Anda di halaman 1dari 5

2.2.

4 Peranan Gondorukem sebagai Bahan Additive pada Aspal Modifikasi


Gondorukem (Resina Colophium) atau gum rosin merupakan bahan derivat alam hasil olahan
destilasi uap dari getah sadapan pada batang pinus (oleoresin) atau damar (shorea javanica). Getah pinus
atau damar yang didistilasi tersebut akan menghasilkan produk minyak berbentuk terpentin dan bahan
padatan berbentuk gum rosin (Riwayati, 2005). Pada Gambar 2.2 menunjukkan bentuk padatan dari gum
rosin yang berwarna kuning kecoklatan tersebut memiliki komponen kimia utama berupa asam organik
alkyl tricyclic tak jenuh yaitu molekul asam abietat dan asam pimarat. Kedua molekul tersebut bersifat
amfipatik ini mempunyai gugus fungsi karboksil dengan sifat hidrofilik (mudah larut) dan molekul
tricyclic bersifat hidrofobik (Wiyono, 2009). Bahan yang memiliki daya rekat yang kuat ini memiliki
sifat adhesive yang baik, sehingga memiliki fungsi sebagai bahan promoter agent dalam berbagai
industri.

Destilasi

Gambar 2.1 Bentuk Fisik Gom Rosin (Gondorukem) Tipe Water White (WW)
Dengan perkembangan teknologi industri yang masif di Indonesia, pengolahan getah pohon pinus
banyak diproduksi di Indonesia khususnya di pulau Jawa. Salah satu pabrik deveratif terbesar di Asia
Tenggara terletak di Pemalang, Jawa Tengah dengan kapasitas produksi hingga 30.000 ton per tahun.
Permintaan tersebut untuk mencukupi permintaan dalam negeri sebagai kebutuhan farmasi dan bahan
industri seperti pelapis kertas, additive, pelunak plester, cat, vernis, lem perekat, sabun ,batik dan
beberapa industri yang membutuhkan bahan tersebut. Gondorukem umumnya digunakan sebagai bahan
perekat yang berungsi sebagai tackifier untuk meningkatkan dan memperbaiki sifat-sifat produk akhir
yang diinginkan (Coppen, et al, 1995). Bahan yang ditambahkan ke dalam perekat dalam jumlah kecil
untuk meningkatkan kinerja perekat, sebagai pemacu perekatan (adhesion promoter) atau pemacu
kekentalan suatu bahan (viscosity promoters). Oleh karena itu, substrat ini dapat digunakan untuk
berbagai aplikasi khususnya bahan additive modifikasi aspal untuk meningkatkan karakteristik aspal
modifikasi yang lebih baik.
Menurut Wiyono (2002) menjelaskan bahwa gondorukem merupakan bahan additive yang
mempunyai sifat sebagai peningkat perekatan (adhesion promotors) dan pemicu viskositas.
Dilihat dari penelitian tentang aspal modifikasi menggunakan getah pinus sebagai bahan tambah
terhadap aspal modifikasi yang dilakukan oleh Rusfiandi (2004) dengan variasi konsentrasi getah pinus
sebesar 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% terhadap berat aspal penetrasi 60/70 menghasilkan campuran AC/WC
terbaik sebesar 2,5%. Pada konsentrasi tersebut aspal modifikasi menghasilkan karakter yang lebih
kental, ditunjukan oleh titik lembek aspal modifikasi yang lebih tinggi dan penetrasi yang meningkat
sesuai dengan kajian oleh Perceka dan Ing, (2019) menunjukkan hasil yang serupa. Pada penambahan
bahan additive berupa getah pinus sebesar 2,0% pada campuran AC-BC dengan kadar aspal optimum
5,65 % menghasilkan peningkatan durabilitas sebesar 14,12% dibandingkan dengan campuran
konvensional pada uji Marshall Immersion (IRS). Flexibelitas campuran meningkat dengan nilai
pelelehan sebesar 4,6 mm dan penurunan nilai stabilitas marshall dari 1252 kg menjadi 935 kg. Hal
tersebut terjadi seiring dengan peningkatan nilai titik lembek pada aspal modifikasi dengan additive 2,0%
getah pinus. Penambahan konsentrasi getah pinus berpengaruh pada perubahan karakteristik aspal
modifikasi yang diamati dari hasil pengujian penetrasi dan viskositas. Nilai penetrasi meningkat secara
linier hingga titik optimum kadar additite dan nilai viskositas campuran aspal modifikasi lebih kecil pada
temperature pengujian yang sama. Pada penelitian ini, getah pinus hanya berpengaruh positif terhadap
nilai durabilitas campuran pada pengujian IKS, peningkatan penetrasi dan nilai viskositas yang lebih
rendah dari campuran AC-BC tanpa modifikasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saputri, et al (2015) pada penambahan getah pinus terhadap
aspal penetrasi 60/70 dengan variasi 1%; 2,5%; dan 5% pada campuran Laston-WC memenuhi
karakteristik aspal modifikasi, adapun hasil evaluasi kinerja terhadap karakteristik aspal sebagai berikut
:
 Peningkatan nilai titik lembek aspal secara signifikan pada penambahan getah pinus menunjukan
aspal modifikasi tersebut semakin peka terhadap suhu yang didukung dengan penurunan nilai
penetrasi.
 Meningkatkan nilai daktilitas aspal modifikasi dari sifat plastisitas getah pinus sehingga dapat
meningkatkan nilai daktilitas yang cenderung turun pada campuran asbuton.
 Nilai penetrasi aspal menurun seiring dengan penambahan konsentrasi getah pinus pada aspal
modifikasi.
 Penambahan getah pinus dapat memperbaiki nilai penetrasi pada kondisi TFOT akibat adanya
kandungan gondorukem pada campuran aspal modifikasi.
 Penambahan konsentrasi getah pinus pada aspal modifikasi menghasilkan perubahan pada
viskositas kinematik yang menimbulkan perubahan pada acuan temperature pencampuran dan
pemadatan ideal akibat dari kandungan minyak terpentin pada getah pinus.
Tabel Data Perbandingan Karakteristik Aspal Modifikasi dengan Getah Pinus

AP60 Spesifikasi Aspal


Parameter Uji AC-WC
+2,5 % GR Modifikasi
Penilaian

Pentrasi (250C, 5s; 0,1 mm ) 69,4 59,2 50 - 70 Memenuhi


Pentrasi TOFT (250C, 5s; 0,1 mm ) 64 56,4 ≥ 54 Memenuhi
Titik Lembek Aspal (0C) 49 54 - Memenuhi
Titik Nyala Aspal (0C) 287 258 ≥ 232 Memenuhi
Viskositas Kinematis (1350C; cSt) 172 165 ≥ 300 Memenuhi
Daktilitas (250C, 5s) 150 150 ≥ 100 Memenuhi

Sumber : Hasil Analisa Data Penelitian oleh Saputri, et al (2015)


Konsentrasi terbaik penambahan getah pinus sebesar 2,5% digunakan sebagai campuran Laston-
WC untuk dilakukan pengujian terhadap karakteristik marshall dan didapatkan nilai Kadar Aspal
Optimum pada rentang 6,37 – 6,75%. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa penambahan getah
pinus dapat pada Laston-WC dapat mengurangi nilai kadar aspal ideal dengan hasil campuran yang
memenuhi semua karakteristik marshall.
Menurut Idral, (2016) daya rekat yang tinggi pada karet gondorukem dapat meningkatkan
karakteristik aspal modifikasi dan kinerja marshall sehingga campuran aspal porus mampu menerima
beban lalu lintas yang berat dan gesekan terhadap permukaan jalan. Hal tersebut dibuktikan adanya
peningkatan karakteristik campuran aspal porus menggunakan modifikasi aspal dengan 3,0%
gondorukem pada kadar aspal modifikasi 6,2 % menghasilkan karakteristik yang lebih baik dan nilai
kadar aspal optimum yang lebih kecil dari pada campuran aspal porus konvensional. Dalam penelitian
oleh Rianung (2007) dengan penambahan 2,0 % gondorukem terhadap berat aspal pada kadar aspal 6,0
% dapat menghasilkan nilai stabilitas sebesar 1878 kg dan mengasilkan uji parameter aspal dan marshall
yang optimal. Sedangkan pada kajian pada campuran aspal porus oleh Arlia, et al (2018) menghasilkan
kadar aspal optimum terbaik pada 5,56% dengan substitusi 8% gondorukem dan menghasilkan nilai
stabilitas 554,81 kg. Namun, penambahan gondorukem pada campuran hanya memberikan pengaruh
positif hingga batas optimum dan berpengaruh negative pada jumlah yang berlebi pada aspal modifikasi.
Oleh karena itu diperlukan konsentrasi yang ideal untuk menghasilkan parameter marshall dan
karakteristik aspal yang terbaik.
Berdasarkan kajian oleh Siswanda (2013) bahwa kadar gondorukem ideal yang memenuhi semua
karakteristik marshall sebesar 2,0% pada Campuran AC-WC serta menghasilkan nilai regangan tarik tak
langsung dan kekakuan yang lebih stabil dibandingkan dengan AC-WC konvensional. Dan menurut hasil
pengujian aspal modifikasi dengan 2,0% penambahan Gondorukem tipe Water White (WW) pada AC-
BC yang dilakukan oleh Setiabudi (2018), menghasilkan aspal modifikasi yang memenuhi beberapa
karakteristik aspal modifikasi. Namun, nilai titik lembek tidak memenuhi Spesifikasi Umum 2018 yang
terbaru. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan konsentrasi ideal sebesar 2,0% terhadap aspal
penetrasi berdasarkan beberapa penelitian yang menghasilkan campuran terbaik pada konsentrasi
tersebut.
Tabel 3.1 Standar Mutu Produk Gondorukem Berdasarkan Sifat Fisik dan Kimia sesuai SNI 7636:
2020
WW
Parameter Uji Gondorukem X WG (Window Hasil Uji
(Water
(Resina Colophium) ( Extra ) Glass) Sampel WW
White)

Titik Lunak dengan Metode Ring and Ball ≥ 78 ≥ 78 ≥ 76 90 0C


Uji warna dengan Metode Gardner berdasarkan X: WW : WG : Kuning
Angka Kilometri 5,1 – 6,0 6,1 – 7,0 7,1 – 8,0 Terang
Bilangan Keasaman 160 - 200 160 - 200 160 - 200 177,8
Angka Penyabunan 170 - 220 170 - 220 170 - 220 194,64
Kadar Ash ≤ 0,02 % ≤ 0,02 % ≤ 0,04 % 0,03 %
Kadar Terpentin (PGT) Sisa atau bahan yang
≤ 2,0 % ≤ 2,0 % ≤ 2,5 % 1,81 %
menguap
Sumber : Hasil Pengujian Material Gondorukem Tipe Water White (WW)

Berdasarkan hasil uji karakteristik sifat fisik dari Gondorukem tipe WW didapatkan hasil sebagai
berikut. Bahan berwarna kuning cerah berasarkan uji Gardner dengan nilai 6,4 yang diasumsikan dari
kandungan kotoran atau ash sebesar 0,03% dan sisa terpentin 1,8%. Bilangan asam pada hasil uji
merupakan konsentrasi kalium hidroksida (KOH) dalam milligram yang diperlukan untuk menetralkan
asam resin yang terkandung dalam senyawa gondorukem tersebut (SNI 7636, 2020). Hasil yang
didapatkan menunjukkan bahwa bilangan asam yang dibutuhkan sebesar 177,8 miligram, sehingga
bilangan penyabunan atau kadar asam lemak dapat ditentukan dengan perhitungan jumlah mol dari
gondorukem yang akan dilakukan saponifikasi menggunakan basa dengan jumlah yang ditentukan.
Angka penyabunan merupakan berat molekul lemak dan basa KOH/NaOH yang digunakan untuk
melarutkan senyawa asam abietate pada gondorukem, hasil pengujian didapatkan nilai penyabunan
sebesar 194,64. Untuk hasil kelarutan pada toluene sebesar 1,81 % yang menunjukkan kemampuan suatu
zat terlarut untuk larut dalam suatu pelarut. Dalam hal ini tuluena merupakan pelarut bersifat hidrokarbon
aromatic (non polar) yang dapat melarutkan asam lemak abietate atau komponen utama penyusun
gondorukem secara maksimal dengan perandingan 1:1 (Harris, 1953).
Menurut kajian dari Khadafi et al., (2016) tentang perbandingan kualitas Gondorukem (resina
colophium) tipe X dan WW menunjukkan bahwa kadar kotoran dalam produk gondorukem yang tidak
larut dalam pelarut (toluene, etanol) menentukan kualitas dari bahan tersebut, sehingga semakin kecil
kotoran yang tidak larut dalam pelarut akan semakin jernih produk yang dihasilkan dan akan semakin
bagus kualitas dari produk tersebut. Pada penelitian ini digunakan gom rosin yang didapatkan dari PT
Ketahanan Aspal Nasional dengan tipe Water White (WW) berdasarkan pengamatan dengan Microscope
Optik untuk mengetahui microstruktur yang mungkin diamati dan menentukan kualitas dari kotoran, ash,
dan tekstur warna yang ditampilkan. Berikut merupakan hasil pengamatan yang dilakukan ;

Gambar 4.1 Hasil Pencitraan dengan Microscope Optix pada (a) Perbesaran 40x (b) 100x (c) 500x
Dalam penelitian ini, produk gondorukem tipe Water White (WW) akan dihaluskan menjadi butiran
yang lebih halus dengan mesin penumbuk laboratorium sehingga didapatkan butiran halus lolos ayakan
nomor #30 (1,18 mm). Hasil olahan tersebut akan ditambahkan pada aspal penetrasi 60/70 pada suhu
160 0C sebesar 2,0 % mengacu pada beberapa penelitian yang menghasilkan karakteristik aspal
modifikasi dan marshall terbaik. Proses pencampuran tersebut dilakukan pada batch mixer putaran rotor
3000 rpm selama 15 menit dengan metode High Shear Mixer yang dilengkapi dengan elemen heater
untuk menjaga suhu aspal (AP60) pada viskositas yang dikehendaki.

Saputri, D.M., Akmal, F. M., dan Susanto, H., (2015), Pemanfaatan Getah Pinus sebagai Modifikasi
Aspal pada Campuran Laston AC-WC, Makalah Lomba Perkerasan Jalan Tingkat Nasional, CBR
UNILA 2015, Institut Teknologi Bandung. 27 Januari. Bandung
Setiabudi, R. (2018), Pengaruh Gradasi Agregate pada Daerah Larangan Terhadap Kinerja Campuran
Lapis Aspal Beton (LASTON) Menggunakan Aspal yang Dimodifikasi dengan Gondorukem,
skripsi, Universitas Mataram, Mataram.

Anda mungkin juga menyukai