Anda di halaman 1dari 6

Nama :M. Imany.

R Asisten Praktikum
NIM : G34180093 1. Devi Risvia F G34160023
Kel/Lab : 9/Bio 1 2. M. Aldi Nasrulloh G34160036
Hari,tanggal : Selasa, 28 Januari 2020 3. Habibah Zam Z G34189501

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH


Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui cara menghitung produksi dan laju
dekomposisi serasah pada ekosistem terrestrial
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Serasah adalah bahan-bahan yang telah mati, terletak di atas permukaan
tanah yang nantinya akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Serasah
merupakan bahan organik yang dihasilkan oleh tanaman yang akan dikembalikan
ke dalam tanah. Serasah tanaman dapat berupa daun, batang, ranting, bahkan akar.
Dekomposisi serasah merupakan peristiwa perubahan secara fisik maupun kimiawi
yang sederhana oleh mikroorganisme tanah baik bakteri, fungi, dan hewan tanah
lainnya. Peristiwa ini sering juga disebut mineralisasi yaitu proses penghancuran
bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman yang berubah menjadi
senyawa senyawa anorganik sederhana. Proses dekomposisi ini penting dalam
siklus ekologi dalam hutan sebagai salah satu asupan unsur hara ke dalam tanah
Proses dekomposisi serasah berperan penting dalam siklus karbon dan nutrisi lain
( Susanti dan Halwany 2017).
Salah satu sumber hara yang masuk adalah serasah karena mempunyai
peranan penting bagi tanah dan miroorganisme. Setelah mengalami penguraian atau
proses dekomposisi, serasah menjadi senyawa organik sederhana dan menghasilkan
hara, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Peran serasah dalam
proses penyuburan tanah dan tanaman sangat tergantung pada laju produksi dan laju
dekomposisinya. Selain itu komposisi serasah akan sangat menentukan dalam
penambahan hara ke tanah dan dalam menciptakan substrat yang baik bagi
organisme pengurai. Laju dekomposisi serasah dapat dihitung dari perubahan bobot
kering serasah selama proses dekomposisi. Perubahan bobot serasah per satuan
waktu disebabkan terjadinya proses dekomposisi dimana mikroorganisme tanah
memanfaatkan karbon serasah sebagai bahan makanan dan membebaskannya
sebagai CO . Perubahan bobot molekul juga terjadi pada proses dimana senyawa
kompleks yang berbobot molekul tinggi akan diubah menjadi senyawa yang lebih
sederhana dengan bobot molekul yang lebih rendah ( Aprianis 2011) .

Metode

Dipilih ekosistem terrestrial yang ditumbuhi pohon yang tinggi-sedang

Dibuat perangkap serasah (trap) dengan jala nilon berukuran 1x1 m2

Diikat trap dengan petak kayu pada tempat yang diperkirakan banyak bagian
tumbuhan jatuh

Diamati selama 2 minggu dan diambil serasah saat minggu ke-3

Ditimbang serasah dan diambil 5-10 gram

Dimasukkan dalam trap dan dikembalikan ke tempat pengambilan trap


Diamati selama 3 minggu dan diambil pada minggu ke-4

Ditimbang dan dioven selama 24 jam

Ditimbang hasil oven dan dicatat massanya

Hasil Pengamatan
Tabel 1 Bobot saat panen produksi serasah

Panen
Bobot basah (g) Bobot Kering (g)
1 Hutan Biokimia 2,2 2
2 Hutan Biolapang 9,6 7,8
3 Hutan Pinus 50,0 42,6
Plot Lokasi

Tabel 2 Keadaan tanah dan serasah saat panen dekomposisi


Keadaan
Plot Lokasi
Tanah Serasah
1 Hutan Biokimia Lembab Kering
2 Hutan Biolapang Lembab Kering
3 Hutan Pinus Kering Kering

Tabel 3 Bobot panen dekomposisi serasah

Bobot Basah Bobot Laju


Plot Lokasi
(g) Kering (g) Dekomposisi

1 Hutan Biokimia 8,3 4,384 0,03


2 Hutan Biolapang 8,4 3,665 0,039
3 Hutan Pinus 11,6 6,664 0,026
Contoh Perhitungan :
Laju dekomposisi → Xt = 3,665 g t = 21 hari Xo = 8,4 g
Rumus ➔ Xt = Xo e-kt
𝑋𝑡
ln( ) = -kt
𝑋𝑜
3,665
ln( ) = -k (21)
8,4
K = 0,039

Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan , pada Hutan Pinus spesies
nya di dominasi oleh Pohon Pinus dan semak kecil . Pada Hutan Biokimia spesies
nya kebanyakan adalah pohon karet ,herba dan semak . Hutan Biolapang memiliki
spesies yang lebih beragam yaitu pohon salak , pisang, karet dan pohon berkayu
lain nya . Pada Hutan Pinus keadaan tanah nya kering dan memiliki bobot serasah
paling besar saat panen , sementara pada Hutan Biolapang dan Hutan Biokimia
keadaan tanah cenderung basah dan lembab ,hasil dari bobot panen Hutan
Biolapang dan Hutan Biokimia lebih ringan ketimbang Hutan pinus . Hal tersebut
menunjukan kondisi tanah dan iklim mempengaruhi jumlah serasah yang di dapat .
Pada Hutan Pinus persebaran cahaya yang di dapat tanaman merata karena bentuk
daun pinus yang ramping tidak menghalangi cahaya yang masuk pada tanah yang
berada dibawah nya . Sementara pada Hutan Biolapang dan Biokimia di dominasi
pohon besar dengan daun lebar sehingga persebaran cahaya tidak merata
menghasilkan tanah dengan kondisi lembab dan basah .

Produksi seresah sangat dipengaruhi jumlah kerapatan tegakan di daerah


pengamatan. Sedangkan hubungan antara biomassa dan jumlah jenis tumbuhan
relatif kecil. Hubungan tersebut mengindikasikan bahwa jumlah jenis tidak
berpengaruh terhadap produksi seresah. Jumlah produksi seresah yang dihasilkan
dari suatu tegakan sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Pada umumnya
tumbuhan perdu atau pohon menggugurkan daunnya pada musim kemarau seperti
kakao, karet, dan durian, sehingga pada musim kemarau tumbuhan memiliki
produksi seresah yang lebih banyak jika dibandingkan pada musim hujan Musim
sangat mempengaruhi jumlah produksi seresah karena pada musim kemarau untuk
mengurangi laju penguapan tanaman menggugurkan daunnya. Hal ini dilakukan
secara alami agar pohon tetap bertahan hidup ( Riyanto et al 2013).

Laju dekomposisi pada tiap Hutan memiliki hasil yang berbeda beda . Pada
Hutan Biokimia laju dekomposisi sebesar 0,03 dan pada Hutan Biolapang sebesar
0,39 , sementara pada Hutan Pinus memiliki laju dekomposisi yang paling rendah
yaitu sebesar 0,026. . Laju dekomposisi serasah dipengaruhi oleh faktor
lingkungan,seperti pH; iklim (temperatur, kelembaban); komposisi kimia dari
serasah dan mikroorganisme tanah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
beberapa sifat kimia seperti kandungan awal lignin, selulosa dan karbohidrat
berpengaruh secara nyata terhadap tingkat dekomposisi serasah daun. Tingkat
dekomposisi serasah daun dilaporkan berhubungan dengan kandungan awal lignin
dan selulosa , dan kandungan awal nitrogen ( Devianti dan Tjahjaningrum 2017) .

Simpulan
Produksi serasah dapat dihitung dengan melakukan penimbangan bobot
basah terlebih dahulu dan dilanjutkan pengukuran bobot kering . Bobot kering
didapatkan Ketika serasah sudah di keringkan melalui oven . Perhitungan Laju
dekomposisi serasah dapat dilakukan dengan pembagian bobot kering dan bobot
basah dan pembagian lama waktu proses dekomposisi . Semakin besar selisih bobot
kering dan basah maka semakin besar laju dekomposisinya

Daftar Pustaka
Aprianis Y . 2011. Produksi dan laju dekomposisi serasah Acacia crassicarpa A.
Cunn. di PT. Arara Abadi .Jurnal Tekno Hutan Tanaman . 4 (1) : 41 – 47

Devianti OKA, Tjahjaningrum TD. 2017. Studi laju dekomposisi serasah pada
Hutan Pinus di Kawasan Wisata Taman Safari Indonesia II Jawa Timur.
Jurnal Sains dan Seni. 6(2): 87-91.
Riyanto , Indriyanto , Bintoro A . 2013 . Produksi serasah pada tegakan hutan di
blok penelitian dan Pendidikan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
Provinsi Lampung . Jurnal Sylva Lestari . 1 (1) : 1 – 8

Susanti P D , Halwany W . 2017 . Dekomposisi serasah dan keanekaragaman makro


fauna tanah pada Hutan Tanaman Industri Nyawai ( Ficus Variegate . Blume)
Jurnal Ilmu Kehutanan . 11 (1) : 212 – 223

Anda mungkin juga menyukai