Anda di halaman 1dari 44

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/348915514

Perkembangan Konsep Work Engagement: Dari Personal Engagement Sampai


Holistic Work Engagement

Chapter · January 2021

CITATIONS READS

0 1,700

1 author:

Nopriadi Saputra
Binus University
143 PUBLICATIONS   242 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

PENGARUH SERVANT LEADERSHIP DAN TEKNOLOGI INFORMASI KOMUNIKASI TERHADAP EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA HOTEL CIPUTRA JAKARTA View project

Learning Agility and Digital Quotient View project

All content following this page was uploaded by Nopriadi Saputra on 31 January 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Manajemen:
Teori dan
Perkembangannya

Adler Haymans Manurung


Rano Kartono
David Tjahjana
Diena D. Tjiptadi
Nopriadi Saputra

BINA NUSANTARA UNIVERSITY

PT Adler Manurung Press, Januari 2021


Sanksi Pelanggaran
Pasal 44 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1987
Tentang Hak Cipta

1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak


mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau
memberi izin untuk itu, dipidana dengan penjara paling
lambat 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

ii
Manajemen: Teori
dan
Perkembangannya

@Adler Haymans Manurung


@Rano Kartono @David
Tjahjana @Diena D. Tjiptadi
@Nopriadi Saputra

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang


All rights reserved
Cetakan Pertama : Januari 2021

Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Adler Manurung Press


Design Cover : Lukman Hakim Sangapan
Editor : Junjungan Gogo Manurung, SE

XIV + 493 hal, 17,5 x 25 cm


ISBN : 978-979- -

Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan


sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari
Penerbit. Dicetak oleh: Percetakan CV Kharisma Isi diluar
tanggung jawab percetakan

iii
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkatnya yang berlimpah sehingga buku Manajemen Teori dan
Perkembangannya dapat diselesaikan dengan baik. Buku ini merupakan
kolaborasi para Doktor alumni dari Universitas Bina Nusantara. Penulisan
buku ini digagas oleh Prof. Dr. Adler Haymans Manurung dengan
mempertimbangkan minimnya buku yang membahasan perkembangan
teori manajemen, terutama dalam Bahasa Indonesia.

Tujuan dari penulisan buku ini adalah untuk memberikan sumber pustaka
bagi mahasiswa strata Magister dan Doktor tentang awal pembentukan,
perkembangan dan tren dari teori-teori di bidang manajemen.

Teori adalah dasar dan landasan bagi riset akademik. Untuk semua pihak
yang berkeinginan mendalami pengetahuan dalam bidang manajemen,
maka pengetahuan akan teori-teori penting dari bidang manajemen harus
dipahami dengan baik. Untuk mahasiswa strata Magister dan Doktor
yang sedang melakukan riset dan menulis karya ilmiah, Ground Theory
adalah merupakan bagian penting. Disamping itu dalam melakukan riset
atau penulisan jurnal, kontribusi kepada ilmu pengetahuan akan selalu
ditekankan. Buku Manajemen Teori dan Perkembangannya, diharapkan
dapat menjadi sumber Pustaka yang baik untuk mahasiswa strata
Magister dan Doktor yang mendalami bidang manajemen.

Di dalam buku ini dibahas beberapa teori-teori penting bidang


manajemen seperti:

iv
Bab 1. Teori Kinerja Perusahaan

Bab 2. Teori Keuangan

Bab 3. Teori Kempemimpinan: Perkembangan dan Tren Terkini

Bab 4. Project Management: Perkembangan Teori yang Mendasari

Bab 5. Resources Based View (RBV)

Bab 6. Teori Keunggulan Kompetitif yang berkelanjutan

Bab 7. Teori Kapabilitas Dinamik

Bab 8. Teori Pengembangan Organisasi

Bab 9. Applying Absorptive Capacity in Enterprise KMS

Bab 10. Perkembangan konsep Work Engagement:Dari Personal


Engagement sampai Holistic Wok Engagement

Bab 11. Perkembangan Teori Perilaku Konsumen

Bab 12. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perlilaku Konsumen

Bab 13. Teori Entrepreneurship

Bab 14. Intraprenuership: Revolusi Teori dalam Manajemen

Bab 15. Teori Kontigensi

Penulisan buku ini merupakan salah satu kontribusi ilmiah bagi bangsa
Indonesia dari alumni Doktor lulusan Universitas Bina Nusantara. Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyampaiannya. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki buku ini
untuk kepentingan bersama akan diterima dengan sangat terbuka.

v
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof.
Dr. Ir. Harjanto Prabowo, Rektor Universitas Bina Nusantara, yang sudah
memberikan kesempatan untuk terealisasinya buku Manajemen Teori
dan Perkembangannya. Terima kasih dan apresiasi juga kami sampaikan
kepada isteri dan keluarga atas dukungan penuh mereka yang
memungkinkan kami menyelesaikan buku ini.

Jakarta, Januari 2020

Editor

Adler Haymans Manurung


Rano Kartono
David Tjahjana
Diena Tjiptadi
Nopriadi Saputra

vi
Kata Sambutan

Pertama dan utama sekali mari kita sampaikan puji syukur ke Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sajalah buku ini dapat
diselesaikan dengan baik.

Kedua, Saya mengucapkan selamat kepada Bapak dan Ibu Alumni DRM
Binus Business School yang telah menjalin kerja sama dan membina hubungan
yang baik dengan program DRM Binus sehingga tercetusnya ide untuk menulis
buku berjudul “Teori Manajemen dan Perkembangannya” ini. Buku ini sumber
pokoknya adalah kumpulan tulisan tentang konsep dan teori manajemen serta
perkembangannya dari para peneliti terdahulu. Sehingga buku ini diharapkan
dapat mendukung peningkatan kemampuan para mahasiswa dalam
pemahaman, penulisan, penelitian, dan pembahasan akademis. Terkhususnya,
saya melihat buku ini akan sangat berguna untuk membantu penyusunan
Tinjauan Pustaka pada tugas akhir para mahasiswa yang sedang menyelesaikan
program S1, S2 maupun S3 mereka.

Ketika program DRM dan Alumni DRM menawarkan untuk


membukukan berbagai teori manajemen dan perkembangannya, saya sambut
dengan gembira inisiatif ini karena dengan demikian buku ini bisa menjadi salah
satu sumber referensi bagi mahasiswa Binus Business School yang sedang
menempuh perkuliahan ataupun yang tengah menyelesaikan tugas akhir
mereka. Saya memahami bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak karena teori
manajemen terus berkembang secara kumulatif dalam suatu proses penelitian
yang panjang. Teori, konsep, dan gagasan tentunya akan selalu berinteraksi
dengan teori, konsep dan gagasan yang lain seriring dengan perkembangan
zaman, oleh karenanya dari buku ini saya berharap akan lahir gagasan, konsep
atau bahkan teori manajemen yang baru di kemudian hari.

Salam sukses selalu untuk para penulis dan program DRM Binus Business School.

Dezie Leonarda Warganegara, Ph.D


BINUS Business School Director

vii
Daftar Isi

Bab 1 Teori Kinerja Perusahaan 1


Bab 2 Teori Keuangan 39
Bab 3 Teori Kepemimpinan: Perkembangan dan Tren Terkini 82
Bab 4 Project Management: Perkembangan Teori
yang Mendasari 101
Bab 5 Resource-Based View (RBV) 137
Bab 6 Teori Keunggulan Kompetitif yang Berkelanjutan 149
Bab 7 Teori Kapabilitas Dinamik 169
Bab 8 Teori Pegembangan Organisasi 239
Bab 9 Applying Absorptive Capacity in Enterprise KMS 271
Bab 10Perkembangan Konsep Work Engagement: Dari Personal
Engagement sampai Holistic Work Engagement 299
Bab 11Perkembangan Teori Perilaku Konsumen 332
Bab 12Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen 381
Bab 13 Teori Entepreneurship 399
Bab 14 Intrapreneurship: Revolusi Teori dalam Manajemen 417
Bab 15Teori Kontingensi didalam Manajemen 452

viii
Bab 10

Bab 10
Perkembangan Konsep Work
Engagement:
Dari Personal Engagement Sampai
Holistic Work Engagement
Nopriadi Saputra

Pendahuluan
Work engagement merupakan konsep manajemen yang cukup
popular, baik pada kalangan akademik maupun praktisioner
manajemen. Hal ini sejalan dengan riset yang dilakukan oleh
konsultan global Bain & Company sejak tahun 1993 terhadap sekitar
13.000 eksekutif korporasi dari 70 negara. Studi sudah dilakukan 15
kali dengan menjawab pertanyaan utama berupa "apa saja
management tools yang biasa digunakan dan seberapa efektif
berpengaruh terhadap kinerja bisnis?". Dari riset tersebut (Rigby &
Bilodeau,2015) melaporkan bahwa ada 17 management tools yang
paling sering digunakan oleh para eksekutif korporasi di seluruh
dunia dan lima management tools yang paling sering digunakan di
regional Asia adalah customer relationship management, employee
engagement surveys, strategic planning, outsourcing, dan supply
296
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

change management. Di sini terlihat bahwa employee engagement


survey merupakan salah satu management tools yang paling
popular digunakan oleh para praktisi manajemen.

Pengecekan pada tanggal 18 Nopember 2020 menggunakan mesin


pencari Google, Google Scholar, dan Science Direct diperoleh hasil
seperti pada Tabel 1. Kata engagement memperoleh sekitar 896 juta
hasil di Google dan 4,8 ribu hasil di Google Scholar. Sementara itu
pada basis data ilmiah seperti Science Direct untuk kata engagement
dibahas dalam 229 ribu naskah yang berupa review article, research
article, encyclopaedia, book chapter, conference abstracts, dan book
review. Istilah work engagement jauh lebih banyak dibahas pada
Google, Google Scholar, maupun Science Direct daripada istilah
employee engagement maupun job engagement. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam kaitannya dengan tema engagement,
istilah work engagement lebih banyak digunakan daripada istilah
employee engagement ataupun job engagement. Karena itulah
tulisan ini memilih tema work engagement sebagai pembahasan.

Istilah work engagement bila dialihbahasakan ke dalam bahasa


Indonesia menggunakan https://translate.google.com/ menjadi
keterlibatan kerja. Padanan tersebut tidak begitu tepat karena istilah
keterlibatan kerja dalam ranah organisational behavior adalah job
involvement. Oleh karena itu, pada tulisan ini diusulkan untuk padanan
dari work engagement adalah keterlekatan kerja. Menurut Kamus Baku
Bahasa Indonesia (KBBI), kata keterlekatan berasal dari kata dasar
“lekat” yang berarti sangat erat menempel, jika diraba
297
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

(seperti lem atau kanji). Atau juga dari kata kerja “melekat” yang
berarti menempel benar-benar sehingga tidak mudah dilepas. Atau
juga dari kata sifat “terlekat” yang berarti telah melekat atau
dilekatkan. Karena itu untuk selanjutnya work engagement
mengunakan padanan kata keterlekatan kerja pada tulisan ini

Berdasarkan penelusuran pada Google Scholar terdeteksi sepuluh


artikel ilmiah yang paling banyak dikutip atau disitasi oleh para
akademisi dalam membahas dan melakukan penelitian yang terkait
dengan tema work engagement. Artikel ilmiah pertama dan
sekaligus paling banyak dikutip atau disitasi adalah artikel Kahn
(1991). Artikel tersebut dipublikasikan pada jurnal Academy of
Management Journal. Ini merupakan titik awal dari pembahasan
mengenai work engagement dalam ranah ilmiah. Posisi saat ini – 18
Nopember 2020, artikel tersebut telah dikutip lebih dari 10 ribu
naskah ilmiah lainnya di seluruh dunia.

Tabel 1. Hasil Pencarian Kata Engagement pada Mesin Pencari

Artikel kedua yang juga banyak disitasi adalah tulisan Harter,


Schmidth, dan Hayes (2002) yang berjudul Busines-unit level
relationship between employee satisfaction, employee engagement
and business outcomes: A meta-analysis. Sebuah tulisan yang

298
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

melakukan review atas berbagai naskah yang membahas employee


engagement dan keterkaitannya dengan kepuasan pegawai dan
dampak terhadap bisnis perusahaan. Artikel ini dikutip lebih dari
6.000 artikel ilmiah lainnnya. Sedangkan artikel ketiga yang paling
banyak dikutip terkait keterlekatan kerja adalah tulisan Saks (2006)
yang melakukan uji empiris terhadap pengaruh lima faktor sebagai
anteseden dari keterlekatan pegawai terhadap dua jenis
keterlekatan pegawai dan pengaruh keterlekatan pengawai terhadap
lima business outcome sebagai konsekuensi dari keterlekatan
pegawai. Tabel 2 memaparkan sepuluh artikel yang paling banyak
dikutip berkaitan dengan tema keterlekatan kerja atau keterlekatan
pegawai. Sepuluh naskah yang dikutip sekurangnya lebih dari 2.000
naskah ilmiah lainnya.

Evolusi Awal Konsep Keterlekatan Kerja


Dengan menggabungkan pandangan Shuck dan Wollard (2010)
dengan pemikiran Welch (2011), kita dapat menyadari bahwa
konsep keterlekatan kerja mengalami evolusi yang panjang.
Setidaknya pada masa awal perkembagannya, telah terjadi tiga
gelombang atau fase yang terkait dengan keterlekatan kerja. Ketiga
gelombang tersebut sebagai berikut:
Gelombang pertama terjadi pada tahun 1990 sampai 1999. William
A. Kahn adalah psikolog yang pertama kali membahas mengenai
mengenai konsep keterlekatan kerja secara definitif lewat sebuah
artikel yang berjudul “Psychological Conditions of Personal
Engagement and Disengagement at Work” (Kahn, 1990). Beliau
mengunakan istilah personal engagement, yaitu “kesungguhan dari
299
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

anggota organisasi untuk menjalankan peran-perannya lewat


mengekspresikan kerjanya secara fisik, secara kognitif maupun
secara emosional sehingga mencapai kinerja yang diharapkan”
(Shuck & Wollard, 2010; Sakovska, 2012; Welch, 2011; Andrew &
Sofian, 2012). Kahn selaku penggagas Role Theory dalam psikologi
industri, memandang keterlekatan personal sebagai kondisi
psikologis yang menyertai individu dalam menjalankan perannya
dalam sistem sosial. Pada gelombang pertama ini pembahasan
mengenai keterlekatan kerja masih sangat terbatas. Tulisan Kahn
(1991) dinilai satu-satunya naskah ilmiah yang terpublikasi pada
jurnal terkemuka yang membahas mengenai keterlekatan kerja.

Sampai akhirnya pada tahun 1999, buku manajemen kontemporer yang


berjudul First Break All the Rules (Buckingham & Coffman, 1999)
mendapat sambutkan meriah dari khalayak ramai. Buku ini mengusung
tema positive psychology yang memberikan inspirasi bahwa untuk
menjadi individu, kelompok, dan organisasi yang hebat; maka haruslah
berfikus pada kekuatan atau strength, bukan pada kelemahan.
Strengthening the strength bukan fixing the weakness. Untuk menjadi
great company, perusahaan harus dapat attract, focus, and keep
pegawai-pegawai mereka yang berbakat (talented employees). Hal
yang khas dari buku ini adalah diperkenalkannya Q-12 Gallup
Questionnaires - dua belas pertanyaan untuk mengukur level
keterlekatan karyawan. Buku ini berhasil menginsipirasi banyak orang
dan membuat kata employee engagement menjadi buzzword yang
dipergunakan oleh berbagai kalangan praktisi maupun akademisi
manajemen. Dan sejak saat itulah, gelombang pertama

300
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

berakhir dan perkembangan konsep work engagement memasuki


gelombang kedua.

Tabel 2. Sepuluh Artikel Imiah Work Engagement yang Paling


Banyak Disitasi

Gelombang kedua terjadi pada tahun 2000 sampai dengan 2005.


Pada gelombang ini banyak sekali perusahaan konsultan manajemen
terkemuka dunia yang membahas dan memperbincangkan mengenai
keterlekatan pegawai. Beberapa perusahaan seperti Gallup Towers
Watson, Corporate Leadership Council, ASTD and SHRM
301
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

menyatakan bahwa mereka adalah pakar atau ahlinya dalam hal


pengembangan keterlekatan kerja atau pegawai. Pada gelombang
kedua ini keterlekatan kerja berkembang ke berbagai arah
pembahasan tanpa ada dasar pijakan ilmiah yang kuat. Konsep-konsep
yang menyenangkan untuk dipahami namun tidak pernah diuji secara
empiris berkembang dengan pesat. Sementara itu pada periode ini
para akademisi juga mulai melakukan pembuktian empiris terhadap
fenomena keterlekatan kerja. Gelombang kedua ini juga diwarnai oleh
artikel Maslach, Schaufeli, dan Leiter (2001) yang mengulas mengenai
job burn-out yang berdampak terhadap disengagement. Job burnout
didefinisikan sebagai Konsekuensi negatif dari tekanan emosional dan
interpersonal atas pekerjaan yang terlihat dari kelelahan, sinisme, dan
ketidak-berdayaan. Secara bersamaan Demerouti, Bakker, Nachreiner,
dan Schaufeli (2001) mengembangkan model job demand-resources
(JD-R model) dari burnout. Model ini kemudian menjadikan dasar
teoritis dalam pembahasan mengenai work engagement di kemudian
hari. Kemudian Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker (2002)
mengembangkan instrumen untuk mengukur burn-out dan keterlekatan
kerja. Selanjutnya instrument tersebut dikenal dengan nama UWES –
Utrecht Work Engagement Scale yang terdiri dari dua versi yaitu
UWES-9 dan UWES-17. Keduanya mengukur keterlekatan kerja dalam
tiga dimensi yaitu vigor, dedication, dan absorption. UWES merupakan
instrumen pengukuran keterlekatan kerja yang

302
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

paling sering digunakan oleh para peneliti (Bailey, Madden, Alfes, &
Fletcher, 2015).

Gambar 1. Evolusi Konsep Keterlekatan Kerja (Sumber: Saputra,


(2016))

Gelombang ketiga terjadi pada rentang tahun 2005 sampai 2010.


Antusiasme dan perkembangan yang pesat dari konsep keterlekatan
kerja mendorong para praktisi dan akademisi untuk melakukan
empirical research. Penelitian yang dikembangkan oleh para praktisi
dilakukan oleh lembaga konsultan Gallup (Fleming & Asplund, 2007),
SHRM (Vance, 2006), and ASTD (Czarnowsky, 2008).Sementara itu
para akademisi mempublikasikan dua handbooks, yaitu yang berjudul
Work Engagement - A Handbook of Essential Theory and Research
(Bakker & Leiter, 2010) dan Handbook of Employee Engagement -
Perspectives, Issues, Research and Practice (Albrecht, 2010).Melalui

303
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

kedua buku tersebut, perkembangan konsep keterlekatan kerja


memiliki landasan ilmiah yang kuat yang berkembang pada periode
selanjutnya. Tidak hanya sebagai sebuah konsep popular, namun
juga konsep yang kuat dan memiliki akar-akar ilmiah yang lebih jelas
dan dapat ditelusuri oleh praktisi dan akademisi pada periode
selanjutnya.

Teori-Teori yang Mendasari Keterlekatan Kerja


Sebagai konsep yang populer di kalangan praktisi dan akademisi
manajemen, keterlekatan kerja dapat didekati dari berbagai teori.
Menurut Albrecht (2010) konsep keterlekatan kerja dapat didekati
dari delapan teori, yaitu:
(1) Social Exchange Theory (Blau, 1964) menjelaskan bahwa
mendapatkan sumber daya dari organisasiakan meningkatkan a
feeling of obligation untuk membalasnya denga sikap prososial
dan perilaku yang terkait dengan keterlekatan.

(2) Self-Determination Theory (Deci & Ryan, 1985) mendeskripsikan


bahwa pengalaman keterlekatan membutuhkan pemenuhan
kebutuhan emosional dasar dalam bekerja seperti kompetensi,
otonomi, dan keterhubungan dengan organisasi.

(3) Conservation of Resources Theory (Hobfoll, 1989) menjelaskan


bagaimana pegawai berupaya keras untuk mendapatkan dan
melindungi sumber daya mereka dan mengapa mereka
berkinerja lebih efektif ketika mereka secara individual
mendapatkan akses terhadap sumber daya dan kesempatan
bekerja.

304
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

(4) Job Demands-Resources (Bakker & Demerouti, 2007)


menjelaskan bahwa job resources (seperti otonomi, umpan
balik, dukungan) dan personal resource (seperti self-efficacy,
optimisme, resilience) secara langsung berpengaruh erhadap
keterlekatan kerja yang juga berpengaruh terhadap kinerja pada
in-role maupun extra-role, kreativitas dan hasil finansial.

(5) Job Characteristics Theory (Hackman & Oldham, 1980)


menjelaskan bahwa karakteristik suatu pekerjaan akan
berpengaruh terhadap kondisi psikologis dari pemangku
pekerjaan tersebut dan akhirnya berdampak terhadap hasil
kerja. Pekerjaan yang memiliki karakteristik dengan
keterampilan yang bervariasi (skill variety), memiliki identitas
tugas (task identity) dan juga memiliki arti penting tugas (task
significance) akan menimbulkan kondisi perasaan
kebermaknaan (meanigfulness) dari pekerjaan tersebut.
Pekerjaan yang memberikan otonomi (autonomy) akan
menimbulkan perasaan bertanggung jawab terhadap hasil
(responsible for the result). Sedangkan pekerjaan yang
memberikan umpan balik (feedback from job) akan menimbulkan
kesadaran atas hasil aktual bagi pemangku pekerjaan dari
pekerjaannya tersebut. Kondisi perasaan kebermaknaan,
bertanggung jawab terhadap hasil dan menyadari akan hasil
aktual dari suatu pekerjaan akan menghasilkan kepuasan dan
efektivitas kerja yang tinggi (Kessler et al., 2013).

(6) Social Identity Theory (Tajfel, 1974), memprediksi perilaku antar


kelompok tertentu berdasarkan perbedaan status kelompok,
305
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

legitimasi dan stabilitas yang dipersepsikan akibat adanya


perbedaan status tersebut, dan kemampuan yang dipersepsikan
dalam berpindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya.

(7) Role Theory (Kahn, 1990); sebuah konsep sosilogi dan psikologi
sosial yang mempertimbangkan bahwa hampir setiap hari
aktivitas yang dilalukan merupakan cerminan dari socially
defined categories atau status sosial yang dijalankan atau peran
sosial yang diharapkan (misalnya, guru, manajer, atau program
acara). Setiap peran memiliki seperangkat hak, kewajiban,
tugas, dan ekspektasi

(8) Broaden-and-Build Theory (Fredrickson, 2001) menyatakan


bahwa emosi positif seperti kegembiraan dan kebahagiaan
dapat memperlebar kesadaran dan keberanian seseorang untuk
memunculkan pemikiran-pemikiran dan tindak-tindakan unik,
beragama, dan ekploratif.

Dari ke delapan teori tersebut, Job Demand- Resource merupakan


teori yang paling sering digunakan dalam beragam studi empiris
terdahulu (Bailey, Madden, Alfes, & Fletcher, 2015).

Definisi, Anteseden, dan Konsekuensi dari Keterlekatan Kerja


Berdasarkan systematic literature review terhadap 214 artikel ilmiah
terpilih yang dilakukan oleh Bailey, Madden, Alfes, dan Fletcher
(2015); keterlekatan kerja telah didefinisikan dalam beberapa
perspektif atau sudut pandang.

306
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

 Personal Role Engagement. Kahn (1990) memandang


keterlekatan kerja sebagai keterlekatan pribadi terhadap peran
yang diharapkan dalam sistem sosial tertentu. Keterlekatan ini
ditampilkan berupa ekspresi kognitif (pikiran), ekspresi emosional
dan ekspresi fisik terhadap diri orang tersebut secara otentik pada
pekerjaannya.
 Work Task atau Job Engagement. Keterlekatan kerja sebagai
positive state of mind yang diaktifkan dan diarahkan kepada
aktivitas-aktivitas pekerjaan yang dilakukan. Keterlekatan juga
merupakan antisis positif dari job burn-out. Ini merupakan
pendekatan yang paling banyak digunakan oleh para peneliti
dalam mendefinisikan keterlekatan kerja. Ini dikenal juga sebagai
pendefinisian ala Ultrect Group, yaitu keterlekatan kerja sebagai
positive, fulfilling, work-related states of mind. (Schaufeli et al.
2002).
 Multidimensional Engagement. Keterlekatan kerja dipandang
sebagai sebuah konstruk yang unik dan berbeda yang mencakupi
komponen kognifitf, emosional, dan perilaku yang terkail dengan
kinerja peran individu seseorang. Keterlekatan kerja dibedakan
menjadi keterlekatan individu dan keterlekatan organisasional
(Saks, 2006)
 Beberapa studi lainnya mendefisinisikan keterlekatan kerja
sebagai suatu konstruk yang merupakan konstruk komposit atas
sikap dan perilaku (Swanberg et al., 2011), praktek manajemen
(Arrowsmith and Parker 2013) atau pun sebagai self-management
(Britt, Castro, & Adler, 2005).

307
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Studi empiris pertama yang mengulas mengenai faktor-faktor yang


menjadi antecedent dan consequences dari keterlekatan kerja adalah
tulisan Saks (2006) yang diterbitkan pada Journal of Managerial
Psychology. Artikel ini melakukan uji empiris terhadap enam faktor
yang berpengaruh sebagai anteseden dari keterlekatan kerja yaitu:
(1) karakteristik pekerjaan, (2) perceived organizational support, (3)
perceived supervisor support, (4) penghargaan dan rekognisi, (5)
procedural justice, dan (6) distributive justice. Sementara itu,
keterlekatan kerja juga terbukti memberikan dampak signifikan
terhadap empat hal yaitu: (1) kebahagiaan kerja, (2) komitmen
organisasi, (3) intensi untuk keluar dari perusahaan, dan (4)
organizational citizenship behaviour.

Gambar 2. Anteseden dan Konsekuensi dari Keterlekatan Kerja


(Saks, 2006)

Sementara itu pada tahun 2019, Saks melakukan pemutakhiran model


antesenden dam konsekuensi dari keterlekatan kerja dengan
menambahkan lima anteseden dan lima konsekswensi lainnya.
Anteseden tamabahan tersebut berupa: (6) fit perceptions, (7)
kepemimpinan, (8) kesempatan untuk belajar dan bertumbuh, (9)
tuntutan pekerjaan, (10) sumber daya personal, dan (11) karakteristik

308
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

disposisional. Sementara itu, tambahan Konsekuensi lain yang terbukti


secara empiris dari keterlekatan kerja berupa: (5) kinerja tugas, (6)
extra-role performance, (7) kesehatan dan kesejahteraaan, (8) stress
dan beban kerja, dan (9) kepenatan (burnout).

Gambar 3. Anteseden dan Konsekswensi dari Keterlekatan Kerja


(Sumber: Saks (2019))

Berdasarkan systematic literature review terhadap 214 artikel ilmiah


terpilih yang dilakukan oleh Bailey, Madden, Alfes, dan Fletcher (2015);
keterlekatan kerja dipengaruhi oleh beragam faktor atau anteseden
yang dikelompokkan dalam lima kategori anteseden, yaitu:

(1) Faktor Psikologis Individual. Hal ini merupakan persepsi positif


individual terhadap dirinya sendiri yang memiliki kekuatan dan
kemampuan individual. Faktor-faktor yang terbukti mempengaruhi
keterlekatan kerja secara empiris dalam kategori ini adalah: self-
efficacy, resilience, personal resources, positive affect, optimisme,
recovery/relaxation experiences atau self-care,
pemberdayaan psikologis, kepuasan kerja, burnout, promotive
psychological ownership, kegirangan dalam bekerja,
309
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

keperibadian proaktif, motivasi situasional, moral identity


centrality, work centrality, emotion recognition, achievement
striving, extraversion, komitmen afektif, authentic functioning,
dan core self-evaluation.
(2) Faktor yang Bertalian dengan Pekerjaaan. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap keterlekatan kerja yang terbukti secara
empiris dan termasuk dalam kategori ini adalah job resources atau
sumber daya pekerjaan, job demand, job crafting, job control,
pemberdayaan struktural, kecocokan pekerjaan dan peran, job
enrichment, role clarity, kualitas pekerjaan, intensitas pekerjaan,
kepuasan terhadap jadwal pekerjaan, dan role conflict.
(3) Faktor Kepemimpinan dan Manajemen. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap keterlekatan kerja yang terbukti secara
empiris dan termasuk dalam kategori ini berupa dukungan
supervisor, kepemimpinan transformasional, kepercayaan
terhadap pemimpin, kepemimpinan otentik, leader-member
exchange, leader-empowering behaviour, kepemimpinan
karismatisk, kepemimpinan etis, supervisory coaching, dan
abusive supervision.
(4) Faktor Persepsi terhadap Organisasi. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap keterlekatan kerja yang terbukti secara
empiris dan termasuk dalam kategori ini berupa : perceived
organization support, contract breach, relational contracts,
kontrak transaksional, organizational identification, persespi
terhadap praktek HRM, psychosocial safety climate, iklim
pelayanan, person–organization fit, value congruence,
communication, remuneration, organizational trust, voice,
310
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

perilaku organisasional positif, dan pegalaman negatif (seperti


pelecehan seksual dan konflik interpersonal).
(5) Faktor Aktivitas dan Intervensi Organisasional. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap keterlekatan kerja yang terbukti
secara empiris dan termasuk dalam kategori ini berupa: program
pelatihan dan pengembangan, cara baru dalam bekerja,
pelatihan mindfulness, dan workload intervention exercise.

Sementera itu, konsekuensi dari keterlekatan kerja dikelompokkan


dalam dua kategori (Bailey, Madden, Alfes, & Fletcher, 2015), yaitu:
konsekuensi kinerja dan konsekuensi moral kerja.

(1) Konsekuensi Kinerja. Keterlekatan kerja terbukti secara


empirik berpengaruh terhadap kinerja individidu yang berupa
task performance, extra-role performance, in-role performance,
dan counterproductive performance. Selain itu, keterlekatan
kerja juga berpengaruh terhadap kinerja tim maupun kinerja
organisasi yang berupa loyalitas pelanggan, kualitas pelayanan,
organization’s technical core, citizenship behaviour, adaptability,
innovasi, dan adaptive service offering.
(2) Konsekuensi Moral Kerja. Keterlekatan kerja secara empirik
berpengaruh terhadap moral kerja seperti well-being and health
perceptions, work-related attitudes, positive health, stress atau
kepenatan (burnout), kepuasan hidup, work ability, positive
affect day-level recovery, turnover intentions, job satisfaction dan
komitmen organisasional.

Holistic Work Engagement – Pendekatan Empat Dimensi

311
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Dalam menghadapi lingkungan bisnis yang highly competitive and


rapidly changing dibutuhkan model pengembangan sumber daya
manusia yang lebih holistik terpadu yaitu Holistic Framework HRD
(Ahmed, Mohd, Arshad, & Sohail, 2016). Tidak hanya
memperhatikan dan mengembangkan aspek fisik (PQ), intelektual
(IQ) dan emosional (EQ) dari sumber daya manusia. Tetapi juga
memperhatikan dan mengembangkan aspek spiritual (SQ). Hal ini
memicu berkembangnya pandang holistik terhadap sumber daya
personal dalam model JD-R, dimana sumber daya personal
seharusnya tidak hanya berkaitan dengan aspek fisik, intelektual
dan emosional saja tetapi juga mulai memperhatikan aspek spiritual.

Tiga definisi yang yang paling banyak digunakan oleh para peneliti
(Bailey et al., 2015), yaitu: Kahn (1990), Schaufeli et al. (2002), dan
Saks (2006). Kahn (1990) menjelaskan bahwa keterlekatankerja
adalah keterlekatan personal, dimana seseorang mengekspresikan
kesungguhan untuk menjalankan peran dalam pekerjaan secara
fisik, kognitif, maupun emosional. Karena dengan menjalankan
peran pada pekerjaan tersebut, individu yang bersangkutan
merasakan kebermaknaan (meaningfulness), merasa aman
terlindungi (safety), dan merasa tercukupi sumber daya yang
dibutuhkan untuk bekerja (availability).

Sementara itu Schaufeli et al. (2002) menjelaskan bahwa


keterlekatan kerja merupakan antesis dari work burn-out yang
merupakan kondisi motivasional afektif seseorang yang
berkecukupan atas pekerjaannya dan direfleksikan dengan: (1)
absorption - penuh konsentrasi, larut dalam pekerjaan dan
312
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

merasakan waktu cepat berlalu; (2) dedication - diliputi perasaan


antusias, terinspirasi dan bangga; dan (3) vigor - ditandai dengan
persistensi, energik, dan tidak mudah lelah. Sedangkan Saks (2006)
menjelaskan bahwa keterlekatan kerja merupakan konstruk unik
yang terbentuk atas komponen kognitif, emosional, dan perilaku
yang terkait dengan kinerja seseorang atas peran pribadinya di
dalam organisasi, sehingga terbangunlah keterlekatan terhadap
pekerjaan (job engagement) atau terhadap perusahaan
(organizational engagement).

Kahn (1990) merefleksikan keterlekatan kerja dalam tiga dimensi,


yaitu: meaningfulness, safety dan availability. Adapun safety dan
availability dapat dikategorikan sebagai dimensi emosional.
Sedangkan meaningfulness lebih cenderung dikategorikan sebagai
dimensi spiritual. Definisi yang dikembangkan oleh Kahn (1990)
tidak mengakomodasi dimensi fisik dan dimensi intelektual.
Sementara itu definisi yang dikembangkan oleh Schaufeli et al.
(2002) juga direfleksikan dalam tiga dimensi, yaitu: vigor, absorption,
dan dedication. Dimana vigor dapat dikategorikan sebagai dimensi
fisik, absorption dapat dikategorikan sebagai dimensi intelektual, dan
dedication dapat dikategorikan sebagai dimensi emosional. Dengan
demikian definisi yang dikembangkan oleh Schaufeli et al. (2002)
tidak mengakomodasi dimensi spiritual. Sedangkan definisi yang
dikembangkan Saks (2006) tidak menjelaskan secara spesifik
dimensi yang digunakan, tetapi hanya membedakan subyek dari
keterlekatan menjadi dua kategori, yaitu keterlekatan terhadap
perusahaan (organizational engagement) dan keterlekatan terhadap
pekerjaan (job engagement).
313
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Pada umumnya konsep keterlekatan kerja tersebut direfleksikan dan


diukur dalam tiga dimensi saja (Kahn, 1990; Saks, 2006; Schaufeli &
Bakker, 2004; Schaufeli et al., 2002; M. B. Shuck & Wollard, 2008;
Vance, 2006) dan tidak terintegrasi dengan model pengembangan
sumber daya manusia yang lebih holistik terpadu yaitu Holistic
Framework HRD. Hal ini menyebabkan hasil pengukuran
keterlekatan kerja tidak dapat langsung dikaitkan dengan upaya
pengelolaan sumber daya manusia yang terpadu. Berdasarkan
argumen tersebut di atas, maka artikel ini mengusulkan mengenai
konsep holistic work engagement (Saputra, Sasmoko, &
Abdinagoro, 2018) yang dimaksud keterlekatan kerja pada penelitian
ini adalah kondisi diri yang merupakan satu kesatuan yang utuh
antara fisik, intelektual, emosional, dan spiritual dalam bekerja.
Keterlekatan kerja tersebut direfleksikan dalam empat dimensi yaitu:

1. Terlekat secara fisik (physically engaged) adalah kesediaan dan


kemampuan untuk mendayagunakan kesehatan, kebugaran,
dan daya tahan fisik untuk melakukan pekerjaan;

2. Terlekat secara intelektual (intellectually engaged) adalah


kesediaan dan kemampuan untuk mendayagunakan
kemampuan berpikir, kreativitas, dan fokus-konsentrasi untuk
melakukan pekerjaan;

3. Terlekat secara emosional (emotionally engaged) – kesediaan


dan kemampuan untuk mendayagunakan perasaan bangga,
gembira, dan berdedikasi untuk melakukan pekerjaan;

314
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

4. Terlekat secara spiritual (spiritually engaged) adalah kesediaan


dan kemampuan untuk mendayagunakan transendensi,
pengabdian atau panggilan hidup, kasih-sayang atau
kebermanfaatan bagi orang banyak, dan kebermaknaan hidup
untuk melakukan pekerjaan.

Ada pun perbandingan antara holistic work engagement dan konsep


lainnya seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 4 menjelaskan mengenai
daftar pernyataaan yang dapat digunakan untuk mengukur holistic
work engagement. Sementara Tabel 5 merupakan hasil uji validitas
dan reliabilitas dari model pengukuran dengan second order
construct untuk holistic work engagement (Saputra, Sasmoko, &
Abdinagoro, 2018). Sedangkan Gambar 3 adalah model holistic
work engagement yang sudah diuji menggunakan Lisrel versi 9.3
dan melibatkan 477 responden dari industri perkebunan sawit di
Indonesia (Saputra, Sasmoko, & Abdinagoro, 2018).

Holistic Work Engagement selain terefleksikan dengan baik


ke dalam empat dimensi, juga memudahkan untuk diselaraskan
dengan program pengembangan sumber daya manusia. Program-
program yang dilakukan untuk meningkatkan keterlekatan kerja
dapat ditelusuri secara holistik. Program-program apa yang dapat
diprioritaskan oleh perusahaan? Apakah lebih diprioritaskan pada
program yang berkaitan dengan pengembangan aspek fisik, ataukah
intelektual ataukah emosional ataukah spiritual?

315
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Tabel 3. Perbandingan Holistic Work Engagement dengan Konsep


Lainnya
Konsep Fisik Intelektual Emosional Spiritual
Kahn - Safety,
(1990) Availability Meaningfulness
Maslach Energy Involvement,
et. al Efficacy
(2001)
Schaufeli Vigor Absorption Dedication
et. al.
(2002)
Saputra Terlekat Terlekat Terlekat Terlekat
et. al secara secara secara secara
(2018) Fisik Intelektual Emosional Spiritual
(PHE) (INE) (EME) (SPE)

Hasil pengujian measurement model dari Holistic Work Engagement


pada 477 supervisor dan manajer di industry minyak sawit di
Indonesia (Saputra, Sasmoko, & Abdinagoro, 2018) menunjukkan
bahwa Holistic Work Engagement terefleksikan dengan signifikan
pada dimensi Terlekat secara emosional (EME), Terlekat secara
intelektual (IME), Terlekat secara fisik (PME) dan Terlekat secara
spiritual (SPE).

316
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Tabel 4. Instrumen untuk Mengukur Holistic Work Engagement


(Sumber: Saputra, Sasmoko, & Abdinagoro (2018))

Gambar 4. Model Pengukuran dari Holistic Work Engagement


(Sumber: Saputra, Sasmoko, & Abdinagoro (2018))

317
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Dan hasil uji vailiditas dan reliabilitas pun mengindikasikan bahwa


indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur Holistic Work
Engagement adalah valid. Karena memiliki skor Variance Extracted
(VE) lebih dari 0,5. Sementara itu dimensi-dimensi yang digunakan
adalah reliabel. Karena memiliki Composite Reliability (CR) lebih
dari 0,7. Sebagai sebuah usulan konsep, Holistic Work Engagement
dapat digunakan dan dikembangkan lebih lanjut untuk penelitian dan
praktek pengelolaan keterlekatan kerja di perusahaan-perusahaan di
Indonesia.

Tabel 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas dari Holistic Work


Engagement (Sumber: Saputra, Sasmoko, & Abdinagoro (2018))

Penutup
Konsep Work Engagement telah berkembang lebih dari 30 tahun.
Diawali dengan konsep Personal Engagement yang dikembangkan
oleh Kahn (1990) sampai dengan saat ini mendapatkan perhatian yang
luas baik dari kalangan akademisi maupun praktisi. Artikel ini
memberikan usulan bagaimana konsep work engagement dipandang
dalam perspektif yang holistik yaitu keterlekatan kerja yang tidak
318
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

hanya dilihat dari aspek fisik, intelektual dan emosional; namun juga
dari aspek spiritual.

319
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Biodata Penulis

Dr. Nopriadi Saputra, ST, MM.

Beliau menamatkan pendidikan sarjana dari Telkom University (d/h


STT Telkom Bandung) pada tahun 1997 dari jurusan Teknik dan
Manajemen Industri. Pada tahun 2010, beliau menyelesaikan
pendidikan Magister Manajemen di PPM School of Management
serta pada tahun 2019 beliau meraih gelar Doctor of Research in
Management dari Binus University. Beliau telah menulis dan
menerbitkan dua buku yaitu: Supervisory Playbook (2020) dan
Sustainable Growth Formula (2020) serta menjadi salah satu editor
pada buku Contemporary Issue on Strategic Management in Digital
Era (2020) , Teori Ekonomi dan Aplikasinya dalam Kehidupan
(2020), dan Business Communication – Konsep dan Aplikasi dalam
Kontek Individu, Kelompok, dan Organisasi (2020).

320
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

LAMPIRAN:

INSTRUMEN HOLISTIC WORK ENGAGEMENT


Silakan memberi tanda atau warna pada angka yang dianggap
paling mencerminkan keadaan yang terjadi di PEKERJAAN Anda
saat ini. Angka 1 mewakili keadaan “tidak pernah terjadi” dan angka
5 mewakili keadaan “selalu terjadi” pada pekerjaan saat ini.

1 2 3 4 5
Tak Kadang- Sering Selalu
Jarang
Pernah Kadang Terjadi
Terjadi Terjadi
Terjadi Terjadi

Tak
No Pernyataan-pernyataan Selalu
Pernah
ED01 Saya merasa bangga akan pekerjaan
saat ini 1 2 3 4 5

ED02 Saya merasa berat untuk beralih dari


pekerjaan saat ini 1 2 3 4 5

ED03 Saya merasa gembira ketika hadapi


banyak pekerjaan 1 2 3 4 5

ID01 Pekerjaan mendorong kemampuan


berpikir saya berkembang dengan
1 2 3 4 5
optimal

321
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

ID02 Pekerjaan memberikan saya inspirasi,


ide, atau pemikiran kreatif 1 2 3 4 5

ID03 Saya fokus saat melakukan pekerjaan,


bahkan cenderung mengabaikan hal di
1 2 3 4 5
sekitar

PD01 Saya merasa segar bugar saat mulai


bekerja 1 2 3 4 5

PD02 Saya kuat bekerja lebih banyak atau


lebih lama daripada orang lain 1 2 3 4 5

PD03 Saya semakin sehat dan bugar karena


melakukan pekerjaan dengan rutin 1 2 3 4 5

SD01 Melalui pekerjaan saya menemukan


makna dan tujuan hidup 1 2 3 4 5

SD02 Pekerjaan adalah panggilan hidup saya


1 2 3 4 5

SD03 Pekerjaan memberikan saya


kesempatan untuk bermanfaat bagi
1 2 3 4 5
orang banyak

SD04 Melalui pekerjaan saya merasakan


kehadiran Tuhan 1 2 3 4 5

Daftar Pustaka

322
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Ahmed, Mohd, Arshad, & Sohail (2016). Holistic human resource


development: Balancing the equation through the inclusion of
spiritual quotient. Journal of Management Policy and Practice,
17(1), 94–105

Albrecht, S. L. eds., 2010. Handbook of Employee Engagement:


Perspectives, Issues, Research and Practice, Edward Elgar

Andrew, O. C., & Sofian, S., 2012. “Individual Factors and Work
Outcomes of Employee Engagement”. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 40, 498–508,
http://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.03.222.

Arrowsmith, J. and Parker, J. (2013). The meaning of ‘employee


engagement’ for the values and roles of the HRM

function. International Journal of Human Resource Management, 24,


pp. 2692–2712

Bailey, Madden, Alfes, & Fletcher (2015). The meaning, antecedents


and outcomes of employee engagement: A narrative synthesis.
International Journal of Management Reviews, 00, 1–23

Bakker, A.B. and Demerouti,E., 2014. Job Demands-Resources


Theory, in: Chen, P.Y. and Cooper, C.L., Wellbeing; A
Complete Reference Guide, III, Work and Wellbeing, New
York: Wiley Blackwell, 37-64

Bakker, A. B., Schaufeli, W. B., Leiter, M. P., & Taris, T. W. (2008).


Work engagement: An emerging concept in occupational health
psychology. Work & stress, 22(3), 187-200.
323
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Bakker, A. B., & Leiter, M. P., eds., 2010. Work Engagement; A


Handbook of Essential Theory and Research, East Sussex,
Psychology Press.

Blau, P.M., eds., 1964. Exchange and Power in Social Life, New York:
John Wiley

Britt, T.W., Castro C.A. and Adler, A.B. (2005). Self-engagement,


stressors, and health: a longitudinal study. Personality and
Social Psychology Bulletin, 31, pp. 1475–1486.

Buckingham, M., & Coffman, C., eds., 1999. First, Break All the
Rules; What the World’s Greatest Managers Do Differently,
New York: Simon & Schuster

Christian, M. S., Garza, A. S., & Slaughter, J. E. (2011). Work


engagement: A quantitative review and test of its relations with
task and contextual performance. Personnel psychology, 64(1),
89-136.

Crawford, E. R., LePine, J. A., & Rich, B. L. (2010). Linking job


demands and resources to employee engagement and
burnout: a theoretical extension and meta-analytic test. Journal
of applied psychology, 95(5), 834.

Czarnowsky, M.,2008. Learning’s Role in Employee Engagement;


An ASTD Research Study, Alexandria, VA: American Society
for Training & Development

Deci, E. L., & Ryan, R. M., eds., 1985. Intrinsic Motivation and Self-
Determination in Human Behavior, New York: Plenum.
324
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Demerouti, Bakker, Nachreiner, & Schaufeli (2001). The job


demands-resources model of burnout. The Journal of Applied
Psychology.

Fleming, J.H. and Asplund, J.,eds., 2007. Human Sigma; Managing


the Employee-Customer Encounter, New York, Gallup Press

Fredrickson, B.L., 2001. “The Role of Positive Emotions in Positive


Psychology. The Broaden- and- Build Theory of Positive
Emotions”, American Psychologist, 56(3), 218–226

Hackman, J.R. and Oldham, G.R., eds., 1980. Work Redesign,


Reading, RA: Addison- Wesley

Harter, J. K., Schmidt, F. L., & Hayes, T. L. (2002). Business-unit-


level relationship between employee satisfaction, employee
engagement, and business outcomes: a meta-analysis. Journal
of Applied Psychology, 87(2), 268.

Hobfoll, S.E., 1989. “Conservation of Resources; a New Attempt at


Conceptualizing Stress”, American Psychologist, 44(3), 513–24

Kahn (1990). Psychological Conditions of Personal Engagement and


Disengagement at Work. Academy of Management Journal,
33(4), 692–724.

Kessler, E. H. (Ed.). (2013). Encyclopaedia of management theory.


Sage Publications.

325
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Macey, William H., and Benjamin Schneider. (2008). The meaning of


employee engagement. Industrial and Organizational
Psychology, 1.1, 3-30.

May, D. R., Gilson, R. L., & Harter, L. M. (2004). The psychological


conditions of meaningfulness, safety and availability and the
engagement of the human spirit at work. Journal of
occupational and organizational psychology, 77(1), 11-37.

Maslach, C., Schaufeli, W.B. and Leiter, M.P., 2001. Job Burnout,
Annual Review Psychology, 52(1), 397 – 422

Rich, B. L., Lepine, J. A., & Crawford, E. R. (2010). Job engagement:


Antecedents and effects on job performance. Academy of
management journal, 53(3), 617-635.

Rigby, B. D. and Bilodeau, B., 2015. “Management Tools & Trends


2015”, Bain & Company Report

Sakovska, M., 2012. “Importance of Employee Engagement in


Business Environment; Measuring the Engagement Level of
Administrative Personnel in VUC Aarhus and Detecting Factors
Requiring Improvement”, Unpublished doctoral dissertation,
Denmark : Aarhus University

Saks, A. M. (2006). Antecedents and consequences of employee


engagement. Journal of managerial psychology.

Saks, A. M. (2019). Antecedents and consequences of employee


engagement revisited. Journal of Organizational Effectiveness:
People and Performance.
326
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Salanova, M., Agut, S., & Peiró, J. M. (2005). Linking organizational


resources and work engagement to employee performance and
customer loyalty: the mediation of service climate. Journal of
applied Psychology, 90(6), 1217.

Saputra, N. (2016). Inquiring the Best-Fit Model of Work


Engagement for Digital Talent in the Palm Oil Industry. ON
ECONOMICS AND BUSINESS 2016, 501.

Saputra, N., Sasmoko, & Abdinagoro, S. B. (2018). The holistic work


engagement: A study In indonesia oil palm
industry,. International Journal of Engineering & Technology,
7(4.9), 1-7.

Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma, & Bakker (2002). The


measurement of engagement and burnout: A two sample
confirmatory factor analytic approach. Journal of Happiness
Studies, 3, 71–92

Schaufeli, W.B. & Salanova, M., 2007. “Work Engagement; An


Emerging Psychological Concept and Its Implications for
Organizations”, in: S.W. Gilliland, D.D. Steiner & D.P. Skarlicki,
Eds., Managing Social and Ethical Issues in Organizations,
Greenwich, CT: Information Age, 135–177.

Shuck & Wollard (2008). Employee Engagement: Motivating and


Retaining Tomorrow’s Workforce. New Horizons in Adult
Education and Human Resource Development, 22(221), 48–
53. http://doi.org/10.1002/nha3.10299

327
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
Bab 10

Swanberg, J.E., McKechnie, S.P., Ojha, M.U. and James, J.B.


(2011). Schedule control, supervisor support and work
engagement: a winning combination for workers in hourly jobs?
Journal of Vocational Behavior, 79, pp. 613–624

Tajfel, H., 1974. “Social Identity and Intergroup Behaviour”, Social


Science Information, 14, 101–18

Vance, R.J., 2006. “Employee Engagement and Commitment; A


Guide to Understanding, Measuring, and Increasing
Engagement in Your Organization, Effective Practice
Guidelines”, Alexandria, VA : Society for Human Resource
Management

328
TEORI PERKEMBANGAN KONSEP WORK ENGAGEMENT
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai