Anda di halaman 1dari 31

NASKAH AKADEMIK RAPERDA TENTANG PENGELOLAAN

KEARSIPAN KABUPATEN PANDEGLANG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah


TP. Perundang-undangan
Dosen Pengampu : Lia Riesta Dewi, SH., MH.

Nama : Khusna Dewi Fransisca


NIM: 1111190260
Kelas: 6E

NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG
PENYELENGGARAAN KEARSIPAN

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembentukan Peraturan Daerah adalah proses pembuatan
Peraturan Daerah yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan,
pembahasan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan,
pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan. Dalam
mempersiapkan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan
Daerah menjadi Peraturan Daerah, harus berpedoman kepada
Peraturan Perundangundangan. Kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka mempercepat
mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan publik, pemberdayaan dan membuka ruang bagi
partisipasi masyarakat. Pemerintahan daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan. Sebagaimana Pasal 1 butir 6 UU
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Urusan pemerintahan menurut UU
Nomor 23 Tahun 2014 adalah terdiri dari urusan pemerintahan
absolut dan urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan
konkuren. Usaha pemerintahan konkuren adalah Urusan
pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Selanjutnya urusan
tentang kearsipan masuk dalam urusan konkuren yaitu Urusan
Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar
sebagaimana dalam Pasal 11 ayat (2) Urusan Pemerintahan Wajib
yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
a. tenaga kerja;
b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c. pangan;
d. pertanahan;
e. lingkungan hidup;
f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. perhubungan;
j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan


menyebutkan arsip sebagai identitas dan jati diri bangsa, serta
sebagai memori, acuan, dan bahan pertanggungjawaban dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus dikelola
dan diselamatkan oleh negara, untuk menjamin ketersediaan arsip
yang autentik dan terpercaya, menjamin pelindungan kepentingan
negara dan hakhak keperdataan rakyat, serta mendinamiskan sistem
kearsipan, diperlukan penyelenggaraan kearsipan yang sesuai
dengan prinsip, kaidah, dan standar kearsipan sebagaimana
dibutuhkan oleh suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional
yang andal, bahwa dalam menghadapi tantangan globalisasi dan
mendukung terwujudnya penyelenggaraan negara dan khususnya
pemerintahan yang baik dan bersih, serta peningkatan kualitas
pelayanan publik, penyelenggaraan kearsipan di lembaga negara,
pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi
politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan harus
dilakukan dalam suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional
yang komprehensif dan terpadu.
Arsip berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan merupakan rekaman kegiatan atau peristiwa
dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan
teknologi reformasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh
Lembaga negara, pemerintah daerah, Lembaga Pendidikan,
perusahaan, organisasi publik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Penyelenggaraan kearsipan kabupaten/
kota dalam peraturan perundang-undangan tersebut ditegaskan
menjadi tanggung jawab pemerintahan kabupaten/ kota. Tujuan
penyelenggaraan kearsipan daerah antara lain adalah untuk
kepentingan pertanggungjawaban daerah kepada generasi yang akan
dating dan melestarikan memori daerah. Untuk itu diperlukan
penyelematan dan pelestarian arsip sebagai bahan bukti yang nyata,
benar dan lengkap. Penyelenggaraan kearsipan biasanya
didefinisikan sebagai keseluruhan kegiatan yang meliputi ke bijakan
pengelolaan arsip dinamis dan statis, serta pembinaan kearsipan
dalam suatu system kearsipan daerah yang didukung oleh sumber
daya manusia, prasana dan sarana, serta sumber daya lainnya.
Pelaksanaan pemerintahan dapat tercapai apabila arsip dikelola
secara professional sejak tahap paling awal tercipta setiap satuan
arsip sampai dengan tahap pemanfaatan suatu arsip.
Sehingga peran arsip ini sangat penting dan strategis dalam
rangka menghadapi tantangan globalisasi dan untuk mendukung
terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan
bersih, serta peningkatan kuliatas pelayanan public.
Penyelenggaraan kearsipan harus dilakukan dalam suatu system
penyelenggaraan kearsipan daerah yang komprehensif dan terpadu.
Untuk mewujudkan system penyelenggaraan kearsipan daerah yang
komprehensif dan terpadu, perlu dibangun sistem kearsipan daerah
yang meliputi pengelolaan arsip dinamis dan pengelolaan arsip statis.
Sistem kearsipan daerah adalah suatu system yang membentuk pola
hubungan kekerlanjutan antar berbagai komponen yang memiliki
fungsi dan tugas tertentu, interaksi antar pelaku serta unsur lain
yang saling mempengaruhi dalam penyelenggaraan kearsipan di
lingkungan Pemerintah Daerah. Selanjutnya diharapkan system
kearsipan daerah itu berfungsi menjamin keetrsediaan arsip yang
autentik, utuh dan terpercaya, serta mampu mengidentifikasikan
keberadaan arsip yang memiliki keetrkaitan, informasi sebagai satu
keutuhan informasi pada semua organisasi kearsipan. Sistem
kearsipan pemerintah daerah di dalamnya memuat system informasi
kearsipan daerah dan jaringan informasi kearsipan daerah, yang
keduanya merupakan bagian dari system informasi kearsipan
nasional dan jaringan informasi kearsipan nasional. Sistem informasi
kearsipan daerah merupakan suatu system informasi di lingkungan
Pemerintah Daerah yang dikelola oleh Perangkat Daerah yang
bertugas dalam bidang kearsipan yang menggunakan sarana jaringan
informasi kearsipan daerah. Sementara itu jaringan informasi daerah
merupakan system jaringan informasi dan sarana pelayanan arsip di
lingkungan Pemerintah Daerah yang akan digunakan sebabai wadah
layanan informasi kearsipan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah
diatasnya, Pemerintah Daerah sendiri dan masyarakat.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada Latar Belakang maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, so-
siologis dan yuridis perlunya dibentuk Peraturan Daerah Kabu-
paten Pandeglang tentang Penyelenggaraan Kearsipan?
2. Apakah sasaran, ruang lingkuo pengaturan, jangkauan dan
arah pengaturan dari pembentukan Peraturan Daerah Kabu-
paten Pandeglang tentang Penyelenggaraan Kearsipan?

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik


Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang
dikemukakan di atas, tujuan dan kegunaan penyusunan Naskah
Akademik dirumuskan sebagai berikut:
1. Tujuan
a. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi se-
bagai landasan pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Pandeglang tentang Penyeleng-
garaan Kearsipan dan Merumuskan pertimbangan
atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pemben-
tukan Rancangan Peraturan Daerah.
b. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang
lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan
dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Penye-
lenggaraan Kearsipan Kabupaten Pandeglang.
2. Kegunaan
Kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah
sebagai acuan atau referensi pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan kearsipan di
Kabupaten Pandeglang, selain itu dari Naskah Akademik
ini juga dapat berguna bagi pihak-pihak yang berke-
pentingan, antara lain menjadi dokumen resmi yang
menyatu dengan konsep. rancangan Perda tentang
Penyelenggaraan kearsipan di Kabupaten Pandeglang
yang akan dibahas bersama dengan DPRD Kabupaten
Pandeglang.

D. Metode Penyusunan Naskah Akademik


Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan
suatu kegiatan penelitian sehingga digunakan metode penyusunan
Naskah Akademik yang berbasiskan metode penelitian hukum atau
penelitian lain. Penelitian ini lebih condong kepada studi
kepustakaan. Jenis dari data yang diperoleh tersebut berupa data
sekunder yang terdapat pada bahan kepustakaan yang meliputi
jurnal, buku, dan bahan documenter lainnya. Data yang diperoleh
dari bahan kepustakaan dapat dibedakan menjadi tiga bahan data,
yaitu :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat, seperti Undang-Undang Dasar
1945, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang ada
kaitannya dengan permasalahan yang dibahas dalam Rancangan
Perda ini, antara lain : Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang ada
kaitannya dengan Rancangan Perda ini.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan
atau menerangkan bahan hukum primer, seperti buku-buku, jurnal,
hasil penelitian dan hasil karya dari para pakar yang ada
hubungannya dengan Rancangan Perda ini.
c. Bahan hukum tersier, yakni kamus.
- Menggunakan bahasa sendiri (apa itu daerah, kewenangan
pandeglang, masukan uu 23, apa itu arsip, kenapa perlu arsip,
masukkan 1 pasal dari uu ttg arsip)
- Download UU No 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan
- Buka pasal 12 uu no 23 tahun 2014
(2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) meliputi:
a. tenaga kerja;
b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c. pangan;
d. pertanahan;
e. lingkungan hidup;
f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. perhubungan;
j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.

X.PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEARSIPAN


1. Pengelolaan Arsip DAERAH KABUPATEN/KOTA
a. Pengelolaan arsip dinamis Pemerintah Daerah kabupaten/kota dan
BUMD kabupaten/kota.
b. Pengelolaan arsip statis yang diciptakan oleh Pemerintahan
Daerah
kabupaten/kota, BUMD kabupaten/kota, perusahaan swasta yang
kantor usahanya dalam 1 (satu) Daerah kabupaten/kota, organisasi
kemasyarakatan tingkat Daerah kabupaten/kota, organisasi politik
tingkat Daerah kabupaten/kota, pemerintahan desa dan tokoh
masyarakat tingkat Daerah kabupaten/kota.
c. Pengelolaan simpul jaringan dalam SIKN melalui JIKN pada tingkat
kabupaten/kota.
2. Pelindungan dan Penyelamatan Arsip Daerah Kabupaten/Kota
a. Pemusnahan arsip di lingkungan Pemerintah Daerah
kabupaten/kota yang memiliki retensi di bawah 10 (sepuluh) tahun.
b. Pelindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana yang
berskala kabupaten/kota.
c. Penyelamatan arsip Perangkat Daerah kabupaten/kota yang
digabung dan/atau dibubarkan, serta pemekaran Kecamatan dan
Desa/kelurahan.
d. Melakukan autentikasi arsip statis dan arsip hasil alih media yang
dikelola oleh lembaga kearsipan kabupaten/kota.
e. Melakukan pencarian arsip statis yang pengelolaannya menjadi
kewenangan Daerah kabupaten/kota yang dinyatakan hilang dalam
bentuk daftar pencarian arsip.
3. Akreditasi dan Sertifikasi
4. Formasi Arsiparis
5. Perizinan
Penerbitan izin penggunaan arsip yang bersifat tertutup yang
disimpan di lembaga kearsipan Daerah kabupaten/kota.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis
1. Pengertian Kearsipan
Menurut Sugiarto dan Wahyono (2015), Secara harfiah, istilah
arsip berasal dari Bahasa Yunani, yaitu fari kata arche, kemudian
berubah menjadi archea dan selanjutnya mengalami perubahan
Kembali menjadi archeon. Archea artinya dokumen atau catatan
mengenai permasalahan.
Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai
bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh Lembaga negara,
pemerintahan daerah, Lembaga Pendidikan, perusahaan, organisasi
public, organisai kemasyarakatan dan perseorangan dalam
pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, tujuan arsip di Kelola dengan baik atau belum dapat
dilihar dari 3 ciri utama, yaitu : arsip dapat ditemukan saat akan
digunakan atau saat di cari mudah di dapat baik secara fisik
maupun elektronik.
Kearsipan mempunyai peranan penting dalam pusat ingatan,
yaitu sebagai : sumber infomasi dan sebagai alat pengawasan yang
sangat di perlukan dalam setiap organisasi saat kegiatan
perencanaan, penganalisaan, pengembangan, perumusan kebijakan,
pengambilan keputusan, pembuatan laporan, pertanggung jawaban,
penilaian dan pengendalian. Jadi manajemen kearsipan adalah
pekerjaan pengurusan arsip yang meliputi pencatatan, pengendalian
dan pendistribusian, penyimpanan, pemeliharaan , pengawasan ,
pemindah dan pemusnahan.

2. Fungsi Arsip
Dalam pemenuhsm kegiatan operasional beroganisasi, kebu
tuhan akan infomasi merupakan hal yang sangat mendasar sehingga
peranan arsip sangat penting dalam Sistem Informasi Manajemen
(SIM). Peranan arsip yang dinilai penting dalam kegiatan organisasi
maka (Sugiarto dan Wahyono, 2015 : 10) mengarakan bahwa data
merupakan fakta atau apapun yang digunakan sebagai input dalam
menghasilkan informasi, sedangkan informasi adalah data yang
diolah menjadi suatu bentuk yang mempunyai arti dan bermanfaat
bagi manusia. Adapun fungsi dari arsip menurut (Muhidin dan
Winata, 2016:3) beberapa fungsi arsip sebagai sumber informasi yang
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yaitu:
1. Mendukung proses pengambilan keputusan. Dalam
prosesnya pengambilan keputusan, pimpinan dalam tingkat
menajerial maupun pasti membutuhkan informasi.
Ketersedian informasi yang cukup, baik dari segi kualitas
maupun kuantitas, dapat mendukung tercapainya tujuan
pengambilan keputusan.
2. Menunjang proses perencenaan. Perencanaan merupakan
suatu proses kegiatan untuk memperkirakan kondisi yang
akan dating, yang akan dituju atau dicapai. Untuk
Menyusun rencana, diperlukan banyak infomasi yang
mendukung tercapainya.
3. Mendukung pengawasan. Dalam melakukam pengawasan,
dibutuhkan informasi terekam tentang rencana yang telah
disusun, hal-hal yang belum dilaksanakan. Semuanya
direkam dan disimpan dalam bentuk arsip.
4. Sebagai alat bukti. Institusi pengadilan menghasilkam
banyak infomasi yang terekam dan dapat digunakan
Kembali oleh pengadilan tersebut.
5. Sebagai memori organisasi. Seluruh kegiatan organisai baik
berupa transaksi, aktivitas internal maupun pengeluaran
yang digunakan organisasi dapat terekam dalam bentuk
arsip.
6. Dapat digunakan untuk pentingan public dan ekonomi.
Kegiatan politik dan ekonomi menghasilakan infomasi.
Beragam infomarsi dapat diperoleh dari berbagai sumber.
Menurut (Barthos, 2016:4) fungsi arsip dibedakan :
1. Arsip Dinamis, arsip yang dapat digunakan secara langsung
dalam perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan
kehidupan kebangsaan pada umumnya atau dipergunakan
secara langsung dalam penyelenggaraan administrasi
negara.
2. Arsip Statis, arsip yang tidak dapat dipergunakan secara
langsung untuk perencanaan, penyelenggaraan kehidupan
kebangsaan pada umunya maupun untuk penyelenggaraan
sehari-hari administari negara.
Ketentuan fungsi tersebutkan menegaskan adanya 2 jenis sifat
dan arti arsip secara fungsional, yaitu Arsip dinamis dan Arsip statis

3. Faktor pengelolaan Arsip

Mengingat pentingnya arsip dinamis aktif bagi kehidupan


suatu organisasi maka sudah menjadi suatu kewajiban bagi
organisasi untuk senantiasa berupaya untuk melaksanakan
administrasi kearsipan yang baik dan benar. Oleh karena itu perlu
diperhatikan faktor-faktor yang dapat menentukan keberhasilan
pengelolaan arsip. Dalam hal ini ada beberapa faktor menurut
Sugiarto dan Wahyono (2015) yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Sistem penyimpanan arsip, berkaitan dengan penyimpanan arsip
dengan sistem abjad, geografis, subyek, dan nomor.
2. Fasilitas kearsipan yang memenuhi syarat.
3. Petugas kearsipan.
4. Lingkunga kerja kearsipan

Faktor-faktor yang harus dilakukan dalam pengelolaan arsip


agar kegiatan organisasi berupaya menyelenggarakan manajemen
kearsipan dengan baik, meliputi:
1. Pegawai/petugas yang cakap sesuai dengan bidang yang
dihadapi.
2. Keuangan yang mendukung untuk keberhasilan rencana
pen
gurusan arsip.
3. Peralatan yang memadai
4. Sistem atau metode penyimpanan yang baik serta didukung
dengan mesin-mesin yang akan mengakibatkan kelancaran
kerja pengelolaan arsip.
5. Pemilihan sitem peralatan berkas arsip yang sesuai dengan
aktivitas masing-masing melalui prosedur kerja terarah.

Berdasarkan pendapat tersebut tentang faktor-faktor yang


menentukan keberhasilan dan factor-faktor yang harus dilakukan
dalam pengelolaan arsip, tentu sengat diperlukan oleh setiap
organisasi. Sebab dalam melakukan kegiatan administrasi tersebut
mengingat nilai guna, fungsi dan peranan arsip bagi kelangsungan
hidup suatu organisasi tersebut. Sehingga dengan begitu organisasi
terkait dapat berupaya menyelenggarakan manajemen kearsipan
dengan baik.

4. Penyusutan Arsip
Arsip yang terus berkembang setiap hari akan menjadi
tumpukan arsip, apabila dibiarkan begitu saja tentu akan
membutuhkan tempat yang lebih luas dalam hal penyimpanan arsip,
sehingga terjadi pemborosan tempat. Oleh karena itu penyusutan
arsip merupakan kegiatan yang penting dalam proses pengelolaan
arsip dalam suatu lembaga atau organisasi. Pada dasarnya dengan
melakukan penyusutan, maka pengelolaan arsip dapat
memungkinkan pengelolaan arsip yang dilakukan dapat lebih efektif.
Arsip merupakan berkas yang memiliki nilai guna sehingga nantinya
akan digunakan kembali. Dengan demikian menurut Sugiarto dan
Wahyono (2015) mengatakan perlu dilakukan seleksi dokumen
sebelum dilakukan penyimpanan.
Menurut Muhidin dan Winata (2016), Penyusutan arsip adalah
kegiatan pengurangan jumlah (volume) arsip dengan cara
pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan,
pemusnahan yang tidak memiliki nilai guna, dan penyerahan arsip
statis (bernilai sejarah) kepada Lembaga kearsipan (UU No. 43 tahun
2009). Penyusutan arsip dilakukan oleh pencipta arsip berdasarkan
jadwal retensi arsip. Dengan demikian, penyusutan arsip dilakukan
apabila arsip sudah habis masa retensinya.
Penyusutan arsip bertujuan untuk menghemat tempat,
peralatan, dan biaya; menggunakan arsip dinamis sebagai berkas
kerja; memudahkan pengendalian arsip yang tercipta; mempercepat
dalam penemuan kembali; menyelamatkan arsip yang bernilai guna
permanen yang mempunyai nilai pertanggungjawaban nasional.
Berdasarkan penjelasan menurut Muhidin dan Winata (2016),
ada beberapa cara penyusutan arsip, dapat terlebih dahulu
dilakukan sesuai dengan Jadwal Retensi Arsip (JRA). Apabila
organisasi memiliki jadwal retensi arsip, penyusutan arsip dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu :
1. Pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit
kearsipan
Unit pengolah adalah satuan kerja dari pencipta arsip
yang memiliki tugas dan tanggung jawab mengolah semua
arsip yang berkaitan dengan kegiatan penciptaan arsip
dilingkungannya. Unit kearsipan adalah satuan kerja pada
pencipta arsip yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan kearsipan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pemindahan arsip dari unit pengolah ke
unit kearsipan yaitu :
a. Peminidahan arsip inaktif pada unit pengolah (unit
kerja) di dalam organisasi menjadi tanggung jawab
kepala unit kerja masing-masing.
b. Pelaksanaan pemindahan arsip inaktif dilakukan
dengan penandatanganan berita acara dan dilampiri
daftar arsip yang dipindahan.
c. Berita acara pemindahan arsip inaktif ditandatangani
oleh kepala satuan kerja dan kepala unit kearsipan
d. Pemindahan arsip inaktif dilaksanakan dengan memer
hatikan bentuk dan media arsip melalui kegiatan:
penyeleksian, pembuatan daftar yang dipindahkan,
dan
penataan yang akan dipindahkan.
e. Pemindahan arsip inaktif: (1) yang memiliki retensi
dibawah 10 tahun dilakukan dari unit pengolah/unit
kerja ke unit kearsipan; (2) yang memiliki retensi seku
rang-kurangnya 10 tahun dilakukan dari unit
pengolah
ke unit kearsipan dilakukan berkoordinasi dengan
unit
kearsipan ditingkat Lembaga kearsipan.
2. Pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna
Pemusnahan arsip merupakan salah satu dari kegiatan
penyusutan arsip yang bertujuan mengurangi jumlah arsip.
Arsip yang akan dimusnahkan harus memiliki kriteria sebagai
berikut :
a. tidak memiliki nilai guna
b. telah habis retensinya dan berketerangan musnah
c. tidak ada peraturan yang melarang
d. tidak berkaitan dengan penyelesaian perkara
Pemusnahan arsip pada pencipta arsip merupakan tanggung
jawab pimpinan organisasi. Dalam hal pemusnahan arsip,
dilakukan dengan pembentukan panitia penilaian arsip yang
juga ditetapkan oleh pimpinan organisasi. Panitia penilaian
arsip sekurang-kurangnya memenuhi unsur: (1) kepala unit
kearsipan sebagai ketua untuk pemusnahan arsip yang
memiliki retensi di bawah 10 tahun; (2) kepala unit pengolah
sebagai anggota; (3) Kepala Lembaga kearsipan sebagai ketua
untuk pemusnahan arsip yang memiliki retensi sekurang-
kurangnya 10 tahun; (4) arsiparis sebagai anggota.
3. Penyerahan arsip statis (bernilai sejarah) kepada lembaga
kearsipan (UU No. 43/2009) jika organisasi tidak memiliki JRA, maka
penyusutan arsip 23 dilakukan melalui tahapan tertentu, yaitu
pendataan, penataan, pendaftaran, penilaian, dan penyusutan.
Berdasarkan penjelasan diatas, meyimpulkan bahwa
penyusutan arsip dapat dilakukan dengan 3 kegiatan : pemindahan
arsip inaktif, dari unit pengolah ke unit kearsipan; pemusnahan arsip
yang telah habis retensinya dan tidak memiliki nilai guna lagi;
penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip kepada Lembaga
kearsipan.

BAB III
EVALUASI ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT

Pembentukan Peraturan Daerah adalah proses pembuatan


Peraturan Daerah yang pada dasarmya dimulai dari perencanaan,
pembahasan, Teknik penyusunan, perumusan, pembahasan dan
pengesahan Rancanfan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah,
harus berpedoman kepada Peraturam Perundang-undangan.
Menurut Bagir Manan, kemandirian dalam berotonomi tidak berarti
Daerah dapat membuat Peraturan Perundang-undangan atau
keputusan yang terlepas dari sistem Perundang-undangan secara
nasional. Peraturan Perundangundangan tingkat Daerah merupakan
bagian tak terpisahkan dari kesatuan sistem Perundang-undangan
secara nasional. Karena itu tidak boleh ada Peraturan Perundang-
undangan tingkat daerah yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya atau kepentingan
umum.
Pada Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan
Perundang-undangan terkait dengan Penyelenggaraan kearsipan di
Kota Jambi. Memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan Undang-
Undang dan Peraturan Daerah yang akan dibentuk dengan Peraturan
Perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan
horizontal. Kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan ini
dimaksudkan untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi atau
materi yang akan diatur. Analisis ini dapat menggambarkan tingkat
sinkronisasi, harmonisasi Peraturan Perundang-undangan yang ada
serta posisi dari Undang-Undang dan Peraturan Daerah untuk
menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan. Sinkronisasi
Peraturan Perundang-undangan merupakan suatu hal yang penting
dilakukan agar suatu peraturan perundangundangan dapat
diterapkan secara efektif dan efisien, karena suatu peratuperundang-
undangan dalam penerapannya akan selalu terkait dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. Sinkronisasi peraturan perundang-
undangan ini dapat dilakukan baik secara vertikal maupun
horisontal. Sinkronisasi vertikal dilakukan dalam rangka melihat
suatu peraturan perundang-undangan apakah bertentangan
terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
sedangkan sinkronisasi horizontal untuk melihat apakah suatu
peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang sederajat. Sinkronisasi
perundang-undangan ini menjadi sangat penting dilakukan terhadap
penerbitan suatu perundang-undangan yang baru sehingga pada
saat peraturan perundangan tersebut diundangkan tidak akan
menimbulkan permasalahan atau konflik dengan pearturan yang
lebih tinggi atau sederajat.
Peraturan daerah kabupaten/kota dalam kaitannya dengan
tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia adalah jenis peraturan yang terbawah. Karena merupakan
jenis peraturan yang terbawah maka perda kab/kota haruslah
bersifat teknis dan tak boleh bertentangan dengan peraturan yang
ada di atasnya.
Kajian yuridis dalam naskah akademik diperlukan sebagai
landasan agar peraturan yang dibuat tidak bertentangan dengan
peraturan yang ada di atasnya. Kajian terhadap Peraturan
Perundang-undangan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi
hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai substansi atau materi yang akan diatur dalam Rancangan
Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kearsipan di Kota Jambi.
Hasil dari penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi
penyusunan landasan filosofis dan yuridis dari pembentukan
Peraturan Daerah Kota Jambi tentang Penyelenggaraan Kearsipan di
Kota Jambi.
Adapun peraturan perundang-undangan yang dianalisis adalah
sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 28 F menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Berdasarkan ketententuan tersebut berarti pemerintah mempunyai
kewajiban untuk memfasilitasi kesediaan informasi yang diperlukan
dan dibutuhkan masyarakat termasuk masalah kearsipan. Untuk
memperoleh informasi yang akurat dan sesuai seperti kaearsipan
tentu tidak didapat begitu saja, data-data dan informasi tersebut
harus dari sumber yang yang akurat dan layak serta dapat
dipertanggungjawabkan. Kepastian data dan informasi yang diperoleh
akan menjamin kepastian terhadap berita yang akan disebarkan.
Pemerintah Kabupaten Pandeglang merupakan bagian dari
pemerintahan negara yang mempunyai kefungsian untuk itu.
Mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi ketersedian informasi
yang dibutuhkan masyarakat Kabupaten Pandeglang.

2. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan


Publik
Pemerintah Kabupaten Pandeglang mempunyai kewajiban
Untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan
publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi
yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga
negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik, dengan Persetujuan Bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik
Indonesia, maka pada tanggal 18 Juli 2009 Indonesia mensahkan
UndangUndang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Menurut UU tersebut, Pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Ruang lingkup pelayanan publik menurut Undang-Undang
Pelayanan Publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik
serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam ruang lingkup tersebut, termasuk
pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan
sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam,
pariwisata, dan sektor strategis lainnya yang dinyatakan dalam Pasal
5 Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Dalam melaksanakan pelayanan publik pemerintah
membentuk Organisasi Penyelenggara. Penyelenggara adalah setiap
institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan undangundang untuk kegiatan pelayanan
publik, dan badan hukum lain yang dibentuk sematamata untuk
kegiatan pelayanan publik. Penyelenggara dan seluruh bagian
organisasi penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan,
pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.
Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dalam bentuk
penyerahan sebagian tugas penyelenggaraan pelayanan publik
kepada pihak lain, dengan syarat kerja sama tsb tidak menambah
beban bagi masyarakat. Ketentuan-ketentuan kerja sama tersebut
tidak menambah beban bagi masyarakat. Ketentuan-ketentuan
dalam Kerjasama tersebut ialah :
a. Perjanjian kerja sama penyelenggaraan pelayanan public
dituangkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
dalam pelaksanaannya didasarkan pada standar pelayanan;
b. penyelenggara berkewajiban menginformasikan perjanjian kerja
sama kepada masyarakat;
c. tanggung jawab pelaksanaan kerja sama berada pada penerima
kerja sama, sedangkan tanggung jawab penyelenggaraan secara
menyeluruh berada pada penyelenggara;
d. informasi tentang identitas pihak lain dan identitas penyelenggara
sebagai penanggung jawab kegiatan harus dicantumkan oleh
penyelenggara pada tempat yang jelas dan mudah diketahui
masyarakat; dan
e. penyelenggara dan pihak lain wajib mencantumkan alamat tempat
mengadu dan sarana untuk menampung keluhan masyarakat yang
mudah diakses, antara lain telepon, pesan layanan singkat (short
message service (sms)), laman (website), pos-el (e-mail), dan kotak
pengaduan.
Selain Kerjasama diatas, penyelenggara juga dapat melakukan
kerja dengan pigak lain untuk menyelenggarakan pelayanan public.
Kerja sama tertentu merupakan kerja sama yang tidak melalui
prosedur seperti yang dijelaskan diatas, dan penyelenggaraannya
tidak bersifat darurat serta harus diselesaikan dalam waktu tertentu,
misalknya pengamanan pada saat penerimaan tamu negara,
transportasi pada masa liburan lebaran, dan pengamanan pada saat
pemilihan umum sesuai ketentuan Pasal 13 Undang-undang No 25
Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
Dalam melaksanakan pelayanan publik menurut Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik,
penyelenggara berkewajiban :
a. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
b. Menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan maklumat
pelayanan;
c. menempatkan pelaksana yang kompeten
d. menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan
publok yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas
penyelenggaraan pelayanan public;
f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standard pelayanan;
g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang
diselenggarakan;
i. membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung
jawabnya;
j. bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara
pelayanan publik
k. memberikan pertanggung jawaban sesuai dengan hukum yang
berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab
atas posisi atau jabatan; dan
l. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau
melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan
pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
Komponen standar pelayanan menurut Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Pasal 15 sekurang-
kurangnya meliputi:
a. dasar hukum, yaitu Peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar penyelenggaraan pelayanan;
b. persyaratan, yaitu Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan
suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun
administratif;
c. sistem, mekanisme, dan prosedur, yaitu Tata cara pelayanan yang
dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk
pengaduan;
d. jangka waktu penyelesaian, yaitu Jangka waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis
pelayanan;
e. biaya/tarif, yaitu Ongkos yang dikenakan kepada penerima
layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari
penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara penyelenggara dan masyarakat;
f. produk pelayanan, yaitu Hasil pelayanan yang diberikan dan
diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
g. sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, yaitu Peralatan dan fasilitas
yang diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk
peralatan dan fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan;
h. kompetensi pelaksana, yaitu Kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan
pengalaman;
i. pengawasan internal, yaitu Pengendalian yang dilakukan oleh
pimpinan satuan kerja atau atasan langsung pelaksana;
j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan, yaitu Tata cara
pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut;
k. jumlah pelaksana, yaitu Tersedianya pelaksana sesuai dengan
beban kerja;
l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan; m. jaminan
keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen
untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-
raguan, yaitu Kepastian memberikan rasa aman dan bebas dari
bahaya, risiko, dan keragu-raguan;
n. evaluasi kinerja pelaksana yaitu Penilaian untuk mengetahui
seberapa jauh pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar
pelayanan. Untuk kebutuhan biaya/tarif pelayanan publik, pada
dasarnya merupakan tanggung jawab negara dan/atau masyarakat.
Apabila dibebankan kepada masyarakat atau penerima pelayanan,
maka penentuan biaya/tarif pelayanan publik tersebut ditetapkan
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Berkenaan dengan biaya tarif diatur dalam Pasal 31 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh
pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan internal
penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan melalui pengawasan
oleh atasan langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
dan pengawasan oleh pengawas fungsional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Sementara pengawasan eksternal penyelenggaraan pelayanan
publik dilakukan melalui:
a. pengawasan oleh masyarakat berupa laporan atau pengaduan
masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b. pengawasan oleh ombudsman sesuai dengan peraturan
perundangundangan; dan
c. pengawasan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota Diatur dalam pasal 35 Undang-Undang Nomor 25.
Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan
dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan
pengaduan serta berkewajiban mengumumkan nama dan alamat
penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan
yang disediakan. Penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan
yang berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi ombudsman,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota
dalam batas waktu tertentu. Penyelenggara berkewajiban
menindaklanjuti hasil pengelolaan pengaduan tsb. Diatur dalam
pasal 36 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik.
Masyarakat berhak mengadukan penyelenggaraan pelayanan
publik, apabila;
a. penyelenggara yang tidak melaksanakan kewajiban
dan/atau
melanggar larangan; dan
b. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai
dengan
standar pelayanan.
Pengaduan tsb ditujukan kepada penyelenggara, ombudsman,
dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Diatur dalam Pasal 40 UndangUndang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik.
Pengaduan seperti dimaksud diatas diajukan oleh setiap orang
yang dirugikan atau oleh pihak lain yang menerima kuasa untuk
mewakilinya. Pengaduan tsb dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh)
hari sejak pengadu menerima pelayanan. Dalam pengaduannya,
pengadu dapat memasukkantuntutan ganti rugi. Dalam keadaan
tertentu, nama dan identitas pengadu dapat dirahasiakan.
Penyelenggara dan/atau ombudsman wajib menanggapi
pengaduan tertulis oleh masyarakat paling lambat 14 (empat belas)
hari sejak pengaduan diterima, yang sekurang-kurangnya berisi
informasi lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan tertulis tsb.
Dalam hal materi aduan tidak lengkap, pengadu melengkapi materi
aduannya selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
menerima tanggapan dari penyelenggara atau ombudsman
sebagaimana diinformasikan oleh pihak penyelenggara dan/atau
ombudsman. Dalam hal berkas pengaduan tidak dilengkapi dalam
waktu tsb, maka pengadu dianggap mencabut pengaduannya. Diatur
dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik.
Dalam hal penyelenggara melakukan perbuatan melawan
hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur
dalam undang-undang pelayanan publik, masyarakat dapat
mengajukan gugatan terhadap penyelenggara ke pengadilan.
Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara, tidak menghapus
kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan keputusan
ombudsman dan/atau penyelenggara. Pengajuan gugatan perbuatan
melawan hukum tsb, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 Tentang Pelayanan Publik.
Dalam hal penyelenggara diduga melakukan tindak pidana
dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini, masyarakat dapat melaporkan penyelenggara
kepada pihak berwenang. Diatur dalam pasal 53 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Setelah menunggu
lebih kurang 3 tahun baru ditetapkan peraturan pelaksananya
sebagaimana yang diatur Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun
2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik. Adapun yang menjadi ruang lingkup
Peraturan Pemerintah ini terdiri dari (a) pelayanan barang publik, (b)
pelayanan jasa publik dan (c) Pelayanan administratif (Pasal 3)
Selanjutnya ditentukan pula bahwa yang dimaksud
denganPelayanan barang publik meliputi:
a. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh in
stansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah;
b. pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh
suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau se
luruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan dae
rah yang dipisahkan; dan
c. pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya
tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang
modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari
kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan,
tetapi ketersediaannya menjadi Misi Negara yang ditetapkan dalam
peraturan perundangundangan yakni Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
Kemudian agar pelayanan pelayanan publik berjalan dengan
baik kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun
2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tentang
Pelayanan Publik, dimana dalam Pasal 50 ditentukan sebagai
berikut:
(1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua
Penyelenggara yang;
a. belum memiliki Standar Pelayanan, wajib menyusun,
menetapkan, dan menerapkan Standar Pelayanan paling
lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah
ini; dan
b. telah memiliki Standar Pelayanan, wajib menyesuaikan
dengan Standar Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah ini dan memberlakukan paling lama 6
(enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(2) Penyelenggara yang dibentuk setelah berlakunya Peraturan
Pemerintah ini wajib menyusun, menetapkan, dan menerapkan
Standar Pelayanan paling lama 6 (enam) bulan sejak terbentuknya
Satuan Kerja Penyelenggara.

3. Undanag-Undang No 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan


Pentingnya penyelenggaraan kearsipan ini sudah lama disadari
oleh Pemerintah Indonesia , terutama dalam rangka penyelenggaraan
kelanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara , karena arsip
merupakan ingatan , hati nurani, bangsa dan menjadi sumber
mutlak sejarah nasional sbagai pertanggungjawaban tiap-tiap
generasi kepada generasi –genarasi berikutnya. Selain daripada itu
perlu diselamatkan bahan-bahan tulisan yang nyata , benar dan
lengkap mengenai kehidupan kebangsaan Bangsa Indonesia di masa
yang lampau, sekarang dan yang akan datang. Berdasarkan
pertimbangan tersebut Presiden Ir Soekarno pada tanggal 26
Desember 1961 menetapkan Peraturan Presiden No 19 Tahun 1961
tentang Pokok-Pokok Kearsipan Nasional. Menurut Pasal 1 arsip
diartikan sebagai berikut”Secara umum: wujud tulisan dalam bentuk
corak teknis bagaimanapun juga, dalam keadaan tunggal,
berkelompok maupun dalam suatu kesatuan bentuk dan fungsi
usaha perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan –
kebangsaan pada umumnya, dan Secara khusus: kumpulan surat
dan bahan penolong lainnya, dengan fungsi memastikan ingatan
dalam administrasi negara dibuat secara fisis atau yuridis dengan
perkembangan organisasi, yang disimpan dan dipelihara selama
diperlukan. Berdasarkan pengertian ini, arsip pada umumnya
dipahami sebagai setiap bentuk catatan teknis yang mempunyai
kegunaan atau fungsi dalam perencanaan, pelaksanaan dan
penyelenggaraan administrasi. Sedangkan arsip secara khusus
(pengertian sempit) merupakan kumpulan surat-surat atau bahan
penolong lainnya yang berfungsi sebagai alat pengingat organisasi.
Selanjutnya dalam Pasal 7 ditentukan , bahwa untuk melaksanakn
tugas kearsipan , maka pemerintah membentuk suatu organisasi
kearsipan nasional yang terdiri dari :
a. Arsip Nasional di Ibukota Negara Republik Indonesia;
b. Arsip Nasional Daerah di tiap-tiap ibukota Daerah Tingkat I
(termasuk DI Yogyakarta dan DKI)
c. Arsip pada pemerintah dan lembaga –lembaga negara lain.
Mengingat Peraturan Presiden tersebut derajatnya lebih dari
undang – undang, maka Peraturan Presiden No 19 Tahun 1961
diganti dengan UndangUndang Nomor 7 Tahun 1971 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan. Menurut Pasal 1Yang
dimaksud dalam undang-undang ini dengan "arsip" ialah:
a. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga
Negara dan Badan-badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun,
baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka
pelaksanaan kegiatan pemerintah;
b. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-badan
Swasta dan/atau perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik
dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka
pelaksanaan kehidupan kebangsaan
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 Tentang
KetentuanKetentuan Pokok Kearsipan. Menyempurnakan pengaturan
dengan menambahkan fungsi arsip sebagai berikut:
a. arsip dinamis yang dipergunakan secara langsung dalam
perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan
pada umumnya atau dipergunakan secara langsung dalam
penyelenggaraan administrasi negara;
b. arsip-arsip yang tidak dipergunakan secara langsung untuk
perencanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada
umumnya maupun untuk penyelenggaraan sehari-hari administrasi
negara.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kearsipan pasal 8 menyebutkan bahwa organisasi
penyelenggaran kearsipan dilaksanakan oleh :
1. Unit-unit Kearsipan pada Lembaga-lembaga Negara dan Badan-
badan Pemerintah Pusat dan Daerah.
2. Arsip Nasional di Ibu-Kota Republik Indonesia sebagai inti
organisasi dari pada Lembaga Kearsipan Nasional selanjutnya
disebut Arsip Nasional Pusat;
3. Arsip Nasional ditiap-tiap lbu-Kota Daerah Tingkat I, termasuk
Daerahdaerah yang setingkat dengan Daerah Tingkat I, selanjutnya
disebut Arsip Nasional Daerah.
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan Pasal 9 ditentukan
kewajiban kearsipan sebagai berikut:
a. Arsip Nasional Pusat wajib menyimpan, memelihara dan
menyelamatkan arsip
b. Arsip Nasional Daerah wajib menyimpan, memelihara dan
menyelamatkan arsip;
c. Arsip Nasional Pusat maupun Arsip Nasional Daerah wajib
menyimpan, memelihara dan penyelamatkan arsip yang berasal dari
Badan-badan swasta dan/atau perorangan.
Untuk meningkatkan dan memperbaiki penyelenggaraan
kearsipan, peraturan tentang kearsipan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kearsipan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2009 Tentang Kearsipan yang selanjutnya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang
Kearsipan.
Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang
Kearsipandan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang
Kearsipan Pasal 1 angka 2 Arsip adalah rekaman kegiatan atau
peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan
diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga
pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selanjutnya dalam
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan Pasal 1
angka 24 dan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang
Kearsipan pasal 1 angka 19 dijelaskan pula bahwa Penyelenggaraan
kearsipan adalah keseluruhan kegiatan meliputi kebijakan,
pembinaan kearsipan, dan pengelolaan arsip dalam suatu sistem
kearsipan nasional yang didukung oleh sumber daya manusia,
prasarana dan sarana, serta sumber daya lainnya. Penyelenggaraan
kearsipan dilakukan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota,
dan perguruan tinggi dalam suatu sistem kearsipan nasional.
Sementara menurut Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2012
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang
Kearsipan Pasal 90 dalam Pengelolaan arsip statis wajib dilakukan
oleh: (a) ANRI sebagai lembaga kearsipan nasional; (b) lembaga
kearsipan provinsi;(c) Lembaga kearsipan kabupaten/kota; dan (d)
lembaga kearsipan perguruan tinggi negeri. Dan Pengelolaan arsip
statis meliputi kegiatan(a) akuisisi arsip statis;(b) pengolahan arsip
statis;(c) preservasi arsip statis; dan (d) akses arsip statis. Dan
terakhir dari Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang
Kearsipan dalam Pasal 166 ditentukan Pada saat Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku, maka Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1979 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3151) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah


Daerah
Sebagai konsekuensi dari otonomi luas yang diberikan kepada
daerah berkaitan dengan urusan pemerintahan maka daerah
diberikan kewenangan untuk membuat produk hukum daerah yang
mengatur tentang bagaimana melaksanakan urusan-urusan
pemerintahan yang diserahkan ke daerah, yakni urusan-urusan yang
tertuang dalam Bab IV tentang Urusan PemerintahanPasal 9 sampai
pasal 30 sesuai ketentuan pasal 236. Undang-Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan, daerah akan melaksanakan
urusan-urusan pemerintahan tertentu yang kemudian akan diatur
dengan produk hukum daerah sebagai pedoman, sehingga
pemenuhan hak dan kewajiban berkenaan Penyelenggaraan urusan
pemerintahan termasuk urusan Kearsipan di Kabupaten Pandeglang
dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dimana
ketentuan itu diatur juga didalam Undang-Undang Nomor 23 tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah Tentang Pemerintahan Daerah
Yang didalamnya mengatur tentang penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang tertuang dalam BAB VI tentang Urusan Pemerintahan,
termasuk Ketentuan tentang Kearipan yang akan dituangkan dalam
kebijakan pemerintahan daerah berupa peraturan daerah tentang
Penyelenggaraan Kearsipan di Kabupaten Pandeglang.
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN
DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN

Anda mungkin juga menyukai