Anda di halaman 1dari 13

J. Ked. Mulawarman Vol.

7 (2) September 2020 30

Original Research

EVALUASI PELAKSANAAN TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN


PASIEN DI PUSKESMAS LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Noer Octaviania, Hildab, Lukman Nulhakimb


a
Puskesmas Loa Kulu, Kutai Kertanegara, Indonesia
b
Keperawatan, Politeknik Kesehatan Kalimantan Timur, Samarinda, Indonesia

Korespondensi: hilda_rahmat@ymail.com

Abstrak
Keselamatan pasien di Puskesmas merupakan salah satu prioritas utama dalam memberikan pelayanan
kepada pasien salah satunya melalui penerapan tujuh langkah menuju keselamatan pasien. Tujuan
penelitian untuk mengevaluasi pelaksanaan tujuh langkah menuju keselamatan pasien. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dilaksanakan di Puskesmas Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara pada
bulan Januari-Maret 2020. Informan yang terlibat sebanyak lima orang terdiri dari dua orang unsur
manajemen yaitu pimpinan Puskesmas dan ketua tim keselamatan pasien dan tiga orang representasi
dari koordinator unit pelayanan yaitu poli umum, poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan farmasi. Hasil
penelitian menggambarkan langkah pertama, budaya keselamatan; dan kedua, manajemen
kepemimpinan telah dilaksanakan secara optimal; sedangkan ketiga, pengelolaan risiko; keempat,
sistem pelaporan; kelima, berkomunikasi dengan pasien dan masyarakat; keenam, belajar dan berbagi
tentang pembelajaran keselamatan; dan ketujuh, implementasi solusi dalam mencegah cedera belum
dilaksanakan secara optimal. Puskesmas dapat meningkatkan staf yang memahami keselamatan pasien
dan melakukan kaji banding dengan Puskesmas yang telah menerapkan program keselamatan pasien
dengan baik.

Kata kunci: evaluasi, tujuh langkah, keselamatan pasien

Abstract
In Puskesmas Patient safety was one of the priorities in health services to patients through the
implementation the seven - step of patient safety. The purpose of the study was to evaluate the
implementation of the seven-step patient safety activities. This study used a qualitative method carried
out at the Loa Kulu Health Center in the Kutai Kartanegara district in Januari – March 2020. Informants
involved five people consisting of two people from management Puskesmas i.e. Puskesmas leader and
the patient safety team and three representatives from the health service unit i.e. coordinator
polyclinic, Maternal Child Health (MCH) and pharmacy. The results of the study illustrate first step,
safety culture and second step, leadership management have been implemented optimally. But third
step, risk management; fourth step, reporting system; fifth step, communicating with patients and the
communities; sixth step, learning and sharing safety patient process; and seventh step, implementing
solutions to prevent injury has not been implemented optimally. Puskesmas are expected to increase
staff who understands the patient safety program and conduct benchmark to Puskesmas that have
implemented best patient safety programs.

Keywords: Evaluation, Seven Steps, Patient Safety


J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 31

PENDAHULUAN unsur praktisi klinis yang akan melakukan

Penerapan keselamatan pasien di analisis bila terjadi insiden yang masuk


1,3
Puskesmas merupakan salah satu prioritas kategori ekstrim dan tinggi.

utama dalam memberikan pelayanan kepada Setiap fasilitas layanan kesehatan

pasien. Berdasarkan Permenkes No. 46 Tahun harus selalu menjaga keamanan proses

2015 tentang akreditasi, Puskesmas selain pelayanan kesehatannya guna menghindari

menjalankan fungsinya sebagai pelayanan terjadinya kesalahan medis (medical error) yang

kesehatan masyarakat juga harus bisa berpengaruh terhadap kualitas pelayanan


4
memperhatikan keselamatan pasien.
1 kesehatan. Keselamatan pasien memberikan

Meningkatkan keselamatan Pasien di layanan pengaruh besar terhadap citra, tanggung jawab

primer sangat penting dalam mencapai sosial, moral serta kinerja petugas kesehatan

cakupan kesehatan universal dan sehingga keselamatan pasien memiliki


2
berkelanjutan. Permenkes 11 tahun 2017 pasal keterkaitan dengan isu mutu dan citra

5 ayat 1 menegaskan setiap fasilitas kesehatan sebuah pelayanan kesehatan termasuk


5
wajib mengupayakan keselamatan pasien puskesmas. Puskesmas harus merancang dan

dengan tujuan menyediakan sistem asuhan memperbaiki proses, memonitor dan

yang lebih aman yang bercirikan asesmen mengevaluasi kinerja, menganalisis insiden

resiko, identifikasi dan pengelolaan resiko secara intensif dan melakukan perubahan

pasien, pelaporan dan analisis insiden, untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan

kemampuan belajar dari insidens dan dampak pasien. Proses perancangan tersebut harus

tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk mengacu pada ”Tujuh Langkah Menuju

meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah Keselamatan Pasien” yaitu membangun

terjadinya cedera. Pada ayat 2, untuk kesadaran akan nilai keselamatan pasien,

menyelenggarakan keselamatan pasien perlu memimpin dan mendukung staf,

dibentuk sistem pelayanan yang menerapkan mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko,

standar keselamatan pasien, sasaran mengembangkan sistem pelaporan, melibatkan

keselamatan pasien dan tujuh langkah menuju dan berkomunikasi dengan pasien, belajar dan

keselamatan pasien.
3 berbagi pengalaman tentang keselamatan

Dalam menerapkan keselamatan pasien pasien, mencegah cedera melalui implementasi


3,6
Puskesmas membentuk Komite Mutu dan sistem keselamatan pasien.

Keselamatan Pasien (KMKP) yang bertugas Mutu dan keselamatan pasien merupakan

untuk menyusun, menggerakkan, bagian yang tidak dapat dipisahkan.

mengimplementasikan, dan mengevaluasi Keselamatan pasien merupakan salah satu

program keselamatan pasien. Tim keselamatan dimensi mutu pelayanan kesehatan.

pasien yang terdiri dari unsur manajemen dan Keselamatan pasien diterapkan di Puskesmas
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 32

melalui kebijakan internal, pedoman mutu menuju keselamatan pasien di Puskesmas Loa
keselamatan pasien diturunkan dalam bentuk Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara. Informan
Standar Operasional Prosedur (SOP). dalam penelitian ini terdiri dari informan
Pada penelitian sebelumnya Manajemen Puskesmas Loa Kulu sebanyak dua
menyebutkan bahwa belum semua langkah orang meliputi Pimpinan Puskesmas dan Ketua
dalam ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Tim Keselamatan Pasien dan informan
Pasien’ dilakukan oleh RSISA terutama untuk koordinator Unit di Puskesmas Loa Kulu
langkah ke lima, yaitu komunikasi terbuka sebanyak 3 orang yaitu koordinator poli umum,

kepada pasien dan keluarga tentang insiden. Di koordinator poli KIA, koordinator farmasi.

Surabaya menyatakan bahwa pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

upaya keselamatan pasien di Puskesmas masih Januari-Maret 2020 di Puskesmas Loa Kulu

terdapat hambatan dan kekurangan sehingga Kabupaten Kutai Kartanegara. Variabel

perlu optimalisasi penerapan upaya penelitian adalah penerapan tujuh langkah

keselamatan pasien dari seluruh pihak yang menuju keselamatan pasien. Untuk

terlibat.
8,9 mendapatkan data yang reliabel, teknik

Survei pendahuluan dengan penggalian data digunakan dalam penelitian ini

mewawancarai Ibu D staf pengelola program adalah melakukan in-depth interview

keselamatan pasien diperoleh informasi (wawancara mendalam). Metode wawancara

Puskesmas Loa Kulu telah membentuk Tim ini dipilih oleh peneliti untuk mendapatkan

Keselamatan Pasien dengan kegiatan rapat jawaban yang lebih mendalam dari sumber

koordinasi antar unit, mengidentifikasi faktor- data. Dalam melakukan wawancara peneliti

faktor risiko terjadinya insiden tidak diinginkan, menggunakan alat perekam suara yang

dan melakukan tindakan pencegahan dengan berfungsi untuk merekam semua percakapan

perbaikan dan penambahan fasilitas. Namun, dengan spesifikasi perekam suara digital,

evaluasi tentang pelaksanaan program tersebut kapasitas 8 gigabyte, pemutar MP3 dan

belum pernah dilakukan dan pihak Puskesmas eksternal microphone. Peneliti juga

wajib melakukan evaluasi secara berkala. menggunakan catatan lapangan (field note)

Penelitian ini bertujuan untuk sebagai alat perantara dengan catatan yang

mengevaluasi penerapan tujuh langkah menuju sebenarnya. Proses pembuatan catatan

keselamatan pasien di Puskesmas Loa Kulu. lapangan peneliti lakukan setiap kali peneliti
selesai melakukan wawancara. Hasil
wawancara dicatat dengan teknik pencatatan
METODE PENELITIAN
naratif khususnya teknik pencatatan anecdotal
Metode kualitatif digunakan untuk
record, yaitu sebuah pencatatan yang tidak
mengevaluasi pelaksanaan tujuh langkah
memerlukan kerangka waktu, pengkodean dan
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 33

pengkategorian tertentu serta mencakup pernyataan partisipan telah tertulis, kemudian


apapun yang relevan bagi peneliti. Hal-hal yang peneliti mengadakan analisa.
diamati peneliti merupakan hal yang dapat Peneliti melakukan triangulasi sumber
merepresentasikan ketujuh variabel. yang merupakan pengumpulan data dari
Teknik analisis data yang digunakan beberapa sumber. Triangulasi juga dilakukan
berdasarkan model interaktif dari Miles & peneliti dengan melakukan beberapa metode
10
Huberman, terdiri dari reduksi data, penyajian pengumpulan data yang berbeda, yaitu, in-
data, penarikan kesimpulan dan verifikasi, depth interview dan teknik observasi.
yaitu: Triangulasi waktu dilakukan peneliti dengan
1. Peneliti mengorganisasikan data melakukan proses wawancara serta observasi
11
menyeluruh tentang fenomena dalam waktu serta situasi yang berbeda.
2. Melakukan pengkodean data hingga Penelitian ini menggunakan rekaman
menemukan dan mengelompokkan makna wawancara sebagai pendukung yang
pernyataan dengan horizontalitating serta menyatakan bahwa data hasil wawancara
menghapus data repetitif dalam bentuk verbatim adalah benar adanya
3. Peneliti mengumpulkan pernyataan dalam dan berdasarkan dari responden
satu unit
4. Menguraikan bagaimana proses menjadi HASIL DAN PEMBAHASAN
textural description. Langkah 1: Upaya membangun budaya
5. Peneliti menjelaskan secara naratif keselamatan pasien
mengenai esensi dari fenomena yang diteliti “Jika insiden terjadi terkait pasien/
sehingga mendapatkan makna mengenai keluarga, maka saya selaku pimpinan akan siap
fenomena. memberikan dukungan atau support baik moril
6. Tahap akhir, temuan ditinjau menggunakan maupun materiil sesuai hasil investigasi
teori pendukung. nantinya. Sama saja, terkait staf saya maka
Adapun proses analisis data dalam saya selaku pimpinan akan siap memberikan
penelitian ini diawali dengan pengolahan data. dukungan atau support baik moril maupun
Data yang telah disusun berupa transkrip data materiel sesuai hasil investigasi juga.
verbatim, dibuat kode dan catatan. Selain itu Prinsipnya, saya tidak akan menyalahkan staf
data non verbal dari partisipan yang telah atas insiden yang terjadi, namun mengingatkan
peneliti catat, disusun sesuai situasi dan kondisi agar kedepannya insiden dapat dihindari.”
saat proses wawancara berlangsung. Setelah (IM1)
seluruh data tercatat dalam transkrip verbatim “Ya, ada Bu, berupa kebijakan, pedoman
baik pernyataan partisipan, catatan non verbal dan beberapa SPO keselamatan pasien yang
partisipan, serta keterangan-keterangan dari dibuat oleh tim keselamatan pasien dalam
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 34

rangka akreditasi Puskesmas Loa Kulu sekitar 2 pasien, yaitu belum ada jadwal rutin sosialisasi,
tahun lalu. Melakukan investigasi berdasarkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan
SPO yang kami punya, namun biasanya keselamatan pasien oleh tim keselamatan
tergantung tingkat ringan atau beratnya pasien. Belum ada jadwal rutin sosialisasi
insiden, biasanya pada beberapa kejadian budaya kerja.
insiden, Alhamdulillah, hanya bersifat ringan Langkah 2: Memimpin dan mendukung staf
jadi tim keselamatan pasien menganjurkan “Sudah bu, kebetulan saya ditunjuk
koordinator unit membuat laporan sesuai isian sebagai ketua tim keselamatan pasien dan
formulirnya dan memberikan ke kami. Kami tim beberapa staf. Ada pertemuan khusus, namun
keselamatan pasien memberikan dukungan belum terjadwal dan dilakukan sesuai
berupa pengarahan tentang pembuatan kebutuhan saja saat menjelang akreditasi dan
laporan insiden dan diskusi kepada koordinator jika terjadi insiden. Puskesmas belum membuat
unit terkait solusi yang harus dijalankan agar program pelatihan, karena hanya perlu
insiden tidak terjadi lagi” (IM2, IK3) sosialisasi” (IM1, IM2)
“Menurut saya sudah ada walaupun “Belum ada penunjukkan, setahu saya,
belum maksimal, karena belum semua staf koordinator unit merupakan tim keselamatan
yang memahami tentang keselamatan pasien. pasien, kalau menunjuk staf lagi saya belum
Mengerti tapi tidak secara lengkap, hanya tahu itu. Untuk staf saya, pernah saya jelaskan
membuat laporan insiden saja” (IK1) pentingnya keselamatan pasien selama
“Budaya kerja ada tertulis dijelaskan, bekerja” (IK1, IK2, IK3)
namun belum ada evaluasi pelaksanaannya.Ya Hasil observasi peneliti didapatkan
lumayan, ketika ada insiden, buat laporan” pimpinan puskesmas, ketua Tim Keselamatan
(IK2) pasien dan koordinator unit memiliki
Hasil observasi peneliti didapatkan bahwa pengetahuan tentang keselamatan pasien dan
tim keselamatan pasien sudah memiliki mampu menjelaskan kepada staf tentang
kebijakan, pedoman dan beberapa Standar keselamatan pasien. Pimpinan puskesmas
Prosedur Operasional tentang keselamatan tampak melakukan kunjungan ke setiap unit
pasien dengan salinannya terdapat di tiap-tiap untuk melakukan monitoring terkait
unit kerja. Pernah dilakukan sosialisasi, namun pengecekan sarana prasarana dan prosedur
tidak ada laporan sosialisasinya. Laporan pelayanan. Namun kunjungan ke setiap unit
insiden tidak banyak, namun ada terjadi dan untuk waktunya tidak sama.
disimpulkan oleh tim keselamatan pasien Monitoring dilakukan untuk melihat
sifatnya ringan. Pada langkah pertama ini, layanan namun belum ada agenda yang dibuat
peneliti mendapatkan beberapa kendala yang khusus kunjungan terkait keselamatan pasien.
ada terkait membangun budaya keselamatan
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 35

Dukungan yang baik kepada staf juga sudah “Belum ada forum diskusi. Ya, pernah
dilakukan walaupun hanya sebatas sosialisasi dilakukan asesmen risiko jatuh dan alergi obat
saja, belum ada dukungan berupa membuat pada pasien di poli kebidanan, tapi tidak rutin,
program pelatihan keselamatan pasien bagi hanya pernah dilakukan beberapa kali saja”
staf. Pada langkah 2 ini, peneliti mendapatkan (IK2)
kendala yang ada terkait memimpin dan “Saya belum tahu ada forum diskusi.
mendukung staf, yaitu belum ada program Ya, pernah dilakukan asesmen risiko alergi obat
pelatihan keselamatan pasien bagi staf. pada pasien di farmasi, tapi tidak rutin, hanya
Langkah 3: Mengintegrasikan aktivitas pernah dilakukan beberapa kali saja” (IK3)
pengelolaan risiko Hasil observasi peneliti didapatkan
“Strukturnya belum ada, tapi prosesnya belum ada struktur pengelolaan
seharusnya sudah ada, lebih jelasnya ke tim risiko.Pengisian form asesmen risiko pasien
keselamatan pasien ya bu. Proses pengelolaan jatuh dan alergi obat bisa dilakukan oleh staf
risiko seharusnya terintegrasi dengan program unit tetapi tidak rutin, hanya dilakukan
keselamatan pasien , tapi saya belum tanyakan beberapa kali saja. Belum ada indikator kinerja
ke tim KP. Belum ada indikator kinerja untuk untuk sistem manajemen risiko di Puskesmas.
sistem manajemen risiko” (IM1) Pada langkah 3 ini, peneliti mendapatkan
“Puskesmas belum memiliki struktur kendala yang ada terkait mengintegrasikan
pengelolaan risiko klinis dan non klinis, namun aktivitas pengelolaan risiko, yaitu belum ada
bisa menggunakan kewenangan dari tim KP, program pelatihan manajemen risiko bagi Tim
sehingga proses pengelolaan risiko klinis dan Keselamatan Pasien.
non klinis sudah berjalan menggunakan
form-form identifikasi risiko yang telah dibuat.
Proses pengelolaan risiko sudah mulai
dilakukan integrasi dengan program KP,
walaupun baru fokus ke yang risiko klinis
terkait pelayanan pada pasien. Belum ada
indikator kinerja untuk sistem manajemen
risiko karena belum dibuat dan belum dilatih
manajemen risiko” (IM2)
“Belum ada forum diskusi yang rutin.
Pernah dilakukan asesmen risiko pasien di poli
umum berupa asesmen risiko jatuh dan alergi
obat, tapi tidak rutin, hanya pernah dilakukan
beberapa kali saja” (IK1)
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 36

Karakteristik Informan
Tabel 1. Karakteristik informan pada penelitian di Puskesmas Loa Kulu tahun 2020
Kode Umur Jenis Masa Kerja
No. Pendidikan Pekerjaan
Informan (tahun) Kelamin Jabatan
1. IM 1 45 Laki-Laki S2 Pegawai Negeri 6 bulan
2. IM 2 48 Perempuan Diploma IV Pegawai Negeri 1 tahun
3. IK 1 43 Perempuan S1 Pegawai Negeri 10 tahun
4. IK 2 43 Perempuan Diploma IV Pegawai Negeri 10 tahun
5. IK 3 39 Laki-Laki S1+Apt. Honorer 9 tahun

Hasil observasi peneliti didapatkan belum “Tidak ada bu, soalnya pola pelayanan
ada kebijakan investigasi insiden dengan Root masih belum disarankan diubah oleh
Cause Analysis (RCA). Ada bukti laporan manajemen. Seingat saya ada feedback dari
investigasi insiden dengan Root Cause Analysis manajemen
(RCA) oleh tim keselamatan pasien. Pada namun berupa pengawasan lebih ketat
langkah 6 ini, peneliti mendapatkan kendala terhadap pelayanan oleh koordinator unit”
yang ada terkait belajar dan berbagi (IK2)
pengalaman tentang keselamatan pasien, “Tidak bu, hal itu tidak kami dilakukan
yaitu tim Keselamatan pasien belum kecuali nanti ada arahan dari pimpinan.
mempunyai bahan atau contoh kebijakan Beberapa kali ada feedback agar disuruh lebih
maupun SPO tentang investigasi insiden waspada, hati-hati dan lebih diawasi kegiatan
dengan Root Cause Analysis (RCA). pelayanan staf …” (IK3)
Langkah 7: Mencegah cedera melalui Hasil observasi peneliti didapatkan belum
implementasi sistem keselamatan pasien ada bukti pelaksanaan asesmen tentang risiko-
“Masih belum diperlukan bu, jadi belum risiko untuk setiap perubahan-perubahan
kami lakukan asesmen risiko perubahan..” kondisi dan kebijakan. Ada bukti tertulis
(IM1, IM2) proses feedback pada setiap follow up dalam
“Belum ke arah sana Bu, kami masih pelaporan insiden dari tim keselamatan
menggunakan cara-cara asuhan yang sudah pasien. Pada langkah 7 ini, peneliti
ada karena masih sesuai dan tidak berisiko mendapatkan kendala yang ada terkait
cedera. Beberapa kali ada feedback dari mencegah cedera melalui implementasi sistem
manajemen namun sifatnya peningkatan keselamatan pasien, yaitu tim keselamatan
kewaspadaan dan kehati-hatian risiko insiden pasien belum membuat agenda yang
dan pengawasan koordinator unit” (IK1) membahas keselamatan pasien dengan
melibatkan seluruh staf di semua unit kerja.
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 37

Penyelenggaraan keselamatan pasien pasien hanya dilakukan sekali menjelang


dilakukan melalui pembentukan sistem akreditasi Puskesmas.
pelayanan yang menerapkan standar Pengaturan keselamatan pasien bertujuan
keselamatan pasien; sasaran Keselamatan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas
Pasien; dan tujuh langkah menuju pelayanan kesehatan melalui penerapan
keselamatan pasien. Sistem pelayanan harus manajemen risiko dalam seluruh aspek
menjamin pelaksanaan berupa asuhan pasien pelayanan yang disediakan oleh fasilitas
3
lebih aman, melalui upaya yang meliputi pelayanan kesehatan. Peneliti berasumsi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan terkait budaya keselamatan pasien yang sudah
risiko pasien; pelaporan dan analisis insiden, cukup baik dilakukan oleh pihak Puskesmas,
kemampuan belajar dari insiden, dan tindak disebabkan oleh faktor kemampuan pimpinan
lanjutnya; dan implementasi solusi untuk Puskesmas dan tim keselamatan pasien dalam
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah memberikan dukungan kepada staf di unit
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kerja sehingga mereka mampu melakukan
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan investigasi dan membuat laporan jika terjadi
atau tidak mengambil tindakan yang insiden.
3
seharusnya diambil. Di masa lalu sangat sering terjadi reaksi
Dalam penelitian ini budaya keselamatan pertama terhadap insiden di Fasilitas
pasien cukup baik dilakukan oleh manajemen pelayanan Kesehatan adalah menyalahkan staf
Puskesmas dengan telah adanya kebijakan. yang terlibat, dan dilakukan tindakan-tindakan
Koordinator unit dan staf dapat melakukan hukuman. Hal ini, mengakibatkan staf enggan
investigasi dan membuat laporan jika terjadi melapor bila terjadi insiden. Penelitian
insiden. Dukungan dari manajemen Puskesmas menunjukkan kadang-kadang staf yang terbaik
baik kepada pasien dan keluarga maupun melakukan kesalahan yang fatal, dan
kepada staf. kesalahan ini terulang dalam lingkungan
3
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan fasilitas pelayanan kesehatan.
12
penelitian yang dilakukan oleh Islami yang Oleh karena itu, diperlukan lingkungan
mendapatkan pada langkah 1 ini, masih dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf
banyak staf Puskesmas yang belum berani melapor dan penanganan insiden
mengetahui tentang pelaksanaan keselamatan dilakukan secara sistematik. Dengan budaya
pasien utamanya Tujuh Langkah Menuju adil dan terbuka ini pasien, staf dan Fasilitas
Keselamatan Pasien karena belum terdapat Kesehatan akan memperoleh banyak manfaat.
panduan dan pedoman khusus terkait hal Diharapkan pimpinan Puskesmas Loa Kulu dan
tersebut. Sosialisasi mengenai keselamatan tim keselamatan pasien membuat jadwal rutin
sosialisasi, pengawasan dan evaluasi
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 38

pelaksanaan keselamatan pasien, serta jadwal saja. Struktur pengelolaan risiko belum
sosialisasi budaya kerja. dimiliki oleh Puskesmas. Proses untuk
Dalam penelitian ini terlihat manajemen pengelolaan risiko hanya pada risiko klinis
kepemimpinan yang cukup kuat dalam berupa form asesmen risiko pasien jatuh dan
membangun keselamatan pasien di Puskesmas alergi obat dan ini mulai terintegrasi dengan
baik pimpinan Puskesmas maupun ketua tim program keselamatan pasien di Puskesmas.
keselamatan pasien. Dukungan yang baik Puskesmas belum membuat indikator-
kepada staf sudah dilakukan walaupun hanya indikator kinerja untuk sistem manajemen
sebatas sosialisasi saja. Hasil penelitian ini risiko. Hal ini dinyatakan oleh kelima informan.
12
sesuai dengan penelitian Rivai di Makassar Islami , yang mendapatkan pada langkah
dimana kepemimpinan, komunikasi dan 3 ini, Puskesmas belum melaksanakan
supervisi berperan dalam implementasi manajemen risiko dibuktikan dengan
13
keselamatan pasien. Dalam penerapan pernyataan seluruh informan utama yang
12
keselamatan pasien, Islami , menemukan kurang mengetahui apa itu manajemen risiko.
kepala Puskesmas sudah melakukan sedikit Puskesmas belum melaksanakan proses
upaya untuk memberikan dukungan terkait manajemen risiko sesuai dengan standar
keselamatan pasien dengan mengingatkan akreditasi Puskesmas. Puskesmas juga belum
keselamatan pasien pada saat rapat seluruh memiliki SK terkait penerapan manajemen
staf dan melakukan pengecekan kinerja staf risiko. Peneliti berasumsi terkait langkah ketiga
walaupun kinerja yang dicek tidak hanya ini baru sebagian kecil dilakukan, hal ini
terkait keselamatan pasien. disebabkan karena tim keselamatan pasien
Peneliti berpendapat gaya kepemimpinan belum pernah mengikuti pelatihan manajemen
yang partisipatif yang diterapkan pimpinan risiko sehingga sebagian besar kegiatan
Puskesmas yang menyebabkan langkah ke 2 ini mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
dapat terlaksana. Unsur pimpinan memiliki masih belum dapat terlaksana akibat
pengaruh dalam menciptakan budaya kurangnya pemahaman tentang hal
13-15
keselamatan pasien. Untuk itu dukungan tersebut.
kepala Puskesmas sangat dibutuhkan untuk Keselamatan pasien merupakan komponen
9
meningkatkan keselamatan pasien. kunci dari manajemen risiko, dan harus
Membangun budaya keselamatan sangat diintegrasikan dengan keselamatan staf,
tergantung kepada kepemimpinan yang kuat manajemen komplain, penanganan litigasi dan
dan kemampuan organisasi dalam klaim serta risiko keuangan dan lingkungan.
3
mendengarkan pendapat seluruh anggota. Sistem manajemen risiko ini harus didukung
Hasil penelitian menunjukkan Puskesmas oleh strategi kesehatan, yang mencakup
baru melaksanakan proses pengelolaan risiko
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 39

program-program asesmen risiko secara Hasil penelitian menunjukkan proses


3
proaktif. kegiatan belajar dan berbagi tentang
Hasil penelitian menunjukkan sistem pembelajaran keselamatan masih belum
pelaporan insiden keselamatan pasien masih optimal. Belum ada kebijakan investigasi
belum optimal. Sistem pelaporan insiden insiden dengan Root Cause Analysis (RCA).
keselamatan pasien masih bersifat internal Sudah ada staf terlatih untuk investigasi
dari staf atau koordinator unit ke tim insiden dengan Root Cause Analysis (RCA).
keselamatan pasien. Hal ini terjadi karena jenis Belajar dan berbagi pengalaman dilakukan
insiden yang sifatnya ringan (tidak fatal). Tim dengan menggunakan analisis akar masalah,
keselamatan pasien belum pernah membuat puskesmas belum secara rutin melaksanakan
16
pelaporan insiden keselamatan pasien analisis akar masalah. Pelaksana analisis akar
eksternal ke Komite Nasional Keselamatan masalah di Puskesmas pun adalah tim
Pasien (KNKP). Temuan ini sejalan dengan Keselamatan Pasien bukanlah staf atau
12
Islami , yang mendapatkan pada langkah 4 koordinator unit. Hasil dari analisis akar
ini, sistem pelaporan yang dikembangkan di masalah pun belum pernah di informasikan
Puskesmas belum optimal. Pelaporan insiden kepada unit-unit terkait. Hal ini dinyatakan
keselamatan di Puskesmas masih diabaikan oleh kelima informan.
oleh staf karena insiden yang terjadi tidaklah Hasil penelitian ini sejalan dengan
12
fatal. Puskesmas perlu melakukan sosialisasi penelitian yang dilakukan oleh Islami, yang
mengenai manfaat dan pentingnya pelaporan mendapatkan pada langkah 6 ini, Puskesmas
insiden. belum secara rutin melaksanakan analisis akar
Tidak optimalnya sistem pelaporan insiden masalah. Pelaksana analisis akar masalah di
keselamatan pasien disebabkan masih Puskesmas pun adalah tim mutu bukanlah staf
rendahnya motivasi pimpinan Puskesmas dari setiap unit. Hasil dari analisis akar
kepada Tim Keselamatan tentang pentingnya masalah pun tidak pernah disebarluaskan
pelaporan. Dalam meningkatkan budaya kepada unit lain.
keselamatan pasien di Puskesmas perlu Peneliti berasumsi terkait langkah keenam
memiliki cukup staf yang memahami konsep yaitu belajar dan berbagi tentang
keselamatan pasien, membangun lingkungan pembelajaran keselamatan masih belum
yang terbuka dan adil terhadap staf yang optimal karena Tim Keselamatan pasien
membantu melaporkan kesalahan secara mencari contoh kebijakan maupun SPO
(15)
spontan tanpa rasa takut . Sistem pelaporan tentang investigasi insiden dengan Root Cause
sangat vital di dalam pengumpulan informasi Analysis (RCA). Jika terjadi insiden
sebagai dasar analisa dan menyampaikan keselamatan pasien, isu yang penting bukan
1,3,9
rekomendasi.
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 40

siapa yang harus disalahkan tetapi bagaimana menggambarkan perlu dibuat alat ukur untuk
dan mengapa insiden itu terjadi. menilai budaya keselamatan pasien di
14
Implementasikan solusi untuk mencegah Puskesmas. Memastikan pemberian
cedera masih belum dilaksanakan secara pelayanan kesehatan yang aman, efektif dan
optimal disebabkan tim merasa belum fokus pada pasien harus menjadi prioritas
diperlukan dan belum ada perubahan besar utama bagi pembuat kebijakan dan praktisi.
atas kondisi setelah insiden. Meskipun belum Pengembangan pelayanan kesehatan primer
dilakukan monitor atas dampak dari dan rawat jalan yang berbasis keselamatan
perubahan sudah ada feedback pada setiap pasien akan meningkatkan kesehatan dan
follow up dalam pelaporan insiden dari Tim kesejahteraan individu, keluarga dan
2,18
Keselamatan Pasien. Pelaporan ini dilakukan masyarakat.
dalam pembahasan insiden pada saat rapat
seluruh staf namun belum terdapat SIMPULAN
pertemuan khusus yang membahas Puskesmas Loa Kulu sudah menerapkan
keselamatan pasien. Pelaksanaan pekerjaan tujuh langkah menuju keselamatan pasien.
secara tim dapat meningkatkan kinerja secara Langkah pertama telah terlaksana dengan
17
efektif. adanya kebijakan tentang keselamatan pasien.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Langkah kedua ditunjukkan dengan
12
penelitian yang dilakukan oleh Islami, yang manajemen kepemimpinan yang cukup kuat
mendapatkan pada langkah 7 ini, Langkah ketiga hanya dalam aspek proses
pembelajaran dari insiden keselamatan pasien pengelolaan risiko. Langkah keempat
harus dilakukan secara aktif dan Puskesmas belum optimal dalam sistem
berkelanjutan. Pembelajaran terkait insiden pelaporan insiden keselamatan pasien.
yang pernah terjadi di Puskesmas dilakukan Langkah kelima puskesmas belum melibatkan
dengan cara adanya pembahasan insiden pada dan berkomunikasi secara aktif dengan pasien
saat rapat seluruh staf namun belum terdapat dan masyarakat jika terjadi insiden. Langkah
pertemuan atau agenda khusus. keenam upaya menjadikan kasus near miss
Peneliti berasumsi implementasikan solusi- sebagai pembelajaran belum optimal dan
solusi untuk mencegah cedera masih belum langkah ketujuh upaya mengimplementasikan
optimal dikarenakan tim keselamatan pasien solusi-solusi untuk mencegah cedera masih
belum mempunyai agenda pertemuan khusus belum dilaksanakan secara baik. Puskesmas
yang membahas keselamatan pasien dengan diharapkan dapat melakukan kaji banding
melibatkan seluruh staf di semua unit kerja dengan Puskesmas yang telah melakukan
secara berkala. Penelitian Brahmana di program keselamatan pasien.
Puskesmas PONED di Bandung
J. Ked. Mulawarman Vol. 7 (2) September 2020 41

UCAPAN TERIMA KASIH


9. Ulumiyah. Meningkatkan Mutu
Direktur Poltekkes Kemenkes Kalimantan Pelayanan Kesehatan Dengan Penerapan
Timur dan Kepala Puskesmas Loa Kulu Upaya Keselamatan Pasien Di Puskesmas.
J Adm Kesehat Indones. 2018;6(2).
kabupaten Kutai Kartanegara yang telah
memberikan izin penelitian dan informan 10. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif
dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
yang telah memberikan masukan atas Bandung: Alfabeta; 2012.
penelitian yang telah dilakukan.
11. Yusuf. Metode penelitian: Kuantitatif,
DAFTAR PUSTAKA Kualitatif dan Penelitian Gabungan.
Jakarta: Kencana; 2017.
1. Kementerian Kesehatan RI b. Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 46 tahun 2015
12. Islami K, Arso S, Lestyanto D. analisis
tentang Akreditasi Puskesmas. 2015.
pelaksanaan program keselamatan
pasien puskesmas mangkang, kota
2. Rene Kuriakose, Aggarwal A, Sohi RK, semarang. J Kesehat Masy. 2018;6(4):27–
Goel R, Rashmi N, Gambhir RS. Patient 41.
safety in primary and outpatient health
care. J Fam Med Prim Care. 2020; 9(1) 7–
13. Rivai F, Sidin I, Kartika I. Faktor yang
11. 2020;9(1):7–11. Berhubungan dengan Implementasi
Keselamatan Pasien Di RSUD Ajjappannge
3. Kementerian Kesehatan RI c. Peraturan
Soppeng Tahun 2015. J Kebijak Kesehat
Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun Indones. 2016;5(4).
2017 Tentang Keselamatan Pasien. 2017.
14. Brahmana RP, Wahyudi K, Hilfi L.
4. Maghfiroh L, Rochmah TN. Analisis Perspektif Tenaga Kesehatan: Budaya
kesiapan puskesmas demangan kota Keselamatan Pasien pada Puskesmas
madiun dalam menghadapi akreditasi PONED di Kota Bandung. JSK.
Readiness Analysis of Demangan Health
2018;3(3):116–21.
Care Centre Madiun in Facing
Accreditation. J MKMI. 2017;13(4):329– 15. Tabrizchi N, Sedaghat M. The first study
36.
of patient safety culture in Iranian
primary health centers. Acta Med Iran.
5. Pulungan HR. Pentingnya Penerapan 2012;50(7):505–10.
Keselamatan Pasien Dalam Meningkatkan
Mutu Pelayanan Kesehatan. 16. Muhaimin. Model Evaluasi CIPP. 2015.
6. National Patient Safety Agency. Seven 17. Rahmi Astuti Rohaini, Hidayat N, Sutisna
steps to patient safety for primary care
E. Evaluasi Pelatihan Dasar Calon Pegawai
The full reference guide. 2006.
Negeri Sipil Dalam Mendukung
Terwujudnya Sumber Daya Manusia
7. Suzette Woodward. Seven steps to
Profesional Berkarakter. J Manaj
patient safety. Rev Calid Asist. 2005; Pendidik. 2019;7(1).
20(2):66–70.
18. Simone Grativol Marchon, Walter Vieira
8. Rachmawati AR, Wigati PA, Sriatmi A, Mendes Junior. Patient safety in primary
Masyarakat FK, Diponegoro U. analisis
health care: a systematic review. Cad
pelaksanaan tujuh langkah menuju
Saúde Pública, Rio Janeiro.
keselamatan pasien di rumah sakit 2014;30(9):1815–35.
ISLAM. J Kesehat Masy FKM Undip, e-
Journal. 2017;5.

Anda mungkin juga menyukai