Anda di halaman 1dari 2

 Masyayikh

Masyayikh dalam bentuk jamak berasal dari kata bahasa arab Syaikh (‫)ش يخ‬, kadang
dalam Bahasa Indonesia tertulis dengan tulisan Stekh, Syeikh atau Syech. Syaikh artinya
(seorang) guru (agung), tuan, ketua, kepala, pemimpin, juga imam (Besar). Sedangkan arti
masyayikh adalah para Guru Agung dengan karakteristik Alim, Allammah, Sepuh, Tua (Yang
dituakan atas alasan usia, kematangan ilmudan silsilah). Masyayikh menggambarkan kolektifitas
orang per orang yang bergabung dalam sebuah lembaga, organisasi, atau sub-organisasi. Ia
terdiri dari beberapa orang Syaikh, karenanya disebut Lembaga, Dewan atau Majelis Masyayikh.
Contoh Masyayikh tercermin dalam Undang – Undang No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren
mengamanatkan terbentuknya Majelis Masyayikh sebagai instrumen penting guna mewujudkan
Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren. Contoh Majelis Masyayikh sebagaimana berikut
ini :
1) KH. Azis Afandi (Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat).
2) KH. Abdul Ghoffarrozin, M.Ed (Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah).
3) Dr. KH. Muhyidin Khotib (Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa
Timur).
4) Nyai Hj. Badriyah Fayumi, MA (Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Bekasi,
Jawa Barat).
5) Prof. Dr. KH. Abd. A’la Basyir (Pesantren Annuqoyah, Guluk – Guluk, Sumenep, Jawa
Timur).
Para Masyayikh Nu adalah mereka pendiri dan penggerak jamiyyah Nahdlatul Ulama di
masanya. Para Masyayikh Nu yang umum dikenal (juga dikenang) antara lain : KH.
Muhammad Hasyim Asy’ari Tebuireng, KH. Hasan Gipo, KH. Muhammad Kholil
Bangkalan, KH. Abdul Wahid Hasyim, KH. Muhammad Dahlan, KH. Abdul Wahab
Hasbullah Tambakberas, dan lain sebagainya.

 Kitab Kuning

Kitab Kuning adalah istilah untuk menyebut kitab-kitab klasik karya ulama-ulama
terdahulu atau ulama salaf yang merupakan salah satu elemen utama dalam pengajaran di
pesantren NU.  Pengetahuan yang ditulis dalam kitab kuning adalah sudah tetap. Kalaupun ada
karya-karya baru, kitab-kitab itu tetap berada dalam batas-batas yang jelas dan tidak bisa lebih
dari sekadar ringkasan, penjelasan, dan komentar dari hal-hal yang sudah ditulis sebelumnya.
Pengajaran kitab kuning di pesantren berbasis pada transmisi oral (pengajaran lisan). Teks-teks
dalam kitab-kitab tersebut dibaca keras oleh kiai kepada santrinya yang juga memegang kitab
yang sama sambil membuat catatan. Kemudian kiai memberi komentar dan menjelaskan makna-
maknanya. Santri kemudian membaca kembali kitab itu sambil diperiksa bacaannya oleh kiai.

 Ilmu Ladzuni
Ilmu laduni adalah ilmu yang diberikan lagsung oleh Allah SWT kepada
hamba-Nya yang saleh, bertakwa, dan selalu berusaha membersihkan
hatinya dari nafsu dan sifat-sifat tercela. Ilmu laduni dapat di sebut dengan
ilmu mukasyafah, ilmu wahbi, ilmu ilham dan ilmu illahi. Sebagaimana di
sebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Kahfi ayat 65:

‫وعلمناه من لدنا علما‬

“Dan kami ajarkan padanya (Nabi Khidir) ilmu dari sisi kami.”

Ayat ini menerangkan bahwa Nabi Khidir mendapatkan ilmu laduni langsung


dari Allah SWT. Ilmu laduni dalam literatur kitab-kitab salaf tidak hanya
diperoleh oleh nabi khidzir saja, seorang wali atau sufi bisa memperolehnya.
Dalam keterangan kitab-kitab tafsir di lingkungan ahlussunnah
wal jama’ah, ilmu laduni bisa diperoleh oleh seorang hamba yang taat dan
hatinya bersih. Dan ketetapan ini sudah sangat masyur banyak wali dan sufi
yang mendapatkannya.

Anda mungkin juga menyukai