Anda di halaman 1dari 11

PERKAWINAN ADAT MERARIK (Kawin Lari) DALAM

MASYARAKAT SUKU SASAK

DOSEN PENGAMPU

Triyono. S.H., M.Kn.

Disusun Oleh:
1. Kresnary Prawida Ludvianto 11000120140709
2. Raihan Zaky Kusuma 11000120140288
3. Mohammad Sami Thalib 11000120140869
4. Yan Haikal Muhammad 11000120140815
5. Ratu Tsara Afifah Raharja 11000120120009
6. Muhammad Nauval Mahran Azis 11000120140822

PROGRAM S-1 HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG 2021/2022

BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang.

Suku Sasak terdapat tradisi kawin lari "Merarik" yang memiliki ciri khas dan
nilai yang sudah turun temurun dari para leluhur. Kawin lari "Merarik" dipercaya
akan mengangkat harkat martabat kaum laki-laki yang dapat melarikan pujaan hati
mereka. Kawin lari merupakan tradisi turun temurun yang sudah membudidaya di
kalangan Suku Sasak. Selain itu kawin lari berbeda dengan kawin culik, kalau kawin
culik pengantin wanita di paksa menikah dengan laki-laki yang dia tidak cintai hanya
pengantin laki-laki saja yang memiliki rasa cinta sedangkan kawin lari dilakukan oleh
dua insan yang saling mencintai tanpa ada paksaan di antara satu dengan yang lain.

Budaya kawin lari "Merarik" kurang di kenal oleh masyarakat luar pulau
Lombok. Kawin lari "Merarik" telah disepakati oleh Suku Sasak sebagai salah satu
budaya yang ditinggalkan oleh para leluhur mereka dan harus dibudidayakan,
sehingga tidak dapat di musnahkan.

Sebagaimana telah dikisahkan oleh seorang warga Suku Sasak bahwasanya


asal mula terjadinya kawin lari "Merarik" pada zaman dahulu kala ada seorang raja
yang memiliki putri yang sangat cantik dan semua laki-laki ingin melamarnya,
dengan demikian sang raja berusaha berfikir bagaimana caranya supaya tidak terjadi
perselisihan jadi sang raja mengurung anaknya di istana dengan menggunakan
penjagaan yang sangat ketat, kemudian sang raja mengumumkan kepada seluruh laki-
laki itu barang siapa yang dapat menculik putri saya maka saya akan nikahkan dia.
Maka terjadilah adat kawin lari di Suku Sasak.
BAB 2

PEMBAHASAN

Pengertian suku sasak

Suku Sasak adalah etnis asli yang berasal dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara
Barat. Jumlah populasi etnis Sasak cukup banyak, yaitu sekitar 3 juta jiwa. Sebanyak
2,5 juta jiwa terkonsentrasi di Pulau Lombok. Sedangkan sekitar 500 ribu jiwa
lainnya tersebar di beberapa wilayah di Indonesia Beberapa kelompok orang Sasak
masih hidup secara tradisional sesuai warisan tradisi secara turun-temurun nenek
moyang mereka. Namun tak sedikit pula yang telah mengadaptasi cara hidup
masyarakat modern. Suku Sasak memiliki bahasa daerah sendiri yang disebut sebagai
bahasa Sasak. Bahasanya hampir sama dengan bahasa Sumbawa dan Bali, 2 pulau
yang berada di sisi kanan dan kiri Pulau Lombok. Mayoritas suku Sasak memeluk
agama Islam. Selain itu, ada juga yang menganut agama Hindu, Budha, dan
Animisme. Penduduk minoritas lainnya ada menganut kepercayaan kuno sebelum
masuknya agama Islam.

Pengertian tradisi merarik

Secara etimologis, merarik berasal dari kata lari dalam bahasa Suku Sasak.
Merarinang berarti melaiang atau dalam bahasa Indonesia melarikan, yaitu laki-laki
melarikan perempuan untuk dijadikan isteri (Saladin, 2013: 23). Istilah merarik yang
diartikan sebagai kawin lari menyebar di seluruh Pulau Lombok meskipun di
beberapa tempat istilah tersebut berbeda karena perbedaan logat setiap desa yang
memiliki keragaman jenis pengucapan. Merarik merupakan budaya khas Suku Sasak
dalam memulai memilih pasangan untuk dinikahi dan awal membangun keluarga.
Kawin lari biasanya diartikan sebagai bentuk perkawinan yang tidak didasarkan atas
persetujuan lamaran orang tua, tetapi berdasarkan kemauan sepihak atau kedua belah
pihak dari sepasang pemuda dan pemudi sebagai jalan keluar bagi mereka untuk
menikah. Namun dalam tradisi masyarakat Sasak dimana tradisi kawin lari dikenal
dengan merarik, kawin lari memiliki pemaknaan yang khas. Masyarakat Sasak
mengartikan merarik sebagai proses pernikahan yang didahului dengan membawa lari
atau “menculik” seorang gadis sebelum prosesi pernikahan secara agama dan hukum
nasional dilaksanakan. Istilah merarik sendiri berasal dari kata dalam 1. 2. bahasa
Sasak. Ada beberapa pendapat mengenai asal kata merarik, di antaranya; “berari”
yang berarti berlari. Yaitu seorang lelaki membawa lari seorang gadis untuk dinikahi.
Makna inilah yang kemudian berkembang menjadi istilah merarik yaitu sebuah
tindakan yang dilakukan untuk membebaskan si gadis dari ikatan orang tua serta
keluarganya.

Tahap-tahap Pelaksanaan Merarik

Dalam praktiknya perkawinan merariq dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:

 Tahap sebelum perkawinan,


 Proses pelaksanaan perkawinan, dan
 Upacara adat setelah perkawinan
1) Tahap Sebelum perkawinan
1. Kemele Masak
 Tahap sebelum perkawinan dimulai dengan cara Kemele Masak.
Cara kemele mesak atau atas kemauan sendiri dimulai dengan
cara melarikan atau mencuri gadis dari pengawasan wali dan
lingkungan sosialnya atau induk semang terlebih dahulu.
 Namun sebelum pelarian atau pencurian, terlebih dahulu kedua
calon mempelai sudah sepakat merencanakan untuk bertemu di
tempat dan waktu yang telah ditentukannya, Setelah itu, sang
wanita akan dibawa oleh pihak pria di rumah keluarganya selama
satu hingga tiga hari. 
2. Besejati
Setelah melarikan calon mempelai wanita, tradisi akan dilanjutkan
dengan proses besejati, di mana pihak dari mempelai pria mengirim
utusan, yang biasanya adalah tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat
dikirim untuk memberitahukan kepada kepala dusun mengenai
"pelarian" yang telah dilakukan agar diteruskan kepada keluarga sang
wanita.

3. Selabar
 Selabar merupakan proses meminta kesediaan orangtua atau
keluarga calon mempelai perempuan untuk memberikan
persetujuan dan perwalian terhadap kedua calon mempelai.
 Dalam proses Selabar banyak yang harus dimusyawarahkan
untuk mencapaikesepakatan, seperti membahas tentang Pisuke,
jumlah uang atau barang yang akan diberikan pihak keluarga dari
pria kepada sang wanita. Biaya tersebut akan digunakan sebagai
biaya syukuran.
2) Proses Pelaksanaan Perkawinan
Apabila tahap-tahap sebelumnya telah terpenuhi, maka akad nikah atau disebut
juga ngawinang dapat dilaksanakan, biasanya yang menjadi tempat ngawinang
adalah masjid. Acara akad nikah dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum
Islam atau fiqh, maka hubungan kedua mempelai menjadi sah dan
diperkenankan melakukan hubungan suami istri.
3) Upacara Adat Nikah
1. Sorong Serah
Sorong serah secara harfiah berarti menyodorkan dan menyerahkan,
adapun barang yang disodorkan dan diserahkan adalah pembayaran
pisuke.
2. Nyongkolan
 Terdapat upacara iring-iringan pengantin dari rumah pihak laki-
laki menuju rumah pihak keluarga perempuan dengan diiringi
musik-musik tradisional Sasak, misalnya rudat, gendang belek,
dan kecimol.
 Nyongkolan bertujuan untuk memberitahukan kepada khalayak
ramai jika telah terjadi suatu perkawinan antara kedua mempelai
agar di kemudian hari si laki-laki tidak lagi mengganggu atau
main mata dengan gadis lain karena ia telah berstatus sebagai
suami, dan begitu pun sebaliknya.
3. Balik tumpak
Upacara yang dilaksanakan sehari setelah proses nyongkolan, dalam
acara ini keluarga mempelai laki-laki berkunjung ke rumah keluarga
mempelai perempuan yang diisi dengan acara silaturahmi dengan tujuan
agar kedua belah keluarga saling mengenal lebih jauh.

Tradisi Merarik Menurut Hukum Nasional

Perkawinan adat masyarakat suku Sasak jika dilihat dari tata cara
pelaksanaannya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan dan
pokok-pokok hukum Islam. Meskipun menurut Sofwan Hakim, ada cara yang
lebih bertanggung jawab yang diajarkan Islam, yaitu khitbah.
Menurut masyarakat Lombok Tengah, Merarik merupakan adat
istiadat yang memang sudah lama ada dan tidak bertentangan dengan hukum
nasional maupun hukum Islam. Karena konteks “membawa lari seorang
perempuan” dalam tradisi ini tidak dapat disamakan dengan “membawa lari
seorang gadis” yang diatur dalam Pasal 328 KUHP.

Sebagaimana dikatakan Sofian Muncar, LL Djunaidi, dan Zul


Harianto yang memandang bahwa Merarik hanya proses awal saja, sementara
perkawinannya dilakukan secara Islam dan dicatatkan ke Kantor Urusan
Agama setempat.

Kelemahan Tradisi Merarik:

Tradisi Merarik sering kali menimbulkan kesalahpahaman dan konflik antara


kedua belah pihak keluarga mempelai saat prakteknya. Karena caranya yang sekan
mencuri gadis tanpa sepengetahuan orangtuanya dan juga karena tidak ada
kesepakatan terkait mahar dan adat yang akhirnya bisa sampai menjadi sengketa .
Adapaun kelemahan lain dari tradisi ini yaitu terlalu banyak uang dan biaya-biaya
pesta yang diminta, dan banyak biaya-biaya denda yang diminta oleh lemabag adat
Serta tradisi ini memposisikan perempuan seperti barang dan bisa tetap menikah
tanpa restu dari orangtua.

Sanksi Dalam Tradisi Merarik:

Jika suatu keluarga tidak melaksanakan tradisi merarik, maka tidak dikenakan
sanksi apapun tetapi pihak keluarga laki-laki akan merasa malu dan dianggap tidak
mampu melaksanakan proses adat tersebut, dan lebih parahnya bisa saja dianggap
miskin sekali serta akan mendapat pandangan dan komentar negatif dari masyarakat
setempat.
Adapun sanksi yang timbul dalam Tradisi merarik ini dikarenakan adanya
pelanggaran yang terjadi saat prosesi ini atau prosesi lainnya. Sanksi yang dikenakan
berupa pembayaran denda yang jumlahnya berdasarkan status sosial dari keluarga
yang melakukan penyimpangan dan sanksi lain berdasarkanya adat yang berlaku
setempat yang diberikan oleh tetua adat. Sanksi dan denda adat yang timbul
dikarenakan adanya pelanggaran yang terjadi saat prosesi merarik atau prosei
sebelumnya ini dilakukan saat tradisi sorong serah aji kerame (sidang majelis adat).

Pelanggaran berupa pembatalan sepihak perkawinan dan pihak yang


membatalkan tersebut membuat kerusuhan yang menyimpang dari adat yang berlaku
setempat kemudian salah satu pihak lainnya merasa direndahkan martabatnya, maka
tetua adat menilai perbuatan itu sebagai pebuatan yang melanggar bukum adat
setempat yang disebut dengan Nambarayang.

Jika pihak laki-laki tetap tidak mau menikah dengan perempuan tesrebut maka
dikenakan sanksi membayar denda yaitu harus memenuhi kebutuhan hidup
perempuan sampai menikah dengan orang lain.

Sanksi dari tetua adat untuk laki-laki yang membatalkan pernikahnya:

1. Harus diasingkan dari krame adat dan semua kegiatan yang dilaksanakan
oleh lakilaki dankerabatnya tidak dianggap di dalam masyarajat

2. dikenakan sanksi balegandang, yaitu denda senilai 56.000 uang kepeng


bokong

3. dikenakan sanksi awif pati, denda berupa 46000 uang logam

4. Keturunan lakilaki akan dicap orang yang melanggar adat istiadat


selamanya dan keturunanya tidak boleh menunutt pada siapapun suatu hari
nanti
Jika delik nemberayang ini dilimpahkan pada pengadilan maka bisa dikenakan sanksi
tindak pidana ringan menurut UU Darurat No.1 Pasal 5 Ayat 3 Sub b tahun 1951

BAB 3

KESIMPULAN

Kesimpulan

Suku Sasak adalah etnis asli yang berasal dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara
Barat.  Suku Sasak memiliki bahasa daerah sendiri yang disebut sebagai bahasa
Sasak. Mayoritas suku Sasak memeluk agama Islam. Secara etimologis, merarik
berasal dari kata lari dalam bahasa Suku Sasak. Merarinang berarti melaiang atau
dalam bahasa Indonesia melarikan, yaitu laki-laki melarikan perempuan untuk
dijadikan isteri. Masyarakat Sasak mengartikan merarik sebagai proses pernikahan
yang didahului dengan membawa lari atau “menculik” seorang gadis sebelum prosesi
pernikahan secara agama dan hukum nasional dilaksanakan. Makna inilah yang
kemudian berkembang menjadi istilah merarik yaitu sebuah tindakan yang dilakukan
untuk membebaskan si gadis dari ikatan orang tua serta keluarganya.

Saran

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu


pengetahuan bagi pembaca. Penulis juga berharap agar pembaca semakin
melestarikan dan mencintai budaya Suku Sasak dan kebudayaannya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeny, B. (n.d.). Perkawinan Adat Merarik: Kajian Budaya Hukum Masyarakat

Suku Sasak. Malang. Jurnal Hukum Dan Syari’ah, 9(No.1 2017), 43–52.

Fazalani, R. (2018, December 30). Kawin Lari “Merarik” di Suku Sasak, Lombok.

KOMPASIANA.

https://www.kompasiana.com/runi1234/5c28dea16ddcae73a57d5c47/kawin-

lari-merarik-di-suku-sasak-lombok

Fitrianita, T. (n.d.). PEREMPUAN NYURLEMBANG DALAM TRADISI

MERARIK. SIMULACRA, 1(No.2 2018).

https://media.neliti.com/media/publications/279406-perempuan-nyurlembang-

dalam-tradisi-mera-540596d1.pdf

Haq, H. (n.d.). PERKAWINAN ADAT MERARIQ DAN TRADISI SELABAR DI

MASYARAKAT SUKU SASAK. Perspektif, 21(No.3 2016).


Suku Sasak—Sejarah, Bahasa, Kepercayaan, Adat Istiadat & Kebudayaan. (2021,

November 5). RimbaKita.com. https://rimbakita.com/suku-sasak/

Fitrianita, T., Kholifah, S., & Adawiyah, R. (2018). Perempuan Nyurlembang


Dalam Tradisi Merarik. Simulacra, 1(2), 123-140.

Nesa Alicia. 2018. Merarik, Tradisi Melarikan Calon Mempelai Wanita di Suku
Sasak. https://nationalgeographic.grid.id/read/13959080/merarik-tradisi-
melarikan-calon-mempelai-wanita-di-suku-sasak?page=all. (Diakses pada
tanggal 17 November 2021).

Hilman Syarial Haq dan Hamdi. Perkawinan Adat Merariq Dan Tradisi Selabar Di
Masyarakat Suku Sasak. Jurnal Perspektif 21, (3), 157-167. 2016.

Baiq Desy Anggraeny. Perkawinan Adat Merarik: Kajian Budaya Hukum


Masyarakat Suku Sasak. De Jure: Jurnal Hukum dan Syari’ah. 9 (1), 43-
52.2017

Anda mungkin juga menyukai