Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH AGAMA ISLAM

Manusia, Alam Semesta dan Agama”.

Dosen : Nurhasan, M.Pd.

DISUSUN OLEH:
1. Gina Regina 211120050
2. Aulya Alwani N.Y 211120005
3. Ratu Faradilla MW 211120026
4. Mia Rosmawati 211120040
5. Nadia hilmi naufliyanti 211120018
6. Meira Audry Alzahira 211120045
7. Yogi Agustian Mudzakkar 211120025
8. Agis Khodijah Balqis 211120009

STIKES JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI


2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah Nyalah, sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini, meski penulis sadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi bahasa, penulisan dan penyusunannya.
Adapun dalam penyusunan makalah ini penulis memperoleh data/sumber
dari media online “internet” dan menjelaskan tentang “Manusia, Alam Semesta
dan Agama”.
Penulis berharap agar apa yang tercantum dalam makalah ini, bisa menjadi
pelajaran dan menambah wawasan buat pembaca dan terutama buat diri penulis
sendiri.
Kritik dan saran yang bertujuan membangun dari para pembaca, penulis
akan terima dengan senang hati, untuk penulisan Makalah yang lebih baik lagi.

                                                                                              

                                                                                                  Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar………………………………………………………………………………
Daftar isi……………………………………………………………………………………..
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………………………
1.1 Latar belakang…………………………………………………………………
1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………..

Bab II Isi / Pembahasan……………………………………………………………………


Bab III Penutup……………………………………………………………………………..
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar belakang
Manusia memang harus mengetahui apa yang akan di kerjakan sehingga biar
mendapatkan hal-hal yang baik dan  menggunakan akal sehat, jika ia bertanya
kepada diri sendiri, “Bagaimana saya ada?” ia akan menjawab, “Saya ada entah
bagaimana!” Dengan penalaran demikian, ia akan menjalani kehidupan tanpa
pernah merenungkan masalah-masalah seperti itu.
Dalam perenungan ini, ia tidak perlu takut seperti yang dirasakan sebagian
manusia untuk mencapai kesimpulan “Saya telah diciptakan”. Orang yang tak mau
merenungkan hal ini sebenarnya tidak ingin bertanggung jawab pada sang
Pencipta. Mereka takut harus mengubah gaya hidup, kebiasaan, dan ideologi jika
mengaku telah diciptakan. Oleh karena itu, mereka lari dari ketaatan kepada
Pencipta mereka. Demikianlah sikap yang diambil orang-orang yang mengingkari
Allah dan “mengingkari (tanda-tanda kekuasaan-Nya) karena kezaliman dan
kesombongan mereka, padahal hati mereka meyakini kebenarannya” (QS. An-
Naml, 16: 14).
Sebaliknya, seseorang yang menilai keberadaan dirinya dengan kearifan dan akal
sehat, akan melihat dalam dirinya hanya tanda-tanda penciptaan Allah. Ia
mengakui bahwa keberadaannya bergantung pada kerja sama antara ribuan sistem
rumit, yang tak satu pun ia ciptakan atau ia kendalikan. Ia memahami fakta bahwa
“ia diciptakan”. Dengan mengenal Penciptanya, ia berusaha me-mahami untuk
tujuan apa ia “diciptakan” Tuhan.
Bagi siapa pun yang berusaha memahami makna ciptaan Tuhan, terdapat kitab
petunjuk: Al Quran. Kitab ini adalah panduan yang diberikan kepada semua
manusia yang diciptakan Tuhan di muka bumi.
Bahwa fenomena penciptaan itu terjadi sesuai dengan uraian yang ada dalam Al-
Quran membawa arti sangat penting bagi orang-orang yang berakal.

Kisah penciptaan manusia berawal di dua tempat yang saling berjauhan. Manusia
menapaki kehidupan melalui pertemuan dua zat terpisah di dalam tubuh lelaki dan
perempuan, yang diciptakan saling terpisah namun sangat selaras. Jelas, sperma di
dalam tubuh lelaki tidak dihasilkan atas kehendak dan kendali lelaki tersebut,
sebagaimana sel telur di dalam tubuh perempuan tidak terbentuk atas kehendak dan
kendali perempuan tersebut. Sesungguhnya, mereka bahkan tidak menyadari
pembentukan sel-sel ini.
2.      Rumusan masalah
1.      Apa itu manusia dan alam semesta?
2.      Bagaimana pandangan islam tentang alam?
3.      Bagaimana manusia menurut pandangan islam?
4.      Apa itu agama dan bagaimana ruang lingkupnya?
5.      Bagimana hubungan manusia dengan agama?

3. Tujuan
1.  Mengetahui apa  itu manusia, proses terciptanya manusia, status manusia di bumi,
Mengapa manusia ada di bumi.
2.  Mengetahui apa itu alam semesta dan bagaimana proses terjadinya alam semesta.
3.  Mengetahui apa itu agama dan fungsi dari agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Hakikat Manusia
Hakikat manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki fitrah, akal,
kalbu, kemauan serta amanah. Manusia dengan segenap potensi (kemampuan) kejiwaan
naluriah, seperti akal pikiran, kalbu kemauan yang ditunjang dengan kemampuan
jasmaniahnya, manusia akan mampu melaksanakan amanah Allah dengan sebaik-baiknya
sehingga mencapai derajat manusia yang sempurna (beriman, berilmu dan beramal)
manakala manusia memiliki kemaunan serta kemampuan menggunakan dan
mengembangkan segenap kemampuan karunia Allah tersebut. Dr. Ali Syari’ati dalam
buku yang berjudul “Humanisme antara Islam dan Mazhab Barat menyatakan bahwa, “
manusia adalah makhluk satu-satunya di alam semesta ini yang memiliki Ruh Ilahi dan
bertanggung jawab atas amanat Allah, serta berkewajiban berakhlak dengan akhlak
Allah”[1]. Salah satu upaya dalam rangka memberdayakan manusia yang berkualitas
bajik, terampil serta berkepribadian dan berakhlak luhur adalah dengan melalui
pendidikan. Dengan demikian manusia sebagai makhluk yang memiliki fitrah, akal,
kalbu, kemauan serta amanah.

2.2.1 Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam


Manusia perlu mengenali hakikat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk
menguasai alam dan jagad raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga
mampu mengenali ke-Maha Perkasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan
kehidupan ciptaanNya. Dalam memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan
hakekat dirinya, manusia menjadi mampu memberi arti dan makna hidupnya, yang
harus diisi dengan patuh dan taat pada perintah-perintah dan berusaha menjauhi
larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia menurut pandangan
Islam:
1.     Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT.
      Hakekat pertama ini berlaku umum bagi seluruh jagat raya dan isinya yang
bersifat baru, sebagai ciptaan Allah SWT di luar alam yang disebut akhirat. Alam
ciptaan meupakan alam nyata yang konkrit, sedang alam akhirat merupakan
ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT yang bersifat ghaib bukan ciptaan, yang
ada karena adanya sendiri.
Firman Allah SWT mengenai penciptaan manusia dalam Q.S. Al-Hajj ayat 5 :
       “Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes air mani menjadi segumpal darah, menjadi segumpal daging yang diberi
bentuk dan yang tidak berbentuk, untuk Kami perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.”
       Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang asal muasal dirinya, bahwa
hanya manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan langsung dari tanah,
sedang istrinya diciptakan dari satu bagian tubuh suaminya. Setelah itu semua
manusia berikutnya  diciptakan melalui perantaraan seorang ibu dan dari seorang
ayah, yang dimulai dari setetes air mani yang dipertemukan dengan sel telur di
dalam rahim.
       Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di seluruh jagad raya
sebagai ciptaan Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan merupakan
alam nyata yang konkrit sedangkan alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib
kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan ciptaan yang ada karena dirinya sendiri.

2. Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).


      Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu
diri individu yang berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki
jati diri masing - masing. Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan psikis di
dalam kesatuan. Setiap individu mengalami perkembangan dan berusah untuk
mengenali  jati dirinya sehingga mereka menyadari bahwa jati diri mereka berbeda
dengan yang lain.  Firman Allah dalam Q.S. Al-A’raf 189:
‫هو الذي خلقكم من نفس واحدة‬
“Dialah yang menciptakanmu dari satu diri”
Firman tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu) dalam
merealisasikan dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya terdapat manusia
yang mampu mensyukurinya dan menjadi beriman.
       Di dalam sabda Rasulullah SAW menjelaskan petunjuk tentang cara
mewujudkan sosialitas yang diridhoiNya, diantara hadist tersebut mengatakan:
       “Seorang dari kamu tidak beriman sebelum mencintai kawannya seperti
mencintai dirinya sendiri” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
       “Senyummu kepada kawan adalah sedekah” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Hibban dan Baihaqi)
       Kebersamaan (sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu
manusia mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya
menjalin hubungan manusiawi yang efektif, sebagai hubungan yang disukai dan
diridhai Allah SWT. Selain itu manusia merupakan suatu kaum (masyarakat)
dalam menjalani hidup bersama dan berhadapan dengan kaum (masyarakat) yang
lain. Manusia dalam perspektif agama Islam juga harus menyadari bahwa pemeluk
agama Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain. 
3.Manusia Merupakan Makhluk yang Terbatas.
       Manusia memiliki kebebasan dalam mewujudkan diri (self realization), baik
sebagai satu diri (individu) maupun sebagai makhluk social, terrnyata tidak dapat
melepaskan diri dari berbagai keterikatan yang membatasinya. Keterikatan atau
keterbatasan itu merupakan hakikat manusia yang melekat dan dibawa sejak
manusia diciptakan Allah SWT. Keterbatasan itu berbentuk tuntutan memikul
tanggung jawab yang lebih berat daripada makhluk-makhluk lainnya. Tanggung
jawab yang paling asasi sudah dipikulkan ke pundak manusia pada saat berada
dalam proses penciptaan setiap anak cucu Adam berupa janji atau kesaksian akan
menjalani hidup di dalam fitrah beragama tauhid. Firman Allah Q.S. Al-A’raf ayat
172 sebagai berikut:
‫واذ اخذ ربك من بني ادم من ظهورهم ذريتهم واشدهم على انفسهم الست بربكم قالوا بلى شهدنا‬
       “Dan ingat lah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian jiwa mereka, “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul Engkau Tuhan kami dan kami bersaksi.”
       Kesaksian tersebut merupakan sumpah yang mengikat atau membatasi
manusia sebagai individu bahwa didalam kehidupannya tidak akan menyembah
selain Allah SWT. Bersaksi akan menjadi manusia yang bertaqwa pada Allah
SWT. Manusia tidak bebas menyembah sesuatu selain Allah SWT, yang sebagai
perbuatan syirik dan kufur hanya akan mengantarkannya menjadi makhluk yang
terkutuk dan dimurkaiNya. 

2.2.2 Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Psikis


Menurut Imam Ghazali ada empat unsur-unsur kejiwaan pada manusia, yaitu:
a.  Qalbu
 Qalbu mempunyai dua arti yaitu fisik dan metafisik. Qalbu dalam arti fisik adalah
jantung, berupa segumpal daging berbentuk lonjong, terletak di dalam dada
sebelah kiri. Sedangkan dalam arti metafisik dinyatakan sebagai karunia Tuhan
yang halus, bersifat ruhaniyah dan ketuhanan, yang mempunyai hubungan dengan
jantung. Qalbu yang halus dan indah inilah hakikat kemanusiaan yang mengenal
dan mengetahui segalanya, serta menjadi sasaran perintah, cela, hukuman dan
tuntutan Tuhan.

b.  Kognisi ruh
Yang diartikan sebagai “nyawa” atau sumber hidup dan diartikan sebagai suatu
yang halus dan indah dalam diri manusia yang mengetahui dan mengenal
segalanya seperti halnya qalbu dalam arti metafisik.
c.  Nafsu
Nafsu terbagi menjadi tiga yaitu nafsu mutmainnah yang memberi ketenangan
batin,nafsu amarah yang mendorong kepada tindakan negatif, nafsu
lawwamah yang menyadarkan manusia dari kesalahan hingga timbul penyesalan.
Nafsu mencakup gejala ambang sadar dan yang berada di bawah ambang sadar.
Sedangkan qalbu sebagai wadah dari gejala ambang sadar manusia.

d. Akal
 Yaitu daya pikir atau potensi intelligensi manusia yang mencakup dorongan moral
untuk melakukan kebaikan dan menghindarkan dari kesalahan karena adanya
kemampuan manusia untuk berpikir dan memahami persoalan.

2.2.3 Hakikat Manusia Dalam Wujud dan Sifatnya


Mengenai wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh hewan), akan
dipaparkan oleh paham eksistensialisme dengan tujuan agar menjadi masukan
dalam membenahi konsep pendidikan, yaitu:
-          Kemampuan Menyadari Diri
-          Kemampuan Bereksistensi
-          Kata Hati
-          Moral
-          Tanggung Jawab 
-          Rasa Kebebasan
-          Kewajiban dan Hak
-          Kemampuan Menghayati Kebahagian

2.2.4 Jenis-jenis Hakikat Manusia Secara Umum
1. Kodrat adalah sesutau yang tidak bisa dirubah atau sifat pembawaan alamiah
yang terjelma dalam diri manusia itu ketika diciptakan oleh tuhan.
2. Harkat adalah nilai manusia sebagai mahluk tuhan yang di bekali cipta, rasa,
karsa dan hak- hak serta kewajiban assasi manusia.
3. Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat
4. Hak asasi adalah sesuatu atau sebuah anugrah yang diberikan oleh tuhan kepada
umatny dari kita lahir.
5.   Kewajiban manusia terhadap Tuhan yang Maha Esa yaitu: 
a)  Menganut agama
b)  Beribadah kepada tuhan
c) Menunaikan tugas yang di perintah oleh tuhan dan menjauhi larangannya.

6.  Kewajiban manusia terhadap diri sendiri yaitu: 


a) Menjaga diri sendiri baik fisik maupun mental
b) Menjaga nama baik sendiri
c) Mengembangkan potensi yang ada pada diri kita sendiri.

7.  Kewajiban manusia terhadap sesama mahluk hidup yaitu:


a) Saling membantu satu sama lain (siamotutiprateli)
b) Toleransi terhadap orang lain
c) Saling menghargai satu sama lain

8. Kewajiban manusia terhadap negara dan bangsa yaitu: 


a)  Membentuk karakter atau diri individu berdasarkan pancasila
b) Kesadaran diri wajib bela negara atau bangsa.

2.3 Martabat Manusia 
Martabat manusia adalah kedudukan manusia yang terhormat sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berakal budi sehingga manusia mendapat
tempat yang tinggi dibanding makhluk yang lain. Ditinjau dan martabatnya,
kedudukan manusia itu lebih tinggi dan lebth terhormat dibandingican dengan
makhluk lainnya.

2.3.1 Martabat ManusiaMenurut Agama Islam


Martabat adalah harga diri tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan
yang terhormat, dan martabat saling berkaitan dengan maqam, maksudnya adalah
secara dasarnya maqam merupakan tingkatan martabat seseorang hamba terhadap
khalik-Nya, yang juga merupakan sesuatu keadaan tingkatannya seseorang sufi di
hadapan tuhannya pada saat dalam perjalanan spritual dalam beribadah kepada
Allah Swt.
Tingkat martabat seseorang hamba di hadapan Allah Swt mesti melalui
beberapa proses sebagai berikut

1. Memelihara diri dari perbuatan yang makruh, syubhat dan apalagi


yang haram;
2. Merasa miskin diri dari segalanya;
3. Meninggalkan akan kesenangan dunia yang dapat merintangi hati
terhadap tuhan yang maha esa;
4. Meningkatkan kesabaran terhadap takdirNya;
5. Meningkatkan ketaqwaan dan tawakkal kepadaNya;
6. Melazimkan muraqabah (mengawasi atau instropeksi diri);
7. Melazimkan renungan terhadap kebesaran Allah Swt;
8. Meningkatkan hampir atau kedekatan diri terhadapNya dengan cara
menetapkan ingatan kepadaNya;
9. Mempunyai rasa takut, dan rasa takut ini hanya kepada Allah Swt
saja.

2.3.2 TANGGUNG JAWAB MANUSIA


Tanggung jawab merupakan suatu kesadaran manusia akan perilakunya yang
disengaja ataupun tidak  disengaja. Tanggung jawab bisa juga di katakan sebagai
kewajiban setiap makhluk yang hidup. Tanggung jawab merupakan suatu
kewajiban yang harus dijalankan dan sudah ada porsinya masing-masing. Yang
namanya kewajiban berarti mau tidak mau, suka tidak suka harus dijalankan. Jika
tidak, maka kita sendiri yang akan rugi.

Sebagai contoh, kita seorang mahasiswa ataupun mahasiswi kewajiban kita adalah
belajar. Jika kita telah menjalankannya berarti kita telah memenuhi tanggung
jawab kita sebagai seorang mahasiswa ataupun mahasiswi.

Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang bertanggung jawab penuh atas
apa yang ia lakukan. Manusia memiliki tuntutan yang sangat besar untuk
bertanggung jawab mengingat ia berperan penting dalam kehidupan sosial dan
dalam interaksi sosial, serta dalam kontek individual. Manusia sebagai makhluk
individual artinya manusia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan
bertanggung jawab terhadap Sang penciptanya. Tanggung jawab atas diri sendiri
harus memiliki kesadaran tingkat tinggi. Tanggung jawab manusia terhadap
dirinya juga muncul akibat adanya suatu nilai-nilai yang di yakini benar
keadaannya.

Tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya juga berdasarkan atas nilai-nilai yang
di yakini manusia tadi. Dalam hal ini, manusia bertanggung jawab atas agama yang
dianutnya. Sebagai seorang muslim misalnya, kita bertanggung jawab untuk
melakukan kewajiban kita melakukan shalat lima waktu dalam sehari, berpuasa di
bulan Ramadhan, berzakat, menunaikan ibadah shalat jumat bagi laki-laki, dan
sebagainya. Contoh lain misalnya, umat kristiani wajib untuk mengikuti kebaktian
pada hari minggu dan sebagainya. Begitupun dengan agama-agama yang lainnya
yang memiliki tanggung jawabnya masing-masing terhadap agama yang
diyakininya.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi ini bukanlah untuk main-main,
senda gurau, atau tanpa tanpa arah dan tujuan. Namun, manusia yang merupakan
bagian dari alam semesta ini diciptakan untuk suatu tujuan, yaitu beribadah kepada
Allah SWT. Kedudukan manusia dalam sistem penciptaannya adalah sebagai
hamba Allah yang bertugas mengabdi kepada-Nya. Kedudukan ini berhubungan
dengan hak dan kewajiban manusia di hadapan Allah sebagai penciptanya. Akan
tetapi, Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan
manusia terhadap terwujudnya sesuatu kehidupan dengan tatanan yang baik dan
adil.

Ibadah yang dilakukan oleh manusia terhadap Allah, mencakup ibadah dalam
bentuk umum maupun khusus. Ibadah dalam bentuk umum ialah melaksanakan
ketentuan-ketentuan Allah, sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan Sunnah
Rasul, mencakup segala macam perbuatan, tindakan dan sikap manusia dalam
hidup sehari-hari. Sedangkan ibadah dalam bentuk khusus (mahdah) yaitu berbagai
macam pengabdian kepada Allah yang bentuk dan cara melakukannya sesuai
dengan ketentuan yang telah disyariatkan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW.

Manusia sebagai hamba Allah (‘abd) adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah,
kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena manusia
dikaruniai akal untuk berfikir dan menimbang baik-buruk, benar-salah, juga
terpuji-tercela, sedangkan makhluk lainnya tidaklah memperoleh kelebihan seperti
halnya yang ada pada manusia. Namun, walaupun manusia memiliki kelebihan dan
kemulian itu tidaklah bersifat abadi, tergantung pada sikap dan perbuatannya. Jika
manusia memiliki amal saleh dan berakhlak mahmudah (yang baik), maka akan
dipandang mulia disisi Allah dan manusia yang lain, tapi jika sebaliknya, manusia
tersebut membuat kerusakan dan berakhlak mazmumah (yang jahat), maka
predikat kemuliannya turun ke tingkat yang paling rendah dan bahkan lebih rendah
dari hewan.

Penerapan tanggung jawab lainnya seperti tanggung jawab dalam konteks


pergaulan. Dalam pergaulan kita harus berani. Maksutnya kita harus berani me
ngambil resiko atas apa yang kita ucapkan. Berani pula untuk berkata yang
sesungguhnya terhadap siapapun yang sedang berinteraksi dengan kita. Dengan
rasa tanggung jawab inilah, orang yang kita ajak berinteraksi akan berusaha
mempercayai kita. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang rela
berkorban demi orang-orang disekitarnya.
2.3.3   Manusia dan Alam Semesta.

1.       Pengertian Manusia.
a.       Menurut istilah.
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan
istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang
tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang
dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan
menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti
dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos,
mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain.
Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan
penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta
perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk
membentuk kelompok, dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta
pertolongan.

b.  Menurut para ahli.

NICOLAUS D. & A. SUDIARJA


Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan
rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang.
ABINENO J. I
Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada atau
yang terbungkus dalam tubuh yang fana".
UPANISADS
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana
atau badan fisik.
I WAYAN WATRA
Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa
dan karsa.
OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir,
dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh),
manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan.

ERBE SENTANU
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan bahwa
manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk
yang lain.

PAULA J. C & JANET W. K


Manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban
tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun
pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinanan.

c.    Menurut Agama dan Al-Qur’an


Manusia menurut pandangan islam adalah makhluk Allah SWT yang paling
sempurna dan mulia.
Seperti terkandung dalam surat At-tin ayat 4 yang artinya :
“Sungguh, kami (Allah SWT) telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-
baiknya”.
Dan di jelaskan juga dalam surat Al-isra’ ayat 70 yang artinya :
“Dan sungguh, kami telah memeuliakan anak cucu adam dan kami angkat mereka
di darat dan di laut, dan kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan kami
lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan
yang sempurna”.

2.3.4      Pengertian Alam Semesta.


a.      Menurut istilah.
Di abad 19, gagasan yang umum adalah bahwa alam semesta merupakan
kumpulan materi berukuran tak hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan
terus ada selamanya.
Pengertian dari alam semesta adalah ruang dimana di dalamnya terdapat
kehidupan biotic maupun abiotik serta segala macam peristiwa alam yang dapat
diungkapkan maupun yang belum dapat diungkapkan oleh manusia. Atau ada pula
yang mengatakan bahwa pengertian alam semesta mencakup tentang mikrokosmos
dan makrokosmos. Mikrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran
sangat kecil, misalnya atom, elektron, sel, amuba, dan sebagainya. Sedang
makrokosmos adalah benda-benda yang mempunyai ukuran yang sangat besar,
misalnya bintang, planet, dan galaksi.

b.      Teori” penciptaan alam semesta.


Manusia berusaha memahami alam semesta ini dari zaman dahulu bahkan
sampai sekarang. Pada jaman kejayaan Yunani, orang percaya bahwa Bumi
merupakan pusat dari alam semesta ini ( Geosentrisme ). Namun, berkat
pengamatan dan pemikiran yang lebih tajam, pandangan itu berubah sejak Zaman
abad pertengahan yang dipelopori oleh Copernicus menjadi Heliosentrik, yaitu
matahari menjadi pusat beredarnya bumi dan planet-planet lain.
Teori-teori tersebut ialah sebagai berikut:

1.      Teori Keadaan Tetap (Steady–state Theory)


Teori ini dikemukakan oleh Fred Hoyle, herman bondi, thomas Gold ( 1948 ).
Teori ini berdasarkan prinsip osmologi sempurna yang menyatakan bahwa alam
semesta, dimana pun dan bilamanapun selalu sama. Berdasarkan prinsip
tersebutlah alam semesta terjadi pada suatu saat tertentu dimasa yang telah lalu
sampai sekarang. Segala sesuatu di alam semesta ini selalu tetap sama walaupun
galaksi-galaksi saling bergerak menjauhi satu sama lain. Teori ini ditunjang oleh
kenyataan, bahwa galaksi baru mempunyai jumlah yang sebanding dengan galaksi
lama.Dengan kata lain bahwa tiap-tiap galaksi yang terbentuk, tumbuh, menjadi
tua, dan akhirnya mati, jadi, teori ini beranggapan bahwa alam semesta itu tak
terhingga besarnya dan tak terhingga tuanya ( Tanpa awal dan tanpa akhir ).
2.      Teori Ledakan Besar (Big Bang Theory)
Teori ledakan ini bertolak dari asumsi adanya suatu massa yang sangat besar dan
mempunyai berat jenis yang juga sangat besar. Kemudian massa tersebut meledak
dengan hebat karena adanya reaksi inti (George Lemaitre, 1930). Massa itu
kemudian berserak mengembang dengan sangat cepatnya menjauhi pusat ledakan.
Setelah berjuta-juta tahun, massa yang berserak itu membentuk kelompok-
kelompok galaksi yang ada sekarang. Mereka harus bergerak menjauhi titik
pusatnya. Teori ini didukung oleh kenyataan dari pengamatan bahwa galaksi-
galaksi itu memang bergerak menjauhi titik pusat yang sama. Selain itu, teori ini
didukung oleh pakar astronomi Arno Penzias dan Robert Wilson yang menemukan
radiasi gelombang mikro.
c.       Alam semesta menurut islam.
Alam adalah segala sesuatu yang ada atau yang dianggap ada oleh
manusia di dunia ini selain Allah beserta Dzat dan sifat-Nya. Alam dapat
dibedakan mrnjadi beberapa jenis, diantaranya adalah alam ghoib dan
alam syahadah. Alam syahadah dalam istilah Inggris disebut universe
yang artinya seluruhnya, yang dalam bahasa sehari-hari disebut sebagi
alam semesta. Alam semesta merupakan ciptaan Allah yang diurus
dengan kehendak dan perhatian Allah. Allah menciptakan alam semesta
ini dengan susunan yang teratur dalam aspek biologi, fisika, kimia, dan
geologi beserta semua kaidah sains. Definisi dari alam semesta itu
sendiri adalah segala sesuatu yang ada pada diri manusia dan di luar
dirinya yang merupakan suatu kesatuan system yang unik dan misterius.
Alam syahadah atau alam materi sering juga disebut dengan alam fisik
karene alam syahadah merupakan alam yang dapat dicapai oleh indera
manusia baik dengan menggunakan alat atau tidak, berbeda dengan alam
ghoib yang tidak dapat tercapai oleh indera. Alam syahadah dapat
dibedakan menjadi alam raya (makrokosmos) dan alam zarrah
(mikrokosmos). Dan dapat pula dibedakan menjadi alam nabati, hewani,
dan insani Al Quran menggambarkan alam semesta laksana sebuah kitab
yang disusun oleh satu wujud yang arif, yang setiap baris dan katanya
merupakan tanda kearifan penulisnya.

d.      Proses terjadinya alam semesta dan bumi di dalam Al-Qur’an.


Banyak terdapat penjelasan tentang proses terbentuknya langit dan
bumi di dalam Al Qur’an, salah satunya: “Dan sumgguh, kami telah
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam
enam masa, dan kami tidak merasa letih sedikitpun.” (Qs. Qaf: 38).
Dari ayat di atas sudah dapat dipahami bahwa pencipta langit dan bumi
beserta seluruh isinya ialah Allah proses penciptaan tersebut terjadi
selama enam masa, namun sebenarnya banyak yang berbeda pendapat
dalam menafsirkannya mulai dari enam hari, enam masa, enam periode,
dan enam tahapan. Satu hari bukan berarti 24 jam, dalam Al Qur’an pun
diumpamakan secara berbeda-beda, ada yang 1.000 tahun (Qs. Al Hajj:
47) dan 50.000 tahun (Qs. Al-Ma’arij: 4), belum ada penafsiran pasti
tentang itu.
Dalam Qs. An-Nazi’at:27-33, para ahli mengambil kesimpulan bahwa
proses penciptaan langit dan bumi terjadi dalam enam masa atau enam
periode, urutan masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya, yang artinya
sebagai berikut:
“Apakah penciptaanmu yang lebih hebat ataukah langit yang telah
dibangun-Nya? [27], Dia telah meninggikan bangunannya lalu
menyemperunakannya [28], dan Dia menjadikan malamnya (gelap
gulita) dan menjadikan siangnya (terang benderang) [29], dan setelah
itu bumi Dia hamparkan [30], darinya Dia pancarkan mata air dan
(ditumbuhkan) tumbuhan-tumbuhannya [31], dan gunung-gunung Dia
pancangkan dengan teguh [32], (semua itu) untuk kesenanganmu dan
hewan-hewan ternakmu. [33]”. (Qs. An-Nazi’at: 27-33).

1.      Masa Pertama (Qs. An-Nazi’at: 27) 


Pada masa atau periode ini, alam semesta pertama kali terbentuk dari
ledakan besar yang disebut Big Bang, ledakan besar tersebut sebagai
awal lahirnya ruang dan waktu, termasuk materi.
Dari ledakan besar tersebut terbentuklah awan debu atau dukhan,
ketika dunkhan berkondensasi sambil berputar dan memadat disitu
terbentuk unsur hidrogen, saat temperature dunkhan mencapai 20 juta
derajat selsius, terbentuklah helium dari reaksi inti sebagian atom
hidrogen, lalu sebagian hidrogen yang lain berubah menjadi energi
berupa pancaran sinar infra-red.

2.      Masa Kedua (Qs. An-Nazi’at:28)


Ayat ini menerangkan tentang proses pengembangan dan
penyempurnaan, dalam ayat ini terdapat kata “meninggikan bangunan”
yang memberi pengertian bahwa alam semester mengembang, galaksi-
galaksi saling menjauh dan langit makin tinggi, sedangkan kata
“menyempurnakan” memiliki arti bahwa alam ini tidak semata mata
terbentuk, melainkan sebuah proses evolutif atau bertahap.
3.      Masa ketiga (Qs. An-Nazi’at: 29)
Di ayat tersebut terdapat kalimat “Dia menjadikan malamnya (gelap
gulita) dan menjadikan siangnya (terang benderang)” Masa ini adalah
dimana terbentuknya matahari sebagai sumber cahaya dan bumi berotasi
sehingga terjadi siang dan malam.
4.      Masa keempat (Qs. An-Nazi’at: 30)
Pada masa ini daratan bumi muncul, dahulu kala terjadi tumbukan antara
matahari dengan sebuah komet yang menyebabkan sebagian massa
matahari terpental ke luar. Massa yang terpental ini menjadi planet
diantaranya adalah Bumu. Penghamparan yang dimaksudkan adalah
pembentukan superkontinen pangaea di permukaan Bumi. Ketika bumi
baru terbentuk belum ada daratan yang ada hanyalah batuan-batuan yang
berpijar dengan suhu ratusan derajat selsius.
hidrogen yang terdapat pada komet bereaksi dengan unsur-unsur yang
ada dibumi kemudian menjadi uap dan turun sebagai hujan (space)

5.      Masa kelima (QS.An-Nazi’at:31)


Dalam ayat 31 ini menunjukan bahwa dimana terjadi evolusi bumi dari
tidak ada air menjadi ada air, air tersebut berasal dari komet yang
menghantam bumi, hydrogen yang terdapat pada komet berekasi dengan
unsur-unsur yang terdapat di bumi dan terbentuk uap air, uang air ini
kemudian turun sebagai hujan. Bukti air berasal dari komet ialah rasio
deuterium dan hidrogen pada air laut sama dengan rasio pada komet,
semua kehidupan berasal dari air, setelah air muncul kehidupan seperti
tumbuhan-tumbuhan pun bermunculan.

6.      Masa keenam (Qs. An-Nazi’at: 32-33)


Gunung-gunung dipancangkan artinya, gunung terbentuk setelah
penciptaan daratan, pembentukan air dan munculnya tumbuhan. Gunung
memiliki akar di dalam tanah atau bisa disebut juga pasak, fungsi
gunung ialah menyetabilkan kerak bumi mencegah goyangnya tanah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 33, setelah terbentuknya
gunung, terciptalah hewan dan manusia.

e.       Hubungan manusia dengan alam semesta.


Hubungan manusia dan alam semesta merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Manusia sebagai makhluk hidup
tentu untuk mempertahankan hidupnya pastilah membutuhkan alam
semesta sebagai tempat untuk hidup. Akan tetapi disamping itu alam
semesta akan dapat terjamin kelangsungan dan kelestariannya sangat
tergantung pada manusia. Dalam konteks ilmu alam inilah yang disebut
dengan simbiosis mutualisme bahwa antara manusia dan alam semesta
memiliki ketergantungan satu sama lain.
Pada dasarnya manusia dengan seluruh potensi yang dimilikinya sangat
memahami bahwa dirinya adalah satu-satunya makhluk yang
bertanggung jawab terhadap kelestarian alam semesta disamping peran
sunnatullah yang diemban seluruh makhluk hidup. Jika mencoba
menelusuri secara lebih jauh, maka pada dasarnya hubungan manusia
dengan alam semesta dapat dibagi ke dalam dua bahagian yaitu
hubungan historis dan hubungan fungsional.

         Hubungan Historis Manusia dan Alam Semesta


Pembicaraan tentang hubugan historis manusia dan alam semesta tentu
dapat dimulai dari penelusuran terhadap asal muasal manusia sebagai
bagian dari alam semsta ini. Asal usul manusia dikaitkan dengan
keberadaan alam semesta merupakan topik menarik. Kapankah manusia
pertama hadir dimuka bumi ini? Makhluk apakah yang menjadi nenek
moyang manusia dan bagaimana proses penurunan dan perubahan-
perubahannya?
Ilmu pengetahuan manusia sudah mencoba untuk memberikan jawaban
ilmiah tentang asal usul manusia itu yang diawali dengan teori evolusi
Darwin yang meskipun pada akhirnya temuan ini dianggap sebagai
kesimpulan yang serampangan dan mengaburkan fakta. Seperti temuan
Ramapithecus yang berusia 15 juta tahun dan Oreopithecus yang berusia
12 juta tahun, Australopithecus yang hidup kira-kira pada 4 juta sampai
600.000 tahun yang lalu, Pithecanthropus Erectus yang hidup sekitar
500.000 tahun yang lalu, Nanderthal yang hidup sekitar 1.000.000-
500.000 tahun yang lalu. Akan tetapi temuan ini masih memunculkan
tanda tanya para ahli apakah manusia yang di kenal sebagai manusia
modern seperti sekarang ini merupakan akibat dari proses evolusi.
Kesenjangan bukti-bukti ilmiah telah melemahkan hipotesis bahwa
manusia adalah perkembangan lebih lanjut dari keluarga pritama. Juka
pun ada pada suatau hari mungkin ditemukan bukti pormula yang
menghubungkan manusia dengan nenek moyang hewan, maka hal itu
adalah merupakan lompatan yang luar biasa pada pertambahan informasi
genetic. Hanya dengan lompatan tersebut terbentuk suatu keturunan
dengan ciri-ciri manusiawi yang mengandung kemungkinan-
kemungkinan evolusi meneju bentuk homo sapiens. Akan tetapi
sesungguhnya dari hasil tersebut dapat dimaknai bahwa sepanjang
sejarah manusia sampai sekarang keterkaitan dengan lingkungan alam
semesta sangat tinggi.
         Hubungan Fungsional Manusia dan Alam Semesta
Bagaimanapun proses penciptaan manusia adalah bagian integral dari
alam semesta. Teori cosmozoa yang menyatakan bahwa manusia berasal
dari luar angkasa, kenyataannya kurang mendapat tempat tempat
dikalangan ilmuan. Bukti-bukti ilmiah yang memperkuat hai itu pu
cukup kuat. Sebaliknya pembahasan semakin mengarahkan bahwa
bahan baku manusia berasal dari bumi tempat manusia itu sendiri
berpijak. Dalam sistem kosmos manusia dan alam semesta merupakan
satu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena memiliki keunggulan dalam
system kesadaran maka alam semesta merupakan sebuah obyek yang
sangat penting dalam kehidupan manusia tinjauan manusia tentang alam 
mendekatkan manusia kepada tata laku penciptaannya dan dengan
demikian mempertajam persepsi batin manusia untuk mendapatkan
suatu penglihatan yang lebih dalam mengenai itu. Pengetahuan
mengenai alam akan menambah kekuatan manusia mengatasi alam dan
memberinya pandangan total tak berhingga yang telah dicari oleh filsafat
tetapi tak didapat.
Penglihatan terhadap hakikat tanpa kekuatan untuk melakukannya akan
dapat memberikan peningkatan moral tetapi tidak akan dapat
memberikan peningkatan kebudayaan yang abadi. Sebaliknya, kekuatan
tanpa pengelihatan cenderung untuk menjadi destruktif dan dan tak
berperikemanusiaan. Keduanya harus digabungkan agar supaya
perluasan rohaniah kemanusiaan dapat terlaksana.
Kemajuan pengetahuan terhadap alam dalam posisi sebagai sumber
kehidupan yang tiada batasnya. Maka wajarlah jika semakin dalam
pengetahuan semakin terasa hubuna saling ketergantungan antara
manusia dan alam semesta ini. Manusia tunduk dalam hukum-hukum
alam fisik dan tak mampu menubahnya, akan tetapi mampu
mengatasinya. Ia dapat mengambil jarak sekaligus menjadi bagian dari
alam.
Namun keharmanisan tidak senantiasa menghiasi hubungan antara
manusia dengan alam semesta. Pada suatu saat, tatkala kehidupannya
masih sangat sederhana, insting-insting manusia berjalan bersesuaian
dengan sifat-sifat hukum alam. Manusia hidup digua-gua, berburu
dengan kapak dan panah batu serta memakan makanan yang alamiah.
Tetapi perkembangan pengetahuan manusia dalam merespons berbagai
kesulitan yang terkait dengan penyesuaian diri dengan alam pada
akhirnya membuahkan kreasi-kreasi “mengungguli” sifat-sifat alam.
Eksploitasi terhadap alam merusak keseimbangan hubungan yang telah
berlangsung bermilyar-milyar tahun. Krisis global lingkungan
mengganggu hubungan antara manusia dan alam pada saat ini.

B.     Pandangan islam tentang alam semesta.


Alam semesta adalah kekuasaan Allah SWT, Allah adalah penata sunnah
semesta yang dengan topangan kekuasaan-Nya, Dia menjalankan dan mengatur
semesta sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
“….dan Dia menahan [benda-benda] langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-
Nya…” (al-Hajj: 65)
“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan
sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan
keduanya selain Allah…” (Fathir: 41)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan
iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi,
seketika itu [juga] kamu keluar [dari kubur].” (ar-Ruum: 25)
Manusia merupakan bagian dari alam semesta ini. Karenanya dalam segala
persoalan hidup dan matinya, manusia harus tunduk pada ketentuan Allah,
Penguasa tertinggi dan sunnah-sunnah ciptaan-Nya.

“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan
diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-
malaikat Kami, dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.”
(al-An’am: 61)

C.    Manusia menurut agama islam.


Manusia menurut pandangan islam adalah makhluk Allah SWT yang paling
sempurna dan mulia.
Seperti terkandung dalam surat At-tin ayat 4 yang artinya :
“Sungguh, kami (Allah SWT) telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-
baiknya”.
Dan di jelaskan juga dalam surat Al-isra’ ayat 70 yang artinya :
“Dan sungguh, kami telah memeuliakan anak cucu adam dan kami angkat mereka
di darat dan di laut, dan kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan kami
lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan
yang sempurna”.
1.      Asal kejadian dan potensi manusia.
Asal usul manusia di bumi tidak terlepas dari kisah nabi Adam dan Siti Hawa,
merekalah manusia pertama yang di ciptakan oleh Allah SWT.
karena godaan setan yang sesat terhadap Nabi Adam dan Siti Hawa maka mereka
di turunkan ke bumi.
Adapun proses terjadinya manusia dalam Al-Qur’an salh satunya dalam surat al-
mukminun ayat 12-14 yang artinya :
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari saripati yang berasal
dari tanah”.(Q.S al-mukminun, 23:12)
“Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yag disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim)”.(Q.S al-mukminun, 23:13)
“Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging, kemudian kami
jadikan ia makhluk yang berbentuk lain. Maha Sucilah Allah Pencipta yang paling
baik. (Q.S al-mukminun, 23:14).
Di sebutkan juga dalam surat as-sajdah ayat 7-9 yang artinya :
“Yang memperindah segala sesuatu yang dia ciptakan dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah”. (Q.S As-Sajdah, 32:7).
“Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati yang hina (air mani)”.(Q.S
As-Sajdah,32:8)
“Kemudian dia menyempurnakannya dan meniupkan ruh(ciptaan)Nya kedalam
(tubuh)Nya dan dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati bagimu (tetapi)
sedikit sekali yang bersyukur”. (Q.S As-Sajdah, 32:9).
Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling sempurna, karena manusia di
beri banyak kelebihan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah di bumi.
Akan tetapi banyak kelebihan manusia yang di manfaatkan untuk merusak alam
semesta.

Berikut beberapa kelebihan manusia dari makhluk Allah yang lain  :


a.      Akal
Akal adalah alat untuk berfikir dan memahami ayat-ayat Alloh baik yang
kauniyah maupun quraniyah. Tapi berfikir dengan akal tidak seperti berfikir
dengan otak, berfikir dengan akal itu akan berujung dengan satu
kesimpulan :  “robbana maa kholaqta hadza baathila” tidak ada sesuatu apapun
yang Alloh telah ciptakan itu sia-sia. Apabila seseorang telah mempergunakan
akalnya dalam berfikir dengan baik dan benar maka niscaya keimanannya akan
terus bertambah  mantap dan akan selalu mengalami peningkatan meningkat.
Kebanyakan kita mengatakan bahwa akal itu adalah otak, sehingga kalau kita
berkata kepada orang lain “gunakan akalmu!” maka kita akan menunjuk dan
mengarahkannya kepada kepala kita sebagai isyarat bahwa tempatnya akal disana.
Maka ketahuilah oleh kita bahwasanya  akal bukanlah otak, jadi letak
keberadaannya tidak berada di kepala. Keberadaan akal tidaklah berbentuk secara
fisik sehingga tidak dapat dilihat oleh mata kepala ini. Meskipun demikian gerakan
dan fungsinya masih dapat kita rasakan.

b.       Hati.
Banyak orang memahami bahwa hati (qolbu) itu adalah segumpal daging dalam
diri manusia. Pemahaman ini tidak salah karena didasarkan pada sabda Rosululloh
Saw sebagai berikut : Artinya : “… Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat
segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk,
maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati (qolbu) “. (Riwayat
Bukhori dan Muslim).
c.       Nafsu.
Nafsu adalah elemen jiwa (unsur ruh) yang berpotensi mendorong pada tabi’at
badaniyah atau biologis.

2.       Manusia sebagai khilafah dan ‘abdullah.


Tugas manusia di bumi ada 2 yaitu sebagi khalifah dan hamba Allah SWT.
         Sebagai khalifah
Sebagaimana di sebutkan dalam surat al-baqarah ayat 30 yang artinya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Khalifah berasal dari bahasa Arab yang diterjemahkan sebagai yang datang
kemudian atau yang menggantikan. Menurut Quraish Shihab, kata khalifah pada
mulanya berarti yang menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang
datang sebelumnya (2000: 140). Kata khalifah dalam Al-Qur’an digunakan bagi
siapa saja yang kekuasaan mengelola wilayah baik secara luas maupun terbatas
(Sya’roni, Badruddin, Tang, 2000: 111). Sedangkan sebagian besar para mufasir
berpendapat bahwa yang dimaksud khalifah dalam ayat 30 dari Q. S Al-Baqarah
adalah sebagai pengganti Allah dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya kepada
manusia (Al-Maraghi I, 1992: 135). Dari sekian pengertian tentang khalifah maka
dapat disimpulkan bahwa khalifah adalah siapa saja yang diberi wewenang untuk
mengelola wilayah baik secara luas maupun terbatas sesuai dengan ketentuan-
ketentuan Allah sebagai pemberi wewenang tersebut.
Sebagai khalifah manusia telah diberi bekal kemampuan yang sangat
penting dan berguna bagi tugasnya tersebut. Ketika manusia dapat menggunakan
segala bekal kemampuan tersebut maka tugasnya dapat dilaksanakan dengan
optimal. Bekal tersebut diantaranya adalah pengetahuan tentang semua nama,
karakteristik, dan fungsi benda-benda (Shihab, 2000: 143). Selain itu, Allah juga
memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati (al-af’idah) sebagaimana Q. S As-
Sajdah, 32: 9 sebagai berikut:
 “Kemudian Dia (Allah) menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati;
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”.
Pendengaran, penglihatan, dan hati dalam penggunaannya harus sesuai
dengan perintah Allah terlebih manusia sebagai wakil Allah di bumi dengan tugas
memakmurkan bumi tersebut untuk kesejahteraan manusia. Penggunaan ketiganya
dapat melahirkan kebijaksaan dalam diri manusia apalagi jika ketiganya
diselaraskan dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Karenanya, Quraish Shihab
menulis bahwa kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya adalah
pelanggaran terhadap makna dan tugas ke-khalifah-an (2000: 140). Lebih lanjut, ia
juga mengatakan bahwa “sebelum kejadian Adam, Allah telah merencanakan agar
manusia memikul tanggungjawab ke-khalifah-an di bumi” (Wawasan Al-Qur’an,
1996: 282).
Dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al-Qur’an (Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat), Quraish Shihab berpendapat bahwa setiap
aktivitas istikhlaf (pembangunan) baru dapat dinilai sesuai dengan etika agama
ketika aktivitas tersebut mengantar manusia menjadi lebih bebas dari penderitaan
dan rasa takut (2004: 161). Prof. Mubyarto (dalam Quraish Shihab)
mengemukakan beberapa hal untuk mencapai rasa aman tersebut, yaitu:
1.      Kebutuhan dasar setiap masyarakat harus terpenuhi dan harus bebas dari
bahaya pemerkosaan
2.      Manusia terjamin dalam mencari nafkah, tanpa harus keterlaluan
menghabiskan tenaganya.
3.      Manusia bebas untuk memilih bagaimana mewujudkan hidupnya sesuai cita-
citanya
4.      Ada kemungkinan untuk mengembangkan bakat-bakat dan kemampuannya
5.      Partisipasi dalam kehidupan sosial politik, sehingga seseorang tidak semata-
mata menjadi obyek penentuan orang lain.

         Sebagai hamba.
Q.S Adz-Dzariyat (51) ayat 56
 “dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku (Allah)”.
Hamba, dalam bahasa Arab adalah ‘abd atau ‘ābid yang secara umum dapat
diartikan sebagai tunduk, patuh, dan menghambakan diri. Dengan kata lain, hamba
adalah orang yang tunduk, patuh dan menghambakan diri terhadap sesuatu.
Sedangkan ketundukan, kepatuhan, dan penghambaaan diri yang dilakukan disebut
sebagai ibadah. Dalam Islam, ibadah tersebut hanya patut dilakukan kepada Allah
SWT dan sifatnya absolut atau mutlak. Meskipun bersifat mutlak, namun semua
ibadah yang diperintahkan Allah adalah untuk kepentingan manusia.
Apabila kita perhatikan kewajiban ibadah yang disyari’atkan Allah semuanya
berada dalam batas-batas kemampuan kita (1995: 56). Hal tersebut ditunjukkan
dengan adanya semacam rukhshah atau keringanan dalam melaksanakannya jika
terdapat keadaan atau situasi yang tidak pada sewajarnya. Misalnya, wudlu dapat
digantikan dengan tayammum apabila sama sekali tidak menemukan air, atau ada
air namun teramat sangat terbatas. Atau jika tidak dapat melaksanakan shalat
dengan berdiri, maka boleh dengan duduk, jika tak mampu duduk maka dengan
berbaring, jika berbaringpun masih sulit maka dengan isyarat. Hal itu dikarenakan
ibadah bukanlah tujuan akhir dari penetapannya melainkan sebagai tujuan antara
saja, karena tujuan akhirnya adalah untuk menyucikan jiwa dan mendekatkan diri
kepada Allah (1995: 57).
Seperti halnya malaikat, sebagai hamba manusia dibekali kemampuan yang
maksimal untuk melaksanakan semua ketentuan Allah SWT. Meski begitu, Allah
tidak menafikan adanya keterbatasan yang juga terdapat dalam diri manusia.
Malaikat dianugerahi oleh Allah akal dan pemahaman, naluri untuk taat
sepenuhnya, kemampuan berbentuk dengan berbagai bentuk yang indah, dan
kemampuan untuk mengerjakan berbagai pekerjaan berat (Shihab, 2000: 140).
Ciri-ciri ini seperti juga terdapat dalam Q. S At-Tahrim, 66: 6 (Al-Maraghi 1,
1992: 132) sebagai berikut: “Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.
Manusia selain diciptakan dengan bekal seperti akal dan  pemahaman serta naluri
untuk taat seperti malaikat, yang membedakannya dengan malaikat adalah adanya
kebebasannya untuk memilih yang hal tersebut sama sekali tidak ada pada
malaikat. Hal ini terdapat dalam Q. S Ar-Ra’d,13 ayat 11 yang sangat populer
sebagai dalil tentang kebebasan manusia memilih jalannya, sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
Terdapat juga kecenderungan pada keburukan dalam diri manusia seperti terdapat
dalam Q. S Asy-Syams, 91: 8 sebagai berikut:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Kedua ayat tersebut dapat dimaknai bahwa manusia memiliki kecenderungan baik
dan buruk dalam dirinya dan nasibnya dipengaruhi oleh pemilihan jalan yang
dilakukannya. Jika ia menuruti kecenderungan baik maka konsekuensi logisnya
adalah kebaikan yang diperoleh. Sebaliknya, bilamana ia mengikuti bisikan
keburukan, maka ia akan memperoleh keburukan. Meski demikian, pada dasarnya
manusia diciptakan oleh Allah dengan fitrah. Fitrah tersebut dapat diartikan
sebagai kecenderungan manusia pada kebaikan dan menyukai segala hal yang baik.
Adanya kebebasan manusia untuk memilih jalannya membuat ia memiliki nilai
lebih terutama dalam ketaatannya kepada Allah. Berbeda dengan malaikat yang
memang ketaatannya adalah mutlak karena Allah telah menciptakan malaikat
dengan disain taat dan patuh sepenuhnya tanpa ada naluri lain. Jadi, ketaatan
malaikat adalah memang mereka dicipatakan hanya untuk taat semata, bukan
karena mereka bisa memilih untuk taat atau tidak seperti halnya manusia.
Dalam ushul fiqh terdapat kaidah umum bahwa dalam hal kebaikan ketika
berniat maka Allah mencatat sebagai satu pahala dan jika ia melaksanakan niat
baiknya maka dicatat sebagai dua pahala. Namun berbeda dengan keburukan.
Dalam keburukan, nilai keburukan akan dicatat sebagai keburukan jika benar-
benar telah dilakukan. Jika hanya berhenti pada niat saja maka ia tidak dicatat
sebagai keburukan. Dan niat buruk yang benar-benar dilakukan maka hanya dicatat
sebagai satu keburukan. Adanya kaidah tersebut dapat dimaknai sebagai motivasi
yang besar untuk kebaikan. Sedangkan keburukan baru dapat dinialai sebagai
keburukan manakala ia benar-benar telah dilakukan (ada unsur kesengajaan dan
kesadaran penuh).
Dalam Q. S Adz-Dzariyat, 51 ayat 56 tersebut di atas bahwa Allah menciptakan jin
dan manusia untuk menyembah dan beribadah hanya kepada Allah. Meski begitu,
relasi yang dibangun oleh Allah terhadap para makhluk dan para hamba-Nya
bukanlah seperti hubungan antara para tuan dengan para budaknya yang saling
membutuhkan satu sama lain (Al-Maraghi 27, 1992: 25). Penciptaan makhluk dan
perintah untuk beribadah adalah hanya untuk kepentingan hamba semata, bukan
untuk kepentingan Allah. Ke-Maha Agungan Allah tidaklah ditentukan oleh taat
atau tidaknya hamba, tetapi memang Allah sendiri telah Maha Agung tanpa semua
itu. Bahkan bukti ke-Maha Agung-Nya adalah adanya semua ciptaan Allah baik
yang di langit maupun di bumi beserta isinya.

D.     Agama : Arti dan Ruang Lingkupnya.


Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi" atau
"A" berarti tidak; "GAMA" berarti kacau. Sehingga agama berarti tidak kacau.
Dapat juga diartikan suatu peraturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan
manusia ke arah dan tujuan tertentu. Dilihat dari sudut pandang kebudayaan,
agama dapat berarti sebagai hasil dari suatu kebudayaan, dengan kata lain agama
diciptakan oleh manusia dengan akal budinya serta dengan adanya kemajuan dan
perkembangan budaya tersebut serta peradabanya. Bentuk penyembahan Tuhan
terhadap umatnya seperti pujian, tarian, mantra, nyanyian dan yang lainya, itu
termasuk unsur kebudayaan. . Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini
adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-
ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan ber religi, seseorang
mengikat dirinya kepada Tuhan.

Pengertian dan definisi agama menurut para ahli. Agama menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang
terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal
yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus
meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang
sempurna kesuciannya.Sedangkan menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim
cendekiawan sekaligus seorang linguis, mengatakan bahwa definisi dan pengertian
agama berasal dari bahasa Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara,
jalan, The Way, dan gama adalah bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo
artinya jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai kepada keridhaan kepada Tuhan.
Selain definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta, agama
dalam bahasa Latin disebut Religion, dalam bahasa-bahasa barat sekarang bisa
disebut Religion dan Religious, dan dalam bahasa Arab disebut Din.Harun
Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan atau isi yang
terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi
kepada Tuhan yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau mengatakan
bahwa agama merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.
Tajdab,dkk (1994:37) menyatakan bahwa agama berasala dari kata a,
berarti tidak dan gama, berarti kacau, kocar-kacir. Jadi, agama artinya tidak kacau,
tidak kocar-kacir, dan/atau teratur. Maka, istilah agama merupakan suatu
kepercayaan yang mendatangkan kehidupan yang teratur dan tidak kacau serta
mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan hidup manusia.
Jadi, agama adalah jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam
kehidupannya di dunia ini supaya lebih teratur dan mendatangkan kesejahteraan
dan keselamatan.
Setelah agama Nasrani masuk ke Indonesia, muncul istilah baru yang diidentikkan
dengam istilah agama, yaitu “religion” (bhs Inggris) yang berasal dari bahasa Latin
yaitu dari kata “relegere” yang artinya berpegang kepada norma-norma.  Dalam
bahasa Indonesia kata religion dikenal dengan sebutan “religi” dibaca reliji. Istilah
ini erat kaitannya dengan sistem dan ruang lingkup agama Nasrani yang
menunjukkan hubungan tetap antara manusia dengan Tuhan saja. Dalam Islam kata
agama merupakan arti dari kata “ad- diin” yang berarti pengaturan hubungan
manusia dengan Tuhan atau hubungan vertikal dan hubungan manusia dengan
manusia, termasuk dengan dirinya dan lingkungan yang ada di sekitar kita atau
yang di sebut hubungan horisontal.
1. Menurut A.M. saefuddin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan
kebutuhan manusia yang paling esensial yang besifat universal. Karena itu, agama
merupakan kesadaran spiritual yang di dalamnya ada satu kenyataan di luar
kenyataan yang namfak ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-
Nya, bimbingan-Nya, serta belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari,
walaupun oleh manusia yang mengingkari agama (komunis) sekalipun.
2. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu system kelakuan
dan perhubungan manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia
kekuasaan dan kegaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian
member arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.
3. Menurut Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah
kecendrungan rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang
meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari semuanya itu.
Dari ketiga pendapat tersebut, kalau diteliti lebih mendalam, memiliki titik
persamaan. Semua menyakini bahwa agama merupakan :
1. Kebutuhan manusia yang paling esensial.
2. Adanya kesadaran di luar diri manusia yang tidak dapat dijangkau olehnya.
3. Adanya kesabaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang dapat
membimbing, mengarahkan, dan mengasihi di luar jangkauannya.
Adapun ruang lingkup agama adalah mengatur hubungan hamba dengan
tuhan dan mengatur hubungan hamba dengan hamba yang lain.

E.     Hubungan manusia dengan agama.

Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari
kehidupan dan sistem budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya,
agama dan kehidupan beragama tersebut telah menggejala dalam kehidupan,
bahkan memberikan corak dan bentuk dari semua perilaku budayanya. Agama dan
perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang dari adanya rasa ketergantungan
manusia terhadap kekuatan goib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan
mereka. Mereka harus berkomunikasi untuk memohon bantuan dan pertolongan
kepada kekuatan gaib tersebut, agar mendapatkan kehidupan yang aman, selamat
dan sejahtera. Tetapi “apa” dan “siapa” kekuatan gaib yang mereka
rasakan sebagai sumber kehidupan tersebut, dan bagaimana cara
berkomunikasi dan memohon peeerlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak
tahu. Mereka hanya merasakan adanya da kebutuhan akan bantuan dan
perlindunganya. Itulah awal rasa agama, yang merupakan desakan dari dalam diri
mereka, yang mendorong timbulnya perilaku keagamaan. Dengan demikian rasa
agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan
pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah”
manusia.

1.    Perkembangan Agama Dan Kehidupan Budaya Manusia


           
Pada tahap awalnya nampak bahwa agama mendominasi kehidupan budaya
masyarakat, kemudian dengan adanya perkembangan akal dan budidaya manusia,
maka mulai nampak gejala terjadinya proses pergeseran dominasi agama tersebut,
yang pada giliran selanjutnya tersingkirkan dalam kehidupan budaya suatu
masyarakat. Namun demikan dengan tersingkirnya dominasi agama itu, maka
pertumbuhan dan perkembangan sistem budaya dan peradaban manusia nampak
menjadi kehilangan arah dan tujuannya yang pasti, sehingga mereka memerlukan
lagi terhadap agama, bukan sebagai yang mendomianasi, tetapi sebagai petunjuk
dan pengarah kehidupan mereka.
Perkembangan agama dan kehidupan budaya umat manusia dalam proses
sejarah yang panjang tersebut dapat dilihat secara selintas pada pertumbuhan dan
perkembangan manusia secara individual. Pada tahap awalnya kehidupan manusia
diliputi oleh ketidak-tahuan dan ketidak-berdayaan, sehingga sifat ketergantungan
pada orang tua (yang memelihara) sangat menonjol. Setelah akal fikiran dan
kemampuan budidayanya tumbuh dan berkembang, maka sifat ketergantungan itu
semakin berkurang, dan setelah menginajak dewasa sifat kemandiriannya inilah
manusia memerlukan adanya pedoman hidup, karena tanpa pedoman/tujuan yang
pasti, maka kemandirian akan menimbulkan kekacauan dan malapetaka dalam
kehidupan manusia. Kemudian pada masa tua, dimana kemampuan akal fikiran
dan budidaya manusia sudah mulai berkurang, maka manusia memerlukan kembali
tempat bergantung yang pasti sebagai tempat kembali.
Kalau di hubungkan dengan hukum perkembangan, ketiga tahap
perkembangan jiwa atau masyarakat/budaya manusia itu adalah pada tahap awal
(masa kanak-kanak) disebut dengan tahap teologik, fiktif; masa remaja (masa
tumbuh dan berkembangnya pemikiran abstrak) sebagai tahap metafisik atau
abstrak; dan masa dewasa sebagai tahap positif atau riil. Sedangkan masa tua
sebagai kelanjutan perkembangan lebih lanjut dari tahap positif  atau riil tersebut.
Menurut sifat dasarnya manusia adalah makhluk bermoral dan juga seorang pribadi
yang baik. Karena itulah, manusia memiliki pendapatnya sendiri, perasaan serta
angan-angan untuk berbuat dan bertidndak. Sebagai contoh lainnya adalah
tanggung jawab terhadap keluarga. Keluarga merupakan masyarakat kecil yang
selalu ada dalam lingkup kita. Setiap anggota keluarga wajib atas anggota keluarga
lainnya. Ayah bertanggung jawab atas anak dan isterinya. Ibu bertanggung jawab
atas suami dan mengurus anak-anaknya. Sedangkan anak-anaknya bertanggung
jawab atas aturan-aturan yang telah dibuat di dalam keluarga tadi.

Contoh tanggung jawab lain terhadap lingkup yang lebih luas lagi adalah tanggung
jawab terhadap Negara. Kita lahir dan besar di suatu Negara berarti Negara telah
mencatat keberadaan kita. Sejak lahir itulah sudah banyak norma-norma yang
melekat pada diri kita secara tidak tertulis namun nyata. Kita berhak atas
pendidikan dan kehidupan yang layak. Maka kita juga bertanggung jawab atas
pendidikan kita yaitu meraih belajar sungguh-sungguh dan meraih prestasi. Pada
dasarnya manusia yang ada di suatu Negara bertanggung jawab atas norma-norma
yang telah melekat pada dirinya.

Manusia sendiri dilahirkan ke bumi bukan tanpa peran. Setiap manusia memiliki
perannya masing-masing. Manusia yang sadar akan tanggung jawabnya berarti ia
telah tahu apa yang harus ia lakukan. Sadar artinya merasa tahu dan ingat akan
suatu hal yang harus dijalankannya.

Oleh karena itu, setiap manusia harus memiliki kesadaran yang tinggi akan
tanggung jawabnya. Karena apabila manusia tadi memiliki kesadaran yang tinggi,
maka hidup terasa ringan tanpa tanggung jawab-tanggung jawab yang menumpuk
dalam diri kita. Pertanggung jawaban tadi juga harus ada pengorbanannya untuk
lolos dalam tanggung jawab kita serta abdikan tanggung jawab kita tadi terhadap
diri sendiri, Tuhan, keluarga ataupun negaranya.
4 BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan :

Hakikat manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki fitrah, akal,
kalbu, kemauan serta amanah. Manusia dengan segenap potensi (kemampuan)
kejiwaan naluriah, seperti akal pikiran, kalbu kemauan yang ditunjang dengan
kemampuan jasmaniahnya, manusia akan mampu melaksanakan amanah Allah
dengan sebaik-baiknya sehingga mencapai derajat manusia yang sempurna
(beriman, berilmu dan beramal) manakala manusia memiliki kemaunan serta
kemampuan menggunakan dan mengembangkan segenap kemampuan karunia
Allah tersebut.
Martabat manusia adalah harga diri/kedudukan manusia di muka bumi yaitu
sebagai makhuk ciptaan Allah yang paling sempurna dan derajatnya lebih tinggi
daripada makhluk yang lain. Martabat manusia yang paling sempurna dan lebih
tinggi disebabkan karena manusia diberi akal dan hati nurani oleh Allah SWT.
Tanggung jawab manusia adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh
manusia karena kemampuannya dan martabat manusia sebagai makhluk yang
paling sempurna dan lebih tinggi adalah sebagai hamba/abdi Allah dan khalifah di
muka bumi. Sebagai hamba Allah, tugas utama manusia adalah mengabdi
(beribadah) kepada Allah, menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
Nya. Sebagai khalifah Allah manusia memiliki tugas sebagai pemimpin, wakil Allah
di muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam.

Saran :
Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan dibandingan dengan
makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri anugrah tersebut dengan
berbagai cara, diantaranya dengan memaksimalkan semua potensi yang ada pada
diri kita. Kita juga dituntut untuk terus mengembangkan potensi tersebut dalam
rangka mewujudkan tugas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan
khalifah di bumi. Martabat manusia yang paling sempurna dan lebih tinggi
disebabkan karena manusia diberi akal dan hati nurani oleh Allah SWT. Sebagai
hamba Allah, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Allah,
menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagai khalifah Allah
manusia memiliki tugas sebagai pemimpin, wakil Allah di muka bumi untuk
mengelola dan memelihara alam.
Daftar Pustaka

Suryaramadan Sitompul. 2014. Makalah manusia.


(https://www.google.co.id/amp/s/suryaramadan.wordpress.com/
2014/11/05/makalah-manusia/amp/)

Hamasah. 12 ferbruari 2019. Hakikat,martabat,dan tanggung jawab


manusia
. (http://anindahan.blogspot.com/2019/02/hakikat-martabat-dan-
tanggung-jawab.html?m=1)

Afiyah rachmadianty. 5 mei 2012. Tanggung jawab manusia dan


sekitanya.
(https://www.kompasiana.com/afiyahrachma/
5510376b813311a839bc6212/tanggung-jawab-manusia-dan-
sekitarnya)

Eko firmansyah,2010. Makalah Tuhan ,manusia dan alam.


(https://id.scribd.com/doc/126521629/Makalah-Tuhan-Manusia-Dan-
Alam)

Anda mungkin juga menyukai