Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AGAMA

MANUSIA

Disusun Oleh:

MARCH ANGGELENA NISNONI

(2301050035)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2024

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia” dengan
baik, yang mana untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Kristen. Tidak
lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan
kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak
mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, saya
berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan dimasa yang akan datang yang
membangun. Semoga makalh ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.

Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohn maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terimakasih dan hormat.

Kupang, Maret 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................6
2.1 Manusia dalam Alkitab.............................................................................................................6
2.2 Manusia Sebagai Mahakarya Penciptaan Allah.....................................................................7
2.3 Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah........................................................8
2.4 Kedudukan Manusia dalam lingkungan Alam dan Hubungan antar Manusia..................10
2.5 Hubungan Manusia dengan Allah..........................................................................................17
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................20

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk individu, adalah hakikat manusia sebagai makhluk hidup
yang mempunyai keinginan, kebutuhan, dan perasaan yang berbeda dengan manusia lain.
Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan
orang lain dalam menjalani kehidupannya. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang
paling sempurna karena dibekali dengan akal dan pikiran dalam bertindak. Manusia juga
diciptakan Allah menurut gambaran-Nya, seperti yang tertulis dalam Alkitab “Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia;
laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka (Kej 1:27).

Aspek mendasar dari kesaksian Alkitab tentang hakikat manusia menurut pandangan
Kristen yaitu manusia adalah makhluk ciptaaan Allah, manusia adalah “Imago Dei”. Imago
artinya gambar, dan Dei adalah Allah, yang berarti dasar dari martabat manusia itu sendiri
secara transendental telah dimeteraikan oleh Allah sejak awal Penciptaan, termasuk akal
budi, kehendak, dan kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki oleh manusia. Jadi dari hal
ini dapat dipahami bahwa manusia adalah ciptaan yang istimewa bagi Allah karena dari prses
penciptaannya berbda dengan ciptaan-ciptaan yang lain. Dimana Tuhan Allah tidak hanya
“Berfirman” namun ada sebuah tindakan yang dilakukan leh Tuhan Allah yaitu dengan
tangan-Nya sendiri. Dia membentuk manusia dari debu tanah dan dengan napas hidup yang
diberikan-Nya manusia menjadi makhluk hidup. Tidak berhenti sampai diana namun Tuhan
Allah pun memberikan kekuasaan atas seluruh alam semesta dan manusia berhak memerintah
semua ciptaan. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup ciptaan Allah memerlukan dan
tergantung pada ciptaan Allah yang lain, ia memerlukan tempat tinggal yang aman, tentram
dan damai. Di dalamnya ada hubungan yang baik di antara sesama ciptaan tersebut. Jadi di
dalam alam semesta ini ada suatu harmoni yang senantiasa berjalan bersama-sama. Kalau
ciptaan Allah ini mewujudkan suatu harmoni, maka tentunya Allah sendiri adalah harmoni,
suatu keselarasan yang terbesar dan termulia. Allah sangat menghargai manusia dan
menempatkannya “di atas” ciptaan Allah yang lain. Namun pemahaman ini sering
disalahmengertikan sehingga manusia mempunyai kecenderungan sebagai “penguasa”
terhadap ciptaan yang lain, maka cita-cita untuk mewujudkan harmoni di antara sesama
ciptaan Allah semakin sulit untuk diwujudnyatakan.

4
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini:

1. Siapakah Manusia dalam Alkitab


2. Bagaimana Alkitab menggambarkan Manusia Sebagai Mahakarya Penciptaan Allah
3. Bagaimana Alkitab menjelaskan konsep Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan
Rupa Allah
4. Apa Kedudukan Manusia dalam lingkungan Alam dan Hubungan antar Manusia
5. Bagaimana Hubungan Manusia dengan Allah

1.3 Tujuan Penulisan


Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Dapat mengetahui siapakah manusia dalam Alkitab


2. Dapat mengetahui manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah
3. Dapat menggambarkan dan menjelaskan manusia sebagai mahakarya penciptaan
Allah
4. Dapat mengetahui keedudukan manusia dalam lingkungan alam dan hubungan antar
manusia
5. Dapat mengetahui hubungan manusia dengan Allah

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Manusia dalam Alkitab
Sumber utama untuk mengenal siapa manusia adalah Alkitab. Dalam Kitab Kejadian
1:26-31, Allah menciptakan manusia secitra dan segambar dengan Allah. Manusia
diharapkan mengenal diri sendiri sebagai pribadi, citra Allah agar dan dipanggil agar mampu
hidup sebagai citra Allah yang bersyukur atas keberadaan diri-Nya, menghargai hak asasi
manusia, dan mampu bekerjasama dengan sesama, menjaga kelestarian lingkungan hidup
serta mampu berelasi dengan Tuhan sebagai pencipta kehidupan.

Alkitab menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan menurut


gambar dan rupa Allah. Manusia diberi kuasa oleh Allah untuk menjadi tuan atas semua
makhluk ciptaan lainnya di dunia ini (Kejadian 1:26-30). Manusia dilukiskan sebagai bagian
integral dari dunia. Ia adalah makhluk istimewa yang merupakan puncak dan pusat dari
seluruh ciptaan. Ia hidup dalam hubungan dengan ciptaan lainnya, dan mempunyai hubungan
khusus dengan Allah Sang Pencipta.

Sebagai makhluk ciptaan yang istimewa, manusia memiliki keunikan yang tidak
dimiliki oleh makhluk ciptaan lainnya. Oleh Allah, manusia dianugerahi martabat akal budi,
hati nurani dan kehendak bebas. Dengan akal budinya, manusia melampaui seluruh alam. Ia
mampu menangkap dan memahami dengan sungguh segala realitas yang ditemuinya. Hati
nurani manusia memampukannya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, serta
menghindari apa yang jahat. Sedangkan martabat kebebasan manusia menuntut supaya ia
bertindak menurut pilihannya yang sadar dan bebas, yang digerakkan dan didorong secara
pribadi dari dalam, dan bukan karena rangsangan hati yang buta atau semata-mata paksaan
dari luar. Dengan ini, manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri,
dan memiliki cara berada yang khas dibandingkan dengan makhluk ciptaan yang lain.

Manusia unggul atas seluruh ciptaan Tuhan yang lain, tetapi tidak sama sempurna
seperti Allah. Status manusia adalah ciptaan yang berarti bahwa ada yang melebihi dan
mengungguli manusia, yaitu Sang Pencipta. Hal ini harus terus disadari agar manusia tidak
mencoba menjadi (menyamai) Sang Pencipta. Manusia memiliki kelemahan dan keterbatasan
secara fisik (bisa sakit dan mati, kembali menjadi debu), memiliki keterbatasan intelektual
dan pengetahuan (tidak maha tahu); menghadapi keterbatasan waktu (tidak maha hadir), dan
keterbatasan lain.

6
2.2 Manusia Sebagai Mahakarya Penciptaan Allah
Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian. 1:26). Kita
adalah ciptaan Tuhan yang sungguh amat baik. Tuhan menciptakan manusia untuk satu
tujuan: mencerminkan diri-Nya. Segala kemampuan dan sumber daya yang kita miliki adalah
dari Tuhan. Mari menjadi orang yang percaya diri dan positif memandang diri sendiri,
sehingga mampu menghasilkan berbagai karya yang memuliakan Tuhan.

Allah menciptakan manusia yang terakhir dari antara sgala sesuatu di alam semesta.
Fakta ini menunjukkan bahwa Allah menaruh perhatian dan harapan-Nya yang terbesar pada
manusia yang diciptakan terakhir ini; serta menunjukkan bahwa segala penciptaan yang
terjadi sejauh ini hanyalah diperuntukkan bagi manusia (Yesaya 45:18, 51:13; Yeremia 27:5).
Manusia diciptakan pada hari keenam. Manusia diciptakan dengan cara yang berbeda dengan
ciptaan lain, dimana dalam menciptakan alam Allah hanya berfirman dan jadilah seperti yang
difirmankanNya. Sebaliknya, manusia diciptakan Allah dengan menggunakan debu tanah dan
kemudian diberi nafas. Hal ini yang membuat manusia berbeda dengan ciptaan lainnya, dan
sekaligus menempatkan manusia sebagai “mahkota ciptaan Allah”. Kalau ciptaan lainnya
dinilai Allah sebagai yang baik (Kejadian 1:10), maka manusia dinilai sebagai yang “amat
baik” (Kejadian 1:31).

Diantara sekian banyak karya yang diciptakan Tuhan, manusia adalah Mahakarya
terbaik-Nya. Sejak awal rencana penciptaan manusia, Tuhan sudah mengumumkan kepada
seluruh malaikat, bahwa Dia akan menciptakan makhluk yang kelak akan menjadi pemimpin
di muka bumi. Tuhan menciptakan manusia dalam kesempurnaan yang sangat luar biasa.
Kitab Kejadian 2:19-20 “Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang di udara.
Dibawa-Nyalah semua manusiaitu …). Dari ayat ini kita bisa melihat, pertama bahwa
manusia adalah penguasa atas ciptaan lainnya. Seluruh ciptaan iu, ada di bawah kendali
manusia. Manusia berkuasa atas binatang-binatang, baik yang ada di darat, laut maupun
udara. Maka manusia itu dimampukan Tuhan mengendalikan di mana dia ditempatkan
(Taman Eden). Yang kedua, manusia itu bukan saa mampu menjalakan kekasaan atas
makhluk lain, tetapi uga menyiapkan rencana sendiri. Manusia memberi nama pada binatang-
binatang itu. Artinya, manusia mampu memilih nama yang harus diberikan pada masing-
masing makhluk itu. Ini suatu gambaran bagaimana manusia memang pada hakikatnya
mampu menyiapkan suatu rencana yang luar biasa dan mengaktualisasikannya menjadi satu
karya yang hebat. Jadi, kita tidak perlu heran ketika manusia mampu melewati berbagai era di
dalam kehidupannya: dari jaman batu ke jaman besi, lalu sampai ke jaman komputer serba

7
canggih. Tidak ada yang aneh, karena Tuhan memang menciptakan manusia itu di dalam
kemampuan yang luar biasa.

Manusia memang berasal dari debu tanah (Kejadian 2:7), bukan dari emas, berlian,
baja, atau besi yang kuat. Hal ini memberi arti bahwa manusia itu rapuh dan hina. Penyakit,
kematian membut manusia bagai uap yang sebentar ada dan sebentar lenyap (Yakobus 4:14).
Namun manusia yang berasal dari debu tanah iu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah membri arti bahwa manusia iu
mengindikasikan Allah. Dalam diri manusia ada indikasi Allah. Manusia merupakan suatu
representasi Allah; dia mempresentasikan Allah dan menyerupai Allah dalam hal-hal tertentu.

Allah kita adalah Allah yang Mahakuasa, Dia memiliki kuasa tertinggi, segala kuasa
dan penguasa taklukkpada-Nya dan kekuasaan-Nya untuk selamanya. Dialah yang
memberikan kuasa itu kepada manusia (Mazmur 8:7-9). Maka kuasa yang dimiliki oleh
manusia iu berasal dari Allah dan bukan dari diri manusia. Pada penciptaan, Allah tidak
hanya menciptakan satu orang, tetapi Dia menciptakan laki-laki dan perempuan (Kejadian
1:26-28). Penekanan keserupaan manusia dengan Allah dalam bagian ini, bukan dalamhal
fisik, melainkan lebih kepada keberadaan Allah yang adalah Kasih. Allah menciptakan laki-
laki dan perempuan, mereka hidup di dalam kasih saling melengkapi sau dengan yang lain

2.3 Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah


Ada banyak definisi atau pandangan tentang manusia, antara lain: makhluk yang
berbicara (animal loquens), hewan yang memilikiakal budi (animal rationale), makhluk
simbolik (a symbolic animal), makhluk yang beretika (ethical being), makhluk yang memiliki
rasa estetis (an aesthetical being);makhluk religious (a religious being) dan masih
banyak definisi lain. Paham atau definisi tersebut memberikan gambaran tentang manusia
dari sudut pandang tertentu. Sadar akan keterbatasan setiap definisi bahwa manusia itu adalah
pribadi (personal).

Manusia harus menyadari bahwa ia diciptakan dengan tujuan yang spesifik, manusia
mempunyai nilai intrinsik yang tidak dimiliki oleh ciptaan lain lengkap dengan tubuh, jiwa
dan roh. “Manusia adalah ‘IMAGO DEI”, yaitu diciptakan segambar dan serupa dengan
Tuhan. Jutaan DNA dan saraf ada dalam tubuh kita, begitu ajaib segala sesuatu dalam tubuh
kita dan tidak mampu kita pahami hanya dengan teori manusia, dan itu menandakan bahwa
kita memiliki nilai intrinsik. Kita memiliki moral framework Allah,” ungkapnya.

8
Mencerminkan kemuliaan Tuhan dalam segala hal yang kita lakukan. Hal ini dapat
juga ditunjukkan dengan mengikuti perintah Allah khususnya dua perintah penting yang
Tuhan berikan yaitu “kasihiliah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan kasihilah
sesamamu seperti mengasihi diri sendiri”. Selanjutnya, ia juga membagikan tentang
pentingnya mengerti arti kasih, “love”, dari sudut pandang Kristen, karena pengertian dunia
tentang kasih sudah sangat jauh dari arti sesungguhnya.

Menurut filsuf Plato, manusia merupakan animal society yaitu


hewan/binatang/makhluk sosial dan makhluk yang senang bergaul/berkawan untuk hidup
bersama. Status makhluk sosial selalu melekat pada diri manusia. Manusia tidak bisa
bertahan hidup secara utuh hanya dengan mengandalkan dirinya sendiri saja. Sejak lahir
sampai meninggal dunia, manusia memerlukan bantuan atau kerjasama dengan orang lain.
Menurut filsuf Aristoteles, manusia adalah zoon politicon, makhluk yang pada dasarnya
selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya.Artinya, makhluk yang
selalu hidup bermasyarakat. Diri manusia sejak dilahirkan sudah memiliki hasrat/bakat/naluri
yang kuat untuk berhubungan atau hidup di tengah-tengah manusia lainnya.

Salah satu aspek hakikat manusia berdasarkan ajaran Alkitab adalah bahwamanusia
diciptakan menurut gambar Allah. Gambar Allah inilah yang dikenal dengan istilah “Imago
Dei.”

Tradisi Kristen yang mendasarkan dirinya pada cerita Alkitab dalam Kejadian 1,telah
menafsirkan makna kesegambaran manusia dengan Allah dengan bermacam-macam arti. Hal
ini bisa juga diartikan secara salah, seolah- olah manusia mirip dengan Allah. Sebagai
makhluk yang diciptakan, manusia akan tetap berbeda dengan Allah Sang Pencipta. Sudah
ada banyak arti diberikankepada konsep ini, antara lain sebagai wakil Allah di dunia, dalam
arti pelaksana atau mandataris Allah untuk tugas kebudayaan. Akan tetapi, tugasmandataris
menunjuk kepada relasi manusia dengan ciptaan yang lain serta alamsemesta ini. Pada zaman
bapa-bapa Gereja ide ini ditafsirkan sebagai kemampuan rasional manusia yang
membedakannya dengan makhluk-makhluk yang lain. Ada juga yang mengartikan
kesegambaran itu sebagai kemiripandalam sifat-sifat Allah.

Kitab Kejadian menuliskan kisah penciptaan menekankan bagaimana Allah


menempatkan manusia sebagai ciptaan-Nya yang khusus. Manusia disebut sebagai gambar
Allah (imago Dei) yang mewakili Allah di dunia. Artinya, keberadaan manusia menunjukkan
bahwa Allah ada. Manusia menjadi begitu sangat penting dan berarti karena segala sesuatu di

9
dunia ini harus diarahkan kepada manusia sebagai pusat dan puncaknya. Kitab Kejadian
melukiskan tentang penciptaan dan memberikan kepada manusia tempat mulia dalam alam
semesta. Penciptaan manusia tidak hanya merupakan penutup dari segenap karya ciptaan
Allah, tetapi dalam penciptaan manusia itu terkandung penggenapan dan makna dari seluruh
pekerjaan Allah. Manusia diperintahkan memenuhi bumi dan menaklukkannya, dan manusia
berkuasa atas semua makhluk (Kejadian 1:27-31). Kesaksian yang sama tentang kekuasaan
manusia dan tentang tempatnya yang sentral di alam ciptaan ini, diberikan lagi di tempat-
tempat lain (Amsal 4:13; Yes. 42:5-6; Mazmur 8:5-9; 104:14-15), dan secara mengagumkan
diberikan dalam inkarnasi (Ibrani 2).

Manusia memiliki citra atau sifat-sifat Allah seperti: mengasihi, sabar, memiliki
kehendak, pikiran, keinginan, pengetahuan, kebenaran, perasaan. Allah memiliki sifat
mencipta dan memelihara ciptaanNya. Tetapi Allah juga dapat menghukum ciptaanNya bila
melakukan pelanggaran (Kej. 3:14-19). Kedua sisi ini hendaknya dipahami dengan benar
bahwa kecenderungan Allah dalam mencipta, memelihara dan mengasihi ciptaanNya lebih
besar daripada keinginanNya untuk menghukum yang bersalah

Manusia diberi tanggung jawab untuk mengolah bumi, berkuasa dan memelihara
ciptaan Allah yang lain. Tanggung jawab ini hanya diberikan kepada manusia bukan kepada
ciptaan lainnya. “Berkuasa” di sini tidak boleh diartikan, bahwa manusia dapat menggunakan
kuasanya dengan bebas. Sebaliknya, ini berarti manusia mendapat tugas untuk mengatur
seluruh alam dan kehidupan di muka bumi ini.

Manusia tidak bisa terlepas dari keterkaitannya sebagai milik Allah. Manusia dituntut
untuk hidup sesuai dengan kehendakNya dan ini hendaknya tercermin baik dalam
hubungannya dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan dan alam semesta ini.
Manusia tidak bisa hidup untuk dirinya sendiri (manusia = makhluk sosial), karena semua
kebutuhannya dipenuhi oleh keberadaan ciptaan Allah lainnya, mulai dari udara, air,
tumbuhan, binatang, bahkan manusia lainnya.

2.4 Kedudukan Manusia dalam lingkungan Alam dan Hubungan antar Manusia
Cerita Kitab Kejadian tentang penciptaan memberikan kepada manusia tempat mulia
dalam alam semesta. Penciptaan manusia tidak hanya merupakan penutup dari segenap karya
ciptaan Allah, tapi dalam penciptaan manusia itu sendiri terkandung penggenapan dan makna
dari seluruh pekerjaan Allah pada kelima hari lainnya. Manusia diperintahkan memenuhi
bumi dan menaklukkannya, dan manusia berkuasa atas semua makhluk (Kej 1:27-2:3).

10
Kesaksian yang sama tentang kekuasaan manusia dan tentang tempatnya yang sentral di alam
ciptaan ini, diberikan lagi di tempat-tempat lain (Amsal 4:13; Yes 42:5-6; Mazmur 8:5-9;
104:14-15), dan secara mengagumkan diberikan dalam inkarnasi (Ibrani 2).

a. Manusia dalam Alam

Dalam seluruh Alkitab ditekankan bahwa manusia adalah bagian dari alam ini.
Manusia ialah debu dan diciptakan dari debu tanah (Kej 2:7); secara biologis manusia
mempunyai banyak kesamaan dengan binatang. Semuanya itu nampak jelas dalam
banyak segi hidup manusia (Kejadian 18:27; Ayb 10:8-9; Mazmur 103:14;
Pengkhotbah 3:19, 20; 12:5-7). Manusia sebagai 'daging' adalah lemah dan
bergantung pada belas kasihan Allah, seperti semua makhluk lainnya (Yesaya 2:22;
40:6; Mazmur 103:15; 104:27-30). Bahkan dalam memanfaatkan alam untuk
melayani kebutuhannya, manusia harus melayani alam ini, harus menjaganya dan
mengolahnya untuk mencapai tujuannya (Kejadian 2:15). Manusia tunduk kepada
hukum-hukum yang sama, seperti kaidah alam, dan ia dapat terpesona di tengah-
tengah keagungan dunia yg menjadi tempat hidupnya (Ayub 38-42).

Alam ini bukanlah melulu suatu kerangka atau latar belakang yg netral bagi
hidup manusia. Antara alam dan manusia ada ikatan-ikatan yg sangat mendalam dan
rahasia. Dunia ini turut ditimpa kutuk kebinasaan karena manusia jatuh ke dalam dosa
(Kejadian 3:17-18), dan sekarang menanggung sakit dan kematian, sambil
menantikan pemerdekaan manusia secara final, sebelum pemulihannya sendiri dapat
diharapkan (Roma 8:19-23). Dalam Alkitab alam digambarkan bersukaria berkaitan
dengan peristiwa-peristiwa yg menuju kepada keselamatan manusia (Mazmur 96:10-
13; Yesaya 35; 55:12-13), sementara alam ini juga menikmati pemulihannya (Yesaya
11:6-9; 65:25). Di pihak manusia ada simpati naluriah terhadap alam (Kejadian 2:19)
dan manusia harus menjunjung tinggi hukum-hukum alam (Imamat 19:19; Ul 22:9,
10; Ayub 31:38-40), harus mengakui kenyataan ketergantungannya pada alam, dan
harus membanting tulang untuk mendapat makanan yg dibutuhkannya dari alam
sekitarnya supaya ia dapat hidup, juga hal-hal yang memperkaya kebudayaannya
(Kejadian 3:17; 9:1-7).

11
b. Tujuan manusia

Tapi manusia tidak bisa mendapat makna sebenarnya dari hidup dalam alam
yang dilukiskan di atas. Binatang-binatang tidak dapat menjadi penolong yg layak
baginya. Manusia mempunyai sejarah dan masa depan yang harus digenapi, unik di
tengah-tengah makhluk dan ciptaan lainnya. Dia diciptakan “menurut gambar Allah”
(Kej 1:27). Ada ahli menafsirkan bahwa gambar Allah ini terungkap dalam kekuasaan
manusia atas dunia ini, atau dalam daya pikirnya, atau bahkan dalam sifat-sifat
badaninya.

Kitab Kejadian menceritakan tentang penciptaan bahwa waktu Allah


menciptakan manusia, Ia mengambil sikap yang menunjukkan perhatian yang sangat
pribadi dan mendalam terhadap manusia itu (Kejadian 1:26). Dan cara pendekatan-
Nya ialah melibatkan diriNya dalam hubungan yang lebih erat dengan manusia
ciptaan-Nya itu (Kejadian 2:7) dibandingkan dengan semua ciptaan lainnya. Allah
mendekati manusia dan menyapanya “engkau” (Kejadian 3:9), dan manusia
dimampukan menanggapi ucapan Allah yang penuh kasih itu dengan kasih pribadi
dan kepercayaan. Hanya dalam jawaban demikianlah manusia bisa menjadi “apa
sebenarnya dia”. Firman Allah yang olehnya manusia hidup (Matius 4:4),
menempatkan manusia dalam suatu hubungan yang meninggikan dia di atas semua
ciptaan lain di sekelilingnya, dan mengaruniakan kepadanya martabat sebagai anak
Allah, yang diciptakan menurut citra Allah dan memantulkan kemuliaan Allah.
Manusia memiliki martabat ini bukan sebagai perseorangan terisolir di hadapan Allah,
tapi hanya jika ia berada dalam hubungan yang bertanggung jawab dan penuh kasih
terhadap sesamanya manusia. Hanya bila ia berada di tengah-tengah lingkungan
keluarganya dan dalam hubungan sosialnya, ia dapat betul-betul memantulkan citra
Allah (Kejadian 1:27-28; 2:18).

c. Struktur manusia

Ada beberapa kata yg dipakai untuk menerangkan hubungan manusia dengan


Allah dan alam sekitarnya, juga tentang struktur dirinya sendiri. Kata-kata itu ialah:
roh, jiwa, badan, daging. Kata-kata ini dipakai bertalian dengan aneka ragamnya
kegiatan manusia atau kepribadiannya, masing-masing dengan tekanannya yang khas;
tapi kata-kata itu tidak boleh diartikan mengacu pada bagian-bagian yang terpisah-

12
pisah, atau bagian-bagian yang dapat dipisah-pisahkan, seolah-olah yang satu dapat
ditambahkan kepada yang lain untuk menciptakan seorang manusia.

Kata “jiwa” boleh jadi menekankan unsur perseorangan dan kuasa hidup
manusia itu, dengan penekanan pada hidup batinnya, perasaannya dan kesadaran
dirinya. Kata “badan” dipakai untuk menekankan kaftan sejarah dan lahiriah yang
mempengaruhi hidupnya. Tapi jiwa ialah jiwa, yang memang harus disatukan dengan
badannya, dan demikian sebaliknya. Manusia juga mempunyai hubungan dengan Roh
Allah sehingga dia sendiri mempunyai roh, tapi sekalipun demikian manusia tidak
bisa disebut suatu roh, dan roh juga tidak dapat dianggap sebagai unsur ketiga dari
dini manusia. Manusia sebagai “daging” ialah manusia dalam hubungannya dengan
dunia alam dan dengan umat manusia sebagai keseluruhan, tidak hanya dalam
kelemahannya tapi juga dalam kedosaannya dan pemberontakannya terhadap Allah.

Kata-kata lain menggambarkan kedudukan dari segi-segi khusus atau fungsi


tertentu dari manusia. Dalam perjanjian lama dorongan emosi dan perasaan dianggap
bersumber dalam arti sebenarnya maupun kiasan dari organ-organ badan seperti
jantung (lev), hati (kaved), buah pinggang (kelayot), dan usus perut (me'im). Begitu
juga darah dianggap sebagai pusat kehidupan atau nefesy. Dan khususnya jantung
(lev) dianggap sebagai pusat sejumlah besar kegiatan jiwa manusia, seperti kehendak,
budi dan perasaan. Dan kata jantung cenderung mengartikan jiwa, atau manusia
ditinjau dari segi batin dan yg tersembunyi. Begitu juga dalam perjanjian baru kata
Yunani kardia (= jantung atau lev). Ada dua lagi kata yg dipakai dalam perjanjian
baru, yaitu nous, “pikiran, hati”, dan syneidesis, “suara hati, hati nurani”. Perjanjian
baru juga menjelaskan perbedaan manusia 'batiniah' dan manusia 'lahiriah', tapi kedua
segi ini tidak dapat dipisahkan dari manusia yg satu itu. Dan zaman baru bukan hanya
mencakup 'jiwa yg tak dapat binasa', tapi juga 'kebangkitan daging', yang berarti
keselamatan dan pembaharuan menyeluruh sang manusia dalam kepenuhan seluruh
dirinya.

d. Dosa manusia

Kejatuhan manusia dalam dosa (Kejadian 3) mencakup penolakan manusia


menanggapi firman Allah, dan menolak memasuki persekutuan dengan Allah, pada

13
persekutuan mana ia dapat menggenapi tujuan ketika ia diciptakan. Manusia berusaha
mencari dalam dirinya sendiri pembenaran akan keberadaannya (Rm 10:3). Manusia
tidak berusaha untuk hidup dalam persekutuan yang benar dengan Allah dan dengan
sesamanya manusia, di mana ia dapat memantulkan citra dan kemuliaan Allah. Tapi
manusia berusaha mencari makna hidupnya melulu dalam hubungannya dengan dunia
ciptaan ini dalam arti alam sekitarnya (Roma 1:25). Akibatnya ialah hidupnya
ditandai dengan perbudakan (Ibrani 2:14-15), permusuhan dengan roh-roh jahat
(Efesus 6:12), kelemahan dan kegagalan (Yesaya 40:6; Ayub 14:1), dan ia demikian
busuk dan jahat dalam pikiran dan hati (Kejadian 8:21; Ayub 14:4; Mazmur 51:7;
Matius 15:19, 20; 12:39) sehingga ia memutarbalikkan kebenaran Allah menjadi
dusta (Roma 1:25).

e. Manusia menurut gambar Allah

Kendati manusia telah jatuh dalam dosa, manusia menurut janji Kristus masih
harus dipandang sebagai citra Allah (Kejadian 5:1; Mazmur 8; 1 Korintus 11:7;
Yakobus 3:9), bukan berdasarkan apa dia dalam dirinya sendiri, tapi berdasarkan apa
makna Kristus bagi dirinya, dan berdasarkan apa makna dia dalam Kristus. Sekarang
dalam Kristus-lah dilihat makna yg sebenarnya dari perjanjian yang hendak dibuat
Allah dengan manusia dalam Firman, dan itulah tujuan sehingga manusia diciptakan
oleh Allah untuk mencapainya (Kejadian 1:27-30; 9:8-17; Mazmur 8; Ef 1:22; Ibrani
2:6), sebab ketidaksetiaan manusia tidak dapat membatalkan kesetiaan Allah (Roma
3:3). Maka di hadapan Allah, manusia, dari segi hidup perseorangan (Matius 18:12)
maupun dari segi hidup bersama (Matius 9:36; 23:37), dipandang adalah jauh lebih
bernilai dari seluruh alam (Mat 10:31; 12:12; Mrk 8:36, 37). Justru menemukan
manusia yg hilang adalah menghapuskan segala penderitaan mencarinya, dan
menggenapi tuntas pengorbanan Kristus (Lukas 15).

Yesus Kristus-lah yang benar citra Allah (Kolose 1:15; 2 Korintus 4:4), justru
Dia-lah manusia yang sebenarnya (Yohanes 19:5). Dia serentak adalah perseorangan
yang unik dan mewakili segenap masyarakat manusia, dan karya penyelamatan-Nya
beserta kemenangan-Nya memberikan kebebasan dan kehidupan bagi seluruh umat
manusia (Roma 5:12-21). Kristus menggenapi perjanjian, yang di dalamnya Allah
memberikan kepada manusia tujuan hidupnya yang sesungguhnya. Di dalam Kristus,
oleh iman, manusia mendapati dirinya sedang diubah menjadi serupa dengan gambar

14
Allah (2 Korintus 3:18) dan boleh teguh mengharap akan penuh segambar dengan Dia
(Roma 8:29) kelak pada waktu pernyataan terakhir kemuliaan-Nya (1 Yohanes 3:2).
Sementara dalam iman mengenakan gambar Allah, maka manusia harus
“menanggalkan manusia lama” (Efesus 4:24; Kolse 3:10). Hal ini nampaknya
mendorong kita untuk menjauhkan pemikiran yang mengatakan, bahwa gambar Allah
harus ditafsirkan sebagai sudah melekat dan menyatu dalam dini manusia alami,
walaupun memang manusia alami itu harus dipandang sebagai sudah diciptakan
menurut gambar Allah (2 Korintus 5:16-17).

Pembedaan yang agak berlebihan diusulkan ada pada anti kedua kata
“gambar” dan “rupa” (tselem dan demut) Allah. Dikatakan bahwa pada kedua kata itu
manusia diciptakan (Kejadian 1:26). Hal ini menimbulkan ajaran skolastik, bahwa
“rupa” (Latin similitude) Allah ialah karunia supra alami yang diberikan Allah kepada
manusia sewaktu manusia itu diciptakan. Maksudnya ialah kebenaran asli (justitia
originalis) dan penentuan diri sendiri yang sempurna di hadapan Allah. Rupa yang
demikian dapat hilang, dan memang sudah hilang, waktu manusia jatuh dalam dosa.
Pada pihak lain “gambar” (imago) terdiri dari apa yang telah tertanam pada manusia
menurut kodratnya, yaitu kehendak bebas, akal budi dan kekuasaan atas dunia
binatang, yang tak mungkin hilang biarpun manusia jatuh dalam dosa. Ini berarti
bahwa kejatuhan manusia dalam dosa merusak sesuatu yang pada aslinya adalah
supra alami dalam dini manusia, tapi membiarkan wataknya dan gambar Allah di
dalamnya terluka, dan membiarkan kehendaknya tetap bebas.

Pada zaman Reformasi perbedaan imago dari similitudo disangkal oleh


Luther. Kejatuhan dalam dosa merasuki dan merusak imago Allah sampai ke akar-
akarnya, merusak kehendak bebas manusia (dalam arti arbitrium, mengambil
keputusan yang benar), tapi tidak dalam arti voluntas (sanggup memilih), dan
merusak segi-segi terpenting dalam diri manusia; yang tersisa hanya sedikit sekali
dari gambar aslinya yakni gambar Allah dan hubungannya dengan Allah. Calvin juga
menekankan fakta, bahwa makna yang sebenarnya dari penciptaan manusia harus
dicari dalam apa yg dikaruniakan kepadanya dalam Kristus, dan bahwa manusia akan
menjadi gambar Allah jika dia memantulkan kemuliaan Allah kepada Allah dengan
gelora terima kasih dan iman.

15
Di kemudian hari dogmatika Reformasi membedakan lagi pengertian imago
dari similitudo (gambar dari rupa), tatkala ahli-ahli teologi berbicara tentang gambar
Allah yang hakiki, yang tak mungkin hilang, dan tentang bakat-bakat nyata tapi alami
(termasuk kebenaran asli), yang bisa saja raib tanpa hilangnya kemanusiaan itu
sendiri. Pada zaman modern ini Brunner berusaha memahami konsep dari “bentuk”
imago itu sebagai struktur kini dari wujud dini manusia, berlandaskan hukum. Hal ini
tidak sirna kendati manusia jatuh dalam dosa, dan merupakan titik temu bagi Injil. Ini
merupakan salah satu segi dari kodrat manusia yg dipersatukan secara teologis, yg
masih menunjukkan tanda-tanda gambar Allah walaupun manusia sudah dirusak dosa.
Tapi “secara praktis” bagi Brunner gambar Allah (imago) sudah hilang sama sekali. R
Niebuhr kembali ke pembedaan skolastik, di satu pihak, kodrat hakiki manusia tak
dapat dirusak, dan di pihak lain kebenaran asli, kebajikan dan kesempurnaannya akan
menghadirkan pengungkapan biasa dari kodrat itu.

Karl Barth, dalam merumuskan ajarannya mengenai manusia, memilih jalan


yang berbeda dari jalan yang ditempuh tradisi gereja. Kita tidak dapat mengenai
manusia yang sesungguhnya, sampai kita mengenai dia dalam dan melalui Kristus.
Maka untuk dapat mengerti apa sebenarnya manusia itu, hanyalah melalui apa yang
kita kenal tentang Yesus Kristus dalam Injil. Tidak boleh menganggap dosa lebih
unggul daripada kasih karunia. Karena itu pandangan yg mengatakan bahwa manusia
bukan lagi manusia seperti yg diciptakan Allah, harus ditolak. Dosa menciptakan
keadaan-keadaan, yg atasnya Allah bertindak. Tapi dosa tidak mengubah struktur diri
manusia demikian jauh; memandang Yesus Kristus dalam hubungan-Nya dengan
manusia dan masyarakat manusia, masih terlihat dalam kehidupan manusia hubungan-
hubungan yang serupa, yang menunjukkan bentuk dasar dari kemanusiaan, yang
selaras dengan ketentuan Allah mengenai manusia. Sekalipun manusia menurut
kodratnya bukanlah “rekan seperjanjian” Allah, tapi dalam daya dan semangat
pengharapan yang kita miliki di dalam Kristus, keberadaan manusia adalah
keberadaan yang sesuai dengan keberadaan Allah sendiri, dan dalam pengertian ini
(manusia ada) menurut gambar Allah.

f. Hubungan antar Sesama Manusia

Manusia sebagai gambar dan rupa Allah itu diwujudkan melalui kehidupan
yang mengasihi dan saling melengkapi itu. Inilah yang dipraktekkan oleh jemaat

16
mula-mula (Kis.2:41-47). Mereka hidup di dalam kasih, saling melengkapi, saling
menopang dan saling menguatkan, sehingga mereka menjadi suatu komunitas yang
penuh kekuatan dan sukacita. Persekutuan juga terjadi di antara mereka, baik secara
horizontal (antara manusia dengan sesama), maupun secara vertikal (antara
manusia dengan Allah).

Hubungan antar sesama manusia itu sendiri dapat diartikan sebagai


komunikasi antar pribadi yang berarti komunikasi yang telah memasuki tahap
psikologis yang komunikator dan komunikasinya saling memahami pikiran, perasaan,
dan tindakan yang dilakukan juga didasarkan atas kebersamaan. Hubungan antar
sesama manusia itu sendiri dapat diartikan sebagai komunikasi antar pribadi yang
berarti komunikasi yang telah memasuki tahap psikologis yang komunikator dan
komunikasinya saling memahami pikiran, perasaan, dan tindakan yang dilakukan juga
didasarkan atas kebersamaan.

2.5 Hubungan Manusia dengan Allah


Hubungan adalah kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang
memudahkan prses pengenalan satu akan yang lain. Hubungan terjadi dalam setiap proses
kehidupan manusia. Hubungan manusia dengan Tuhan dapat digambarkan dengan kelemahan
manusia dan keinginan untuk mengabdi kepada yang lebih agung. Manusia yang lemah
memerlukan pelindung dan tempat mengadu segala permasalahan. Terkadang memang
permasalahan yang tidak pelik mudah dan dapat diselesaikan leh manusia sendiri. Namun, tak
jarang persoalan himpitan hidup, rasa putus asa, hilangnya harapan dan lain sebagainya tak
mungkin diselesaikan sendiri. Maka ia butuh sesuatu yang sempurna, yaitu Tuhan. Tuhan
telah menghubungkan dunia-Nya dengan dunia manusia yang saling tidak memiliki
hubungan antara yang satu dengan yang lainnya, oleh ikatan perjanjian yang kuat.

Hubungan manusia dengan Allah menurut Alkitab bagaikan seorang Bapa yang
memandang kita sebagai anak-anak-Nya yang boleh duduk di pangkuan-Nya. Juga boleh
berbicara kepada-Nya, mengeluarkan isi hati dan permintaan kita kepada-Nya, dan dapat
menyatakan bahwa kita mengasihi-Nya. Hubungan manusia dengan Allah menurut Alkitab
bagaikan seorang Bapa yang memandang kita sebagai anak-anak-Nya yang boleh duduk di
pangkuan-Nya. Juga boleh berbicara kepada-Nya, mengeluarkan isi hati dan permintaan kita
kepada-Nya, dan dapat menyatakan bahwa kita mengasihi-Nya. Kitab Allah menyaksikan,
“Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi

17
kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya
Abba, ya Bapa!’… Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya
orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama
dengan Kristus, …supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia” (Roma 8:15-
17). Hubungan yang dekat dengan Allah akan menolong kita dapat mengenal Allah dengan
baik dan benar. Hanya dengan beriman kepada Isa Al-Masih yang begitu mengasihi manusia
dan menanggung hukuman dosa, maka Allah pasti menerima kita sebagai anak-anak-Nya.

18
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia adalah ciptaan Allah yang paling istimewa dan mulia, karena manusia di
anuggrahkan akal budi yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain. Manusia adalah “Imago
Dei”. Imago artinya gambar, dan Dei adalah Allah, yang berarti dasar dari martabat manusia
itu sendiri secara transendental telah dimeteraikan oleh Allah sejak awal Penciptaan,
termasuk akal budi, kehendak, dan kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki oleh manusia.
Hal ini membuat manusia adalah ciptaan yang paling diistimewakan dan manusia mempunyai
kuasa atas segala ciptaan-Nya.

Ketika awal penciptaannya, Allah menciptakan semuanya ada tapi Allah tidak puas
karna tidak ada orang untuk mengusahakan tanah itu. Ketika itulah Allah membentuk
manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup kedalam hidungnya
demikianlah manusia menjadi makluk yang hidup. Ini membuktikan bahwa Allah
menciptakan manusia beerbeda dari ciptaan yang lain, dengan menggunakan tangan-Nya, Ia
menciptakan manuisa lalu memberikan napas kehidupan bagi manusia. Allah menciptakan
kehidupan dan kematian untuk memberikesempatan kepada manusia untuk tampil sebagai
mahkluk moral yaitumahkluk yang mememiliki kemampuan untuk berbuat baik atau
jahat.Dan Allah hendak menguji manusia, siapa diantaranya yang palingbaik dalam
amalan perbuatannya. Hidup manusia di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban
diakhirat kelak, karena manusia pasti akan mengalami kematian.Kematian bukanlah akhir
dari segala pengalaman eksistensialmanusia, melainkan permulaan dan jenis pengalam baru
yang lebih hakiki dan abadi.

19
DAFTAR PUSTAKA
Abraham Park. 2014. "Janji dari Perjanjian Kekal". Jakarta Selatan: Yayasan Damai
Sejahtera utama

Davidson, Robert. 2001. "Alkitab berbicara". Jakarta PT BPK Gunung Mulia

Sairin, Wenata. 2006. "Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia antara
konseptual dan Operasional". Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Wigand Sugandi. 2022. "The Art Of Live". Jakarta Barat: PT Inspirasi Utama

20

Anda mungkin juga menyukai