Destilasi
Gambar 2.1 Bentuk Fisik Gom Rosin (Gondorukem) Tipe Water White (WW)
Dengan perkembangan teknologi industri yang masif di Indonesia, pengolahan getah pohon pinus
banyak diproduksi di Indonesia khususnya di pulau Jawa. Salah satu pabrik deveratif terbesar di Asia
Tenggara terletak di Pemalang, Jawa Tengah dengan kapasitas produksi hingga 30.000 ton per tahun.
Permintaan tersebut untuk mencukupi permintaan dalam negeri sebagai kebutuhan farmasi dan bahan
industri seperti pelapis kertas, additive, pelunak plester, cat, vernis, lem perekat, sabun ,batik dan
beberapa industri yang membutuhkan bahan tersebut. Gondorukem umumnya digunakan sebagai bahan
perekat yang berungsi sebagai tackifier untuk meningkatkan dan memperbaiki sifat-sifat produk akhir
yang diinginkan (Coppen, et al, 1995). Bahan yang ditambahkan ke dalam perekat dalam jumlah kecil
untuk meningkatkan kinerja perekat, sebagai pemacu perekatan (adhesion promoter) atau pemacu
kekentalan suatu bahan (viscosity promoters). Oleh karena itu, substrat ini dapat digunakan untuk
berbagai aplikasi khususnya bahan additive modifikasi aspal untuk meningkatkan karakteristik aspal
modifikasi yang lebih baik.
Menurut Wiyono (2002) menjelaskan bahwa gondorukem merupakan bahan additive yang
mempunyai sifat sebagai peningkat perekatan (adhesion promotors) dan pemicu viskositas.
Dilihat dari penelitian tentang aspal modifikasi menggunakan getah pinus sebagai bahan tambah
terhadap aspal modifikasi yang dilakukan oleh Rusfiandi (2004) dengan variasi konsentrasi getah pinus
sebesar 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10% terhadap berat aspal penetrasi 60/70 menghasilkan campuran AC/WC
terbaik sebesar 2,5%. Pada konsentrasi tersebut aspal modifikasi menghasilkan karakter yang lebih
kental, ditunjukan oleh titik lembek aspal modifikasi yang lebih tinggi dan penetrasi yang meningkat
sesuai dengan kajian oleh Perceka dan Ing, (2019) menunjukkan hasil yang serupa. Pada penambahan
bahan additive berupa getah pinus sebesar 2,0% pada campuran AC-BC dengan kadar aspal optimum
5,65 % menghasilkan peningkatan durabilitas sebesar 14,12% dibandingkan dengan campuran
konvensional pada uji Marshall Immersion (IRS). Flexibelitas campuran meningkat dengan nilai
pelelehan sebesar 4,6 mm dan penurunan nilai stabilitas marshall dari 1252 kg menjadi 935 kg. Hal
tersebut terjadi seiring dengan peningkatan nilai titik lembek pada aspal modifikasi dengan additive 2,0%
getah pinus. Penambahan konsentrasi getah pinus berpengaruh pada perubahan karakteristik aspal
modifikasi yang diamati dari hasil pengujian penetrasi dan viskositas. Nilai penetrasi meningkat secara
linier hingga titik optimum kadar additite dan nilai viskositas campuran aspal modifikasi lebih kecil pada
temperature pengujian yang sama. Pada penelitian ini, getah pinus hanya berpengaruh positif terhadap
nilai durabilitas campuran pada pengujian IKS, peningkatan penetrasi dan nilai viskositas yang lebih
rendah dari campuran AC-BC tanpa modifikasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saputri, et al (2015) pada penambahan getah pinus terhadap
aspal penetrasi 60/70 dengan variasi 1%; 2,5%; dan 5% pada campuran Laston-WC memenuhi
karakteristik aspal modifikasi, adapun hasil evaluasi kinerja terhadap karakteristik aspal sebagai berikut
:
Peningkatan nilai titik lembek aspal secara signifikan pada penambahan getah pinus menunjukan
aspal modifikasi tersebut semakin peka terhadap suhu yang didukung dengan penurunan nilai
penetrasi.
Meningkatkan nilai daktilitas aspal modifikasi dari sifat plastisitas getah pinus sehingga dapat
meningkatkan nilai daktilitas yang cenderung turun pada campuran asbuton.
Nilai penetrasi aspal menurun seiring dengan penambahan konsentrasi getah pinus pada aspal
modifikasi.
Penambahan getah pinus dapat memperbaiki nilai penetrasi pada kondisi TFOT akibat adanya
kandungan gondorukem pada campuran aspal modifikasi.
Penambahan konsentrasi getah pinus pada aspal modifikasi menghasilkan perubahan pada
viskositas kinematik yang menimbulkan perubahan pada acuan temperature pencampuran dan
pemadatan ideal akibat dari kandungan minyak terpentin pada getah pinus.
Tabel Data Perbandingan Karakteristik Aspal Modifikasi dengan Getah Pinus
Berdasarkan hasil uji karakteristik sifat fisik dari Gondorukem tipe WW didapatkan hasil sebagai
berikut. Bahan berwarna kuning cerah berasarkan uji Gardner dengan nilai 6,4 yang diasumsikan dari
kandungan kotoran atau ash sebesar 0,03% dan sisa terpentin 1,8%. Bilangan asam pada hasil uji
merupakan konsentrasi kalium hidroksida (KOH) dalam milligram yang diperlukan untuk menetralkan
asam resin yang terkandung dalam senyawa gondorukem tersebut (SNI 7636, 2020). Hasil yang
didapatkan menunjukkan bahwa bilangan asam yang dibutuhkan sebesar 177,8 miligram, sehingga
bilangan penyabunan atau kadar asam lemak dapat ditentukan dengan perhitungan jumlah mol dari
gondorukem yang akan dilakukan saponifikasi menggunakan basa dengan jumlah yang ditentukan.
Angka penyabunan merupakan berat molekul lemak dan basa KOH/NaOH yang digunakan untuk
melarutkan senyawa asam abietate pada gondorukem, hasil pengujian didapatkan nilai penyabunan
sebesar 194,64. Untuk hasil kelarutan pada toluene sebesar 1,81 % yang menunjukkan kemampuan suatu
zat terlarut untuk larut dalam suatu pelarut. Dalam hal ini tuluena merupakan pelarut bersifat hidrokarbon
aromatic (non polar) yang dapat melarutkan asam lemak abietate atau komponen utama penyusun
gondorukem secara maksimal dengan perandingan 1:1 (Harris, 1953).
Menurut kajian dari Khadafi et al., (2016) tentang perbandingan kualitas Gondorukem (resina
colophium) tipe X dan WW menunjukkan bahwa kadar kotoran dalam produk gondorukem yang tidak
larut dalam pelarut (toluene, etanol) menentukan kualitas dari bahan tersebut, sehingga semakin kecil
kotoran yang tidak larut dalam pelarut akan semakin jernih produk yang dihasilkan dan akan semakin
bagus kualitas dari produk tersebut. Pada penelitian ini digunakan gom rosin yang didapatkan dari PT
Ketahanan Aspal Nasional dengan tipe Water White (WW) berdasarkan pengamatan dengan Microscope
Optik untuk mengetahui microstruktur yang mungkin diamati dan menentukan kualitas dari kotoran, ash,
dan tekstur warna yang ditampilkan. Berikut merupakan hasil pengamatan yang dilakukan ;
Gambar 4.1 Hasil Pencitraan dengan Microscope Optix pada (a) Perbesaran 40x (b) 100x (c) 500x
Dalam penelitian ini, produk gondorukem tipe Water White (WW) akan dihaluskan menjadi butiran
yang lebih halus dengan mesin penumbuk laboratorium sehingga didapatkan butiran halus lolos ayakan
nomor #30 (1,18 mm). Hasil olahan tersebut akan ditambahkan pada aspal penetrasi 60/70 pada suhu
160 0C sebesar 2,0 % mengacu pada beberapa penelitian yang menghasilkan karakteristik aspal
modifikasi dan marshall terbaik. Proses pencampuran tersebut dilakukan pada batch mixer putaran rotor
3000 rpm selama 15 menit dengan metode High Shear Mixer yang dilengkapi dengan elemen heater
untuk menjaga suhu aspal (AP60) pada viskositas yang dikehendaki.
Saputri, D.M., Akmal, F. M., dan Susanto, H., (2015), Pemanfaatan Getah Pinus sebagai Modifikasi
Aspal pada Campuran Laston AC-WC, Makalah Lomba Perkerasan Jalan Tingkat Nasional, CBR
UNILA 2015, Institut Teknologi Bandung. 27 Januari. Bandung
Setiabudi, R. (2018), Pengaruh Gradasi Agregate pada Daerah Larangan Terhadap Kinerja Campuran
Lapis Aspal Beton (LASTON) Menggunakan Aspal yang Dimodifikasi dengan Gondorukem,
skripsi, Universitas Mataram, Mataram.