DISUSUN OLEH:
1. Gina Regina 211120050
2. Aulya Alwani N.Y 211120005
3. Ratu Faradilla MW 211120026
4. Mia Rosmawati 211120040
5. Nadia hilmi naufliyanti 211120018
6. Meira Audry Alzahira 211120045
7. Yogi Agustian Mudzakkar 211120025
8. Agis Khodijah Balqis 211120009
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan hidayah Nyalah, sehingga penulis dapat menyusun
makalah ini, meski penulis sadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi bahasa, penulisan dan penyusunannya.
Adapun dalam penyusunan makalah ini penulis memperoleh data/sumber
dari media online “internet” dan menjelaskan tentang “Manusia, Alam Semesta
dan Agama”.
Penulis berharap agar apa yang tercantum dalam makalah ini, bisa menjadi
pelajaran dan menambah wawasan buat pembaca dan terutama buat diri penulis
sendiri.
Kritik dan saran yang bertujuan membangun dari para pembaca, penulis
akan terima dengan senang hati, untuk penulisan Makalah yang lebih baik lagi.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………………………………
Daftar isi……………………………………………………………………………………..
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………………………
1.1 Latar belakang…………………………………………………………………
1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………..
Kisah penciptaan manusia berawal di dua tempat yang saling berjauhan. Manusia
menapaki kehidupan melalui pertemuan dua zat terpisah di dalam tubuh lelaki dan
perempuan, yang diciptakan saling terpisah namun sangat selaras. Jelas, sperma di
dalam tubuh lelaki tidak dihasilkan atas kehendak dan kendali lelaki tersebut,
sebagaimana sel telur di dalam tubuh perempuan tidak terbentuk atas kehendak dan
kendali perempuan tersebut. Sesungguhnya, mereka bahkan tidak menyadari
pembentukan sel-sel ini.
2. Rumusan masalah
1. Apa itu manusia dan alam semesta?
2. Bagaimana pandangan islam tentang alam?
3. Bagaimana manusia menurut pandangan islam?
4. Apa itu agama dan bagaimana ruang lingkupnya?
5. Bagimana hubungan manusia dengan agama?
3. Tujuan
1. Mengetahui apa itu manusia, proses terciptanya manusia, status manusia di bumi,
Mengapa manusia ada di bumi.
2. Mengetahui apa itu alam semesta dan bagaimana proses terjadinya alam semesta.
3. Mengetahui apa itu agama dan fungsi dari agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Hakikat Manusia
Hakikat manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki fitrah, akal,
kalbu, kemauan serta amanah. Manusia dengan segenap potensi (kemampuan) kejiwaan
naluriah, seperti akal pikiran, kalbu kemauan yang ditunjang dengan kemampuan
jasmaniahnya, manusia akan mampu melaksanakan amanah Allah dengan sebaik-baiknya
sehingga mencapai derajat manusia yang sempurna (beriman, berilmu dan beramal)
manakala manusia memiliki kemaunan serta kemampuan menggunakan dan
mengembangkan segenap kemampuan karunia Allah tersebut. Dr. Ali Syari’ati dalam
buku yang berjudul “Humanisme antara Islam dan Mazhab Barat menyatakan bahwa, “
manusia adalah makhluk satu-satunya di alam semesta ini yang memiliki Ruh Ilahi dan
bertanggung jawab atas amanat Allah, serta berkewajiban berakhlak dengan akhlak
Allah”[1]. Salah satu upaya dalam rangka memberdayakan manusia yang berkualitas
bajik, terampil serta berkepribadian dan berakhlak luhur adalah dengan melalui
pendidikan. Dengan demikian manusia sebagai makhluk yang memiliki fitrah, akal,
kalbu, kemauan serta amanah.
b. Kognisi ruh
Yang diartikan sebagai “nyawa” atau sumber hidup dan diartikan sebagai suatu
yang halus dan indah dalam diri manusia yang mengetahui dan mengenal
segalanya seperti halnya qalbu dalam arti metafisik.
c. Nafsu
Nafsu terbagi menjadi tiga yaitu nafsu mutmainnah yang memberi ketenangan
batin,nafsu amarah yang mendorong kepada tindakan negatif, nafsu
lawwamah yang menyadarkan manusia dari kesalahan hingga timbul penyesalan.
Nafsu mencakup gejala ambang sadar dan yang berada di bawah ambang sadar.
Sedangkan qalbu sebagai wadah dari gejala ambang sadar manusia.
d. Akal
Yaitu daya pikir atau potensi intelligensi manusia yang mencakup dorongan moral
untuk melakukan kebaikan dan menghindarkan dari kesalahan karena adanya
kemampuan manusia untuk berpikir dan memahami persoalan.
2.2.4 Jenis-jenis Hakikat Manusia Secara Umum
1. Kodrat adalah sesutau yang tidak bisa dirubah atau sifat pembawaan alamiah
yang terjelma dalam diri manusia itu ketika diciptakan oleh tuhan.
2. Harkat adalah nilai manusia sebagai mahluk tuhan yang di bekali cipta, rasa,
karsa dan hak- hak serta kewajiban assasi manusia.
3. Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat
4. Hak asasi adalah sesuatu atau sebuah anugrah yang diberikan oleh tuhan kepada
umatny dari kita lahir.
5. Kewajiban manusia terhadap Tuhan yang Maha Esa yaitu:
a) Menganut agama
b) Beribadah kepada tuhan
c) Menunaikan tugas yang di perintah oleh tuhan dan menjauhi larangannya.
2.3 Martabat Manusia
Martabat manusia adalah kedudukan manusia yang terhormat sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berakal budi sehingga manusia mendapat
tempat yang tinggi dibanding makhluk yang lain. Ditinjau dan martabatnya,
kedudukan manusia itu lebih tinggi dan lebth terhormat dibandingican dengan
makhluk lainnya.
Sebagai contoh, kita seorang mahasiswa ataupun mahasiswi kewajiban kita adalah
belajar. Jika kita telah menjalankannya berarti kita telah memenuhi tanggung
jawab kita sebagai seorang mahasiswa ataupun mahasiswi.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang bertanggung jawab penuh atas
apa yang ia lakukan. Manusia memiliki tuntutan yang sangat besar untuk
bertanggung jawab mengingat ia berperan penting dalam kehidupan sosial dan
dalam interaksi sosial, serta dalam kontek individual. Manusia sebagai makhluk
individual artinya manusia harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan
bertanggung jawab terhadap Sang penciptanya. Tanggung jawab atas diri sendiri
harus memiliki kesadaran tingkat tinggi. Tanggung jawab manusia terhadap
dirinya juga muncul akibat adanya suatu nilai-nilai yang di yakini benar
keadaannya.
Tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya juga berdasarkan atas nilai-nilai yang
di yakini manusia tadi. Dalam hal ini, manusia bertanggung jawab atas agama yang
dianutnya. Sebagai seorang muslim misalnya, kita bertanggung jawab untuk
melakukan kewajiban kita melakukan shalat lima waktu dalam sehari, berpuasa di
bulan Ramadhan, berzakat, menunaikan ibadah shalat jumat bagi laki-laki, dan
sebagainya. Contoh lain misalnya, umat kristiani wajib untuk mengikuti kebaktian
pada hari minggu dan sebagainya. Begitupun dengan agama-agama yang lainnya
yang memiliki tanggung jawabnya masing-masing terhadap agama yang
diyakininya.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi ini bukanlah untuk main-main,
senda gurau, atau tanpa tanpa arah dan tujuan. Namun, manusia yang merupakan
bagian dari alam semesta ini diciptakan untuk suatu tujuan, yaitu beribadah kepada
Allah SWT. Kedudukan manusia dalam sistem penciptaannya adalah sebagai
hamba Allah yang bertugas mengabdi kepada-Nya. Kedudukan ini berhubungan
dengan hak dan kewajiban manusia di hadapan Allah sebagai penciptanya. Akan
tetapi, Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan
manusia terhadap terwujudnya sesuatu kehidupan dengan tatanan yang baik dan
adil.
Ibadah yang dilakukan oleh manusia terhadap Allah, mencakup ibadah dalam
bentuk umum maupun khusus. Ibadah dalam bentuk umum ialah melaksanakan
ketentuan-ketentuan Allah, sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan Sunnah
Rasul, mencakup segala macam perbuatan, tindakan dan sikap manusia dalam
hidup sehari-hari. Sedangkan ibadah dalam bentuk khusus (mahdah) yaitu berbagai
macam pengabdian kepada Allah yang bentuk dan cara melakukannya sesuai
dengan ketentuan yang telah disyariatkan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW.
Manusia sebagai hamba Allah (‘abd) adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah,
kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya adalah karena manusia
dikaruniai akal untuk berfikir dan menimbang baik-buruk, benar-salah, juga
terpuji-tercela, sedangkan makhluk lainnya tidaklah memperoleh kelebihan seperti
halnya yang ada pada manusia. Namun, walaupun manusia memiliki kelebihan dan
kemulian itu tidaklah bersifat abadi, tergantung pada sikap dan perbuatannya. Jika
manusia memiliki amal saleh dan berakhlak mahmudah (yang baik), maka akan
dipandang mulia disisi Allah dan manusia yang lain, tapi jika sebaliknya, manusia
tersebut membuat kerusakan dan berakhlak mazmumah (yang jahat), maka
predikat kemuliannya turun ke tingkat yang paling rendah dan bahkan lebih rendah
dari hewan.
1. Pengertian Manusia.
a. Menurut istilah.
Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan
istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang
tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang
dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan
menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti
dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos,
mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain.
Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan
penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta
perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk
membentuk kelompok, dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta
pertolongan.
ERBE SENTANU
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dikatakan bahwa
manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk
yang lain.
“Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan
diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-
malaikat Kami, dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.”
(al-An’am: 61)
b. Hati.
Banyak orang memahami bahwa hati (qolbu) itu adalah segumpal daging dalam
diri manusia. Pemahaman ini tidak salah karena didasarkan pada sabda Rosululloh
Saw sebagai berikut : Artinya : “… Ketahuilah bahwa dalam diri ini terdapat
segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini dan jika dia buruk,
maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah hati (qolbu) “. (Riwayat
Bukhori dan Muslim).
c. Nafsu.
Nafsu adalah elemen jiwa (unsur ruh) yang berpotensi mendorong pada tabi’at
badaniyah atau biologis.
Sebagai hamba.
Q.S Adz-Dzariyat (51) ayat 56
“dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku (Allah)”.
Hamba, dalam bahasa Arab adalah ‘abd atau ‘ābid yang secara umum dapat
diartikan sebagai tunduk, patuh, dan menghambakan diri. Dengan kata lain, hamba
adalah orang yang tunduk, patuh dan menghambakan diri terhadap sesuatu.
Sedangkan ketundukan, kepatuhan, dan penghambaaan diri yang dilakukan disebut
sebagai ibadah. Dalam Islam, ibadah tersebut hanya patut dilakukan kepada Allah
SWT dan sifatnya absolut atau mutlak. Meskipun bersifat mutlak, namun semua
ibadah yang diperintahkan Allah adalah untuk kepentingan manusia.
Apabila kita perhatikan kewajiban ibadah yang disyari’atkan Allah semuanya
berada dalam batas-batas kemampuan kita (1995: 56). Hal tersebut ditunjukkan
dengan adanya semacam rukhshah atau keringanan dalam melaksanakannya jika
terdapat keadaan atau situasi yang tidak pada sewajarnya. Misalnya, wudlu dapat
digantikan dengan tayammum apabila sama sekali tidak menemukan air, atau ada
air namun teramat sangat terbatas. Atau jika tidak dapat melaksanakan shalat
dengan berdiri, maka boleh dengan duduk, jika tak mampu duduk maka dengan
berbaring, jika berbaringpun masih sulit maka dengan isyarat. Hal itu dikarenakan
ibadah bukanlah tujuan akhir dari penetapannya melainkan sebagai tujuan antara
saja, karena tujuan akhirnya adalah untuk menyucikan jiwa dan mendekatkan diri
kepada Allah (1995: 57).
Seperti halnya malaikat, sebagai hamba manusia dibekali kemampuan yang
maksimal untuk melaksanakan semua ketentuan Allah SWT. Meski begitu, Allah
tidak menafikan adanya keterbatasan yang juga terdapat dalam diri manusia.
Malaikat dianugerahi oleh Allah akal dan pemahaman, naluri untuk taat
sepenuhnya, kemampuan berbentuk dengan berbagai bentuk yang indah, dan
kemampuan untuk mengerjakan berbagai pekerjaan berat (Shihab, 2000: 140).
Ciri-ciri ini seperti juga terdapat dalam Q. S At-Tahrim, 66: 6 (Al-Maraghi 1,
1992: 132) sebagai berikut: “Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.
Manusia selain diciptakan dengan bekal seperti akal dan pemahaman serta naluri
untuk taat seperti malaikat, yang membedakannya dengan malaikat adalah adanya
kebebasannya untuk memilih yang hal tersebut sama sekali tidak ada pada
malaikat. Hal ini terdapat dalam Q. S Ar-Ra’d,13 ayat 11 yang sangat populer
sebagai dalil tentang kebebasan manusia memilih jalannya, sebagai berikut:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
Terdapat juga kecenderungan pada keburukan dalam diri manusia seperti terdapat
dalam Q. S Asy-Syams, 91: 8 sebagai berikut:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Kedua ayat tersebut dapat dimaknai bahwa manusia memiliki kecenderungan baik
dan buruk dalam dirinya dan nasibnya dipengaruhi oleh pemilihan jalan yang
dilakukannya. Jika ia menuruti kecenderungan baik maka konsekuensi logisnya
adalah kebaikan yang diperoleh. Sebaliknya, bilamana ia mengikuti bisikan
keburukan, maka ia akan memperoleh keburukan. Meski demikian, pada dasarnya
manusia diciptakan oleh Allah dengan fitrah. Fitrah tersebut dapat diartikan
sebagai kecenderungan manusia pada kebaikan dan menyukai segala hal yang baik.
Adanya kebebasan manusia untuk memilih jalannya membuat ia memiliki nilai
lebih terutama dalam ketaatannya kepada Allah. Berbeda dengan malaikat yang
memang ketaatannya adalah mutlak karena Allah telah menciptakan malaikat
dengan disain taat dan patuh sepenuhnya tanpa ada naluri lain. Jadi, ketaatan
malaikat adalah memang mereka dicipatakan hanya untuk taat semata, bukan
karena mereka bisa memilih untuk taat atau tidak seperti halnya manusia.
Dalam ushul fiqh terdapat kaidah umum bahwa dalam hal kebaikan ketika
berniat maka Allah mencatat sebagai satu pahala dan jika ia melaksanakan niat
baiknya maka dicatat sebagai dua pahala. Namun berbeda dengan keburukan.
Dalam keburukan, nilai keburukan akan dicatat sebagai keburukan jika benar-
benar telah dilakukan. Jika hanya berhenti pada niat saja maka ia tidak dicatat
sebagai keburukan. Dan niat buruk yang benar-benar dilakukan maka hanya dicatat
sebagai satu keburukan. Adanya kaidah tersebut dapat dimaknai sebagai motivasi
yang besar untuk kebaikan. Sedangkan keburukan baru dapat dinialai sebagai
keburukan manakala ia benar-benar telah dilakukan (ada unsur kesengajaan dan
kesadaran penuh).
Dalam Q. S Adz-Dzariyat, 51 ayat 56 tersebut di atas bahwa Allah menciptakan jin
dan manusia untuk menyembah dan beribadah hanya kepada Allah. Meski begitu,
relasi yang dibangun oleh Allah terhadap para makhluk dan para hamba-Nya
bukanlah seperti hubungan antara para tuan dengan para budaknya yang saling
membutuhkan satu sama lain (Al-Maraghi 27, 1992: 25). Penciptaan makhluk dan
perintah untuk beribadah adalah hanya untuk kepentingan hamba semata, bukan
untuk kepentingan Allah. Ke-Maha Agungan Allah tidaklah ditentukan oleh taat
atau tidaknya hamba, tetapi memang Allah sendiri telah Maha Agung tanpa semua
itu. Bahkan bukti ke-Maha Agung-Nya adalah adanya semua ciptaan Allah baik
yang di langit maupun di bumi beserta isinya.
Pengertian dan definisi agama menurut para ahli. Agama menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan
peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang
terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal
yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus
meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang
sempurna kesuciannya.Sedangkan menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim
cendekiawan sekaligus seorang linguis, mengatakan bahwa definisi dan pengertian
agama berasal dari bahasa Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara,
jalan, The Way, dan gama adalah bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo
artinya jalan, cara-cara berjalan, cara-cara sampai kepada keridhaan kepada Tuhan.
Selain definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta, agama
dalam bahasa Latin disebut Religion, dalam bahasa-bahasa barat sekarang bisa
disebut Religion dan Religious, dan dalam bahasa Arab disebut Din.Harun
Nasution mengatakan bahwa agama dilihat dari sudut muatan atau isi yang
terkandung di dalamnya merupakan suatu kumpulan tentang tata cara mengabdi
kepada Tuhan yang terhimpun dalam suatu kitab, selain itu beliau mengatakan
bahwa agama merupakan suatu ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi.
Tajdab,dkk (1994:37) menyatakan bahwa agama berasala dari kata a,
berarti tidak dan gama, berarti kacau, kocar-kacir. Jadi, agama artinya tidak kacau,
tidak kocar-kacir, dan/atau teratur. Maka, istilah agama merupakan suatu
kepercayaan yang mendatangkan kehidupan yang teratur dan tidak kacau serta
mendatangkan kesejahteraan dan keselamatan hidup manusia.
Jadi, agama adalah jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia dalam
kehidupannya di dunia ini supaya lebih teratur dan mendatangkan kesejahteraan
dan keselamatan.
Setelah agama Nasrani masuk ke Indonesia, muncul istilah baru yang diidentikkan
dengam istilah agama, yaitu “religion” (bhs Inggris) yang berasal dari bahasa Latin
yaitu dari kata “relegere” yang artinya berpegang kepada norma-norma. Dalam
bahasa Indonesia kata religion dikenal dengan sebutan “religi” dibaca reliji. Istilah
ini erat kaitannya dengan sistem dan ruang lingkup agama Nasrani yang
menunjukkan hubungan tetap antara manusia dengan Tuhan saja. Dalam Islam kata
agama merupakan arti dari kata “ad- diin” yang berarti pengaturan hubungan
manusia dengan Tuhan atau hubungan vertikal dan hubungan manusia dengan
manusia, termasuk dengan dirinya dan lingkungan yang ada di sekitar kita atau
yang di sebut hubungan horisontal.
1. Menurut A.M. saefuddin (1987), menyatakan bahwa agama merupakan
kebutuhan manusia yang paling esensial yang besifat universal. Karena itu, agama
merupakan kesadaran spiritual yang di dalamnya ada satu kenyataan di luar
kenyataan yang namfak ini, yaitu bahwa manusia selalu mengharap belas kasihan-
Nya, bimbingan-Nya, serta belaian-Nya, yang secara ontologis tidak bisa diingkari,
walaupun oleh manusia yang mengingkari agama (komunis) sekalipun.
2. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana (1992), agama adalah suatu system kelakuan
dan perhubungan manusia yang pokok pada perhubungan manusia dengan rahasia
kekuasaan dan kegaiban yang tiada terhingga luasnya, dan dengan demikian
member arti kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya.
3. Menurut Sidi Gazalba (1975), menyatakan bahwa religi (agama) adalah
kecendrungan rohani manusia, yang berhubungan dengan alam semesta, nilai yang
meliputi segalanya, makna yang terakhir, hakekat dari semuanya itu.
Dari ketiga pendapat tersebut, kalau diteliti lebih mendalam, memiliki titik
persamaan. Semua menyakini bahwa agama merupakan :
1. Kebutuhan manusia yang paling esensial.
2. Adanya kesadaran di luar diri manusia yang tidak dapat dijangkau olehnya.
3. Adanya kesabaran dalam diri manusia, bahwa ada sesuatu yang dapat
membimbing, mengarahkan, dan mengasihi di luar jangkauannya.
Adapun ruang lingkup agama adalah mengatur hubungan hamba dengan
tuhan dan mengatur hubungan hamba dengan hamba yang lain.
Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari
kehidupan dan sistem budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya,
agama dan kehidupan beragama tersebut telah menggejala dalam kehidupan,
bahkan memberikan corak dan bentuk dari semua perilaku budayanya. Agama dan
perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang dari adanya rasa ketergantungan
manusia terhadap kekuatan goib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan
mereka. Mereka harus berkomunikasi untuk memohon bantuan dan pertolongan
kepada kekuatan gaib tersebut, agar mendapatkan kehidupan yang aman, selamat
dan sejahtera. Tetapi “apa” dan “siapa” kekuatan gaib yang mereka
rasakan sebagai sumber kehidupan tersebut, dan bagaimana cara
berkomunikasi dan memohon peeerlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak
tahu. Mereka hanya merasakan adanya da kebutuhan akan bantuan dan
perlindunganya. Itulah awal rasa agama, yang merupakan desakan dari dalam diri
mereka, yang mendorong timbulnya perilaku keagamaan. Dengan demikian rasa
agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan
pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah”
manusia.
Contoh tanggung jawab lain terhadap lingkup yang lebih luas lagi adalah tanggung
jawab terhadap Negara. Kita lahir dan besar di suatu Negara berarti Negara telah
mencatat keberadaan kita. Sejak lahir itulah sudah banyak norma-norma yang
melekat pada diri kita secara tidak tertulis namun nyata. Kita berhak atas
pendidikan dan kehidupan yang layak. Maka kita juga bertanggung jawab atas
pendidikan kita yaitu meraih belajar sungguh-sungguh dan meraih prestasi. Pada
dasarnya manusia yang ada di suatu Negara bertanggung jawab atas norma-norma
yang telah melekat pada dirinya.
Manusia sendiri dilahirkan ke bumi bukan tanpa peran. Setiap manusia memiliki
perannya masing-masing. Manusia yang sadar akan tanggung jawabnya berarti ia
telah tahu apa yang harus ia lakukan. Sadar artinya merasa tahu dan ingat akan
suatu hal yang harus dijalankannya.
Oleh karena itu, setiap manusia harus memiliki kesadaran yang tinggi akan
tanggung jawabnya. Karena apabila manusia tadi memiliki kesadaran yang tinggi,
maka hidup terasa ringan tanpa tanggung jawab-tanggung jawab yang menumpuk
dalam diri kita. Pertanggung jawaban tadi juga harus ada pengorbanannya untuk
lolos dalam tanggung jawab kita serta abdikan tanggung jawab kita tadi terhadap
diri sendiri, Tuhan, keluarga ataupun negaranya.
4 BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan :
Hakikat manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki fitrah, akal,
kalbu, kemauan serta amanah. Manusia dengan segenap potensi (kemampuan)
kejiwaan naluriah, seperti akal pikiran, kalbu kemauan yang ditunjang dengan
kemampuan jasmaniahnya, manusia akan mampu melaksanakan amanah Allah
dengan sebaik-baiknya sehingga mencapai derajat manusia yang sempurna
(beriman, berilmu dan beramal) manakala manusia memiliki kemaunan serta
kemampuan menggunakan dan mengembangkan segenap kemampuan karunia
Allah tersebut.
Martabat manusia adalah harga diri/kedudukan manusia di muka bumi yaitu
sebagai makhuk ciptaan Allah yang paling sempurna dan derajatnya lebih tinggi
daripada makhluk yang lain. Martabat manusia yang paling sempurna dan lebih
tinggi disebabkan karena manusia diberi akal dan hati nurani oleh Allah SWT.
Tanggung jawab manusia adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh
manusia karena kemampuannya dan martabat manusia sebagai makhluk yang
paling sempurna dan lebih tinggi adalah sebagai hamba/abdi Allah dan khalifah di
muka bumi. Sebagai hamba Allah, tugas utama manusia adalah mengabdi
(beribadah) kepada Allah, menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
Nya. Sebagai khalifah Allah manusia memiliki tugas sebagai pemimpin, wakil Allah
di muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam.
Saran :
Sebagai makhluk yang dibekali dengan berbagai kelebihan dibandingan dengan
makhluk lain, sudah sepatutnya manusia mensyukuri anugrah tersebut dengan
berbagai cara, diantaranya dengan memaksimalkan semua potensi yang ada pada
diri kita. Kita juga dituntut untuk terus mengembangkan potensi tersebut dalam
rangka mewujudkan tugas dan tanggung jawab manusia sebagai makhluk dan
khalifah di bumi. Martabat manusia yang paling sempurna dan lebih tinggi
disebabkan karena manusia diberi akal dan hati nurani oleh Allah SWT. Sebagai
hamba Allah, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Allah,
menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagai khalifah Allah
manusia memiliki tugas sebagai pemimpin, wakil Allah di muka bumi untuk
mengelola dan memelihara alam.
Daftar Pustaka