Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Pengelolaan

a. Definisi Pengelolaan

Pengelolaan mempunyai asal kata yaitu “manage” yang

memiliki arti kepemimpinan, pengendalian, standarisasi dalam

Kamus Bahasa Indonesia, berusaha menjadi bertanggung jawab

dalam mengerjakan tugas yang diberikan, lebih baik, dan lebih maju.

Manajemen ialah cara untuk mendukung meringkaskan kebijakan

serta sasaran, dan mengawasi segala perihal yang terhubung ke

dalam pegoperasian serta perolehan sasaran (Salim, et al., 2002:

695).

Berdasarkan penuturan Terry, fungsi manajemen diartikan

sebagai usaha untuk memperoleh sasaran yang sudah ditetapkan

sebelumnya dengan usaha yang telah ditempuh oleh orang lain

(George, 2013: 168). Manajemen tidak akan lepas dari aktivitas

sumber daya manusia di kantor, lembaga atau organisasi.

Organisator yang unggul akan senantiasa bekerja sesuai dengan

tahapan-tahapan manajemen fungsional, seperti perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan serta pengendalian. Oleh karena itu,

mudah untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan benar.

27
28

b. Tujuan Pengelolaan

Tujuan manajemen adalah semua sumber daya yang tersedia,

berupa: Sumber daya manusia, peralatan ataupun fasilitas yang

tersedia pada organisasi bisa dipindahkan dengan cara ini, sehingga

dapat menghindari semua penghambur-hamburan waktu, energi

serta bahan untuk memperoleh sasaran yang dikehendaki. Setiap

organisasi membutuhkan manajemen, sebab tanpa manajemen atau

pengelolaan, segala upaya berakhir percuma serta pencapaian

sasaran menjadi lebih sulit. Husaini Usman (2006: 34)

mengemukakan ada beberapa tujuan manajemen, yakni:

1) Mencapai sasaran organisasi berlandaskan pada visi serta misi.

2) Mengelola kesetaraan diantara sasaran yang saling

berseberangan. Manajemen perlu mengendalikan kesetaraan

antara sasaran, target, serta tindakan yang silih berseberangan

dari bagian atau pihak terkait dalam organisasi.

3) Demi tercapainya efisiensi serta efektifitas. Pekerjaan sebuah

instansi bisa ditinjau dengan berbagai metode, diantaranya

adalah efisiensi dan efektifitas.

2. Fungsi-fungsi Pengelolaan

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan (Planning) ialah untuk mempertimbangkan apa

yang perlu dijalankan menggunakan sumber daya yang Anda miliki.

Proses perencanaan secara umum meliputi empat tahapan, yakni:


29

persiapan perencanaan termasuk didalamnya penetapan target,

pembentukan agenda perencanaan, mengimplementasikan

perencanaan, evaluasi perencanaan serta metode perencanaan

(Kurniawan, et al., 2016: 245).

Rencananya adalah untuk menentukan tujuan perusahaan

secara menyeluruh serta metode paling unggul untuk mencapainya.

Manajer meninjau semua alternatif rancangan sebelum memilih

aktivitas, selanjutnya memeriksa apakah rancangan yang diambil

sudah sesuai serta bisa difungsikan sebagai alat mencapai target

organisasi. Planning ialah metode paling penting dari setiap fungsi

manajemen, sebab tanpa adanya perencanaan, fungsi lain tidak bisa

beroperasi.

Dalam rancangan atau kegiatan organisasi, kita selalu

menghadapi berbagai batasan dalam kompentensi. Maka dari itu,

apabila tidak ada perencanaan sebelum agenda organisasi maka akan

terjadi kerancuan tanpa arah serta tujuan, dan pemborosan akan

menyebabkan batalnya agenda tersebut. Maka perencanaan berdiri

dalam kedudukan paling penting untuk menjalankan agenda

organisasi yang berorientasi sehingga lebih efektif serta efisien.

Terlebih pada saat menggerakkan organisasi yang kompleks juga

berdaya saing tinggi, peran perencanaan dalam manajemen sudah

tidak diragukan lagi, bahkan harus menjadi kebutuhan dasar

organisasi.
30

Hasil dari rencana baru dapat kita ketahui di masa depan.

Untuk membuat resiko yang lebih kecil, maka seluruh aktivitas,

usaha serta kebijakan harus direncanakan sebelumnya. Perencanaan

tersebut merupakan “kendala”, yang berarti memilah sasaran serta

tahapan terbaik agar mendapatkan sasaran yang diinginkan dari

beberapa pilihan yang tersedia.

Perencanaan ialah sebuah tindakan terpadu yang saling

berhubungan dengan demikian menjadi sebuah sistem. Pentingnya

rencana ini adalah bahwa rencana tersebut akan menghasilkan

dampak serta konsekuensi yang baik pada saat proses

pengaplikasiannya, serta akan disesuaikan dengan kondisi serta

keadaan rencana tersebut. Rencana yang baik sangat berarti bagi

sebuah organisasi untuk mencapai sasarannya dengan lebih efektif

juga efisien, sehingga rencana tersebut harus mempunyai

komponen-komponen yang strategis. (Kurniawan, et al., 2016: 246-

247).

b. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian ialah tahapan menguraikan pekerjaan

menjadi tugas-tugas yang kecil, memberikan tugas-tugas tersebut

kepada orang-orang berdasarkan dengan kemampuan mereka,

kemudian mendistribusikan sumber tenaga, dan menyelaraskan

mereka untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif (Nanang,

1996: 71).
31

Hani Handoko (2011: 24) memaparkan beberapa istilah

pengorganisasian diantaranya: (1) Tahapan yang dilakukan oleh

manajemen untuk membentuk pemakaian sistem formal yang paling

efektif dalam hal keuangan, material, bahan baku, serta sumber daya

organisasi, (2) tahapan organisasi membagi aktivitasnya ke dalam

kelompok-kelompok, di mana setelah dikelompokkan, kemudian

ditugaskan oleh organisasi yang berwenang untuk mengamati

anggota tim, (3) keterkaitan antara fungsi, posisi, serta tanggung

jawab anggota, dan 4) tahapan organisator saat memberikan

kewajiban perlu dilakukan pada departemen, serta wewenang yang

didelegasikan untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban tersebut.

Tujuan organisasi adalah untuk memilah peristiwa yang luas

menjadi lebih sempit. Organisasi memudahkan organisator untuk

memantau serta menetapkan personel yang diperlukan untuk

melakukan pekerjaan yang diberikan. Ini dapat diatur dengan

menentukan pekerjaan mana yang harus diselesaikan, oleh siapa,

bagaimana pekerjaan dikategorikan, siapa yang berkewajiban atas

pekerjaan-pekerjaan ini, serta pada tahap keputusan mana yang

harus dibuat (Qodariah, et al., 2020: 29-30).

Salah satu hasil pengorganisasian yaitu terbentuknya

organisasi yang menyatukan berbagai tugas atau fungsi yang

ditentukan oleh organisator. Model ini menampakkan bahwasanya

hubungan kerja yang teratur, serta pengontrolan yang wajar, juga


32

lumrah serta harmonis. Bentuk statis organisasi ialah tahapan serta

jalan bagi para karyawan untuk bekerja secara efektif. Organisasi

juga bisa didefinisikan sebagai bentuk organisasi yang dinamis.

Tujuannya yaitu untuk menyatukan orang yang bekerja serta bekerja

sama dengan cara tertentu berdasarkan setiap orang yang ikut

berkontribusi agar tercapainya sasaran yang sudah ditentukan

(Rusli, et al., 3-4).

c. Penggerakkan (Actuating)

Penggerakan atau bisa juga disebut mobilisasi juga dapat

diartikan dengan segenap perbuatan yang ditujukan untuk

mendorong para individu pada instansi supaya mereka dapat

mengerahkan segala daya untuk menggapai sasaran instansi

berdasarkan rencana serta organisasi. Mobilisasi termasuk

mengidentifikasi dan memuaskan kebutuhan manusiawi karyawan,

memberi penghargaan kepada pemimpin, menumbuhkan serta

menyediakan imbalan pada para karyawan. Inisiasi atau disebut pula

dengan “action campaign” meliputi aktivitas yang dilaksanakan

oleh organisator untuk memulai serta meneruskan aktivitas yang

ditentukan oleh perencanaan serta elemen organisasi dalam rangka

mencapai tujuan tersebut (Susilo, 1998: 116).

Pada umumnya penggerakan sangat berkaitan erat dengan

komponen manusia yang berada pada organisasi. Aktivitas

organisasi sangat didasarkan oleh seberapa jauh komponen manusia


33

bisa memanfaatkan setiap komponen-komponen yang lain dan bisa

melakukan kewajiban-kewajiban yang sudah ditentukan.

Komponen-komponen yang lain pada organisasi berupa anggaran,

fasilitas, media, sistem, waktu, serta data yang tidak akan ada artinya

untuk organisasi apabila komponen manusia tidak mempunyai

gairah untuk mendayagunakan komponen yang lain dengan efektif

serta efisien. Oleh sebab itu, sebuah organisasi yang berhasil itu

diputuskan oleh komponen manusia yang berhubungan langsung

dengan organisasi.

Fungsi penggerakan digunakan untuk memberikan

pengarahan terhadap pekerjaan yang harus dilakukan oleh karyawan

dalam suatu organisasi. Oleh sebab itu, penggerakkan perlu

dihubungkan dengan fungsi manajemen yang lain, seperti

perencanaan, pengorganisasian serta pengawasan untuk menggapai

target organisasi. Pada umumnya, penggerakan memberikan arahan

serta motivasi yang didasari oleh tindakan yang pekerjaannya lebih

banyak daripada hanya sekedar pembicaraan dari pemimpinnya.

d. Pengawasan (Controlling)

Pengawasan (Controlling), biasa pula disebut dengan

pengendalian, merupakan salah satu diantara beberapa fungsi

manajemen, didalamnya memuat evaluasi dan jika diperlukan maka

diperbaiki, agar hal-hal yang dilaksanakan oleh karyawan bisa


34

dituntun ke arah yang benar sesuai dengan target dan sasaran yang

sudah ditetapkan sebelumnya (Qodariah, 2020: 31).

Pengawasan bisa diartikan juga dengan metode untuk

memastikan bahwasanya sasaran organisasi serta manajemen

terwujud. Hal ini berhubungan dengan bagaimana melanjutkan

tahapan-tahapan seperti yang sudah ditentukan. Definisi tersebut

mengindikasikan bahwa ada keterikatan yang kuat diantara

perencanaan serta pengawasan (Yohannes, 2006: 133). Pengawasan

atau kontrol merupakan salah satu fungsi dalam manajemen

fungsional yang wajib dilakukan oleh seluruh pemimpin dalam

setiap kelompok kerja agar para karyawan dapat melakukan

kewajibannya sesuai dengan perannya yang sudah ditentukan. Para

karyawan yang senantiasa memperoleh arahan serta tuntunan dari

pimpinannya biasanya akan menimbulkan kelalaian serta kegagalan

yang relatif sedikit jika dibandingkan dengan karyawan yang belum

pernah mendapatkan arahan (Kadarisman, 2013: 172).

Berdasarkan pemaparan Robert J. Mockler, pengawasan

dapat diartikan dengan sebuah upaya yang tersistematis untuk

menentukan standar pengaplikasian berdasarkan pada sasaran

perencanaan, membentuk metode informasi, timbal balik,

perbandingan antara aktivitas langsung berdasar pada standar yang

ditentukan sebelumnya, menetapkan serta menimbang kesalahan-

kesalahan juga memilih cara mengoreksi yang dibutuhkan agar


35

seluruh karyawan organisasi yang dipekerjakan secara efektif juga

efisien dapat terjamin untuk menggapai target-target organisasi

(Zamani, 1998: 132-133).

Untuk memperoleh pengawasan yang efektif, maka para

organisator perlu mengamati kondisi karyawan saat menghadapi

metode pengawasan. Karyawan tentu tidak akan langsung terbuka

terhadap pengawasan yang dilaksanakan oleh organisator.

Tindakannya dapat berbeda-beda. Ada yang akan menolak dengan

tegas pengawasan yang dilakukan kepadanya, ada yang

mempersiapkan diri dari metode pengawasan yang diaplikasikan

kepadanya serta menunjukkan potensinya juga menolak target

pekerjaan yang tak tercatat dalam sasaran. Perihal tersebut akan

semakin Nampak apabila karyawan terbatas serta berada dalam

kondisi yang dipenuhi dengan tekanan. Pada kondisi tersebut

karyawan biasanya berusaha untuk bertahan atas hasil kinerjanya

yang terbatas oleh masalah maka pada umumnya pengawasan tidak

akan disenangi.

3. Zakat

a. Pengertian Zakat

Berdasarkan etimologi, zakat merupakan pangkal kata

Bahasa Arab yakni: “Zakkaa-yuzakkii-tazkiyatan-zakaatan”, yang

mempunyai interpretasi ganda, yaitu thaharah, namaa' barakah atau

perbuatan baik (Syarif, 2018: 1). Sedangkan menurut ketentuan


36

hukum (syarat) syariah, zakat ialah unsur dari sebilang harta tertentu

yang hartanya sudah memenuhi nishab (harus batas zakat), yang

diwajibkan oleh Allah Swt., untuk disampaikan pada mereka yang

mempunyai hak memperolehnya dalam kondisi tertentu (Syarif,

2018: 3).

Selain pengertian diatas, ada beberapa kata yang ditafsirkan berbeda

oleh banyak ulama, sebagai berikut:

Pertama, zakat memiliki arti at-thahuru (pembersihan atau

penyucian) ini disampaikan oleh Abu Hasan Al-Wahidi dan Imam

Nawawi. Dengan kata lain, individu yang senantiasa mengeluarkan

zakat karena Allah tidak untuk mendapatkan pujian dari manusia,

Allah kelak mensucikan serta membersihkan harta dan jiwanya

(Q.S. At-Taubah ayat 103).

Kedua, zakat berarti Al-Barakatu (berkah). Dengan kata lain,

individu yang senantiasa mengeluarkan zakat, harta yang

dimilikinya akan senantiasa dirahmati Allah Swt., Keberkahan

tersebut akan mempengaruhi keberkahan hidupnya, dikarenakan

harta yang dipakai merupakan harta yang suci, sebab telah disucikan

dari hal-hal yang kotor dengan menunaikan zakat.

Ketiga, zakat berarti An-Numuw, yang berarti pertumbuhan

serta perkembangan. Implikasi tersebut menunjukkan bahwasanya

individu yang senantiasa membayar zakat akan memiliki kekayaan

yang selalu bertambah serta meningkat karena kesakralan dan


37

berkah dari harta yang telah memenuhi kewajiban zakatnya. Nabi

Muhammad Saw., bersabda, “Sesungguhnya harta yang diincar

zakat tidak berkurang, tetapi terus bertambah.”

Keempat, zakat artinya As-Shalalhu (benar atau baik). Hal

ini berarti individu yang senantiasa mengeluarkan zakat, hartanya

senantiasa baik, artinya tidak ada masalah serta terlepas dari

masalah. Sejalan dengan itu individu yang biasa melaksanakan

kewajibannya membayar zakat akan merasa puas dengan

harta/qana'ahnya dan tidak akan mengeluhkan kekurangan yang ada

(Qodariah, 2020: 4).

Zakat menjadi keberkahan bagi setiap umat yang

menunaikannya, sebab saat seseorang menunaikan zakat hartanya

tidak berkurang akan tetapi justru bertambah. Hal ini menyebabkan

harta yang dimiliki bertumbuh layaknya tunas pada tanaman

dikarenakan keberkahan serta nikmat yang Allah Swt., berikan pada

seorang muzaki, serta hartanya akan bersih dan dijauhkan dari hal-

hal yang kotor juga dosa yang mengikutinya dikarenakan hartanya

itu di dalamnya terdapat hak milik orang lain yang melekat padanya.

Oleh sebab itu, jika ia tidak menunaikan zakat atas hartanya itu kelak

apabila akan dipergunakan atau dimanfaatkan maka itu sama saja

dengan ia menikmati harta yang haram (Hikmat, et al., 2008: 2).


38

b. Hukum Zakat

Dasar hukum zakat ialah wajib bagi umat Islam yang

terjangkau. Zakat pertama kali diwajibkan pada tahun kedua Hijriah.

Wajib zakat tersebut sudah diperintahkan serta dikomunikasikan

sejak awal perkembangan Islam (sebelum Islam), akan tetapi pada

saat itu jenis harta dan kadar harta yang harus dilaksanakan berupa

jumlah zakat belum ditentukan. (hanya berlaku untuk fakir miskin

dan yang membutuhkan). Baru pada tahun kedua penanggalan

Hijriah klasifikasi harta yang wajib ditunaikan untuk zakat dan

besarnya zakat untuk setiap harta ditetapkan dengan teliti (Gus

Arifin, 2011: 23-24).

Dalam Al-Qur'an serta Al-Hadist, keharusan (wajib)

membayarkan zakat telah tercantum jelas didalamnya. Perintah

tersebut diantaranya termaktub dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 43.

Ayat tersebut berbunyi:

َ‫ب ۚ أَفَ ََل تَ ْعقلُون‬


َ َ‫س ُك ْم َوأَنت ُ ْم تَ ْت ُلونَ ٱ ْلكت‬
َ ُ‫س ْونَ أَنف‬ َ َّ‫أَتَأْ ُم ُرونَ ٱلن‬
َ ‫اس بٱ ْلبر َوتَن‬

Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah

beserta orang-orang yang ruku'.”

Pada ayat tersebut, perintah menunaikan zakat beriringan

dengan perintah melaksanakan shalat. Dengan demikian, hukum

melaksanakan zakat adalah fardhu atau wajib seperti perintah

melaksanakan shalat (Ma’sumatun, 2020: 4).

c. Orang yang Mempunyai Hak Mendapatkan Zakat


39

Ada delapan golongan orang yang mempunyai hak mendapatkan

zakat yang biasa kita sebut sebagai mustahik, diantaranya:

1) Fakir. Orang yang tidak mempunyai harta sama sekali, kecuali

pakaian atau barang-barang yang melekat pada tubuhnya atau

yang biasa dipakai untuk kebutuhannya sehari-hari seperti

minum serta makan. Orang tersebut pun tidak mampu untuk

menanggung keperluan hidupnya.

2) Miskin. Orang yang sebenarnya memiliki harta akan tetapi harta

yang dimilikinya tersebut tidak mampu untuk menanggung

keperluan pokok hidupnya sama sekali.

3) Amil. Orang yang memiliki peran untuk menghimpunkan zakat

serta menyalurkannya.

4) Muallaf. Orang yang berpindah agama ke agama Islam atau

orang yang baru masuk Islam serta orang tersebut memerlukan

bimbingan agar bisa menempatkan dirinya untuk terbiasa

dengan keadaan yang berbeda.

5) Hambasahaya. Orang yang berstatus budak yang berharap untuk

dimerdekakan dari statusnya.

6) Gharimin. Orang yang mempunyai hutang yang cukup banyak

disebabkan untuk memenuhi keperluannya sehari-hari dengan

cara yang halal, akan tetapi orang tersebut tak kuasa untuk

melunasi lagi hutangnya dikarenakan sudah terlalu banyak.


40

7) Fisabilillaah. Orang yang menempuh perjalanan di jalan Allah,

meliputi memerangi orang yang keluar dari jalan Allah (jihad),

menyebarkan dakwah Islam, serta lain sebagainya.

8) Ibnu sabil. Orang yang berangkat dari tempat yang satu ke

tempat yang lainnya untuk beribadah kepada Allah kemudian

bekal yang dimilikinya habis (Syarif, 2018: 10-11).

Golongan-golongan atau para mustahik diatas berdasarkan dalil

yang terdapat dalam Al-Qur’an yaitu Q.S. At-Taubah : 60. Lafal

ayatnya antara lain:


ُ‫ى َويَقُولُونَ ه َُو أُذُ ٌن ۚ قُ ْل أُذُنُ َخي ٍْر َّل ُك ْم يُؤْ من‬
َّ ‫َوم ْن ُه ُم ٱ َّلذينَ يُؤْ ذُونَ ٱلنَّب‬

َ‫بٱ ََّّلل َويُؤْ منُ ل ْل ُمؤْ منينَ َو َر ْح َمةٌ ل َّلذينَ َءا َمنُوا من ُك ْم ۚ َوٱ َّلذينَ يُؤْ ذُون‬

‫عذَابٌ أَلي ٌم‬


َ ‫سو َل ٱ ََّّلل َل ُه ْم‬
ُ ‫َر‬

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-

orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,

para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan)

budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan

untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai

suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

d. Hikmah dan Manfaat Zakat


41

Menurut Wahbah Al-Zuhaily, kewajiban zakat setidaknya

memiliki empat pelajaran, yakni: Pertama, zakat melindungi serta

melindungi harta benda dari pencuri. Kedua, Zakat adalah untuk

membantu orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Zakat

dapat menggerakkan orang miskin untuk bertindak secara aktif,

serta dapat pula menggerakkan orang miskin untuk hidup lebih

layak. Melalui aksi tersebut, masyarakat akan terbebas dari

kesengsaraan, kemudian negara juga akan terbebas dari penindasan

serta kenistaan. Ketiga, Zakat memurnikan kekikiran dan

kebakhilan pikiran Muzaki, dan melatih orang-orang beriman untuk

bermurah hati dan berpartisipasi dalam pemenuhan kewajiban

sosial. Keempat, Zakat dapat mengungkapkan rasa syukur atas

nikmat harta yang dipercayakan pada setiap individu.

Yusuf al-Qardhawi menyatakan bahwa zakat adalah ibadah

maaliyah ijtimaa'iyyah (materi serta sosial). Dengan itu dapat

dikatakan, zakat memiliki dua dimensi yaitu dimensi material serta

dimensi sosial yang menjadi hal terpenting dalam hidup umat Islam.

Zakat sangat bermanfaat bagi muzaki dan mustahik, kekayaan dan

masyarakat secara keseluruhan. Hikmah zakat dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu bagian diniyyah, khuluqiyyah serta ijtimaiyyah (agama,

moralitas dan masyarakat) (Thoriquddin, 2015: 1-2).

Abdul Hamid Mahmud al-Ba'ly mengatakan bahwa zakat

merupakan penghasilan tambahan. Oleh sebab itu, perihal tersebut


42

akan menimbulkan bertambahnya permintaan pasar terhadap

komoditas tersebut. Di bidang produksi, zakat akan meningkatkan

produktivitas, memungkinkan perusahaan yang sudah ada untuk

maju, bahkan menciptakan perusahaan baru untuk menjawab

tuntutan itu. Pada sisi yang lain, dana yang masuk ke perusahaan

juga semakin meningkat. Ini adalah alasan untuk melanjutkan

produktivitas perusahaan, serta modal yang diinvestasikan akan

terlindungi. Ketika harta golongan itu dibagikan kepada yang

berhak, itu bisa membuktikan bahwa permintaan meningkat.

Permintaan yang meningkat itu tak akan berlangsung terkecuali

apabila anggaran yang masuk bertambah diantara anggaran tersebut

ialah zakat (Abdul Hamid, 2006: 127).

Selanjutnya, apabila pendistribusian zakat dapat dititik

beratkan pada kegiatan-kegiatan yang produktif, maka zakat juga

bisa menghasilkan pengaruh yang lebih menyeluruh serta

menyinggung pada seluruh aspek kegiatan kehidupan masyarakat.

Penggunaan dana zakat pun harus dilaksanakan ke tahap pendanaan

jangka panjang, agar tetap bisa dinikmati manfaatnya. Peran zakat

memiliki dampak besar tersebut menjadikan zakat memangku

kedudukan yang penting pada risalah Islam. Zakat telah menjadi

rukun Islam yang mempunyai fungsi untuk meningkatkan

kemampuan ekonomi umat, sebab zakat merupakan satu-satunya

rukun Islam yang berhadapan langsung dengan pemberdayaan


43

ekonomi umat. Apabila zakat dilaksanakan dengan baik, maka

perekonomian masyarakat yang mandiri akan meningkat (M. Irsan,

et al., 2019: 98).

Adapun Hafidhuddin (2008) mengemukakan pendapatnya

tentang hikmah dan manfaat dari zakat dapat berdampak besar bagi

setiap aspek didalamnya, baik untuk muzakki, mustahik, maupun

harta benda yang dibayarkan atas zakatnya juga untuk segenap

masyarakat. Hikmah dan manfaat tersebut antara lain:

1) Sebagai wujud keimanan kepada Allah Swt., puji syukur atas

nikmat-Nya, akhlak mulia yang meningkat selaras dengan

tingginya tingkat kepedulian, hilangnya sifat kekikiran serta

keserakahan, meningkatnya kedamaian dalam hidup, juga dapat

membersihkan juga meningkatkan harta (QS. At-Taubah: 103,

QS. Ar-Rum: 39, QS. Ibrahim: 7).

2) Zakat untuk mustahik mempunyai fungsi untuk membantu,

menolong serta membina menuju kehidupan yang lebih baik

juga makmur, dengan begitu mereka dapat mencapai cita-

citanya serta menjalani kehidupan yang baik, bisa menyembah

Allah Swt., dengan tentram kemudian menghindari bahaya

kekufuran, sekaligus menghilangkan esensi kecemburuan, iri

dan kemungkinan kebencian saat mereka melihat orang yang

lebih kaya dari mereka.


44

3) Sebagai penopang diantara kelompok yang kaya raya, bersama

para mujahidin yang waktu mereka sepenuhnya digunakan

dalam perjuangan di jalan Allah dan karena hal itu mereka tidak

mempunyai cukup waktu untuk bekerja untuk menafkahi dirinya

serta keluarganya (Q.S Al-Baqarah: 273).

4) Sebagai sumber dana untuk membangun sarana dan prasarana;

yang wajib umat Islam miliki, yakni: fasilitas pendidikan,

kesehatan dan sosial juga ekonomi, dan yang lebih penting

adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

5) Mempromosikan etika bisnis yang benar, sebab zakat tidak akan

diterima dari kekayaan yang diperoleh dari cara yang salah.

Zakat juga mendorong Muslim menjadi muzakki kaya. Aset

zakat tidak hanya digunakan untuk di konsumsi, akan tetapi

ditingkatkan yang disebut dengan zakat produktif. Dengan itu,

diharapkan masyarakat dapat termotivasi untuk menghasilkan

produk selanjutnya sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi

suatu negara.

6) Zakat merupakan salah satu yang bermanfaat untuk membangun

kesejahteraan umat, alat untuk distribusi pendapatan. Zakat yang

dapat didayagunakan dengan efektif, sangat berpotensi untuk

membuat ekonomi semakin bertumbuh serta distribusi

pendapatan yang merata, atau biasa disebut dengan konsep

pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Harta yang


45

diakumulasikan hanya di tangan seorang atau segolongan yang

kaya saja, secara tegas dilarang oleh Allah Swt. sesuai yang

termaktub dalam kitab-Nya (Q.S. Al-Hashr: 7).

4. Manajemen (Pengelolaan) Zakat

a. Pengumpulan

Pengumpulan yang dalam bahasa Inggris berarti fundraising

bisa dimaknai dengan aktivitas mengumpulkan anggaran zakat dari

masyarakat yang mampu dan hartanya sudah mencapai nishab yang

telah ditentukan, termasuk perseorangan, komunitas atau kelompok,

instansi maupun pemerintah (Hendra, 2006: 11) lalu kemudian

anggaran tersebut dipakai untuk mendanai dan disalurkan kembali

kepada para mustahik yang berhak menerimanya atau untuk

membiayai usaha para mustahik yang diharapkan dapat membuat

para mustahik menjadi mandiri dalam segi ekonominya.

b. Pendistribusian

Dalam hal pengalokasian dana zakat, saat ini ada dua mode

pengalokasian zakat, yaitu model tradisional (tipe konsumsi) dan

model distribusi produksi (pemberdayaan ekonomi). Premis dari

model zakat tradisional adalah dana amal akan langsung diperoleh

mustahik, tanpa tujuan kemandirian sosial dan kemandirian ekonomi

(pemberdayaan).

Jika kita menganut sistem ini, maka harapan serta impian

agar kemiskinan di Indonesia segera berkurang serta dihilangkan


46

hanya akan sebatas angan-angan saja. Sebab mustahik yang

memperoleh zakat tahun ini akan memperoleh zakat lagi tahun

depan. Dengan itu dapat dikatakan bahwa mustahik ini kelak hanya

akan menciptakan mustahik yang baru dari keturunannya. Perihal

tersebut tentunya tidak berarti bahwa zakat merupakan salah satu

wadah yang mewujudkan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Mendistribusikan zakat secara produktif merupakan upaya

paling tepat untuk mencapainya. Tentunya untuk dapat dilaksanakan

dengan benar serta langsung pada target, diperlukan kerja keras serta

pihak atau organisasi yang professional dalam menghimpun juga

menyalurkan anggaran zakat (M.Irsan, et al., 2019: 107). Sistem

pendistribusian produktif mempunyai target untuk merubah status

penerima zakat dari mustahik menjadi muzakki. Selain itu, model

produksi atau sosial akan berorientasi kepada segi advokasi atau

partisipasi pada kebijakan publik (Thoriquddin, 2015: 3-4).

Pengalokasian zakat bisa dicapai melalui bentuk-bentuk

sebagai berikut: (1) Penyaluran zakat dilakukan untuk memelihara

pendapatan pribadi fakir maupun miskin. (2) Sedikitnya 50% dari

alokasi zakat digunakan untuk mendanai kegiatan produktif para

fakir miskin atau yang membutuhkan, misalnya bisa digunakan

untuk mendanai berbagai aktivitas serta pelatihan keterampilan

produktif, memberikan komersial atau modal kerja, maupun bantuan

modal untuk mengawali usahanya (M.Irsan, et al., 2019: 98).


47

c. Pendayagunaan

Istilah pendayagunaan berasal dari dua gabungan kata, yakni

daya yang mempunyai arti kapasitas, upaya, kompetensi; serta guna

yang memiliki arti fungsi dan peranan. Oleh sebab itu,

pendayagunaan yaitu tahapan, tata cara untuk mengefisienkan.

Dengan itu pendayagunaan zakat bisa didefinisikan dengan tahapan

pemanfaatan zakat agar lebih berdaya guna bagi masyarakat,

khususnya masyarakat yang berada di klasifikasi penerima zakat

(Restu, et al., 2019: 369).

Adapun definisi yang lain, pemanfaatan atau pendayagunaan

ialah kaidah atau upaya yang mewujudkan hasil serta manfaat yang

lebih besar dan lebih baik. Terdapat dua bentuk pendayagunaan

anggaran zakat, seperti yang ditunjukkan di bawah ini.

1) Dalam hal ini, bentuk instan artinya zakat hanya dialokasikan

pada individu sekali atau pada saat itu saja. Berdasarkan hal itu

dapat diartikan bahwasanya alokasi mustahik tidak dibarengi

dengan tujuan kemandirian ekonomi mustahik. Perihal tersebut

disebabkan mustahik yang terkait tak akan bisa berdiri sendiri

kembali layaknya para orangtua yang telah lanjut usia, orang-

orang yang cacat fisiknya. Bantuan ini bersifat sekilas saja

biasanya disebut dengan dana hibah.

2) Bentuk pemberdayaannya adalah penyaluran zakat, dengan

tujuan mengubah kondisi penerima dari kelompok mustahik


48

menjadi kelompok muzaki. Tujuan tersebut merupakan tujuan

besar dan tidak bisa dicapai dengan lancar dalam waktu yang

relatif sempit. Oleh sebab itu, pendistribusian zakat perlu

dibarengi dengan wawasan yang komprehensif terhadap

persoalan penerima zakat. Jika masalahnya merupakan

kemiskinan, Anda perlu memahami pemicu kemiskinan untuk

menemukan solusi yang tepat untuk mencapai tujuan yang

ditentukan (Qodariah, 2020: 170-171).

5. Zakat Produktif

a. Definisi Zakat Produktif

Kata produktif berarti banyak hasil. Kata produktivitas

memiliki asal kata dari bahasa Inggris yaitu “productive” yang

mempunyai arti produksi masal, memberikan hasil melimpah,

mewujudkan barang berharga yang melimpah, dan memiliki hasil

yang baik. Produktivitas berarti kapasitas produksi (M. Hawkins,

1996: 267). Secara global, produktivitas mempunyai arti

"menghasilkan pekerjaan atau barang yang melimpah". Produktif

bisa dikatakan juga dengan "menciptakan hasil yang melimpah dan

melahirkan hasil melimpah" (Save, 2000: 893).

Zakat produktif ialah zakat yang disalurkan pada fakir

miskin dengan modal komersial atau bentuk lain untuk

dimanfaatkan dalam upaya produktif untuk memajukan derajat


49

hidupnya, diharapkan seorang mustahik dapat menjadi muzaki,

apabila ia bisa memanfaatkan anggaran zakat dalam upayanya.

Pendistribusian zakat produktif telah ada sejak zaman

Rasulullaah Saw., Hal ini dijabarkan di dalam satu hadist yang

diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Salim Bin Abdillaah Bin

Umar dari ayahnya, bahwasanya Rasulullaah sudah memberikan

zakat kepadanya kemudian memerintahkan kepadanya untuk

mengembangkan zakat itu atau disedekahkan kembali.

Syarat untuk orang yang berhak mendistribukan zakat secara

produktif ialah ia yang mumpuni melaksanakan pembinaan serta

mendampingi para mustahik untuk melakukan aktivitas usahanya

agar bisa beroperasi dengan benar. Bukan hanya memberikan binaan

serta mendampingi para mustahik saja, tetapi orang tersebut juga

diwajibkan untuk menyediakan binaan ruhani juga pengetahuan

tentang agama Islam untuk menciptakan keimanan serta keislaman

yang berkualitas.

b. Hukum Zakat Produktif

Keberadaan zakat sebagai salah satu kebiasaan wajib dalam

Islam sebenarnya berarti kesejahteraan umat. Zakat biasanya

disalurkan untuk memenuhi kebutuhan kelompok masyarakat yang

kurang mampu agar dapat terus menjalani kehidupannya. Namun,

tidak banyak cara untuk menggunakan Zakat untuk kegiatan yang

lebih efektif. Hal ini dilakukan agar kelompok mustahik (penerima


50

zakat) dapat memulai usaha sendiri sehingga dapat mandiri dalam

hal keuangan.

Menyikapi peristiwa tersebut, Majelis Ulama Indonesia

menyatakan perintah pengajaran yang memperbolehkan zakat

digunakan untuk modal komersial. Perihal ini dijelaskan dalam

Fatwa No. 4 Tahun 2003 tentang Penggunaan Dana Zakat dalam

Istithmār (investasi). Didalam pedoman tersebut terdapat syarat-

syarat pemanfaatan dana zakat yang dipakai untuk modal usaha.

1. Zakat harus diberikan kepada usaha yang sesuai dengan hukum

syariah serta peraturan yang berlaku (al-turuq al-mashru'ah).

2. Berinvestasi di lapangan bisnis yang dianggap menguntungkan

berdasarkan studi kelayakan.

3. Usaha-usaha tersebut perlu diberikan wawasan serta diamati

oleh orang yang berkompeten.

4. Bisnis harus dijalankan oleh organisasi atau organisasi yang

profesional dan dapat dipercaya (trusted).

5. Modal komersial harus dijamin oleh pemerintah, dan jika terjadi

kerugian atau kebangkrutan, pemerintah harus menggantinya.

6. Dalam berinvestasi harta zakat, tidak diperbolehkan ada orang

fakir miskin yang mengalami kelaparan ataupun memerlukan

pengeluaran yang tidak dapat ditangguhkan.


51

7. Penggunaan anggaran zakat untuk modal komersial yang

diperbaharui dengan investasi harus dibatasi pada waktunya

(Maltuf, 2017: 164-165).

c. Jenis-jenis Zakat Produktif

Pada pendistribusian zakat produktif terdapat dua jenis, yaitu

zakat produktif tradisional serta zakat produktif kreatif, tujuannya

agar fakir miskin dapat hidup layak dan memenuhi segala

keperluannya, adapun jenis yang pertama, zakat produktif

tradisional ialah zakat yang disalurkan ke dalam wujud benda-benda

produktif. Seperti domba, lembu, mesin untuk menjahit, alat tukar,

serta yang lainnya.

Penyaluran zakat dalam bentuk tersebut dapat memotivasi

masyarakat untuk memulai usaha atau menyerahkan kesempatan

pekerjaan untuk masyarakat miskin. Jenis yang kedua, produksi

zakat secara kreatif, artinya semua penggunaan zakat

dikonfigurasikan ke dalam wujud modal, yang bisa dimanfaatkan

untuk mendirikan proyek sosial atau mengakomodasi atau

memberikan tambahan modal kepada pengusaha atau pedagang

kecil (Asnaini, 2008: 78-80).

Berdasarkan perspektif penyaluran berbagai jenis zakat

produktif, diharapkan pedoman serta kebijakan pengelolaan zakat

produktif bisa mencapai keberhasilan sesuai dengan tujuan yang

diharapkan. Pedoman pengelolaan zakat serta tujuan kebijakan ialah


52

setiap hal yang berhubungan dengan upaya pemerintah ataupun

penyelenggara dalam rangka menerapkan hasil pemungutan zakat

pada tujuan dalam arti yang lebih umum berdasarkan kepada hukum

syara’ yang telah ditentukan, menurut informasi dan kesan hukum

syariah dan tujuan sosial ekonomi zakat, sistem distribusi yang

multifungsi dan produktif digunakan secara efektif dan efisien.

d. Manajemen (Pengelolaan) Zakat Produktif

Jika ditinjau secara global pengelolaan zakat dilandaskan

atas perintah Allah Swt., (QS. At-Taubah ayat 60), yang di dalamnya

disebutkan kata “wal amilina alaiha” yang berarti pengelola zakat,

mereka yaitu semua orang yang terlibat dalam perkara zakat, dari

penghimpun hingga bendahara serta penjaga zakat, dari orang yang

mencatat zakat masuk dan keluar serta mendistribusikannya kepada

mustahik merupakan pengelola zakat.

Memiliki perekonomian masyarakat muslim yang kuat baik

pada aspek ekonomi ataupun non ekonomi. Untuk mewujudkan visi

itu, dibutuhkan tugas penyaluran zakat yang memuaskan. Tugas

bermanfaat yang diharapkan adalah menugaskan zakat pada

mustahik, dengan harapan dapat menghasilkan muzaki baru secara

langsung. Pendistribusian zakat ini tentunya diharuskan memenuhi

syarat-syarat tertentu, antara lain:


53

1) Kebijakan pendistribusian dana zakat harus menpresentasikan

pengoperasian yang layak disebut sebagai indeks aplikasi yang

adil.

2) Kebijakan pemilihan mustahik serta penentuan takaran zakat

yang didistribusikan pada para mustahik.

3) Sistem informasi muzaki serta mustahik (SIMM).

4) Kebijakan pengarsipan serta pengajuan laporan yang layak.

Keempat syarat diatas perlu disusun sebaik mungkin sehingga

dapat mencapai hasil yang diharapkan serta memenuhi asas

akuntabilitas. Apabila diaplikasikan dengan baik, konsep ini akan

mampu memperoleh kapasitas zakat serta memperhitungkan

ketersediaan zakat di dalam satu kawasan. Selain itu, saat

melaksanakan ibadah zakat berdasarkan kepada ketentuan agama,

pengelolaan zakat yang baik, benar serta profesional mutlak

diperlukan (Mursyidi, 2003: 178-180).

Penerapan model distribusi zakat yang produktif bukan berarti

tidak ada rintangan serta hambatan. Dalam praktik di lapangan

didapati banyaknya rintangan serta masalah yang mengiringi

rencana tersebut. Seperti masalah dalam penghimpunan anggaran

zakat dari muzakki, penyelenggaraan, sampai pada penyaluran dan

pembinaan seringkali menemui kendala. Oleh karena itu, rencana

tersebut tidak begitu berperan besar dalam pemberdayaan ekonomi

masyarakat. Sedikitnya anggaran zakat yang berhasil dikumpulkan


54

oleh lembaga amil zakat menjadi salah satu masalah utama tidak

berjalannya program secara efektif. Diduga perihal tersebut

dikarenakan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga

pengelola zakat serta kurangnya kesadaran muzakki untuk

menyalurkan zakat kepada lembaga amil zakat, hal ini menyebabkan

mereka lebih bersedia menyalurkan zakatnya langsung pada para

mustahik kemudian anggaran yang diterima oleh mustahik tersebut

langsung dikonsumsi dan habis tanpa sempat dimanfaatkan dengan

baik. Alhasil, para mustahik akan terus menerima zakat tanpa

berusaha merubah kedudukannya itu (M. Irsan, et al., 2019: 107).

6. Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat

a. Pengertian Kesejahteraan

Pengembangan konsep kesejahteraan tidak terbatas pada

semua aspek pengukuran pendapatan nominal. Kesejahteraan adalah

standar hidup, kesejahteraan, kesejahteraan dan kualitas hidup.

Brudeseth (2015) menggambarkan kesejahteraan sebagai semacam

kepuasan kualitas hidup, yang bertujuan untuk mengukur status

anggota masyarakat dalam membangun keseimbangan hidup,

termasuk kesejahteraan materi, kesejahteraan sosial, kesehatan

emosional, serta keamanan.

Penelitian organisasi ekonomi keluarga menggunakan

permintaan barang strategis sebagai indikator kesejahteraan.

Indikator kebahagiaan lainnya adalah proporsi pengeluaran


55

makanan. Kesejahteraan merupakan cerminan kualitas hidup

manusia, dan merupakan syarat untuk memenuhi kebutuhan dasar

dan mewujudkan nilai kehidupan.

Pada situasi persoalan yang sederhana, ekonomi masyarakat

adalah strategi “survival” yang dirumuskan oleh rakyat miskin

dalam perkotaan serta pedesaan. Menaikkan tingkat kesejahteraan

ekonomi termasuk ke dalam aktivitas pemberdayaan pada

masyarakat. Ekonomi bisa dijelaskan sebagai usaha untuk mengatur

keluarga. Hal itu memiliki tujuan yaitu untuk mencukupi kebutuhan

hidup melalui tiga aktivitas utama, yakni: produksi, distribusi, serta

konsumsi. Menggunakan sumber daya yang terbatas untuk

memperkaya kehidupan seseorang berkaitan dengan usaha

peningkatan kesejahteraan serta kemakmuran masyarakat

(Sumodiningrat, 1998: 24).

b. Peranan Zakat Terhadap Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat

Zakat merupakan kapasitas ekonomi serta basis anggaran

yang sangat besar dari umat Islam itu sendiri. Kapasitas ekonomi

yang tersembunyi tersebut harus dieksplorasi serta dimajukan untuk

menyediakan pendanaan bagi berbagai sektor pembangunan

termasuk di dalamnya masyarakat, pendidikan, spiritualitas, serta

penambahan produktivitas. Apabila umat Islam di Indonesia hanya

mengeluarkan zakat, dapat membuahkan triliunan rupiah. Selain itu,

jika ditambah dengan zakat yang lainnya, yang nilainya lebih besar
56

lagi, dapat dihasilkan dari sektor jasa (gaji, balas jasa, upah),

pertanian, industri, peternakan, perusahaan, perdagangan,

perkebunan, serta yang lain sebagainya.

Jika zakat fitrah serta zakat maal diatur dengan baik, bisa

ditegaskan akan mempengaruhi ekonomi menjadi semakin kuat di

kalangan umat Islam di Indonesia. Orang miskin serta orang miskin

ibn sabil dan lainnya dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.

Padahal, zakat memiliki potensi besar di kalangan umat Islam

Indonesia, serta dapat mendanai kepentingan umat Islam di semua

bidang kehidupan dan masyarakat (Fahrur, 2011: 117).

Zakat juga dapat merangsang perekonomian serta

memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat akan menjadi hidup.

Oleh sebab itu, semakin banyak zakat yang kita tunaikan maka

semakin banyak pula pendapatan nasional, dengan begitu negara

kita akan semakin makmur. Fakta sejarah membuktikan bahwa

zakat dapat meningkatkan pendapatan nasional suatu negara dan

menciptakan kemakmuran. Selain itu, teori dan penelitian empiris

menemukan bagaimana zakat benar-benar meningkatkan

pendapatan. Artinya, pertumbuhan ekonomi meningkat. Untuk

meningkatkan pendapatan nasional, zakat harus dialokasikan

dengan sesuai dan dimanfaatkan dengan baik.

Peran zakat dalam kehidupan sangatlah penting dalam

meningkatkan potensi ekonomi masyarakat. Alternatif dan solusi


57

strategis yang diberikan oleh Islam yakni sistem pengelolaan zakat

(alokasi serta pemanfaatan) secara efektif juga efisien. Dengan

sistem yang demikian, tentu kedepannya akan membebaskan

masyarakat dari penderitaan ekonomi, sosial dan moral serta

memberdayakan masyarakat miskin menjadi Aghniya (orang kaya)

kemudian mustahik beralih fungsinya menjadi muzakki.

Anda mungkin juga menyukai