Anda di halaman 1dari 3

Judul Jurnal : Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan

Judul : KANUN, Jurnal Ilmu Hukum No. 52

Volume : No. 52 Edisi Desember 2010

Tahun : 2010

Penulis : Cut Era Fitriyeni

Latar Belakang

Lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi dan hak konstitusional bagi
setiap warga negara dituangkan secara jelas pada pernyataan UUD RI 1945. Hal ini
menyebabkan negara dan para pemaku kepentingan terkait memiliki kewajiban untuk melakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pembangunan berkelanjutan agar dapat
tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi seluruh makhluk di dalamnya.
Akan tetapi, akibat dari perilaku manusia seperti eksploitasi, pembuangan limbah serta
kegiatan industri yang berujung pada pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup semakin
parah menyebabkan turunnya kualitas lingkungan hidup dan mengancam keberlangsungan
kehidupan manusia dan makhluk hidup di dalamnya. Hal ini dibuktikan dengan rusaknya 72%
hutan asli di Indonesia serta fenomena lain seperti banjir, tanah longsor, lumpur lapindo dan
kebakaran hutan. Dari fenomena tersebut, muncullah sengketa lingkungan hidup, dimana
masyarakat yang menjadi korban dan peduli lingkungan menuntut penegakan hukum lingkungan
sebagai upaya penuntutuan hak-hak mereka.
Pemerintah kemudian mengganti UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup dengan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPLH), sebagai upaya sistematis dan terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Untuk pencemaran dan kerusakan
yang sudah terjadi, dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen
dan konsisten. Dalam UUPLH, penegakan hukum lingkungan dilakukan dengan ketentuan
hukum administrasi, hukum pidana maupun perdata, serta meliputi juga penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di dalam atau luar pengadilan. Pada tulisan kali ini akan fokus terhadap
penyelesaian sengketa lingkungan secara perdata di dalam pengadilan.
PEMBAHASAN

INSTRUMEN HUKUM PERDATA TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA


LINGKUNGAN HIDUP MELALUI PENGADILAN
Sengketa lingkungan hidup adalah sengketa perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup. (Pasal 1
Angka 25 UUPLH) Dampak lingkungan lingkungan hidup merupakan pengaruh perubahan pada
lingkungan hidup akibat suatu usaha dan/atau kegiatan, yang dapat berupa : 1) perubahan iklim,
2) kerusakan dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, 3) peningkatan intensitas dan cakupan
bencana (banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan), 4) penurunan mutu dan
kelimpahan SDA, 5) peningkatan alih fungsi lahan dan dampak langsung terhadap manusia
berupa kemiskinan dan dampak resiko kesehatan.
Untuk mengatasi permasalahan sengketa lingkungan hidup tersebut, dalam Pasal 84 UU
No. 32/2009 ditentukan bahwa penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan (untuk melindungi para pihak yang bersengketa), pilihan
penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara sukarela oleh pihak yang bersengketa,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila penyelesaian sengketa di luar
pengadilan dinyatakan tidak berhasil oleh pihak yang bersengketa (mencegah terjadinya putusan
yang berbeda mengenai satu sengketa lingkungan hidup untuk menjamin kepastian hukum).
Untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan perlu adanya pengajuan gugatan. Hak gugat
dilakukan oleh setiap pihak yang merasa dirugikan, bisa dari pemerintah (Pasal 90 UU),
masyarakat dengan gugatan perwakilan kelompok (Pasal 91) atau organisasi LH (Pasal 92).
Pasal 87 UUPLH menentukan : “ 1. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib
membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.” Kemudian setiap orang yang
melakukan pemindahtanganan, pengubahan sifat dan bentuk (usaha, kegiatan, badan usaha) yang
melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum. Pengadilan dapat menetapkan
pembayaran uang paksa terhadap setiap hari keterlambatan pelaksanaan putusan pengadilan, dan
besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Pasal 87 ayat 1 merupakan realisasi dari asas dalam lingkungan hidup UUPLH yakni
“asas pencemar membayar” dimana setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan wajib menanggung biaya pemulihan,
selain itu, dapat dibebani untuk melakukan tindakan seperti : 1) memasang atau memperbaiki
unit pengolahan limbah agar sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup, 2) memulihkan fungsi
lingkungan hidup, 3) menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup. Maka dari itu, sengketa lingkungan bisa diajukan gugatan
ke pengadilan apabila : 1) Adanya perbuatan melanggar hukum (orenchtmatige daad) dan 2)
Menimbulkan kerugian bagi orang lain atau lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai