Anda di halaman 1dari 38

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL. ................................................................................. i

ABSTRACT ................................................................................................v

KATA PENGANTAR ..............................................................................

vii DAFTAR

ISI..............................................................................................x BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................1

A. Latar Belakang
.......................................................................................1

B. Rumusan Masalah
..................................................................................4

C. Tujuan Penelitian
...................................................................................5

E. Manfaat Penelitian
.................................................................................5

BAB II TINJAUAN
PUSTAKA.................................................................7

A. Tinjauan Umum
Monopoli ....................................................................7

1. Pengertian Monopoli .........................................................................8

2. Perjanjian Yang Dilarang………………………………………….10

3. Monopoli yang Diperbolehkan .......................................................10

B. Tinjauan Umum Ojek


Online................................................................11

C. Tinjauan Umum Ojek Konvensional/ Ojek Pangkalan


........................12
BAB III METODE PENELITIAN
...........................................................14

A. Sifat Penelitian
......................................................................................14

B. Jenis Penelitian......................................................................................14

1. F o k u s Penelitian ..........................................................................14

2. Teknik Pengumpulan Data ……………………………….……….15


C. Analisis Data
.........................................................................................15

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN


PEMBAHASAN..........................16

A. Analisis Yuridis Hukum Persaingan Usaha Terhadap Konflik Antara


Ojek Konvensional dan Ojek Online …………………………….…16

B. Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan


Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha di Indonesia Seiring Dengan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi………….…….…20
C. Cara Mengatasi Permasalahan Hukum Yang Terjadi Pada Ojek Online
Terhadap Ojek Konvensional…………………………………….….24

BAB V PENUTUP......................................................................................26

A. Kesimpulan.
..........................................................................................26

B. Saran .....................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA
.................................................................................28

LAMPIRAN................................................................................................83
TINJAUAN HUKUM PERSAINGAN USAHA TERHADAP
KONFLIK ANTARA OJEK ONLINE DAN OJEK
KONVENSIONAL

INTISARI

Dengan adanya perkembangan teknologi akan membawa konsekuensi


untuk beberapa sektor diantaranya pada sektor transportasi. Dampak
positifnya yaitu masyarakat dipermudahkan untuk mendapatkan layanan
angkutan tanpa harus mencari di pangkalan. Sedangkan dampak negatifnya
yaitu banyaknya kontra dari para pelaku usaha konvensional yang merasa
usahanya tersaingi bahkan mati.

Penelitian ini merupakan penelitian normatif dan yuridis empiris.


Penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara studi
pustaka yang difokuskan untuk mengkaji teori-teori dan juga peraturan
perundang-undangan, sedangkan penelitian yuridis empiris yaitu
penelitian yang dilakukan dengan meninjau masalah yang diteliti dari segi
ilmu hukum dengan melihat serta mengaitkan dengan kenyataan yang ada.
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yakni data yang
dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar dan bukan angka.

Hasil penelitian yang diperoleh antara lain bahwa ojek online telah
melakukan Predatory Pricing yang membuat persaingan usaha tidak sehat
antara ojek online dengan ojek konvensional. Ojek online dapat
dikatakan melakukan Predatory Pricing yaitu karena menerapkan harga
yang lebih rendah dengan menggunakan sistem tarif per kilometer dan
menentukan batas minimal biaya. Misalnya saja Go- Jek menetapkan tarif
per kilometer sebesar Rp 2.000, - dengan minimal biaya Rp 4.000, -.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat permasalahan
tersebut dapat diajukan ke KPPU atas laporan pelaku usaha yang merasa
dirugikan. Putusan KPPU tersebut bersifat mengikat dan mempunyai
hukum tetap jika tidak ada yang keberatan.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berjalannya waktu maka semakin berkembang juga

teknologi yang ada. Perkembangan teknologi mendorong masyarakat

untuk lebih cerdas lagi dalam memilih segala bentuk produk barang

maupun jasa. Tekonologi yang semakin canggih seperti sekarang

memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sesuatu tanpa harus

menghabiskan waktu. Segala bentuk aplikasi penyedia barang maupun jasa

sudah include di dalam handphone tanpa perlu menghabiskan waktu untuk

mencari sendiri kebutuhan yang diperlukan.

Dengan berkembanganya teknologi maka akan berpengaruh

khususnya pada sektor perdagangan. Di satu sisi masyarakat merasa

diuntungkan karena bagi pekerja kantoran yang telalu sibuk dengan

segala rutinitasnya tidak perlu kesusahan mendapatkan kebutuhan baik

kebutuhan akan suatu barang maupun jasa. Namun disisi lain, kemajuan
teknologi pada sektor perdagangan memicu adanya monopoli. Setiap

pengusaha berlomba-lomba untuk memberikan sesuatu pelayanan yang

dibutuhkan masyarakat dengan tujuan menguasai pangsa pasar. Praktek

Monopoli menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih

pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi, pemasaran

barang atau jasa tertentu, sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak

sehat dan merugikan kepentingan umum. Konsep modern yang di

terapkan oleh ojek online memang tidak bisa dibendung. Teknologi ini

suatu saat akan menggantikan sistem lama yang membuat seorang

tukang ojek tidak lagi perlu menawarkan jasanya di lokasi keramaian.

Persaingan yang dilakukan antara penyedia jasa transportasi ojek

online dengan ojek pangkalan memicu timbulnya masalah diantara

keduanya yang pada akhirnya mengarah kepada tindak kekerasan seperti

bentrok yang mengakibatkan kerusakan fasilitas umum. Sebagai contoh

kasus yang telah ditulis dalam surat kabar beberapa waktu lalu oleh Bilal

Ramadhan dengan judul Gojek Versus Ojek Pangkalan. Dalam berita

tersebut memuat mengenai persaingan yang terjadi antara penyedia jasa

transportasi sepeda motor berbasis aplikasi yaitu ojek online dan ojek

konvensional yang mengarah pada tindak kekerasan. Karena perselisihan

yang terus menerus maka persaingan kedua penyedia jasa tersebut

dibahas di Istana Negara untuk mencari solusi. Para ojek pangkalan


mengeluhkan mengenai pendapatan mereka yang turun drastis yang

tadinya Rp 100.000, - (seratus ribu rupiah) menjadi Rp 30.000, - (tiga

puluh ribu rupiah). Disisi lain para ojek online sudah menawarkan solusi

untuk ojek pangkalan agar mau bergabung dengan ojek online, namun

para ojek pangkalan menolak

Gojek menetapkan harga di bawah harga pasaran yang

menyebabkan para ojek pangkalan merasa bahwa Gojek menguasai

pasaran. Disamping cara memperolehnya yang sangat mudah yaitu hanya

dengan mendownload aplikasi lalu call provider maka hanya dengan

share location selang beberapa menit ojek akan datang tanpa harus

mencari pangkalan ojek, keuntungan lain yang diperoleh dari Gojek yaitu

tarif yang ditetapkan cukup murah. Hal tersebut yang membuat ojek

pangkalan terlihat jauh lebih mahal memasang harga jika dibandingkan

dengan ojek online.

Di Indonesia sendiri sudah terdapat beberapa penyedia jasa ojek yang

sudah memanfaatkan teknologi yaitu seperti Gojek, Grabbike, dan

Uber Motor. Perbedaan ketiganya terletak pada tarif yang yang telah

ditetapkan oleh masing- masing penyedia jasa. Gojek menetapkan tarif

berdasarkan jarak, Grabbike menetapkan tarif berdasarkan jarak dan tarif

minimum, sedangkan Uber Motor menetapkan tarif tidak jauh berbeda

dengan taxi yaitu per kilometer dan per menit.

Sistem yang diterapkan pada ojek online sebenarnya tidak jauh

berbeda dengan sistem yang diterapkan pada taxi. Perbedaan sistem


diantara keduanya yaitu pada taxi menggunakan nomor telephone untuk

memanggil taxi sedangkan pada ojek online lebih memanfaatkan

kecanggihan teknologi yaitu berbasis pada aplikasi. Namun ketiga

penyedia jasa tersebut memanfaatkan kecanggihan teknologi yang

mempermudah masyarakat.

Atas dasar latar belakang di atas, penulis kemudian tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Tinjauan Yuridis tentang Persaingan Usaha

yang Terjadi pada Ojek Online Terhadap Ojek Konvensional”.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah konflik antara ojek online dan ojek konvensional

disebabkan adanya indikasi pelanggaran atas Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat?

2. Apakah implikasi atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan PraktekMonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di

Indonesia seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi ?

3. Bagaimana cara mengatasi permasalahan hukum yang terjadi pada


ojek online terhadap ojek konvensional?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Subjektif Penulisan hukum ini dilakukan untuk memenuhi


tugas Hukum Persaingan Usaha dan Monopoli
2. Tujuan Objektif
a. Mengetahui pengaruh ojek online terhadap ojek konvensional

dalam persaingan usaha ditinjau dari Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat; dan

b. Mengetahui cara mengatasi permasalahan hukum yang

terjadi pada ojek online terhadap ojek konvensional.

E. Manfaat Penelitian

1.Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan dan

pemahaman serta kontribusi bagi pengembangan pengetahuan

mengenai keterkaitan antara Undang-undang Anti Monopoli

dengan adanya ojek online. Penelitian ini juga diharapkan dapat

memperluas wawasan pembaca dan juga dapat digunakan sebagai

informasi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat
Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi

masyarakat, seniman dan pemerintah. Bagi masyarakat diharapkan

dapat mengikuti perkembangan jaman yang menuntut adanya

pengetahuan mengenai teknologi. Bagi pemerintah diharapkan

dapat memberikan pengaturan mengenai ojek online sehingga


tidak terjadi permasalahan antara ojek online yang dianggap

menguasai pasar dengan ojek konvensional yang merasa ditindas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Monopoli

1. Pengertian Monopoli :

Dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan


Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Ketentuan Umum memuat beberapa
pengertian dalam hubungannya dengan kegiatan monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat :

a. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran suatu


barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau
satu kelompok pelaku usaha.
b. Praktek monopoli adalah pemusatan kegiatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
c. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu
pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat
menentukan harga barang dan atau jasa.

Sedangkan pengertian Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar


pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan
hukum atau menghambat persaingan usaha.

2. Kegiatan Yang Dilarang :


Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 adalah :
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila:
a. Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam
persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.

Bagian Kedua Monopsoni Pasal 18 adalah :


1. Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Bagian Ketiga Penguasaan Pasar adalah :
1. Pasal 19, Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan,
baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat berupa:
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
b. Mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Pasal 21, Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam
menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari
komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Bagian Keempat Persekongkolan adalah :


Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan
sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku
usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang
ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik
dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

Bagian kelima posisi dominan Pasal 25 adalah :


1. Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk :
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk
mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang
dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas
; atau
b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi ; atau
c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing
untuk memasuki pasar bersangkutan.
Bagian keenam jabatan rangkap Pasal 26 adalah :
1. Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari
suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap
menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-
perusahaan tersebut :
a. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama ; atau
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis
usaha ; atau
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau
jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian ketujuh pemilikan saham Pasal 27 adalah :


1. Pelaku usaha dilarang memiliki usaha mayoritas pada beberapa
perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang
sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberpa
perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan :
a. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu ;
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedelapan penggabungan, peleburan, dan pengambil alihan
Pasal 28
1. Pasal 28 Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan
badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pasal 28 Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham
perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan
usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan
mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat
dalam (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
1. Pasal 29 Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset
dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan
kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.
2. Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata
cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

3. Hal – Hal Yang Dikecualikan Dari UU Anti Monopoli


Hal-hal yang dikeculikan dari undang-undang Monopoli, antara lain
perjanjian-perjanjian yang dikecualikan; perbuatan yang dikecualikan;
perjanjian dan perbuatan yang dikecualikan.
1. Penjanjian yang Dikecualikan
a. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan
intelektual, termasuk lisensi, paten, merek dagang, hak
cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu,
dan rahasia dagang.
b. Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan/atau
jasa yang tidak mengekang dan/atau menghalangi
persaingan.
d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak
memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan/atau
jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah
diperjanjikan.
e. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau
perbaikan standar hidup masyarakat luas.
2. Perbuatan yang Dikecualikan.
a. Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku
usaha.
b. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan
untuk melayani anggota.
3. Perbuatan dan/atau Perjanjian yang Diperkecualikan
a. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan untuk
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan untuk eksport
dan tidak mengganggu kebutuhan atau pasokan dalam
negeri.

C. Tinjauan Umum Ojek Online

Ojek online merupakan angkutan umum yang sama dengan ojek pada
umumnya, yang menggunakan sepeda motor sebagai sarana pengangkutan
namun ojek online dapat dikatakan lebih maju karena telah terintegrasi
dengan kemajuan teknologi. Ojek online merupakan ojek sepeda motor
yang menggunakan teknologi dengan memanfaatkan aplikasi pada
smartphone yang memudahkan pengguna jasa untuk memanggil pengemudi
ojek tidak hanya dalam hal sebagai sarana pengangkutan orang dan/atau
barang namun juga dapat dimanfaatkan untuk membeli barang bahkan
memesan makanan sehingga dalam masyarakat global terutama di kota-kota
besar dengan kegiatan yang sangat padat dan tidak dapat dipungkiri masalah
kemacetan selalu menjadi polemik, ojek online ini hadir untuk memudahkan
masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-hari dengan mengedepankan
teknologi yang semakin maju
Dalam aplikasi yang diunduh customers sudah dapat diketahui jarak,
lama pemesanan, harga, nama orang yang menjemput, serta perusahaan
pengelolannya. Seluruh identitas pengendara sudah diketahui secara pasti
karena perusahaan pengelola telah melakukan proses verifikasi terlebih
dahulu sebelum melakukan kerjasama kemitraan. Terdapat beberapa hal
yang bisa diketahui oleh pelanggan saat memesan ojek online yaitu:

 Identitas Pelanggan
 Mudah menemukan tukang ojek
 Tidak perlu tawar menawar
 Bisa menemukan pengendara yang tahu lokasi tujuan
 Mengetahui harga secara pasti sebelum berangkat.
 Foto pengendara

Sedangkan dari sisi pengendara atau rider, tukang ojek online yang selama
ini harus menawarkan jasa ke pelanggan yang lewat kini tidak perlu lagi
menawarkan jasanya. Yang perlu dilakukan oleh seorang pengendara ojek
online adalah memutuskan menerima atau tidak menerima tawaran dari
customers yang berhubungan langsung dengan perusahaan pengelola..
kelebihan yang dapat dirasakan oleh pengendara/driver ojek online adalah
tidak adanya proses tawar-menawar, tidak adanya proses menanyakan tujuan,
serta tidak ada lagi ketidakpastian harga. Semuanya sudah ditentukan lewah
HP hanya dengan sekali klik di HP.

Selain kelebihan yang dijelaskan diatas, pihak driver atau pengendara juga
memperoleh kelebihan lain dengan menjadi ojek online, seperti:

 Tidak perlu menawarkan jasanya ke setiap orang yang lewat.


 Tidak perlu nongkrong dipangkalan
 Pulang ke rumah berarti tidak ada order
 Tidak perlu berhadapan dengan pelanggan yang tawar berlebihan.
 Mengetahui tujuan pelanggan sebelum berangkat.
 Pengertian dan definisi ojek online sendiri berbeda dengan
pengertian dari ojek panggilan. Walaupun dalam prakteknya
keduanya menggunakan HP, tetapi yang satu menggunakan telp
untuk memesan, sedangkan yang satunya melalui aplikasi di HP.
 Walaupun beberapa perusahaan menyelenggarakan pesanan ojek
melalui online, perusahaan demikian tidak dapat disebut sebagai
perusahaan ojek online.

C. Tinjauan Umum Ojek Konvensional / Ojek Pangkalan


Ojek konvensional adalah para pekerja transportasi ojek yang biasa
berkumpul atau menetap di sebuah jalan yang sekiranya banyak akan
mendapat penumpang. Biasanya ojek pangkalan ini bertempat di depan
komplek, atau depan gang, pasar dan lain-lain.

Masyarakat berpendapat dari kejadian kecelakaan yang pernah terjadi


bahwa ojek konvensional dalam hal ini mendapatkan penilaian buruk
seperti Tarif yang semena-mena, pelayanan yang kurang nyaman, tak ada
jaminanan keamanan jika terjadi hal buruk di jalanan, dan lain sebagainya.

Nyatanya, meski tak dianggap terorganisir, ojek pangkalan ini


sebenarnya memiliki struktur sosial yang tertata rapih dalam suatu
komunitas atau paguyuban. Sistem paguyuban ini tidak main-main, di sana
mereka menentukan tarif pasar yang berlaku, sistem antrian, bagi-bagi
rejeki, dan juga pelanggan lokal. Penerapannya lebih ke arah
kekeluargaan, bukan korporasi seperti yang diterapkan oleh jasa ojek
profesional. Memang jika harus dijabarkan lebih lanjut, fungsi dari
paguyuban ini masih sangat abstrak dan tak bisa diukur secara pasti karena
erat kaitannya dengan sosial. Melalui paguyuban, tukang ojek juga bisa
mendapat “asuransi” berupa bantuan keluarga atau teman. Selain itu, tak
sembarang tukang ojek juga bisa bergabung untuk masuk dalam satu
paguyuban.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan


pendekatan kualitatif. Digunakannya metode kualitatif dikarenakan teknik
pengumpulan sumber data menggonakan metode wawancara dengan teknik
bertanya dan diskusi. Dengan digunakannya penelitian kualitatif maka
menggunakan analisa data secara analisis induktif, sehingga dapat
menemukan kenyataan-kenyataan yang berbentuk jamak yang diperoleh
dari narasumber dan dengan digunakannya analisis induktif dapat diperoleh
pengaruh bersama yang dapat mempertajam hubungan suatu hal dengan hal
lain. Menurut Moleong (2005:6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-
lain, secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah, serta dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah. Peneliti menggunakan metode
penelitian studi kasus, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari
secara intensif tentang fakta latar belakang keadaan yang terjadi dan
bagaimana interaksi suatu unit sosial seperti individu, kelompok dan
masyarakat.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian menyatakan pokok permasalahan apa yang menjadi


pusat perhatian atau tujuan dalam penelitian, sehingga mempermudah
penulis dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini, untuk
mempermudah penulis untuk menganalisis hasil penelitian, maka penelitian
ini difokuskan pada:
1. kondisi pendapatan ojek konvensional sebelum adanya ojek online
2. kondisi pendapatan ojek konvensional setelah adanya ojek online

C. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan


langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah wawancara, observasi serta dokumentasi. Sebab bagi
peneliti kualitatif fenomena dapat di mengerti maksudnya secara baik, jika
dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan
observasi pada latar, dimana fenomena tersebut terjadi, di samping itu untuk
melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis
oleh atau tentang subyek).

1. Teknik Pengamatan atau Observasi.


Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2013:145) mengemukakan bahwa,
observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di antara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Teknik Observasi, dalam penelitian kualitatif observasi diklarifikasikan
menurut 3 cara. Pertama, pengamat bisa bertindak sebagai partisipan atau
nonpartisipan. Kedua, observasi dapat dilaksankan secara terus terang atau
penyamaran. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian dan dalam
penelitian ini menggunakan teknik observasi yang pertama di mana
pengamat bertindak sebagai partisipan.

2. Teknik Wawancara
Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013:231) wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Tujuan
digunakannya teknik wawancara dalam penelitian ini, antara lain:

 mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan,


motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain,

 mengkonstruksikan kebulatan-kebulatan demikian yang dialami masa lalu.


Pada penelitian ini teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah
wawancara mendalam maksudnya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan
secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Sehingga
data-data yang dibutuhkan dalam penelitian bisa terkumpul secara maksimal
sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive Sampling yakni
pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi kepentingan peneliti.

D. Analisa data
Menurut Moleong (2004:280), analisis data adalah proses
pegorganisasian dan mengurutkan data kedalam teori dan satuan uraian
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti
yang disarankan oleh data. Sesuai dengan jenis penelitiannya, maka
penelitian ini mengguanakan analisis deskriptif, dimana setelah data yang
terkumpul tersebut diolah kemudian dianalaisa dengan memberikan
penafsiran berupa uraian diatas tersebut.
Adapun kegiatan dalam analisis data yang akan dilakukan peneliti
dalam penelitian ini dari prengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Milles dan
Huberman (1992:19-20), bahwa analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur
kegiatan, sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, proses pengumpulan data bergerak dari
lapangan/ranah empiris dalam upaya membangun teori dari data. Proses
pengumpulan data ini diawali dengan memasuki lokasi penelitian. Dalam
hal ini peneliti mendatangi tempat penelitian, yaitu kantor Stasiun
Meteorologi Tabing Padang dengan membawa izin formal penelitian.
Kemudian dilanjutkan dengan menemui orang-oarang yang ditarget sebagai
informan penelitian. Pada proses selanjutnya baru dilakukan pengumpulan
data dengan tekhnik wawancara dan studi dokumentasi untuk memperoleh
informasi yang dibutuhkan dengan lengkap yang diperoleh dilapangan.

2. Reduksi data (data reduction)


Reduksi data merupakan pemilihan data dan pemusatan perhatian kepada
data-data yang betul-betul dibutuhkan sebagai data utama dan juga data
yang sifatnya hanya pelengkap saja. Data yang diperoleh dari lokasi
penelitian atau data lapangan dituangkan dalam uaraian atau laporan yang
lengkap dan terinci. Laporan lapangan direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal
yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting.

3. Penarikan kesimpulan (verification)


Verifikasi merupakan kegiatan pemikiran kembali yang melintas dalam
pemikiran menganalisis selama peneliti mencatat, atau suatu tinjauan ulang
pada catatan-catatan lapangan atau peninjauan kembali serta tukar pikiran
diantara teman sejawat untuk mengembangkan “kesempatan intersubjektif”,
dengan kata lain makna yang muncul dari kata harus teruji kebenarannya,
kekokohannya, ke cocokannya (validitasnya). Kesimpulan akhir baru ditarik
setelah tidak ditemukan informasi lagi mengenai kasus yang diteliti.
Kemudian kesimpulan yang telah ditarik akan diverifikasi baik dengan
kerangka bererfikir peneliti maupun dengan catatan lapangan yang ada
hingga tercapai konsesus pada tingkat optimal pada peneliti dengan sumber-
sumber informasi maupun dengan kolega peneliti sehingga diperoleh
validitas dan akuratisasinya.

Apabila ketiga tahapan tersebut selesai dilakukan, maka selanjutnya


diambil kesimpulan dan verifikasi terhadap data yang ada sebelumnya yang
bertujuan menghasilkan suatu kesimpulan akhir yang benar-benar baik.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Analisis Yuridis Hukum Persaingan Usaha terhadap Konflik


antara Ojek Konvensional dan Ojek Online

Dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek


Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, metode pendekatan yang
dapat digunakan untuk menilai apakah suatu tindakan tertentu dari
pelaku usaha melanggar undang-undang dapat dilakukan dengan dua
pendekatan:
1. Rule of Reason, yaitu pendekatan yang digunakan untuk
membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha
tertentu menghambat atau mendukung persaingan. Hal ini
dapat dilihat dari ketentuan pasal-pasal yang mencantumkan kata-kata
“yang dapat mengakibatkan” dan atau “patut diduga”. Misalnya kartel
(Pasal 11) dan praktek monopoli (Pasal 17) Kata tersebut
menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah suatu
tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat
menghambat persaingan.
2. Per se illegal, yaitu pendekatan yang menyatakan setiap
perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai illegal, tanpa
pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari
perjanjian atau kegiatan usaha tersebut, biasanya digunakan dalam
pasal-pasal yang mencantumkan istilah “dilarang”. Kegiatan yang
dianggap sebagai per se illegal biasanya meliputi penetapan harga
secara kolusif , serta pengaturan harga penjualan kembali. (Pasal 5).
Sebelum diperkenalkannya istilah perjanjian yang ada dalam UU No.
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat, maka istilah perjanjian secara umum telah lama
dikenal oleh masyarakat. Prof. Wirjono menafsirkan perjanjian sebagai
perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak dalam
hal mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan
sesuatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedang pihak lainnya
berhak menuntut pelaksanaan dari perjanjian itu. Sedangkan Prof.
subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa, dimana
seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Selanjutnya Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu


persetujuan atau perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.(Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Selain dari perjanjian,
dikenal pula istilah perikatan. Namun, KUH Perdata tidak merumuskan
apa itu suatu perikatan. Oleh karenanya doktrin berusaha merumuskan
apa yang dimaksud dengan perikatan yaitu suatu perhubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu hal (prestasi) dari pihak lain yang
berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut. Dari definisi tersebut dapat
diketahui bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan.
Pasal 1233 KUH Perdata dikatakan bahwa suatu perikatan ada yang
lahir karena perjanjian dan ada yang dilahirkan karena undang-
undang.

Suatu prestasi dalam suatu perikatan menurut Pasal 1234 KUH


Perdata dapat berupa 3 (tiga ) macam. Pertama kewajiban untuk
memberikan sesuatu. Kedua, kewajiban untuk berbuat sesuatu, dan
ketiga kewajiban untuk tidak berbuat sesuatu. Dalam system hukum
perjanjian, maka dianut system terbuka, artinya para pihak mempunyai
kebebasan yang sebesar-besarnya untuk mengadakan perjanjian yang
berisi dan berbentuk apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum
dan kesusilaan. Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 1338 KUH Perdata
yang pada intinya menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur beberapa
perjanjian yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu:
1. Oligopoli
2. Penetapan harga:
a. Penetapan harga (Pasal 5 UU No. 5/1999);
b. Diskriminasi harga (Pasal 6 UU No. 5/1999);
c. Jual Rugi (Pasal 7 UU No. 5/1999)
d. Pengaturan Harga Jual Kembali (Pasal 8 UU No. 5/1999);
3. Pembagian wilayah (Pasal 9 UU No.5/1999);
4. Pemboikotan (Pasal 10 UU No. 5/1999);
5. Kartel (Pasal 11 UU No. 5/1999);
6. Trust (Pasal 12 UU No. 5/1999)
7. Oligopsoni (pasal 13 UU No. 5/1999);
8. Integrasi Vertikal (Pasal 14 UU No.5/1999);
9. Perjanjian Tertutup
a. Exclusive Distribution Agreement (Pasal 15 ayat (1) UU No.
5/1999);
b. Tying Agreement (Pasal 15 Ayat (2) UU No. 5/1999);
10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri.

Permasalahan dalam penetapan harga yang kontras antara ojek


online dan ojek konvensional menjadi poin permasalahan yang dapat
dikaitkan dengan indikasi persaingan usaha tidak sehat antara dua
kubu taksi yang bermasalah ini. Perjanjian penetapan harga yang
dilarang oleh UU Antimonopoli diatur dalam Pasal 5 sampai
dengan Pasal 8. Undang-Undang ini, terdiri dari perjanjian
penetapan harga (Price Fixing Agreement),diskriminasi harga
(Price Discrimination) , harga pemangsa atau jual rugi (Predatory
Pricing).

1. Perjanjian Penetapan Harga (Price Fixing Agreement)

Perjanjian penetapan harga merupakan salah satu strategi yang


dilakukan oleh para pelaku usaha yang bertujuan untuk menghasilkan
laba yang setinggi-tingginya. Kekuatan untuk mengatur harga, pada
dasarnya merupakan perwujudan dari kekuatan menguasai pasar dan
menetukan harga yang tidak masuk akal. (Philip Areeda,1981:315). Pasal
5 ayat (1) merumuskan bahwa: “Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga
atas suatu barang dan/ atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau
pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.”
Apabila dilihat dari rumusnya, maka pasal yang mengatur
mengenai penetapan harga ini dirumuskan secara per se illegal, sehingga
penegak hukum dapat langsung menerapkan pasal ini kepada pelaku
usaha yang melakukan perjanjian penetapan harga tanpa harus mencari
alasan-alasan mereka melakukan perbuatan tersebut atau tidak diperlukan
membuktikan perbuatan tersebut menimbulkan terjadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Jika dikaitkan dengan konflik antara ojek konvensional dan ojek
online terkait penetapan harga, tidak ada kesepakatan apapun antara
kedua belah pihak untuk menetapkan harga yang dapat menyebabkan
kurangnya persaingan dan meniadakan alternatif pilihan tarif baik yang
akan ditawarkan oleh penyedia jasa sesuai variasi kualitas pelayanannya,
maupun yang akan dipilih oleh konsumen sesuai dengan kebutuhannya.
Tidak ada indikasi kesepakatan penetapan hargapun antar sesama
pelaku usaha, masing-masing pelaku usaha dalam hal ini bergerak
masing-masing menyesuaikan tarif dengan pelayanan masing-masing.
Tidak ada kesepakatan harga antar pelaku usaha yang dimaksudkan untuk
menciptakan hambatan masukn (entry barriers) yang cukup besar yang
akan menghambat pelaku usaha baru untuk memasuki pasar
bersangkutan. Sehingga apabila lihat perumusan Pasal 5, maka ketentuan
dalam pasal ini tidak terbukti secara Per Se Illegal sama sekali dan
tidak perlu dibuktikan lebih lanjut

2. Perjanjian Diskriminasi Harga (Price Discrimination Agreement)


Perjanjian diskriminasi harga adalah perjanjian yang dibuat
oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya dimana untuk suatu
produk yang sama dijual kepada setiap konsumen dengan harga yang
berbeda-beda. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
melarang setiap perjanjian diskriminasi harga tanpa memperhatikan
tingkatan yang ada pada diskriminasi harga, dengan pasal yang berbunyi:
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli
yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga
yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan/atau jasa yang
sama”
Apabila dilihat dari rumusan diatas, maka nampaknya pembuat
undang-undang tidak membedakan siapa pembelinya, apakah
perseorangan ataukah pelaku usaha. Menurut hemat penulis, karena yang
dilihay disini adalah pengaruhnya terhadap persaingan usaha, maka
yang dimaksudkan pembeli disini adalah lebih tepat jika hanya
meliputi pelaku usaha.

Dengan adanya praktek diskriminasi harga seperti dirumuskan


dalam Pasal 6 Undang-undang No. 5/1999, maka dapat menyebabkan
pembeli tertentu (dimana pembeli tersebut merupakan pelaku usaha juga)
terkena kewajiban harus membayar dengan harga yang lebih mahal
dibandingkan pembeli lain (yang juga merupakan pelaku usaha) yang
sama-sama berada dalam pasar yang sama, sehingga dapat menyebabkan
pembeli mengalami diskriminasi tersebut tersingkir dari pasar karena dia
akan kalah bersaing dengan pelaku usaha lainnya yang memperoleh
harga lebih rendah.

Jika dilihat dari pengertian diskriminasi harga tersebut dan dari


rumusan terkait dari diskriminasi harga dalam UU Antimonopoli, maka
dalam konflik antara ojek konvensional dan ojek online tidak terjadi
diskriminasi harga yang terjadi antara sesame pelaku usaha dalam hal ini
baik ojek konvensional dan ojek online. Masing- masing pihak yang
dalam hal ini menjual jasa hanya terfokus pada kualitas pelayanan
masing-masing dengan penyesuaian tarif masing-masing sehingga satu
sama lain tidak ada ketergantungan dan saling mempengaruhi.

3. Harga Pemangsa atau Jual Rugi (Predatory Pricing)


Predator berkonotasi secara sengaja merusak persaingan atau
pesaing melalui penetapan harga dibawah harga keuntungan jangka
pendek (short- run profit maximizing price) atau penetapan harga
dibawah biaya dengan harapan akan tertutupi di kemudian hari melalui
keuntungan monopoli yang akan diterimanya. (Stephen F. Ross, 1993:
55-56) Predatory Pricing adalah salah satu bentuk strategi yang
dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga
dibawah biaya produksi (average cost atau marginal cost). Areeda dan
Turner mengatakan bahwa adalah bukan merupakan predatory pricing
apabila harga adalah sama atau diatas biaya marginal dari produksi
suatu barang.

Adapun tujuan utama dari Predatory Pricing adalah untuk


menyingkirkan pelaku usaha pesaing dan juga mencegah pelaku usaha
yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang
sama. Segera setelah berhasil membuat pelaku usaha pesaing keluar dari
pasar dan menunda masuknya pelaku usaha pendatang baru, maka
selanjutnya dia dapat menaikkan harga kembali dan memaksimalkan
keuntungan yang mungkin didapatkan. Untuk dapat melakukan
perbuatan tersebut, maka pelaku usaha tersebut haruslah mempunyai
pangsa pasar yang besar dan keuntungan yang akan diperoleh dapat
menutupi kerugian yang diderita selama masa predator.

Dilihat dari sisi konsumen, untuk sementara waktu atau


dalam jangka pendek praktek predatory pricing memang
menguntungkan bagi konsumen karena harga produk barang/jasa
yang dijual oleh pelaku usaha menjadi jauh lebih murah.

Pasal 7 UU Antimonopoli melarang pelaku usaha untuk


membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya untuk menetapkan
harga dibawah harga pasar (predatory pricing) yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Oleh
karena rumusan terkait apa yang dapat diakibatkan, maka terkait
system jual rugi oleh pelaku usaha ini harus dilihat melalui
pendekatan rule of reason, maka sesungguhnya dapat dikatakan
sebenarnya pelaku usaha tidak dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lainnya untuk menetapkan harga dibawah harga
pasar, asalkan tidak mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat dikemudian hari dengan menaikkan harga setinggi-
tingginya agar pengorbanan yang pernah dilakukan selama
melakukan predatory pricing terbayarkan.

Terkait konflik ojek online, sekilas tampak bahwa ojek online


memang memasang tarif yang sangat rendah dan dalam tempo
singkat dapat menggerus pasar ojek konvensional. Namun, jika
melihat dari rumusan Predatory Pricing, ojek online yang
memasang tarif jauh lebih murah dibanding ojek konvensional.

Dampaknya mereka tidak perlu negosiasi penetapan tarif sepihak


, sehingga ojek online mampu menawarkan tariff yang lebih
mudah. Hal tersebut lah yang membuat penetrasi ojek online dalam
tempo singkat menembus pasar ojek konvensional, dan tidak ada
indikasi Predatory pricing.

Dari beberapaa analisis hukum persaingan usaha, menurut hemat


penulis tidak ada indikasi persaingan usaha tidak sehat yang sengaja
dilakukan oleh salah satu pelaku usaha, baik ojek online maupun ojek
konvensional. Tidak ada yang memprediksi kelahiran aplikasi taksi
berbasis online ini. Pemerintah belum menyiapkan aturan yang dapat
menjangkau kehadiran model bisnis berbasis aplikasi online sehingga
berdampak secara social dan fiscal. Secara social terjadi gesekan tajam
antara pemain lama dan baru. Ironisnya, para pemain lama melibatkan
masyarakat miskin, seperti supir ojek konvensional. Dampak secara
fiscal, pemerintah kehilangan potensi pajak pendapatan dari para pemain
bisnis berbasis aplikasi online, karena belum adanya aturan hukum yang
memayunginya.

B. Implikasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang


Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha di Indonesia
seiring dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Asas dari UU No. 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur pada


pasal 2 bahwa “pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan
umum”. Asas demokrasi ekonomi tersebut merupakan penjabaran Pasal
33 UUD 1945 dan ruang lingkup pengertian demokrasi ekonomi yang
dimaksud dahulu dapat ditemukan dalam penjelasan atas Pasal 33 UUD
1945.

Adapun tujuan dari UU No. 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur


pada Pasal 3 adalah untuk:
a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkatkan
kesejahteraan rakyat;
b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan
persaingan usaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah dan pelaku usaha kecil;
c. Mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
yangvditimbulkan oleh pelaku usaha;
d. Terciptanya efektivitas da e.efisiensi dalam kegiatan
usaha.

Efisiensi yang mendorong perekonomian masyarakat melalui


taksi berbasis aplikasi online ini membuat segala sesuatu menjadi
lebih efisien, termasuk biaya. Efisiensi yang mendorong
perekonomian kita ternyata datang terlalu cepat. Banyak pelaku usaha
yang belum menyadarinya termasuk ojek konvensional bahkan
pemerintah. Banyak pihak yang terjebak dengan model bisnis lama,
manakala sebuah model bisnis baru menyergap, mereka tak siap.

Indonesia sedang dihadapkan dengan permasalahan economic


security atau pertahanan ekonomi di sector pengemudi dan penyedia
layanan transportasi. Pertahanan ekonomi adalah sebuah situasi
dimana memiliki pendapatan financial yang stabil untuk memenuhi
kebutuhan standar hidup saat ini dan di masa depan. Menurut
Teori kebutuhan Abraham Maslow, kebutuhan manusia terbagi
menjadi lima, yaitu:
1. kebutuhan fisiologis,
2. keamanan,
3. kasih sayang,
4. penghormatan,
5. dan aktualisasi diri.

Empat kebutuhan yang pertama dikategorikan sebagai


kebutuhan defisiensi. Manusia mebutuhkannya karena merasa
kurang. Sementara kebutuhan aktualisasi diri adalah sesuatu
yang menjadi kebutuhan apabila keempat kebutuhan
sebelumnya secara relative sudah terpenuhi. Abraham Maslow
menambahkan bahwa kurangnya pemenuhan kebutuhan
defisiensi dalam diri seseorang dapat menimbulkan tekanan dalam
diri orang tersebut. Tekanan inilah yang dirasakan oleh
Ojek Paguyuban karena mereka berada dalam tahap penurunan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Adanya ekspansi produksi dan produktivitas yang melanda dunia


perdagangan dan investasi, serta perkembangan dan loncatan ilmu
pengetahuan dan teknologi menunjukkan bahwa setiap pembaharuan
yang terjadi, dengan cepat diambil dan dimanfaatkan oleh bidang
ekonomi, dapat dikatakan bahwa tekonologi baru juga merupakan
komoditi baru.

Komoditi baru, adalah suatu obyek baru yang dapat ditransaksikan.


Dengan demikian setiap temuan baru, metode baru, dan pendayagunaan
baru akan dimanfaatkan oleh dunia bisnis secara maksimal. Dunia
bisnis adalah dunia yang penuh dengan kreatifitas dan inovasi yang
sangat efektif karena tujuannya yang mapan dan jelas, yaitu
keuntungan ekonomi.

Kegiatan pelaku ekonomi sebagai subyek hukum selalu


menunjukkan kecenderungan semakin mapan, dengan frekuensi yang
semakin cepat dan jenis hubungan hukum yang beragam. Oleh
karena itu hukum bisnis pada dasarnya selalu makin berkembang
sejalan dengan:
1. Adanya peluang bisnis/ usaha baru
2. Adanya komoditi baru yang ditawarkan oleh Impu
Pengetahuan dan Teknologi
3. Adanya Kebutuhan baru dalam pasar
4. Adanya perubahan politik ekonomi
5. Adanya berbagai faktor pendorong lain misalnya pergeseran
politik dan pangsa pasar.

Hukum bisnis pada dasarnya dapat diartikan sebagai perangkat


hukum yang mengatur berbagai kegiatan bisnis yaitu suatu
kegiatan yang mengefektifkan waktu dan modal dalam rangka
memperoleh keuntungan.

Guna memenuhi dan mengantisispasi peluang yang ada,


lembaga pembentuk hukum kajian hukum termasuk pendidikan
hukum seharusnya mampu memberikan solusinya sesuai dengan
perkembangan dunia bisnis. Jadi hukum bisnis pada hakekatnya
selalu dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan melalui titik-titik
simpul yang bersumber dari hukum perdata )yaitu dari hukum
perikatan/perjanjian). Yang dimaksud dengan titik simpul adalah
asas- asas hukum perdata yang mengandung norma hukum
bersifat universal. Pertumbuhan ekonomi yang menjadi tumpuan
bagi perkembangan dunia bisnis, sangat membutuhkan berbagai
perangkat hukum/perangkat peraturan baru yang mampu
memenuhi kebutuhan.

Hukum sebagai nilai-nilai yang menggambarkan abstraksi


dari nurani manusia dan kemanusiaan mengenai adil dan tidak adil,
benar dan tidak benar, sah dan tidak sah, patut dan tidak patut,
pada hakikatnya mampu mengimbangi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Secara rinci hukum akan menampakkan
diri sebagai seperangkat peraturan yang didalamnya mengandung
nilai mengenai, antara lain:

1.Pemanfaatan IPTEK secara maksimal yang tidak


membahayakan kehidupan manusia
2. Tidak melanggar kepentingan dan hak pribadi maupun hak
public masyarakat
3. Pengakuan dan prosedur pengakuan hak oleh negara di
bidang hak kekayaan intelektual
4.Pengaturan tentang/mengenai keseimbangan kepentingan
public terhadap kepentingan individu kelompok public, sebagai
keseimbangan kepentingan para pihak.

Mengingat luasnya dan tipisnya batas antara nilai kemanfaatan


dengan dampak yang timbul dari teknologi, maka sangat dibutuhkan
berbagai aspek hukum sekaligus untuk mengatur penggunaan
teknologi pada umumnya. Berbagai aspek tersebut meliputi aspek
hukum public (hukum pidana dan administrasi) maupun aspek
hukum perdata.

Ada beberapa macam bentuk intervensi yang dapat dilakukan


untuk menyelesaikan masalah dalam dunia IPTEK ini, yaitu:
1. Business to business;
2. Government to business;
3. Personal to business ;
Kategori pertama dan kedua, business to business dan
government to business sangatlah berkaitan satu sama lain karena
akar masalah yang berkaitan dengan regulasi.
Demonstran ojek konvensional; menuntut pemerintah untuk
menaati Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan apa yang dirumuskan
dalam undang-undang ini, kesempatan penyelesaian terdapat pada
Bab V tentang Penyelenggaraan, Pasal 7 ayat (2), huruf d. Pasal ini
menjelaskan tentang pengembangan teknologi lalu lintas dan
angkutan jalan meskipun tidak merinci pengembangan teknologi
semacam apa. Selain itu di pasal yang sama huruf e, undang-undang
ini menjelaskan peran Kepolisian untuk mendata keberadaan
kendaraan bermotor. Lalu, penjelasan lebih lanjut dijabarkan pada
Pasal 11 dan 12 undang-undang yang sama.
Pemerintah dapat membuat peraturan baru yang mendukung Pasal
7 ayat (2) huruf d yang khusus untuk perusahaan transportasi berbasis
jaringan online. Kementerian Komunikasi dan Informatika juga
Kementerian Perhubungan memiliki peran besar dalam
pembentukan regulasi yang baru. Selanjutnya kepolisian Republik
Indonesia, melalui Korps Lalu Lintasnya, dapat menyesuaikan warna
plat kendaraan bermotor tersebut sesuai dengan regulasi yang
dibuat.

Kategori intervensi ketiga, yaitu personal to business adalah


mediasi antara para ojek online dengan perusahaan yang menaunginya
untuk menyelesaikan masalah internal yang terjadi. Apalagi terutama
yang berkaitan dengan nama baik perusahaan yang menaungi, Mediator
adalah pihak ketiga yang netral dari kedua pihak tersebut. Mediator
diharapkan untuk memastikan bahwa setiap supir dan perusahaan
yang menaunginya mendapatkan perlakuan yang adil dan sama rata,
sehingga dapat meminimalisir munculnya konflik parsial di masa yang
akan datang. Untuk melakukan intervensi,

3. cara mengatasi permasalahan hukum yang terjadi pada ojek online


terhadap ojek konvensional

Dari segi persaingan usaha ojek online menerapkan sistem jual


rugi atau yang biasa disebut Predatory Pricing. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan adanya penerapan harga berdasarkan per
kilometer. PT Go-Jek mempunyai batas minimal ongkos
pembayaran untuk konsumen yaitu pada 7 Km pertama konsumen
akan dikenakan biaya Rp 8.000,- (delapan ribu rupian) setelah itu
perkilometer selanjutnya dikenakan biaya Rp 3.000,- (tiga ribu
rupiah).

Pada Grabbike penentuan tarifnya yaitu untuk 7 KM pertama


perkilometer dikenakan biaya Rp 1.750, - (jam sibuk) dan Rp 1.500, -
(jam non-sibuk) ditambah 10% (sepuluh persen). Sedangkan untuk
Uber Motor, biaya perjalanan diperhitungkan sesuai jarak yaitu Rp
1.250 per km untuk 12 km pertama dan Rp 2.000 per km setelah 12
km dengan biaya dasar Rp1.000 dengan tarif minimum Rp 5.000,-
serta tarif untuk pembatalan order juga Rp 5.000,-. Penetapan harga
tersebut dikatakan lebih murah dibandingkan ojek konvensional/ojek
pangkalan yang menentukan harga berdasarkan jauh dekat tujuan dan
bersifat fluktuatif.
Terdapat 2 (dua) cara untuk mengatasi permasalahan yang terjadi
antara ojek online dan ojek konvensional yaitu dari sisi hukum dan
kebijakan pemerintah itu sendiri. Dari segi hukum permasalahan
tersebut dapat diajukan ke KPPU atas laporan pelaku usaha yang
merasa dirugikan. KPPU mulai melakukan pemeriksaan (dalam
hal ini pemeriksaan pendahuluan) jika terjadi salah satu dari hal-hal
sebagai berikut:

a. Atas inisiatif Komisi Pengawas sendiri apabila ada dugaan telah


terjadinya pelanggaran Undang-undang Anti Monopoli;
b. Atas laporan tertulis dari pihak yang merasa dirugikan;
c. Atas laporan tertulis dari setiap orang yang mengetahui atau
patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang Anti
Monopoli.

Dengan adanya laporan tersebut KPPU dapat menerapkan


sanksi administratif yaitu pidana denda bagi pelaku usaha yang
dianggap melakukan persaingan usaha tidak sehat. Putusan KPPU
apabila tidak ada yang keberatan bersifat mengikat dan mempunyai
kekuatan hukum tetap. Putusan tersebut dimintakan penetapan oleh
Pengadilan Negeri untuk eksekusi.

Sedangkan dari segi pemerintah lebih menerima perkembangan


teknologi yang semuanya diatur dalam sebuah aplikasi karena
pemerintah juga memikirkan investasi untuk negara. Keutungan yang
dapat diterima ketika kita mengikuti perkembangan teknologi yaitu
adanya kemudahan di berbagai sektor baik sektor transportasi ataupun
sektor pemerintahan lainnya. Pemerintah meminta kerjasamanya dari
para tukang ojek konvensional agar para tukang ojek
konvensional/pangkalan bisa mengikuti perkembangan teknologi yang
nantinya akan menguntungkan bagi dirinya dalam memperoleh
penumpang. Adanya konflik yang terjadi antara ojek online dan ojek
konvensional akan menjadi perhatian bersama yang harus direspon
melalui regulasi yang telah dipersiapkan oleh Kementerian
Perhubungan, sehingga bisa tercipta transportasi yang berkeadilan,
responsif dan dapat diakses oleh masyarakat serta terjamin keselamatan
dan pelayanannya. Kementerian Perhubungan ingin memberikan
pelayanan kepada seluruh kalangan masyarakat serta ingin memberikan
ruang usaha yang baik dan kondusif kepada seluruh masyarakat.
Namun sejak adanya desentralisasi, pemerintah daerah dapat membuat
aturan mengenai larangan adanya ojek online yang dinilai dapat
mematikan usaha ojek pangkalan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan atas rumusan


masalah ditambah dengan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengaruh Ojek Online terhadap Ojek Konvensional/Ojek
Pangkalan dalam Persaingan Usaha Ditinjau dari Undang-undang Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat adanya Ojek Online mempunyai pengaruh positif maupun
negatif yaitu:

a. Dampak positifnya antara lain,


Keberadaan ojek online akan semakin membantu segala aktivitas
masyarakat dengan adanya berbagai fiture yang ditawarkan oleh Gojek
yaitu Go-Ride, Go-Food, Go-Send, Go-Mart,Go-Bills dan Go- Box yang
tidak ditawarkan oleh perusahaan penyedia transportasi lain seperti Uber
dan GrabBike. Selain itu keberadaan juga memunculkan adanya berbagai
inovasi dibidang teknologi yang semakin berkembang dan canggih
mengikuti arus perkembangan jaman di era serba digital seperti saat ini.

b. Dampak negatifnya yaitu


Memicu timbulnya persaingan usaha tidak sehat antara ojek online
dengan ojek pangkalan. Dari segi persaingan usaha ojek online
menerapkan sistem jual rugi atau yang biasa disebut Predatory
pricing.

Pada awal peluncuran aplikasi ojek online menetapkan tarif flat yaitu jauh
dekat Rp 10.000, -, namun setelah itu para pelaku usaha ojek online
menaikkan tariff tiap tahunnya. Kenaikan tarif untuk Go-Jek per
tanggal 1 April 2017 menaikkan tarif yang tadinya untuk 7 KM
pertama dikenakan tariff Rp 8.000,- menjadi perjalanan lebih dari 2
KM dikenakan tarif Rp 2.000,- per kilometernya. Grabbike menaikkan
tarif dari yang tadinya Rp 1.500,- per kilometer menjadi Rp 1.750, - per
kilometer ditambah 10% (sepuluh persen). Sedangkan kenaikan tarif
untuk uber yaitu yang tadinya Rp1.000,- per kilometer menjadi Rp 1.500,-
per kilometer.

2. Persaingan yang dianggap tidak seimbang terkait konflik antara ojek


konvensional dan ojek online bukan dikarenakan adanya indikasi monopoli
ataupun persaingan usaha tidak sehat yang disebabkan oleh kedua atau
salah satu moda transportasi tersebut, struktur biaya yang tidak sama
antara keduanya membuat penetapan tarifpun tidak berangkat dari beban
yang sama sehingga ada perbedaan yang sangat kontras dan signifikan
antara keduanya. Tidak ada bagian dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang
dilanggar oleh kedua belah pihak, persaingan yang tampak tidak sehat
antara kedua kubu ini justru disebakan karena tidak adanya penegakan
hukum dimana pemerintah belum siap merespons dinamika di ranah
bisnis berbasis aplikasi online ini.
B. Saran

1. Perlu adanya payung hukum untuk pelaku usaha di bidang transportasi


roda dua mengingat adanya beberapa konflik yang telah terjadi antara ojek
online terhadap ojek konvensional. Seperti ketika adanya konflik antara
minimarket dan pasar tradisional yang pada akhirnya dibentuk aturan bahwa
pendirian minimarket harus jauh dari pasar tradisional. Urgensi dari
pengaturan trasnportasi roda dua yaitu untuk menyeimbangkan kebutuhan
antara ojek online dengan ojek konvensional agar tidak terjadi ketimpangan
sosial bahkan mematikan usaha ojek konvensional.

2. Diperlukan adanya kerjasama dari para pelaku usaha ojek konvensional


untuk dapat mengikuti perkembangan arus teknologi khususnya
penggunaan transportasi berbasis aplikasi. Dengan adanya
globalisasi, tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat lebih cenderung
memilih sesuatu yang instan, efektif dan harga terjangkau.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budi Maulana, Insan, 2000, Pelangi Haki dan Anti Monopoli, Pusat Studi
Hukum

FH UII, Yogyakarta.
Fuady, Munir 1991, Hukum Anti Monopoli, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung. Golarso, T., 1990, Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Mikro,

Jilid 2, Kanisius,

Yogyakarta.

Hasan, M Iqbal, 2002, Pokok-Pokok Materi Metodologi


Penelitian Dan

Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Bogor.

Hermansyah, 2008, Pokok-Pokok Persaingan Usaha di Indonesia,


Kencana

Prenada Media Group, Jakarta.

Ibrahim, Johny, 2008, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum

Normatif, Bayumedia, Surabaya.

J. Gifford, Daniel, and Leo J. Raskind, 1998, Federal Antitrus Law


Cases and

Material, Anderson Publishing.

Kamal Rokan, Mustafa, 2010, Hukum Persaingan Usaha, PT.


RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

Kartte et al, Wolfgang, 2002, Undang-undang No. 5 Tahun 1999, Katalis,

Jakarta. Keraf, Sonny, 2006, Etika Bisnis: Tuntutan dan

Relevansinya, Kanisius,

Yogyakarta.

Moeloeng, Lexy J, 2000, Metode Penelitian Kualitatif, PT Remaja

Rosdakarya, Bandung
Prayogo, Ayudha-D, 2000, Persaingan Usaha dan Hukum yang
Mengaturnya di

Indonesia, Proyek Elips, Jakarta

Savitri Kumalasari, Devi Meylina, 2013, Hukum Persaingan Usaha (Studi

Konsep Pembuktian Terhadap Perjanjian Penetapan Harga dalam

Persaingan Usaha), Setara Press, Jawa Timur.

Siswanto, Ari, 2004, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Usman, Rachmadi, 2004, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, PT


Gramedia

Pustaka.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, 1999, Seri Hukum Bisnis: Anti
Monopoli,

PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3817).

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan


Angkutan Jalan

(Tambahan Lemaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009


Nomor 96).

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 26 Tahun

2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan


Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2017 Nomor 516)

Internet

Anonim, http://m.galamedianews.com/bandung-raya/49928/ini-dia-
kronologi-

kisruh-gojek-vs-ojek-pangkalan-di-cibiru.html, diakses pada


tanggal 1

Agustus 2016 pukul 15.46.

Anonim, https://www.koran-jakarta.com/, diakses pada tanggal 1


Agustus 2016

pukul 15.50.

Anonim, https://www.go-jek.com/, diakses pada tanggal 1 Agustus 2016


pukul

16.16.

Anonim, “Sejarah Ojek di Indonesia dari Zaman Dahulu hingga

Sekarang”, http://www.boombastis.com/sejarah-ojek/45601, diakses

pada tanggal 1

Agustus 2016 16.16.

Anonim, http://documents.tips/documents/pt-gojek-indonesia.html,
diakses pada

tanggal 1 Agustus 2016 pukul 16.20.

Anonim, http://caracekterupdate.com/cara-order-go-jek-dan-info-
tarifnya-

lengkap-di-sini/, diakses pada tanggal 1 Agustus 2016 pukul 19.09.

Anonim, http://www.slideshare.net/SultanHabib/kesimpulan-
makalah-dan-
makalah-gojek, diakses pada tanggal 1 Agustus 2016 pukul 21.44.

Anonim, https://id.m.wikipedia.org/wiki/Biaya_marjinal, diakses pada


tanggal 25

April 2017 pukul 17:19.

Anonim,https://belajar.kemendikbud.go.id/SumberBelajar/tampilajar.php?
ver=1

2&idmateri=51&lvl2=0&lvl3=0&kl=7, diakses pada tanggal 25


April

2017 pukul 17:29.

Anonim, https://www.slideshare.net/sulistyowibowo6/gojek-analisis-
etika-bisnis-

perusahaan-gojek, diakses pada tanggal 27 April 2017 pukul 17:44.

Anonim, Bentuk-bentuk Pasar : Pasar Persaingan Sempurna dan Tidak


Sempurna,

http://dosenekonomi.com/ilmu-ekonomi/bentuk-bentuk-pasar,
diakses

pada tanggal 5 Mei 2017 pukul 19:22.

Anda mungkin juga menyukai