MANUSIA
Disusun Oleh:
(2301050035)
KUPANG
2024
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia” dengan
baik, yang mana untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Kristen. Tidak
lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan
kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak
mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh karena itu, saya
berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan dimasa yang akan datang yang
membangun. Semoga makalh ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohn maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terimakasih dan hormat.
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................6
2.1 Manusia dalam Alkitab.............................................................................................................6
2.2 Manusia Sebagai Mahakarya Penciptaan Allah.....................................................................7
2.3 Manusia Diciptakan Menurut Gambar dan Rupa Allah........................................................8
2.4 Kedudukan Manusia dalam lingkungan Alam dan Hubungan antar Manusia..................10
2.5 Hubungan Manusia dengan Allah..........................................................................................17
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk individu, adalah hakikat manusia sebagai makhluk hidup
yang mempunyai keinginan, kebutuhan, dan perasaan yang berbeda dengan manusia lain.
Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan
orang lain dalam menjalani kehidupannya. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang
paling sempurna karena dibekali dengan akal dan pikiran dalam bertindak. Manusia juga
diciptakan Allah menurut gambaran-Nya, seperti yang tertulis dalam Alkitab “Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia;
laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka (Kej 1:27).
Aspek mendasar dari kesaksian Alkitab tentang hakikat manusia menurut pandangan
Kristen yaitu manusia adalah makhluk ciptaaan Allah, manusia adalah “Imago Dei”. Imago
artinya gambar, dan Dei adalah Allah, yang berarti dasar dari martabat manusia itu sendiri
secara transendental telah dimeteraikan oleh Allah sejak awal Penciptaan, termasuk akal
budi, kehendak, dan kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki oleh manusia. Jadi dari hal
ini dapat dipahami bahwa manusia adalah ciptaan yang istimewa bagi Allah karena dari prses
penciptaannya berbda dengan ciptaan-ciptaan yang lain. Dimana Tuhan Allah tidak hanya
“Berfirman” namun ada sebuah tindakan yang dilakukan leh Tuhan Allah yaitu dengan
tangan-Nya sendiri. Dia membentuk manusia dari debu tanah dan dengan napas hidup yang
diberikan-Nya manusia menjadi makhluk hidup. Tidak berhenti sampai diana namun Tuhan
Allah pun memberikan kekuasaan atas seluruh alam semesta dan manusia berhak memerintah
semua ciptaan. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup ciptaan Allah memerlukan dan
tergantung pada ciptaan Allah yang lain, ia memerlukan tempat tinggal yang aman, tentram
dan damai. Di dalamnya ada hubungan yang baik di antara sesama ciptaan tersebut. Jadi di
dalam alam semesta ini ada suatu harmoni yang senantiasa berjalan bersama-sama. Kalau
ciptaan Allah ini mewujudkan suatu harmoni, maka tentunya Allah sendiri adalah harmoni,
suatu keselarasan yang terbesar dan termulia. Allah sangat menghargai manusia dan
menempatkannya “di atas” ciptaan Allah yang lain. Namun pemahaman ini sering
disalahmengertikan sehingga manusia mempunyai kecenderungan sebagai “penguasa”
terhadap ciptaan yang lain, maka cita-cita untuk mewujudkan harmoni di antara sesama
ciptaan Allah semakin sulit untuk diwujudnyatakan.
4
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini:
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia dalam Alkitab
Sumber utama untuk mengenal siapa manusia adalah Alkitab. Dalam Kitab Kejadian
1:26-31, Allah menciptakan manusia secitra dan segambar dengan Allah. Manusia
diharapkan mengenal diri sendiri sebagai pribadi, citra Allah agar dan dipanggil agar mampu
hidup sebagai citra Allah yang bersyukur atas keberadaan diri-Nya, menghargai hak asasi
manusia, dan mampu bekerjasama dengan sesama, menjaga kelestarian lingkungan hidup
serta mampu berelasi dengan Tuhan sebagai pencipta kehidupan.
Sebagai makhluk ciptaan yang istimewa, manusia memiliki keunikan yang tidak
dimiliki oleh makhluk ciptaan lainnya. Oleh Allah, manusia dianugerahi martabat akal budi,
hati nurani dan kehendak bebas. Dengan akal budinya, manusia melampaui seluruh alam. Ia
mampu menangkap dan memahami dengan sungguh segala realitas yang ditemuinya. Hati
nurani manusia memampukannya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, serta
menghindari apa yang jahat. Sedangkan martabat kebebasan manusia menuntut supaya ia
bertindak menurut pilihannya yang sadar dan bebas, yang digerakkan dan didorong secara
pribadi dari dalam, dan bukan karena rangsangan hati yang buta atau semata-mata paksaan
dari luar. Dengan ini, manusia mempunyai kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri,
dan memiliki cara berada yang khas dibandingkan dengan makhluk ciptaan yang lain.
Manusia unggul atas seluruh ciptaan Tuhan yang lain, tetapi tidak sama sempurna
seperti Allah. Status manusia adalah ciptaan yang berarti bahwa ada yang melebihi dan
mengungguli manusia, yaitu Sang Pencipta. Hal ini harus terus disadari agar manusia tidak
mencoba menjadi (menyamai) Sang Pencipta. Manusia memiliki kelemahan dan keterbatasan
secara fisik (bisa sakit dan mati, kembali menjadi debu), memiliki keterbatasan intelektual
dan pengetahuan (tidak maha tahu); menghadapi keterbatasan waktu (tidak maha hadir), dan
keterbatasan lain.
6
2.2 Manusia Sebagai Mahakarya Penciptaan Allah
Tuhan menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian. 1:26). Kita
adalah ciptaan Tuhan yang sungguh amat baik. Tuhan menciptakan manusia untuk satu
tujuan: mencerminkan diri-Nya. Segala kemampuan dan sumber daya yang kita miliki adalah
dari Tuhan. Mari menjadi orang yang percaya diri dan positif memandang diri sendiri,
sehingga mampu menghasilkan berbagai karya yang memuliakan Tuhan.
Allah menciptakan manusia yang terakhir dari antara sgala sesuatu di alam semesta.
Fakta ini menunjukkan bahwa Allah menaruh perhatian dan harapan-Nya yang terbesar pada
manusia yang diciptakan terakhir ini; serta menunjukkan bahwa segala penciptaan yang
terjadi sejauh ini hanyalah diperuntukkan bagi manusia (Yesaya 45:18, 51:13; Yeremia 27:5).
Manusia diciptakan pada hari keenam. Manusia diciptakan dengan cara yang berbeda dengan
ciptaan lain, dimana dalam menciptakan alam Allah hanya berfirman dan jadilah seperti yang
difirmankanNya. Sebaliknya, manusia diciptakan Allah dengan menggunakan debu tanah dan
kemudian diberi nafas. Hal ini yang membuat manusia berbeda dengan ciptaan lainnya, dan
sekaligus menempatkan manusia sebagai “mahkota ciptaan Allah”. Kalau ciptaan lainnya
dinilai Allah sebagai yang baik (Kejadian 1:10), maka manusia dinilai sebagai yang “amat
baik” (Kejadian 1:31).
Diantara sekian banyak karya yang diciptakan Tuhan, manusia adalah Mahakarya
terbaik-Nya. Sejak awal rencana penciptaan manusia, Tuhan sudah mengumumkan kepada
seluruh malaikat, bahwa Dia akan menciptakan makhluk yang kelak akan menjadi pemimpin
di muka bumi. Tuhan menciptakan manusia dalam kesempurnaan yang sangat luar biasa.
Kitab Kejadian 2:19-20 “Lalu Tuhan Allah membentuk dari tanah segala binatang di udara.
Dibawa-Nyalah semua manusiaitu …). Dari ayat ini kita bisa melihat, pertama bahwa
manusia adalah penguasa atas ciptaan lainnya. Seluruh ciptaan iu, ada di bawah kendali
manusia. Manusia berkuasa atas binatang-binatang, baik yang ada di darat, laut maupun
udara. Maka manusia itu dimampukan Tuhan mengendalikan di mana dia ditempatkan
(Taman Eden). Yang kedua, manusia itu bukan saa mampu menjalakan kekasaan atas
makhluk lain, tetapi uga menyiapkan rencana sendiri. Manusia memberi nama pada binatang-
binatang itu. Artinya, manusia mampu memilih nama yang harus diberikan pada masing-
masing makhluk itu. Ini suatu gambaran bagaimana manusia memang pada hakikatnya
mampu menyiapkan suatu rencana yang luar biasa dan mengaktualisasikannya menjadi satu
karya yang hebat. Jadi, kita tidak perlu heran ketika manusia mampu melewati berbagai era di
dalam kehidupannya: dari jaman batu ke jaman besi, lalu sampai ke jaman komputer serba
7
canggih. Tidak ada yang aneh, karena Tuhan memang menciptakan manusia itu di dalam
kemampuan yang luar biasa.
Manusia memang berasal dari debu tanah (Kejadian 2:7), bukan dari emas, berlian,
baja, atau besi yang kuat. Hal ini memberi arti bahwa manusia itu rapuh dan hina. Penyakit,
kematian membut manusia bagai uap yang sebentar ada dan sebentar lenyap (Yakobus 4:14).
Namun manusia yang berasal dari debu tanah iu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah membri arti bahwa manusia iu
mengindikasikan Allah. Dalam diri manusia ada indikasi Allah. Manusia merupakan suatu
representasi Allah; dia mempresentasikan Allah dan menyerupai Allah dalam hal-hal tertentu.
Allah kita adalah Allah yang Mahakuasa, Dia memiliki kuasa tertinggi, segala kuasa
dan penguasa taklukkpada-Nya dan kekuasaan-Nya untuk selamanya. Dialah yang
memberikan kuasa itu kepada manusia (Mazmur 8:7-9). Maka kuasa yang dimiliki oleh
manusia iu berasal dari Allah dan bukan dari diri manusia. Pada penciptaan, Allah tidak
hanya menciptakan satu orang, tetapi Dia menciptakan laki-laki dan perempuan (Kejadian
1:26-28). Penekanan keserupaan manusia dengan Allah dalam bagian ini, bukan dalamhal
fisik, melainkan lebih kepada keberadaan Allah yang adalah Kasih. Allah menciptakan laki-
laki dan perempuan, mereka hidup di dalam kasih saling melengkapi sau dengan yang lain
Manusia harus menyadari bahwa ia diciptakan dengan tujuan yang spesifik, manusia
mempunyai nilai intrinsik yang tidak dimiliki oleh ciptaan lain lengkap dengan tubuh, jiwa
dan roh. “Manusia adalah ‘IMAGO DEI”, yaitu diciptakan segambar dan serupa dengan
Tuhan. Jutaan DNA dan saraf ada dalam tubuh kita, begitu ajaib segala sesuatu dalam tubuh
kita dan tidak mampu kita pahami hanya dengan teori manusia, dan itu menandakan bahwa
kita memiliki nilai intrinsik. Kita memiliki moral framework Allah,” ungkapnya.
8
Mencerminkan kemuliaan Tuhan dalam segala hal yang kita lakukan. Hal ini dapat
juga ditunjukkan dengan mengikuti perintah Allah khususnya dua perintah penting yang
Tuhan berikan yaitu “kasihiliah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan kasihilah
sesamamu seperti mengasihi diri sendiri”. Selanjutnya, ia juga membagikan tentang
pentingnya mengerti arti kasih, “love”, dari sudut pandang Kristen, karena pengertian dunia
tentang kasih sudah sangat jauh dari arti sesungguhnya.
Salah satu aspek hakikat manusia berdasarkan ajaran Alkitab adalah bahwamanusia
diciptakan menurut gambar Allah. Gambar Allah inilah yang dikenal dengan istilah “Imago
Dei.”
Tradisi Kristen yang mendasarkan dirinya pada cerita Alkitab dalam Kejadian 1,telah
menafsirkan makna kesegambaran manusia dengan Allah dengan bermacam-macam arti. Hal
ini bisa juga diartikan secara salah, seolah- olah manusia mirip dengan Allah. Sebagai
makhluk yang diciptakan, manusia akan tetap berbeda dengan Allah Sang Pencipta. Sudah
ada banyak arti diberikankepada konsep ini, antara lain sebagai wakil Allah di dunia, dalam
arti pelaksana atau mandataris Allah untuk tugas kebudayaan. Akan tetapi, tugasmandataris
menunjuk kepada relasi manusia dengan ciptaan yang lain serta alamsemesta ini. Pada zaman
bapa-bapa Gereja ide ini ditafsirkan sebagai kemampuan rasional manusia yang
membedakannya dengan makhluk-makhluk yang lain. Ada juga yang mengartikan
kesegambaran itu sebagai kemiripandalam sifat-sifat Allah.
9
dunia ini harus diarahkan kepada manusia sebagai pusat dan puncaknya. Kitab Kejadian
melukiskan tentang penciptaan dan memberikan kepada manusia tempat mulia dalam alam
semesta. Penciptaan manusia tidak hanya merupakan penutup dari segenap karya ciptaan
Allah, tetapi dalam penciptaan manusia itu terkandung penggenapan dan makna dari seluruh
pekerjaan Allah. Manusia diperintahkan memenuhi bumi dan menaklukkannya, dan manusia
berkuasa atas semua makhluk (Kejadian 1:27-31). Kesaksian yang sama tentang kekuasaan
manusia dan tentang tempatnya yang sentral di alam ciptaan ini, diberikan lagi di tempat-
tempat lain (Amsal 4:13; Yes. 42:5-6; Mazmur 8:5-9; 104:14-15), dan secara mengagumkan
diberikan dalam inkarnasi (Ibrani 2).
Manusia memiliki citra atau sifat-sifat Allah seperti: mengasihi, sabar, memiliki
kehendak, pikiran, keinginan, pengetahuan, kebenaran, perasaan. Allah memiliki sifat
mencipta dan memelihara ciptaanNya. Tetapi Allah juga dapat menghukum ciptaanNya bila
melakukan pelanggaran (Kej. 3:14-19). Kedua sisi ini hendaknya dipahami dengan benar
bahwa kecenderungan Allah dalam mencipta, memelihara dan mengasihi ciptaanNya lebih
besar daripada keinginanNya untuk menghukum yang bersalah
Manusia diberi tanggung jawab untuk mengolah bumi, berkuasa dan memelihara
ciptaan Allah yang lain. Tanggung jawab ini hanya diberikan kepada manusia bukan kepada
ciptaan lainnya. “Berkuasa” di sini tidak boleh diartikan, bahwa manusia dapat menggunakan
kuasanya dengan bebas. Sebaliknya, ini berarti manusia mendapat tugas untuk mengatur
seluruh alam dan kehidupan di muka bumi ini.
Manusia tidak bisa terlepas dari keterkaitannya sebagai milik Allah. Manusia dituntut
untuk hidup sesuai dengan kehendakNya dan ini hendaknya tercermin baik dalam
hubungannya dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan dan alam semesta ini.
Manusia tidak bisa hidup untuk dirinya sendiri (manusia = makhluk sosial), karena semua
kebutuhannya dipenuhi oleh keberadaan ciptaan Allah lainnya, mulai dari udara, air,
tumbuhan, binatang, bahkan manusia lainnya.
2.4 Kedudukan Manusia dalam lingkungan Alam dan Hubungan antar Manusia
Cerita Kitab Kejadian tentang penciptaan memberikan kepada manusia tempat mulia
dalam alam semesta. Penciptaan manusia tidak hanya merupakan penutup dari segenap karya
ciptaan Allah, tapi dalam penciptaan manusia itu sendiri terkandung penggenapan dan makna
dari seluruh pekerjaan Allah pada kelima hari lainnya. Manusia diperintahkan memenuhi
bumi dan menaklukkannya, dan manusia berkuasa atas semua makhluk (Kej 1:27-2:3).
10
Kesaksian yang sama tentang kekuasaan manusia dan tentang tempatnya yang sentral di alam
ciptaan ini, diberikan lagi di tempat-tempat lain (Amsal 4:13; Yes 42:5-6; Mazmur 8:5-9;
104:14-15), dan secara mengagumkan diberikan dalam inkarnasi (Ibrani 2).
Dalam seluruh Alkitab ditekankan bahwa manusia adalah bagian dari alam ini.
Manusia ialah debu dan diciptakan dari debu tanah (Kej 2:7); secara biologis manusia
mempunyai banyak kesamaan dengan binatang. Semuanya itu nampak jelas dalam
banyak segi hidup manusia (Kejadian 18:27; Ayb 10:8-9; Mazmur 103:14;
Pengkhotbah 3:19, 20; 12:5-7). Manusia sebagai 'daging' adalah lemah dan
bergantung pada belas kasihan Allah, seperti semua makhluk lainnya (Yesaya 2:22;
40:6; Mazmur 103:15; 104:27-30). Bahkan dalam memanfaatkan alam untuk
melayani kebutuhannya, manusia harus melayani alam ini, harus menjaganya dan
mengolahnya untuk mencapai tujuannya (Kejadian 2:15). Manusia tunduk kepada
hukum-hukum yang sama, seperti kaidah alam, dan ia dapat terpesona di tengah-
tengah keagungan dunia yg menjadi tempat hidupnya (Ayub 38-42).
Alam ini bukanlah melulu suatu kerangka atau latar belakang yg netral bagi
hidup manusia. Antara alam dan manusia ada ikatan-ikatan yg sangat mendalam dan
rahasia. Dunia ini turut ditimpa kutuk kebinasaan karena manusia jatuh ke dalam dosa
(Kejadian 3:17-18), dan sekarang menanggung sakit dan kematian, sambil
menantikan pemerdekaan manusia secara final, sebelum pemulihannya sendiri dapat
diharapkan (Roma 8:19-23). Dalam Alkitab alam digambarkan bersukaria berkaitan
dengan peristiwa-peristiwa yg menuju kepada keselamatan manusia (Mazmur 96:10-
13; Yesaya 35; 55:12-13), sementara alam ini juga menikmati pemulihannya (Yesaya
11:6-9; 65:25). Di pihak manusia ada simpati naluriah terhadap alam (Kejadian 2:19)
dan manusia harus menjunjung tinggi hukum-hukum alam (Imamat 19:19; Ul 22:9,
10; Ayub 31:38-40), harus mengakui kenyataan ketergantungannya pada alam, dan
harus membanting tulang untuk mendapat makanan yg dibutuhkannya dari alam
sekitarnya supaya ia dapat hidup, juga hal-hal yang memperkaya kebudayaannya
(Kejadian 3:17; 9:1-7).
11
b. Tujuan manusia
Tapi manusia tidak bisa mendapat makna sebenarnya dari hidup dalam alam
yang dilukiskan di atas. Binatang-binatang tidak dapat menjadi penolong yg layak
baginya. Manusia mempunyai sejarah dan masa depan yang harus digenapi, unik di
tengah-tengah makhluk dan ciptaan lainnya. Dia diciptakan “menurut gambar Allah”
(Kej 1:27). Ada ahli menafsirkan bahwa gambar Allah ini terungkap dalam kekuasaan
manusia atas dunia ini, atau dalam daya pikirnya, atau bahkan dalam sifat-sifat
badaninya.
c. Struktur manusia
12
pisah, atau bagian-bagian yang dapat dipisah-pisahkan, seolah-olah yang satu dapat
ditambahkan kepada yang lain untuk menciptakan seorang manusia.
Kata “jiwa” boleh jadi menekankan unsur perseorangan dan kuasa hidup
manusia itu, dengan penekanan pada hidup batinnya, perasaannya dan kesadaran
dirinya. Kata “badan” dipakai untuk menekankan kaftan sejarah dan lahiriah yang
mempengaruhi hidupnya. Tapi jiwa ialah jiwa, yang memang harus disatukan dengan
badannya, dan demikian sebaliknya. Manusia juga mempunyai hubungan dengan Roh
Allah sehingga dia sendiri mempunyai roh, tapi sekalipun demikian manusia tidak
bisa disebut suatu roh, dan roh juga tidak dapat dianggap sebagai unsur ketiga dari
dini manusia. Manusia sebagai “daging” ialah manusia dalam hubungannya dengan
dunia alam dan dengan umat manusia sebagai keseluruhan, tidak hanya dalam
kelemahannya tapi juga dalam kedosaannya dan pemberontakannya terhadap Allah.
d. Dosa manusia
13
persekutuan mana ia dapat menggenapi tujuan ketika ia diciptakan. Manusia berusaha
mencari dalam dirinya sendiri pembenaran akan keberadaannya (Rm 10:3). Manusia
tidak berusaha untuk hidup dalam persekutuan yang benar dengan Allah dan dengan
sesamanya manusia, di mana ia dapat memantulkan citra dan kemuliaan Allah. Tapi
manusia berusaha mencari makna hidupnya melulu dalam hubungannya dengan dunia
ciptaan ini dalam arti alam sekitarnya (Roma 1:25). Akibatnya ialah hidupnya
ditandai dengan perbudakan (Ibrani 2:14-15), permusuhan dengan roh-roh jahat
(Efesus 6:12), kelemahan dan kegagalan (Yesaya 40:6; Ayub 14:1), dan ia demikian
busuk dan jahat dalam pikiran dan hati (Kejadian 8:21; Ayub 14:4; Mazmur 51:7;
Matius 15:19, 20; 12:39) sehingga ia memutarbalikkan kebenaran Allah menjadi
dusta (Roma 1:25).
Kendati manusia telah jatuh dalam dosa, manusia menurut janji Kristus masih
harus dipandang sebagai citra Allah (Kejadian 5:1; Mazmur 8; 1 Korintus 11:7;
Yakobus 3:9), bukan berdasarkan apa dia dalam dirinya sendiri, tapi berdasarkan apa
makna Kristus bagi dirinya, dan berdasarkan apa makna dia dalam Kristus. Sekarang
dalam Kristus-lah dilihat makna yg sebenarnya dari perjanjian yang hendak dibuat
Allah dengan manusia dalam Firman, dan itulah tujuan sehingga manusia diciptakan
oleh Allah untuk mencapainya (Kejadian 1:27-30; 9:8-17; Mazmur 8; Ef 1:22; Ibrani
2:6), sebab ketidaksetiaan manusia tidak dapat membatalkan kesetiaan Allah (Roma
3:3). Maka di hadapan Allah, manusia, dari segi hidup perseorangan (Matius 18:12)
maupun dari segi hidup bersama (Matius 9:36; 23:37), dipandang adalah jauh lebih
bernilai dari seluruh alam (Mat 10:31; 12:12; Mrk 8:36, 37). Justru menemukan
manusia yg hilang adalah menghapuskan segala penderitaan mencarinya, dan
menggenapi tuntas pengorbanan Kristus (Lukas 15).
Yesus Kristus-lah yang benar citra Allah (Kolose 1:15; 2 Korintus 4:4), justru
Dia-lah manusia yang sebenarnya (Yohanes 19:5). Dia serentak adalah perseorangan
yang unik dan mewakili segenap masyarakat manusia, dan karya penyelamatan-Nya
beserta kemenangan-Nya memberikan kebebasan dan kehidupan bagi seluruh umat
manusia (Roma 5:12-21). Kristus menggenapi perjanjian, yang di dalamnya Allah
memberikan kepada manusia tujuan hidupnya yang sesungguhnya. Di dalam Kristus,
oleh iman, manusia mendapati dirinya sedang diubah menjadi serupa dengan gambar
14
Allah (2 Korintus 3:18) dan boleh teguh mengharap akan penuh segambar dengan Dia
(Roma 8:29) kelak pada waktu pernyataan terakhir kemuliaan-Nya (1 Yohanes 3:2).
Sementara dalam iman mengenakan gambar Allah, maka manusia harus
“menanggalkan manusia lama” (Efesus 4:24; Kolse 3:10). Hal ini nampaknya
mendorong kita untuk menjauhkan pemikiran yang mengatakan, bahwa gambar Allah
harus ditafsirkan sebagai sudah melekat dan menyatu dalam dini manusia alami,
walaupun memang manusia alami itu harus dipandang sebagai sudah diciptakan
menurut gambar Allah (2 Korintus 5:16-17).
Pembedaan yang agak berlebihan diusulkan ada pada anti kedua kata
“gambar” dan “rupa” (tselem dan demut) Allah. Dikatakan bahwa pada kedua kata itu
manusia diciptakan (Kejadian 1:26). Hal ini menimbulkan ajaran skolastik, bahwa
“rupa” (Latin similitude) Allah ialah karunia supra alami yang diberikan Allah kepada
manusia sewaktu manusia itu diciptakan. Maksudnya ialah kebenaran asli (justitia
originalis) dan penentuan diri sendiri yang sempurna di hadapan Allah. Rupa yang
demikian dapat hilang, dan memang sudah hilang, waktu manusia jatuh dalam dosa.
Pada pihak lain “gambar” (imago) terdiri dari apa yang telah tertanam pada manusia
menurut kodratnya, yaitu kehendak bebas, akal budi dan kekuasaan atas dunia
binatang, yang tak mungkin hilang biarpun manusia jatuh dalam dosa. Ini berarti
bahwa kejatuhan manusia dalam dosa merusak sesuatu yang pada aslinya adalah
supra alami dalam dini manusia, tapi membiarkan wataknya dan gambar Allah di
dalamnya terluka, dan membiarkan kehendaknya tetap bebas.
15
Di kemudian hari dogmatika Reformasi membedakan lagi pengertian imago
dari similitudo (gambar dari rupa), tatkala ahli-ahli teologi berbicara tentang gambar
Allah yang hakiki, yang tak mungkin hilang, dan tentang bakat-bakat nyata tapi alami
(termasuk kebenaran asli), yang bisa saja raib tanpa hilangnya kemanusiaan itu
sendiri. Pada zaman modern ini Brunner berusaha memahami konsep dari “bentuk”
imago itu sebagai struktur kini dari wujud dini manusia, berlandaskan hukum. Hal ini
tidak sirna kendati manusia jatuh dalam dosa, dan merupakan titik temu bagi Injil. Ini
merupakan salah satu segi dari kodrat manusia yg dipersatukan secara teologis, yg
masih menunjukkan tanda-tanda gambar Allah walaupun manusia sudah dirusak dosa.
Tapi “secara praktis” bagi Brunner gambar Allah (imago) sudah hilang sama sekali. R
Niebuhr kembali ke pembedaan skolastik, di satu pihak, kodrat hakiki manusia tak
dapat dirusak, dan di pihak lain kebenaran asli, kebajikan dan kesempurnaannya akan
menghadirkan pengungkapan biasa dari kodrat itu.
Manusia sebagai gambar dan rupa Allah itu diwujudkan melalui kehidupan
yang mengasihi dan saling melengkapi itu. Inilah yang dipraktekkan oleh jemaat
16
mula-mula (Kis.2:41-47). Mereka hidup di dalam kasih, saling melengkapi, saling
menopang dan saling menguatkan, sehingga mereka menjadi suatu komunitas yang
penuh kekuatan dan sukacita. Persekutuan juga terjadi di antara mereka, baik secara
horizontal (antara manusia dengan sesama), maupun secara vertikal (antara
manusia dengan Allah).
Hubungan manusia dengan Allah menurut Alkitab bagaikan seorang Bapa yang
memandang kita sebagai anak-anak-Nya yang boleh duduk di pangkuan-Nya. Juga boleh
berbicara kepada-Nya, mengeluarkan isi hati dan permintaan kita kepada-Nya, dan dapat
menyatakan bahwa kita mengasihi-Nya. Hubungan manusia dengan Allah menurut Alkitab
bagaikan seorang Bapa yang memandang kita sebagai anak-anak-Nya yang boleh duduk di
pangkuan-Nya. Juga boleh berbicara kepada-Nya, mengeluarkan isi hati dan permintaan kita
kepada-Nya, dan dapat menyatakan bahwa kita mengasihi-Nya. Kitab Allah menyaksikan,
“Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi
17
kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya
Abba, ya Bapa!’… Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya
orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama
dengan Kristus, …supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia” (Roma 8:15-
17). Hubungan yang dekat dengan Allah akan menolong kita dapat mengenal Allah dengan
baik dan benar. Hanya dengan beriman kepada Isa Al-Masih yang begitu mengasihi manusia
dan menanggung hukuman dosa, maka Allah pasti menerima kita sebagai anak-anak-Nya.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia adalah ciptaan Allah yang paling istimewa dan mulia, karena manusia di
anuggrahkan akal budi yang tidak dimiliki oleh ciptaan yang lain. Manusia adalah “Imago
Dei”. Imago artinya gambar, dan Dei adalah Allah, yang berarti dasar dari martabat manusia
itu sendiri secara transendental telah dimeteraikan oleh Allah sejak awal Penciptaan,
termasuk akal budi, kehendak, dan kemampuan-kemampuan lain yang dimiliki oleh manusia.
Hal ini membuat manusia adalah ciptaan yang paling diistimewakan dan manusia mempunyai
kuasa atas segala ciptaan-Nya.
Ketika awal penciptaannya, Allah menciptakan semuanya ada tapi Allah tidak puas
karna tidak ada orang untuk mengusahakan tanah itu. Ketika itulah Allah membentuk
manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup kedalam hidungnya
demikianlah manusia menjadi makluk yang hidup. Ini membuktikan bahwa Allah
menciptakan manusia beerbeda dari ciptaan yang lain, dengan menggunakan tangan-Nya, Ia
menciptakan manuisa lalu memberikan napas kehidupan bagi manusia. Allah menciptakan
kehidupan dan kematian untuk memberikesempatan kepada manusia untuk tampil sebagai
mahkluk moral yaitumahkluk yang mememiliki kemampuan untuk berbuat baik atau
jahat.Dan Allah hendak menguji manusia, siapa diantaranya yang palingbaik dalam
amalan perbuatannya. Hidup manusia di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban
diakhirat kelak, karena manusia pasti akan mengalami kematian.Kematian bukanlah akhir
dari segala pengalaman eksistensialmanusia, melainkan permulaan dan jenis pengalam baru
yang lebih hakiki dan abadi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abraham Park. 2014. "Janji dari Perjanjian Kekal". Jakarta Selatan: Yayasan Damai
Sejahtera utama
Sairin, Wenata. 2006. "Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di Indonesia antara
konseptual dan Operasional". Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Wigand Sugandi. 2022. "The Art Of Live". Jakarta Barat: PT Inspirasi Utama
20