam vs Basuki Wasis (47/Pdt.G/LH/2018/PN.Cbi)


Basuki Wasis adalah dosen IPB yang dipanggil menjadi ahli untuk menghitung kerugian negara dari dampak lingkungan yang muncul dalam
perkara korupsi dengan terdakwa mantan Gubernur Sultra Nur Alam. Namun Basuki digugat oleh Nur Alam untuk membayar Rp1,4 miliar dan
kerugian imateril sebesar Rp3 triliun, dan dimohonkan agar dilakukan penyitaan terhadap asset-asset miliknya.

Majelis hakim memberikan putusan sela yang menerima eksepsi kuasa hukum Basuki Wasis dan menyatakan gugatan Nur Alam tidak dapat
diterima. Majelis hakim juga menegaskan dalam putusan bahwa setiap ahli yang memberikan keterangan dalam persidangan tidak dapat
digugat perdata ataupun pidana.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Pemikiran Tentang Pengaturan Anti-SLAPP Indonesia (1)
1. Penetapan definisi SLAPP dan anti-SLAPP
2. Imunitas bagi anti-SLAPP striker (elemen komunikasi terkait dengan kegiatan advokasi kepentingan publik dengan
institusi pemerintahan secara langsung maupun tidak langsung, dan forum: tidak hanya eksekutif tetapi juga legislative
dan judikatif dan badan-badan quasi negara, seperti komisi bentukan pemerintah dan legislative)
3. Applicability dalam existing legal mechanism (gugatan SLAPP dan kriminalisasi).
a. Menggunakan mekanisme putusan sela dalam proses pemeriksaan perkara perdata dan putusan akhir diterima atau
tidak diterimanya request immunity to SLAPP (seperti motion to strike).
b. Terkait kriminalisasi, tolak ukur pengadilan untuk tidak menerima tuntutan penuntut umum berdasarkan kriteria: a) hak
asasi yang dijamin konstitusi; b) hak berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; c) kriteria
komunikasi dan forum (Pring, 1996). Pasal 191 ayat (1) dan (2), Pasal 143 ayat (2) KUHAP, dan ketiadaan malicious
intent (mens rea: is the intent to harm or do some evil purpose) dapat dijadikan landasan untuk menangkal abusive
prosecution dan mengaitkannya dengan Pasal 66 UU PPLH.
Pasal 191 KUHAP:
(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu
tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk
dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah, terdakwa perlu ditahan.

© Mas Achmad Santosa, 2021


Pemikiran Tentang Pengaturan Anti-SLAPP Indonesia (2)
4. Required Procedures: Judicial Prevention and Judicial Cure-early review (dibuka kemungkinan motion to strike/ eksepsi/
keberatan berdasarkan pasal 156 ayat (1) KUHAP dan dalam perkara perdata, eksepsi/ bantahan di luar kewenangan
mengadili), beban pembuktian pada penggugat (eco-SLAPP/SLAPP filer), dan memberikan warning bagi abusive
litigation.
Pasal 156 ayat (1) KUHAP:
Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau
dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk
menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.

5. Pengaturan mekanisme anti-SLAPP memerlukan keberadaan mekanisme early review, bersifat cepat dan ringkas
sehingga memberikan perlindungan hukum melalui prosedur anti-SLAPP ini.

6. Dimungkinkan penggantian biaya untuk korban yang mengajukan motion to strike anti-SLAPP apabila gugatan SLAPP
ditolak

7. Penyediaan dana bantuan hukum bagi pengacara bantuan hukum profesional untuk membantu korban gugatan SLAPP

8. Hukuman dalam bentuk punitive or exemplary damages diberlakukan terhadap bentuk-bentuk intimidasi hukum melalui
SLAPP untuk meredam abusive lawsuit di kemudian hari (perlu dipertimbangkan pengaturan tentang SLAPPback/
countersue)

© Mas Achmad Santosa, 2021


Terima Kasih

© Mas Achmad Santosa, 2021

Anda mungkin juga menyukai