Anda di halaman 1dari 15

MASA PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen pembimbing: Muhammad Nursyahid, M.S.I.

Kelompok Tiga (3)

Semester 3

Disusun oleh:

- Dafiq Ramdhan
- Nuning Seisar Suwarsono
- Nurul Putri Solehah

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DEPOK AL-KARIMIYAH
KOTA DEPOK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh


Segala Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan kita beribu macam nikmat terutama nikmat sehat wal’afiat sehinnga
kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tanpa ada halangan
apapun. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW. yang akan kita nantikan syafa’atnya di yaumil akhir nanti.
Makalah ini kami buat untuk menjelaskan Masa Perkembangan Pendidikan
Islam. Penulis sadar bahwa tanpa bantuan dari segenap pihak, makalah ini tidak
akan bisa kami susun dengan baik. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam
penulisan makalah ini, serta kami mengucapkan terimakasih kepada bapak
Muhammad Nursyahid, M.S.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah
Pendidikan Islam.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan motivasi kepada semua
pihak terutama untuk para pembaca. Tidak lupa juga kami mohon maaf apabila
dalam penyususnan makalah ini terdapat kesalahan dalam hal penyusunan dan isi
maupun kosakata yang mungkin tidak memenuhi standar penulisan yang baik dan
benar. Kami sebagai penulis makalah ini masih jauh dari kata sempurna , untuk itu
kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan untuk kedepannya.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Depok, 24 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................................ 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................... 1
1.3 TUJUAN .................................................................................................................................... 1
BAB II..................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 2
A. MASA PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM ................................................................ 2
1. Pusat-pusat Pendidikan Islam ................................................................................................ 2
2. Pengajaran Al – Qur`an ......................................................................................................... 4
3. Perkembangan Kebudayaan Islam ......................................................................................... 9
4. Perkembangan Ilmu Keislamaan ..................................................................................... 10

BAB III ................................................................................................................................................. 11


PENUTUP ............................................................................................................................................ 11
A. KESIMPULAN ......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pendidikan Islam memiliki perjalanan historis yang cukup Panjang, berkembang
seiring dengan muncul agama Islam itu sendiri. Bagi masyarakat Arab, kedatangan
Islam telah membawa perubahan mendasar pada budaya dan peradaban mereka dalam
segala aspek kehidupan, termasuk dalam bidang Pendidikan. Beerdasarkan catatan
sejarah, peradaban Bangsa Arab pra Islam kurang memperhatikan Pendidikan terbukti
dengan minimnya jumlah orang Arab yang mampu membaca dan menulis.
Pendidikan berperan penting dalam menentukan eksistensi dan perkembangan
suatu masyarakat, oleh karena pendidikan merupakan usaha melestarikan, dan
mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya
dan jenisnya kepada generasi penerus. Demikian pula halnya dengan peranan
pendidikan di kalangan umat Islam, merupakan salah bentuk manifestasi dari cita-cita
hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan dan menanamkan (internalisasi) dan
mentransformasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada pribadi generasi penerusnya
sehingga nilai-nilai cultural-religius (nilai-nilai keagamaan) yang dicita-citakan tetap
berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu-kewaktu. Pendidikan juga
salah satu cara untuk melakukan perubahan nyata dari masyarakat jahiliah menuju
masyarakat madani, yaitu masyarakat yang maju dan berperadaban, yang memiliki
ciri-ciri kota yang bertuhan, kota yang damai, saling tolong, kota yang toleransi, kota
yang memiliki keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial serta berperadaban
tinggi, dan berakhlak mulia

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Masa perkembangan pendidikan islam?
2. Apa saja pusat - pusat pendidikan islam?
3. Bagaimana perkembangan kebudayaan islam?
4. Bagaimana perkembangan ilmu pendidikan islam?

1.3 TUJUAN
1. UntuK mengetahui perkembangan pendidikan islam
2. Untuk mengetahui apa saja pusat - pusat pendidikan islam
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan kebudayaan islam
4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan ilmu pendidikan islam

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. MASA PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

1. Pusat-pusat Pendidikan Islam

a. Darul Arqam
Dari sekian tempat di sekitar Mekkah, mengapa Nabi memilih tempat belajar di
rumah Arqam? Mengapa tidak langsung di rumah khadijah yang merupakan manusia
pertama yang beriman kepada Nabi muhammad dari keluarga nabi? Dan mengapa
juga bukan di rumah Abu Bakar yang merupakan manusia pertama beriman kepada
nabi dari kalangan bukan keluarga nabi bahkan tanpa diajak nabi sudah menyatakan
bahwa Abu Bakar beriman kepada nabi, dan Abu Bakar merupakan orang terpandang
pula di masyarakat quraisy? Dan tentu masih banyak opsi lokasi tempat belajar yang
bisa dipilih oleh nabi. Namun mengapa yang dipilih adalah lokasi rumah Arqam bin
Abil Arqam? In syaa Allah kita akan coba menggali inspirasi mengapa tempat
pertama ini dijadikan pilihan sebagai tempat belajar.
Arqom bin Abil Arqom berasal dari Bani Makhzum sedangkan rosul berasal dari
Bani hasyim. Kedua bani ini sebenarnya merupakan dua bani yang saling bersitegang
lebih tepatnya saling bersaing terhadap segala sesuatu sehingga masing-masing bani
menganggap rival.
Abu Jahal menjawab, “Keponakanku, kami (bani Makhzum) dan bani Hasyim
selalu bersaing dalam masalah kemuliaan. Jika mereka memberi makanan, kami juga
memberi makanan. Jika mereka menjamu dengan minuman, kami juga demikian. Jika
mereka memberi perlindungan, kami juga melakukannya. Sampai-sampai kami sama-
sama duduk di atas hewan tunggangan untuk berperang, kami (dan bani Hasyim)
sama dalam kemuliaan.

b. Kediaman Rasulullah
Pada mulanya situasi keamanan kota Makkah sangat membahayakan umat Islam.
Namun, paska keislaman Umar bin Khattab keadaan itu berubah. Tempat belajar yang
semula di rumah Al-Arqam bin Abil Arqam kini pindah ke rumah Nabi Shallahu
‘alaihi wa sallam sendiri.

2
c. As-Suffah
Ahlus Shuffah disebutkan pula Ashabus Shuffah adalah nama yang diberikan
kepada para penghuni satu tempat yang seperti disebutkan di atas yaitu ash-Shuffah.
Menurut Ibnu Atsir, “Ashabus Shuffah adalah mereka para faqir dari kalangan al-
muhajirin, dan orang-orang yang tidak mempunyai rumah tempat tinggal. Mereka
berteduh dan tinggal di tempat yang beratap di masjid Madinah”. Sebagaimana
menurut hamka, “kaum Shuffah, ialah segolongan sahabat-sahabat Nabi yang
menyisihkan dirinya di satu tempat terpencil di samping mesjid Nabi”.
Hitungan pasti tentang jumlah Ahlus Shuffah, tidak ada yang dapat memastikan.
Di dalam kitab Hilyatus Shahabah, Abu Nu’aim menyebutkan sekitar 101 sahabat
yang dihubungkan dengan Ahlus Shuffah. Abu Nu’aim mengumpulkan nama-nama
Ahlus Shuffah yang bersumber dari Abu Sa’id bin al-A’rabi dan Abu ‘Abdurrahman
as-Sulami dalam al-Hilyah serta menambahkan beberapa nama yang tidak disebut
oleh keduanya. Orang-orangpun semakin banyak yang memeluk agama Islam.
Mereka berdatangan ke rumah Nabi untuk mengaji dan mengkaji al-Quran beserta
penjelasannya.

d. Kuttab
Kuttab muncul pertama kali di zaman Nabi kemudian menyebar ke berbagai
negara seiring dengan penyebaran Islam. Dimunculkan murni sebagai bagian dari
rangkaian amal Islami. Kuttab adalah tempat utama di dunia Islam untuk mengajari
anak-anak. Keberadaannya begitu agung dalam kehidupan masyarakat Islam,
khususnya dikarenakan Kuttab adalah tempat anak-anak belajar Al Quran di tambah
begitu mulianya ilmu dalam syariat Islam.
Rasulullah memutuskan tentang tawanan perang Badar, agar setiap tawanan yang
tidak punya harta untuk menebus, mengajar 12 anak-anak muslimin sebagai
tebusannya.
Mulanya, kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru (mu’allim, mu’addib)
atau pekarangan sekitar masjid. Pembelajaran tidak dilakukan di dalam masjid karena
pesertanya adalah anak-anak kecil. Pertimbangan ini tentu sangat dimaklumi.

e. Masjid

3
Rasulullah menjadikan masjid sebagai markas untuk membina umat. Masjid
menjadi pusat berbagai kegiatan. Dari masjid juga berdirilah sebuah peradaban yang
sempurna dan menguasai dunia berabad-abad lamanya.
Pertanyaannya adalah bagaimana masjid bisa berperan sebegitu jauhnya dalam
mengubah masyarakat yang tadinya jahiliah menjadi masyarakat yang penuh dengan
kecemerlangan, baik dari segi peradaban, pemikiran maupun kekuatan. Ternyata
fungsi masjid pada zaman Rasulullah yang mulia bukanlah sekedar sebagai tempat
untuk melaksanakan ibadah ritual semata-shalat-tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai
madrasah bagi orang-orang Muslim untuk menerima pengajaran Islam dan
bimbingannya, sebagai balai pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai
unsur kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa jahiliyah, sebagi tempat
untuk mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung parlemen untuk
bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.
Dengan demikian jelas bahwa sejarah telah mengajarkan bahwa jika kita ingin
mengembalikan kejayaan peradaban Madinah di muka bumi, maka kita tidak bisa
mengabaikan peranan masjid. Kita harus mengisi masjid-masjid kita dengan ruh
masjid Nabawi.

2. Pengajaran al-Quran

a. Kisah

Kisah atau cerita yang benar adalah salah satu metode yang sangat
menyenangkan dan menyentuh hati untuk menjadi sarana menumbuhkan iman. Kisah-
kisah dalam al-Qur’an merupakan kisah paling benar sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah:

‫اَّللِ َح ِديثًا‬
‫َص َد ُق ِم َن ه‬
ْ ‫َوَم ْن أ‬
Dan siapakah orang yang lebih benar perkataannya dari pada Allah? (an-
Nisa’/4:87)

Demikianlah semua kisah dan cerita yang ada dalam al-Qur`an adalah benar dan
pas, karena menceritakan realita yang terjadi tanpa ada pengurangan dan penambahan.
Allah berfirman:

‫ك نَبَأ َُه ْم ِِب ْْلَ ِق‬


َ ‫ص َعلَْي‬
ُّ ‫ََْن ُن نَ ُق‬
4
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar (Al-Kahfi/18:13)
Juga firman-Nya:

ِ ‫ص ا ْْلَ ُّق ۚ َوَما ِم ْن إَِٰلٍَه إِهَّل ه‬


‫اَّللُ ۚ َوإِ هن ه‬
‫يم‬ ِ
ُ ‫اَّللَ ََلَُو الْ َعز ُيز ا ْْلَك‬ َ ‫إِ هن ََٰه َذا ََلَُو الْ َق‬
ُ ‫ص‬

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak
diibadhi) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana (Ali Imrân/3:62)
Allâh Subhanahu wa Ta’ala suci dari sifat dusta sehingga tidak mungkin Allâh
Azza wa Jalla mengisahkan kisah-kisah yang tidak terjadi atau fiktif. Allâh Azza wa
Jalla juga maha mengetahui, mendengar dan melihat serta menyaksikan semuanya.
Oleh karena itu ketika Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengisahkan satu kisah, berarti
kisah itu benar dan diceritakan berdasarkan ilmu.
Kisah al-Qur’an juga merupakan sebaik-baik kisah sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah:

َ ‫ص ِِبَا أ َْو َحْي نَا إِلَْي‬


‫ك ََٰه َذا الْ ُق ْرآ َن‬ ِ ‫ص‬
َ ‫َح َس َن الْ َق‬
ْ‫كأ‬َ ‫ص َعلَْي‬
ُّ ‫ََْن ُن نَ ُق‬

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-
Qur’an ini kepadamu. (Yusuf/12:3)

Syaikh Abdurrahman bin Nâshir as-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat


ini mengatakan, “Hal itu karena kisah-kisahnya benar, kalimat-kalimatnya terangkai
dengan baik dan makna yang terkandung begitu indah”.
Oleh karena itu, kisah-kisah al-Qur’an merupakan kisah yang paling bermanfaat.
Allah berfirman:

‫ْي يَ َديِْه‬ ِ ‫اب ۚ ما َكا َن ح ِديثا ي ْفت َٰى وَٰلَكِن تَص ِد‬
ِ ‫ُوِل ْاِلَلْب‬ ِ ِ ِ َ‫لََق ْد َكا َن ِِف ق‬
َ َْ‫يق الهذي ب‬
َ ْ ْ َ ََ ُ ً َ َ َ ِ ‫صص ِه ْم ع ْْبَةٌ ِل‬
َ
‫يل ُك ِل َش ْي ٍء َوُه ًدى َوَر ْْحَةً لَِق ْوٍم يُ ْؤِمنُو َن‬ ِ
َ ‫َوتَ ْفص‬
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi

5
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman (Yusuf/12:111)

Siapa saja yang meyakini bahwa semua kisah-kisah dalam al-Qur`an dan yang
disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar dan nyata, maka
insya Allah, kisah-kisah itu akan memberikan pengaruh besar pada perbaikan dan
pembinaan diri.
Demikian penting kisah-kisah ini, hingga Allâh Subhanahu wa Ta’ala
perintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menceritakan kepada
manusia semua kisah yang diketahuinya, agar menjadi bahan renungan dan
mengambil pelajaran. Allah berfirman:

‫ب إِ ْن ََْت ِم ْل َعلَْي ِه‬


ِ ْ‫ض واتهبَ َع َهواهُ ۚ فَمثَلُهُ َكمثَ ِل الْ َكل‬ ِ ْ ‫ولَو ِشئْ نَا لَرفَ ْعنَاهُ ِِبَا وَٰلَكِنههُ أ‬
َ َ َ َ ِ ‫َخلَ َد إ ََل ْاِل َْر‬ َ َ َْ
ِ ِ‫ِ ه‬ ِ ْ ‫ث أَو تَتْكه ي لْه‬
‫ص لَ َعله ُه ْم يَتَ َف هك ُرو َن‬
َ ‫ص‬
َ ‫ص الْ َق‬ ُ ْ‫ين َك هذبُوا ِِب ََيتنَا ۚ فَاق‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ث ۚ َٰذَل‬
َ ‫ك َمثَ ُل الْ َق ْوم الذ‬ َ َ ُ ُ ْ ْ ْ ‫يَلْ َه‬
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya
dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa
nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar
mereka berfikir [al-A’râf/7: 176].

Syaikh Salîm bin ‘Ied al-Hilali mengatakan bahwa tujuan dihadirkan kisah-kisah,
para nabi adalah untuk memberikan pelajaran kepada kaum Mukminin sepanjang
masa; agar menjadi bekal bagi para pengikut mereka yang jujur dan ikhlas.
Memang demikianlah, para nabi dan para da’i sejak dahulu telah mengambil
pelajaran dari kisah-kisah umat terdahulu untuk terus memenuhi jiwa mereka dan
meneguhkan hati mereka. Allah berfirman:

6
‫ت بِِه فُ َؤ َاد َك ۚ َو َجاءَ َك ِِف ََٰه ِذهِ ا ْْلَ ُّق َوَم ْوعِظَةٌ َوِذ ْك َر َٰى‬ ُّ ‫ك ِم ْن أَنْبَ ِاء‬
ُ ِ‫الر ُس ِل َما نُثَب‬ ُّ ‫َوُك اًّل نَ ُق‬
َ ‫ص َعلَْي‬

‫ْي‬ِِ ِ
َ ‫ل ْل ُم ْؤمن‬
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah
yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu
kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman
(Hud/11:120)

b. Kebesaran Allah
Yang kedua adalah metode pengajaran al-Quran dari hal kandungan nya yaitu
tentang kebesaran Allah. Menurut Tafsir, kebesaran Allah merujuk pada penciptaan
dan pengaturan alam semesta, penciptaan manusia, hingga sesuatu yang berhubungan
dengan alam ghaib.

"Penciptaan benda-benda angkasa, matahari, bulan, beserta planet-planet


lainnya dan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit dan perputaran bumi
pada porosnya yang terhampar luas untuk manusia, dan pergantian malam dan
siang, pada semua fenomena alam tersebut terdapat tanda-tanda kebesaran Allah,".

Namun, tanda-tanda tersebut hanya dapat disadari oleh mereka yang berakal.
Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya hal ini tidak berlaku
dengan orang yang tidak berakal seperti disebutkan dalam firman-Nya surah Yusuf
ayat 105-106.
Orang yang berakal adalah mereka yang senantiasa memikirkan ciptaan Allah,
merenungkan keindahan ciptaan-Nya, kemudian dapat mengambil manfaat dari ayat-
ayat-Nya, seraya berdzikir kepada Allah dengan hati, lisan, dan anggota tubuh seraya
menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Surah Al Imran Ayat 190

ِ ‫ُوِل ْاِلَلْب‬ ِ ٍ ِ ِ ‫ضو‬ ِ


‫اب‬َ ِ ‫هها ِر ََل ََيت ِل‬ ْ َ ِ ‫إِ هن ِِف َخلْ ِق ال هس َم َاوات َو ْاِل َْر‬
َ ‫اخت ًَّلف اللهْي ِل َوالن‬

7
Artinya: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian
malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal".

c. Perintah dan Larangan


Setelah menanam keimanan dari kisah dan tanda-tanda kebesaran Allah maka
pengajaran al-Quran selanjutnya adalah memberikan atau membebankan syariat
(taklif) pada umat muslim.
Definisi perintah pembahasan tentang perintah didahulukan daripada
pembahasan tentang larangan karena secara kebiasaan pembahasan tentang sesuatu
yang ada lebih didahulukan daripada sesuatu yang tidak ada. Hal ini dikarenakan
perintah adalah permintaan terwujudnya sesuatu, adapun larangan adalah permintaan
agar sesuatu tidak ada. Oleh karena itu, sesuatu yang ada lebih didahulukan daripada
sesuatu yang tidak ada.
Perintah dalam Bahasa Arab disebut al-amru. Secara etimologi, al-amru
merupakan bentuk pokok dari kata kerja amara-ya`muru yang artinya permintaan.
Bentuk plural dari al-amru yang artinya perintah adalah al-awamir dan bukan al-
umuur.
Adapun secara istilahnya, perintah adalah suatu lafadz yang menunjukkan
permintaan melakukan sesuatu tanpa adanya larangan ditinjau dari tanda-tandanya.
Sehingga seseorang dikatakan melakukan suatu ketaatan jika melaksanakan perintah
tersebut.
Menurut ahli Bahasa Arab, lafadz al-amru terbagi menjadi dua, yaitu amru ijab
dan amru nadb. Amru ijab adalah permintaan melakukan sesuatu yang sifatnya harus.
Adapun amru nadb adalah permintaan melakukan sesuatu akan tetapi sifatnya tidak
harus. Amru ijab konsekuensinya adalah hukum wajib, sedangkan amru nadb
konsekuensinya adalah hukum sunnah.
Kata larangan dalam Bahasa Arab adalah an–nahyu, yang berasal dari kata kerja
naha-yanha. Secara Bahasa artinya antonim atau lawan kata dari perintah. Adapun
secara istilahnya, an–nahyu artinya permintaan untuk menahan dari melakukan
sesuatu. Sedangkan Al-Utsaimin mendefinisikan an–nahyu sebagai suatu perkataan
yang mengandung permintaan untuk tidak melakukan sesuatu, datangnya dari pihak
yang lebih tinggi, dengan redaksi yang khusus, yaitu fi’il mudhari’ yang didahului
oleh huruf lam an-nahiyah (yang artinya larangan).

8
Berdasarkan definisi yang dibawakan oleh Al-Utsaimin, suatu larangan yang
bukan berupa perkataan tidak termasuk dalam an–nahyu, seperti isyarat untuk
meninggalkan sesuatu. Perintah atau al–amru juga tidak termasuk di dalamnya, karena
ia adalah pemintaan melakukan sesuatu, dan bukan meninggalkan sesuatu. Larangan
yang datang dari pihak sebaya atau yang lebih rendah juga bukan termasuk an–nahyu.
Begitu pula suatu perintah yang redaksinya adalah melarang, seperti perkataan
“tinggalkanlah hal tersebut”, “tahanlah dari melakukan itu”, bukan merupakan
larangan, akan tetapi hakikatnya ia adalah perintah.
Sebagaimana perintah terbagi menjadi dua, larangan pun terbagi menjadi dua,
yaitu nahyu tahrim dan nahyu tanzih. Nahyu tahrim memiliki konsekuensi hukum
haram atau mahzhur, sedangkan nahyu tanzih memiliki konsekuensi hukum makruh.

3. Perkembangan Kebudayaan Islam

Mayoritas bangsa arab mengikuti dakwah ismail ‘alaihis salam yaitu tatkala
beliau menyeru agama bapaknya Ibrahim, yang intinya menyembah kepada Allah,
mengesakan dan memeluk agama-Nya. Nabi ismail memiliki 12 anak yang dari itulah
berkembang menjadi 12 kabilah dan menetap di Makkah untuk sekian lama. Waktu
bergulir hingga banyak diantara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah
disampaikan kepada mereka.
‘Amr bin Luhay dari bani Khuza’ah dia tumbuh sebagai orang yang dikenal suka
berbuat bijak, mengeluarkan sedekah dan respek terhadap urusan-urusan agama,
namun dia mengubah agama Ibrahim menjadi kebudayaan menyembah berhala,
bertaqarrub padanya, dan menciptkan budaya al-Bahirah, al-Wasilah, al-Ham, dan al-
Azlam.
Namun cahaya islam muncul ketika nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berusia 40 tahun, perlahan kaum diberbagai kabilah berubah adat dan
kebiasaannya sebab syariat islam, hingga puncaknya kebudayaan bangsa arab yang
bersifat jahiliyyah berubah menjadi islam yang kaffah.

9
4. Perkembangan Ilmu Keislaman

Bangsa arab dulunya adalagh bangsa yang tidak diminati baik secara geografis
maupun secara kebudayaan. Dari segi geografis hampir tidak ada di peradaban
sebelumnya yaitu Romawi dan Persia untuk menjajah wilayah jazirah itu, karena
memang tidak ada sesuatu yang bisa diambil, hanya padang pasir yang sangat luas
serta tidak ada sumber daya alam nya. Dari segi kebudayaan pun banyak dari
kalangan bangsa arab saat itu hanya memikul tradisi dari nenek moyangnya, mulai
dari menyembah berhala, membuat patung-patung, megundi nasib, dan lain
sebagainya.
Semua itu berubah ketika mulai diangkatnya sosok Muhammad sebagai nabi
terakhir. Beliau menerima perintah wahyu di gua hira, menerima Amanah besar untuk
menyampaikan ilmu dan syariat islam keseluruh umat manusia.
Permulaan dakwah diawali dengan secara sembunyi-sembunyi di rumah-rumah
kelurganya, dirumah sahabat al-Arqam bin Abil Arqam, dengan mengajarkan ilmu
tauhid yang bahkan saat itu muridnya hanya 12 orang, namun setelah sekian lama
beliau berdakwah di kota tempat kelahirannya belum sepenuhnya diterima oleh
mayoritas kau m Quraisy saat itu, beliau memutuskan untuk hijrah ke Madinah.
Disana beliau banyak menerima wahyu dari Allah memlalui malaikat Jibril,
hingga pada tahap selanjutnya Rasulullah mengajarkan tentang berbagai ilmu,
terutama pembebanan syariat pada orang-orang yang sudah beriman. Majlis ilmu di
waktu hijrah ke Madinah ini mayoritas membahas tentang hukum-hukum,
muammalah, dan tazkiyatun nafs.
Setelah beliau wafat, perjuangan ilmu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin, para
tabi’in dan tabi’ut tabi’in. banyak sekali perkembangan yang terjadi salah satu yang
paling besar adalah dikenalkannya pembukuan ilmu-ilmu yang sebelumnya berupa
hafalan dan pembagian berbagai cabang-cabang ilmu berangkat dari ijtihad para
ulama hingga pada puncak kejayaan islam yaitu abad ke 10 sampai pada abad ke 15
masehi yang dikenal dengan the golden egg of islam.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah kami uraikan tentang sifat dan adab seorang pendidik maka secara
garis besar dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

a. Pendidikan islam memiliki sejarah panjang dan pendidikan islam juga


berkembang seiring dengan munculnya agama islam. Pada masa awalnya
pendidikan islam merupakan pendidikan informal yang berlangsung dirumah
sahabat ( daaral arqam ).
b. Pada masa pertumbuhan pendidikan islam yang berlangsung pada zaman nabi
Muhammad SAW, pendidikan islam berarti memasukkan ajaran-ajaran islam ke
dalam unsur-unsur budaya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Mubarakhfuri, Shafiyurrahman, Rahiqul Makhtum, Jakarta: Pustaka al-Kautsar,


2020
Ibnu Katsir, Abul Fida’ Ismail, al-Bidayah wan Nihayah, Jakarta: Beirut Publishing,
2015
Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya’, Mesir: Beirut, 2009
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007
Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi: Pesantren dan Madrasah,
Yogjakarta: Tiara Wacana, 2001

12

Anda mungkin juga menyukai