Anda di halaman 1dari 13

NAMA : TRIFAMI

NIM : A1K120077
KELAS :C
TUGAS RE-VIEW JURNAL
A. ARTIKEL PERTAMA
1. IDENTITAS ARTIKEL/JURNAL
a) Judul Jurnal : Jurnal Pendidikan : Teori, Penelitian, dan pengembangan
b) ISSN Jurnal : 2502-571X (Online)
c) Website Jurnal : http://jurnal.abulyatama.ac.id/index.php/dedikasi
d) INDEKS Jurnal : Sinta 2
e) Judul Artikel : “Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Materi Suhu dan
Kalor melalui Experiential Learning Berbasis Fenomena”
f) Penulis Artikel : Prima Warta Santhali , Lia Yuliati , Hari Wisodo
g) Halaman : 161-171
h) Tahun Terbit : 2019
i) DOI :
j) Sumber dan Tanggal Diakses :
2. ANALISIS SUBSTANSI
a) Pendahuluan
1) Latar Belakang
Penelitian ini didasari dengan tingkat kemampuan pemecahan masalah
fisika siswa yang masih dalam kategori sangat rendah salah satunya dipengaruhi
oleh kemampuan kogntif dan kemampuan representasi penyelesaian masalah yang
dilakukan oleh siswa. Oleh sebab itu direkomendasikan agar dalam pemecahan
masalah siswa tidak hanya terfokus pada solusi akhir saja, tetapi dalam proses dan
pemahaman konsep siswa dalam menentukan strategi yang cocok untuk
menemukan sebuah solusi atas sebuah permasalahan sehingga diharapkan peran
siswa harus selalu dilibatkan dalam sebuah proses untuk membangun
pengetahuan seperti mengerjakan tugas, memecahkan masalah atau melakukan
proyek melalui umpan balik, penguatan konsep dan penerapan pengetahuan dalam
situasi yang baru. Sehingga diharapkan siswa dapat memecahkan masalah dan
melibatkan proses kognitif yang merupakan bagian dari pengalaman sehari-hari.
2) Masalah
Berdasarkan hasil observasi dikalangan siswa pada jenjang Sekolah
Menengah Atas, siswa cenderung belum memahami konsep pemecahan masalah
dalam fisika. Masalah ditemukan ketika banyak terjadi miskonsepsi dikalangan
siswa, dimana konsep fisika yang bersifat abstrak membuat siswa masih banyak
yang keliru dalam memahami konsep. Hal ini disebabkan karena tidak semua
konsep fisika dapat secara langsung diamati secara kuantitatif. Siswa juga salah
dalam menghubungkan konsep dan pengalaman sehari-hari sehingga memiliki
pemahaman awal yang cukup keliru dan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
Oleh karena itu, penguasaan konsep diperlukan agar konsepsi alternatif tidak
kembali membayangi konsepsi siswa karena penguasaan konsep yang baik
merupakan dasar dari pemecahan masalah fisika siswa.
3) Motivasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Experiential Learning berbasis
fenomena merupakan strategi pembelajaran yang sesuai dengan prinsip tersebut.
Oleh karena itu melalui eksplorasi kemampuan pemecahan masalah siswa, guru
dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam memahami dan
menerapkan konsep fisika sehingga hal tersebut menjadi informasi yang penting
bagi peneliti untuk melakukan kajian lebih lanjut mengenai kemampuan
pemecahan masalah siswa.
b) Bahan dan Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods dengan desain
penelitian embedded experimental model. Subjek dari penelitian ini terdiri dari 32
siswa kelas XI SMA Negeri 7 Malang. Pada pembelajaran materi suhu dan kalor
dilaksanakan sebanyak enam kali pertemuan. Pada pertemuan pertama diberikan
pretest sebanyak 10 soal uraian terkait materi suhu dan kalor untuk mengukur
kemampuan pemecahan masalah awal siswa sebelum diterapkan pembelajaran
Experiential learning berbasis fenomena. Pada pertemuan kedua hingga keempat,
siswa diberi perlakuan pada materi suhu dan kalor berupa pembelajaran Experiential
learning berbasis fenomena. Pada pertemuan yang keenam siswa diberikan posttest
dengan memberikan soal sebanyak 10 soal uraian dengan jenis soal yang diberikan
sama dengan soal pretest. Hasil penelitian kemampuan pemecahan masalah siswa yang
diperoleh kemudian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa
skor tes kemampuan pemecahan masalah siswa pada saat pretest dan posttest yang
dianalisis dengan Uji effect size, Uju N-gain, dan Uji t berpasangan. Sedangkan pada
data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara siswa saat menyelesaikan tes
kemampuan pemcahan masalah pada pretest dan posttest yang dianalisis dengan
menggunakan koding dan reduksi data.
c) Hasil
Analisis kemampuan pemecahan masalah siswa diawali dengan analisis
deskriptif dengan tujuan untuk mendeskripsikan kemampuan pemecahan masalah
siswa sebelum dan sesudah pembelajaran Experiential Learning berbasis fenomena.
Sebelum melakukan uji beda menggunakan paired t-Test, dilakukan uji normalitas
sebagai uji prasyarat analisis statistik parametrik. Berdasarkan hasil uji prasayarat
normalitas, data pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah siswa
terdistribusi normal. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan Shapiro-walk diperoleh
nilai signifikasi pretest dan posttest yaitu sebesar 0,057 dan 0,546 yang lebih besar dari
taraf siginifikan 0,05.
Setelah diketahui data terdistribusi normal maka peningkatan kemampuan
pemecahan masalah dilanjutkan dengan uji N-Gain, Efffect Size, dan Uji-t
berpasangan. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh, kemampuan pemecahan
masalah siswa yang mengalami pembelajaran Experiential Learning berbasis
fenomena mengalami peningkatan dalam kategori sedang yaitu sebesar 0,44. Kekuatan
pembelajaran Experiential Learning berbasis fenomena terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa termasuk dalam kategori kuat dengan nilai effect size 1,21.
Selain itu, nilai uji beda diperoleh sebesar 13,440 dengan nilai asymp (2-tailed)
sebesar 0,000 yang menunjukan nilai pretest dan posttest bebeda secara signifikan.
Selain itu ditunjukan paired Sample Test dimana nilai kemampuan pemecahan
masalah meningkat dari pretest ke posttest.
d) Kesimpulan
Kemampuan pemecahan masalah siswa mengalami peningkatan setelah diajar
menggunakan Experiential Learning berbasis fenomena. Hal ini terlihat pada nilai
posttest yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pretest. Selain itu, pada saat
pretest sebagian besar siswa masih berada dalam kategori rendah, setelah Experiential
Learning berbasis fenomena diterapkan terlihat sebagian besar siswa mengalami
peningkatan kemampuan pemecahan masalah dari sedang menjadi tinggi. Oleh karena
itu, sebagian besar siswa pada saat diberikan suatu masalah, sudah mampu
mengidentifikasi faktir-faktor dari masalah yang diberikan dan mampu membangun
skema konseptual untuk memecahkan masalah.
e) Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya, strategi pembelajaran Experiential Learning
berbasis fenomena dapat diterapkan dan dapat dikolaborasikan sehingga bukan hanya
sebagian siswa yang dapat memecahkan masalah melainkan secara keseluruhan.
B. ARTIKEL KEDUA
1. IDENTITAS ARTIKEL/JURNAL
a) Judul Jurnal : JRPF (Jurnal Riset Pendidikan Fisika)
b) ISSN Jurnal : 2548-7183
c) Website Jurnal : http://journal2.um.ac.id/index.php/jrpf/
d) INDEKS Jurnal :
e) Judul Artikel : “Pengaruh STEM-Thinking Maps pada Model Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI pada Materi
Suhu dan Kalor”
f) Penulis Artikel : Laras Wastiti, Sulur Sulur
g) Halaman : 110-115
h) Tahun Terbit : 2019
i) DOI :
j) Sumber dan Tanggal Diakses :
2. ANALISIS SUBSTANSI
a) Pendahuluan
1) Latar Belakang
Penelitian ini didasari dengan penurunan persentase hasil ujian nasional
SMA/MA pada mata pelajaran fisika tahun 2015-2019. Berdasarkan perolehan
data tersebut diketahui bahwa pembelajaran Fisika di beberapa sekolah masih
banyak menggunakan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil
observasi dan wawancara di MAN 1 Malang menunjukkan bahwa metode yang
digunakan guru dalam mengajar 60% berupa mengerjakan atau berlatih soal
hitungan dan 40% berupa diskusi atau ceramah dari guru, dimana hal tersebut
membuat siswa kurang berperan aktif didalamnya serta kurang mengembangkan
keterampilan berpikir kritisnya. Sehingga guru perlu menerapkan pembelajaran
yang mengajak siswa lebih aktif dengan melibatkan praktikum saat pembelajaran
berlangsung.
2) Masalah
Hasil observasi mata pelajaran fisika kelas XI materi suhu dan kalor
menyatakan pentingnya kemampuan berpikir kritis, sehingga di perlukannya
rancangan penelitian mengenai pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis pada materi suhu dan kalor. Oleh karena itu, ada
beberapa model pembelajaran yang dapat mendukung peningkatan pembelajaran
kritis siswa, antara lain dengan model pembelajaran discovery, PJBL, PJBL-
STEM, dan pembelajaran inkuiri terbimbing. Selain itu, penelitian STEM
seringkali diintegrasikan dengan PJBL. Namun pada pembelajaran PJBL-STEM
terkendala oleh motivasi siswa yang rendah sehingga dalam pembelajarannya
membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, siswa hanya mencatat materi
saat guru menjelaskan di kelas dan siswa kurang tertarik membaca ulang catatan
yang telah mereka tulis sehingga dibutuhkan cara yang sangat berguna bagi siswa
terutama dalam membantu membentuk pemahaman konsep.
3) Motivasi Penulis
Materi Suhu dan Kalor merupakan materi yang penting untuk dipahami
karena selain membantu siswa dalam mengahadapi ujian nasional juga
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, diperlukan penerapan
model pembelajaran yang tepat yang mana diharapkan siswa mampu berpikir
kritis dalam mneyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran sehingga model
pembelajaran PjBL merupakan model yang sesuai untuk mengatasi kesulitan
siswa namun siswa dintut untuk dapat merancang dan melakukan percobaan serta
mempresentasikan oleh sebab itu pendekatan STEM diperlukan meskipun
penelitian PJBL-STEM membutuhkan waktu yang lama maka peneliti
menggunakan alternatif model pembelajaran lain yaitu model pembelajaran
inkuiri terbimbing dengan pendekatan STEM. Selain itu, Thinking Maps yaitu
mendukung siswa untuk dapat melihat isi pikiran mereka sehingga dapat
menyusun dan mengorganisir konsep-konsep maupun ide yang ada dalam pikiran
mereka menjadi pemahaman yang lebih koheren dan komprehensif.
b) Bahan dan Metode
Penelitian ini menggunakan rancangan quasi experiment dengan desain
penelitian berupa pretest posttest control group design. Untuk itu di perlukan dua
kelas dalam penelitian ini yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Analisis data
dilakukan terhadap skor kemampuan berpikir kritis siswa untuk menguji hipotesis
bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada materi suhu dan kalor yang diajar
dengan STEM Thinkink Maps pada Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing lebih
baik dibandingkan dengan kelas yang diajar dengan Inkuiri Terbimbing.
c) Hasil
Hasil dari analisis data pretest menyatakan bahwa rata-rata keadaan awal
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 43,8 dan 42,1. Hasil ini
menunjukkan bahwa keadaan awal kemampuan berpikir kritis kedua kelas relatif
sama. Selain itu, kemampuan berpikir kritis baik dikelas eksperimen dan kelas kontrol
terdistribusi normal serta homogen. Setelah dilakukan uji normalitas dan homogen,
selanjutnya data kemampuan berpikir kritis siswa di analisis menggunakan uji t.
Berdasarkan uji t menunjukkan bahwa STEM berbantuan Thinking Maps pada
pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis
siswa. Dari analisis uji t didapatkan thitung = 8,56 > ttabel = 2,03 pada taraf
signifikansi 0,05, artinya terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Selain itu, rata-rata skor kemampuan berpikir kritis
siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas kontrol.
d) Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji t diperoleh bahwa thitung = 8,56 > ttabel = 2,03, hal itu
dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian terhadap kemampuan berpikir kritis pada
materi suhu dan kalor yang belajar menggunakan STEM berbantuan Thinking Maps
pada pembelajaran inkuiri terbimbing lebih baik jika dibandingkan siswa yang belajar
inkuiri terbimbing tanpa STEM serta Thinking Maps..
e) Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, bagi peneliti selanjutnya
untuk menyusun RPP dengan alokasi waktu yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai lebih maksimal. Selain itu, disarankan juga agar peneliti selanjutnya lebih
mempersiapkan alat dan bahan praktikum apabila laboratorium sekolah penelitian
tersebut tidak memenuhi kriteria laboratorium fisika agar, lebih sesuai dengan
rancangan yang telah dibuat oleh peneliti di dalam LKPD. Peneliti selanjutnya juga
disarankan agar dapat mengelola kelas lebih tepat, selalu memantau serta memberikan
kesempatan agar semua siswa dapat menyampaikan kesulitan selama proses
pembelajaran dan percobaan
C. ARTIKEL KETIGA
1. IDENTITAS ARTIKEL/JURNAL
a) Judul Jurnal : JRPF (Jurnal Riset Pendidikan Fisika)
b) ISSN Jurnal : 2548-7183
c) Website Jurnal :
d) INDEKS Jurnal : Sinta 4
e) Judul Artikel : “Pengaruh Penerapan Diagram pada Pembelajaran STEM
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa”
f) Penulis Artikel : M Rahmadiyah* , H Wisodo, Parno
g) Halaman : 37-46
h) Tahun Terbit : 2021
i) DOI :
j) Sumber dan Tanggal Diakses :
2. ANALISIS SUBSTANSI
a) Pendahuluan
1) Latar belakang
Penelitian ini didasari dengan konsep fisika suhu dan kalor yang
penerapannya tidak mudah karena representasinya bersifat abstrak dimana tidak
hanya sulit dipelajari konsep tersebut juga sulit diajarkan sehingga membuat
siswa tidak dapat memahami materi yang diajarkan karena kesulitan dalam
memecahkan masalah yang diberikan. Selain itu, strategi pengajaran fisika tidak
hanya membutuhkan sebuah analogi yang tepat yang mana dalam praktiknya
pembelajaran sebaiknya menerapkan pendekatan pembelajaran yang efekif
dimana salah satunya adalah STEM (Science,Technology, Engineering, and
Mathematics Educations) yang diharapkan dapat dikemas dalam pembelajaran
yang utuh yang dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan siswa
secara komprehensif. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi untuk mengatasi hal
tersebut yang membuat siswa tidak lagi mengalami kesulitan dalam pemecahan
masalah dan juga diperlukan penerapan metode yang tepat untuk mendukung
pengembangan konsep siswa berdasarkan pengalaman langsung.
2) Masalah
Berdasarkan hasil observasi menyatakan bahwa dibutuhkan solusi yang
dapat membantu siswa untuk mengubah masalah menjadi representasi yang lebih
mudah dieksploitasi agar bisa memecahkan masalah. Menurut Maries dan Singh
mengemukakan bahwa menggambar diagram dapat memfasilitasi pemecahan
masalah sehingga penerapan diagram diharapkan membantu dalam proses
pemecahan masalah. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh penerapan diagram dalam pembelajaran STEM terhadap
kemampuan pemecahan masalah siswa pada topik materi suhu dan kalor.
3) Motivasi Penulis
Konsep utama suhu dan kalor memiliki peranan penting dan penerapannya
tidak terbatas dalam kehidupan sains dan teknik sehari-hari. Oleh karena itu,
diperlukan penerapan model pembelajaran yang tepat sehingga discovery learning
dipilih karena mendukung pengembangan konsep siswa berdasarkan pengalaman
langsung. Selain itu, dengan adanya diagram yang membantu dalam
pembelajaran, serta aplikasi dari materi dapat dipahami dengan baik digunakan
pendekatan STEM sehingga guru dapat mengambil tindakan yang tepat sesuai
dengan kesulitan yang dialami siswanya serta untuk merancang kegiatan yang
mendorong perubahan konseptual pada siswa yang sebelumna gagal dengan
pengajaran tradisional.
b) Bahan dan Metode
Desain yang digunakan dalam penelitian kuantitatif adalah quasi-experimental
design tipe static-group comparison design. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari
satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen. Pada kelas kontrol dilaksanakan
pembelajaran konvensional, sedangkan pada kelas eksperimen dilaksanakan penerapan
diagram pada pembelajaran STEM. Data kuantitatif digunakan untuk mengetahui
apakah kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen lebih baik jika
dibandingkan dengan kelas kontrol. Data kualitatif digunakan untuk memperoleh
deskripsi serta analisis mendalam tentang bagaimana diagram dalam pembelajaran
STEM memengaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa.
Perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa antar kelas disimpulkan
berdasarkan uji beda Mann-Whitney. Uji non-parametrik tersebut dipilih karena data
post-test yang diperoleh merupakan data normal namun tidak homogen. Adanya
pengaruh dari intervensi yang diberikan dilihat berdasarkan effect size. Analisis
dengan effect size akan mengukur perbedaan antara dua kelompok. Misalnya, jika satu
kelompok telah menerima ‘perlakuan eksperimental’ dan yang lain tidak, maka efffect
size adalah sebuah pengukuran dari efektivitas treatment yang dilakukan.
c) Hasil
Perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa antar kelas disimpulkan
berdasarkan uji beda Mann-Whitney. Uji non-parametrik tersebut dipilih karena data
post-test yang diperoleh merupakan data normal namun tidak homogen. Dengan
membandingkan nilai median kedua kelas, diperoleh hasil bahwa kemampuan
pemecahan masalah siswa kelas eksperimen berbeda secara signifikan dengan kelas
kontrol. Hal itu dibuktikan dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) yang diperoleh yaitu
0,014 (Signifikan).
Pada kelas eksperimen, hasil menunjukkan pengaruh intervensi tergolong
medium effect. Hal itu dikarenakan masih terdapat beberapa kendala saat proses
belajar mengajar. Adapun salah satu pengaruh dalam kemampuan pemecahan masalah
siswa adalah siswa merasakan manfaat diagram untuk menjawab soal karena diagram
berfungsi sebagai acuan jawaban yang membuat siswa lebih paham. Contohnya seperti
yang dijelaskan oleh AR. AR adalah perwakilan kelas eksperimen yang memiliki nilai
kemampuan pemecahan masalah yang baik. Namun ada beberapa hal yang masih
belum maksimal saat mengerjakan soal.
d) Kesimpulan
Pengaruh penerapan diagram dalam pembelajaran STEM materi suhu dan kalor
terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah siswa. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa
tergolong pada medium effect. Secara statistik, terdapat perbedaan yang signifikan
antara kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen dengan kemampuan
pemecahan masalah siswa kelas kontrol. Proses pembangunan solusi dalam
pemecahan masalah fisika menjadi peran diagram dalam melatih kemampuan
pemecahan masalah siswa. Discovery learning dengan mengintegrasikan STEM untuk
meningkatkan pemecahan masalah disebabkan STEM berfokus pada penyelesaian
masalah. Pada kelas kontrol, metode tradisional yang diterapkan sepertinya kurang
melatih kemampuan pemecahan masalah siswa karena masih pasif dalam
mengkonstruksi pengetahuan.
e) Saran
Meskipun diagram membantu siswa memecahkan permasalahan suhu dan
kalor, tetapi sebagian siswa masih mengalami kesulitan dalam menggambar diagram.
Ditambah lagi STEM sendiri merupakan suatu tantangan bagi pelajar dan pengajar
sehingga dibutuhkan inovasi dalam projek yang lebih kreatif dengan topik suhu dan
kalor ini.
D. ARTIKEL KEEMPAT
1. IDENTITAS ARTIKEL/JURNAL
a) Judul Jurnal : JRPF (Jurnal Riset Pendidikan Fisika)
b) ISSN Jurnal : 2548-7183
c) Website Jurnal :
d) INDEKS Jurnal : Sinta 4
e) Judul Artikel : “Ragam Kesulitan Siswa SMA dalam Menguasai Suhu dan
Kalor”
f) Penulis Artikel : A N Laili , Sutopo, M Diantoro
g) Halaman : 20-26
h) Tahun Terbit : 2021
i) DOI :
j) Sumber dan Tanggal Diakses :
2. ANALISIS SUBSTANSI
a) Pendahuluan
1) Latar belakang
Penelitian ini didasari dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh siswa
dalam penguasaan konsep yang benar dimana seringkali dalam menjelaskan suatu
fenomena fisika siswa tidak menggunakan konsep yang sesuai. Hal ini
dikarenakan siswa sudah membangun pengetahuannya sendiri tentang alam
berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari sehingga beberapa pengetahuan yang
dibangun siswa masih kurang sesuai dengan pengetahuan ilmiah yang mana kalau
pun sesuai kebenarannya hanya dalam konteks yang sangat terbatas. Pengetahuan
yang terpotong-potong mengakibatkan siswa kesulitan dalam menguasai konsep
sehingga berdampak pada kemampuan pemecahan masalah siswa. Oleh karena
itu, dibutuhkan penerapan pembelajaran yang dapat melatih meningkatkan
penguasaan konsep siswa.
2) Masalah
Berdasarkan hasil observasi menyatakan bahwa salah satu topik fisika
yang dianggap sulit namun memiliki andil besar dalam menyelesaikan masalah
lintas cabang ilmu pengetahuan adalah suhu dan kalor. Beberapa penelitian telah
mengungkapkan kesulitan siswa dalam menguasai topik suhu dan kalor.
Kesulitan-kesulitan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya siswa
gagal dalam mengaktivasi konsep yang berhubungan dengan suhu dan kalor.
Tidak hanya itu, siswa juga kurang terampil dalam mengoperasikan persamaan
matematis serta kesulitan menganalisis besaran-besaran fisis. Hal inilah yang
menyebabkan siswa kesulitan menguasai konsep suhu dan kalor secara utuh. Olrh
karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap kesulitan siswa
dalam menguasai topik suhu dan kalor.
3) Motivasi Penulis
Penguasaan konsep merupakan salah satu fokus utama para pengajar
sehingga klaim dari beberapa penelitian menyatakan bahwa pembelajaran
Modeling Instruction efektif untuk melatih siswa dalam menguasai konsep
dengan benar dimana terdapat dua tahapan pokok dalam pembelajaran Modeling
Instruction. Pertama, Tahap model development, bertujuan untuk
memepersiapkan dan melatih siswa dalam membangun model konseptual untuk
menjelaskan suatu fenomena. Kedua, tahap model deployment bertujuan
menerapkan model untuk menjelaskan fenomena yang telah diamati atau
membuat prediksi.
b) Bahan dan Metode
Subjek penelitian ini merupakan siswa kelas XI di salah satu SMA Negeri di Kota
Batu. Jumlah keseluruhan siswa sebanyak 60 siswa dan telah menempuh materi Suhu
dan Kalor. Pembelajaran dilakukan melalui modeling instruction (MI). Pengumpulan
data diperoleh melalui tes penguasaan konsep. Instrument yang digunakan berupa tes
penguasaan konsep yang dilakukan dengan memberikan sebanyak 20 butir soal pilihan
ganda beralasan.
Data kuantitatif diperoleh melalui pretest dan posttest yang disajikan dalam
bentuk persentase. Penyajian data persentase terbagi menjadi tiga kategori di tiap
indikator, yaitu jawaban benar, jawaban salah, dan tidak menjawab. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui besarnya persentase jumlah siswa ketika posttest pada masing-
masing kategori. Kesulitan-kesulitan siswa dipilih melalui nilai ngain tes penguasaan
konsep siswa yang berada pada kategori rendah.
c) Hasil
Hasil penelitian dari kesulitan Siswa pada Subtopik Perpindahan Kalor dimana
diberikan beberapa butir soal dengan tujuan untuk melihat kemampuan siswa dalam
penerapan kasus yang berkaitan dengan perpindahan kalor. Sehingga dari soal tersebut
terdapat 5 siswa (8,3%) yang memiliki pemahaman utuh. Berdasarkan paparan diatas,
dapat diketahui walaupun terdapat 20 siswa (33,3%) menjawab benar hanya lima
siswa (8,3%) yang memiliki pemahaman utuh. Terdapat 31 siswa (51,6%) memilih
jawaban salah B. Kebanyakan siswa memiliki pemikiran bahwa kalor jenis yang
menyebabkan gagang pintu terasa lebih dingin. Alasan yang diungkap siswa adalah
kalor jenis yang mempengaruhi suhu suatu benda. Siswa menggunakan
pengetahuannya tentang c = untuk menjelaskan bahwa kalor jenis berhubungan
dengan suhu benda. Terdapat lima orang siswa (8,3%) beralasan bahwa suhu benda
dipengaruhi kalor jenis dan kalor jenis berhubungan dengan suhu benda. Siswa
lainnya tidak memberikan alasan.
Selanjutnya kesulitan Siswa pada Subtopik Pemuaian dimana diberikan pula
beberapa butir soal dimana dari soal yang ada menunjukkan bahwa penguasaan
konsep siswa mengenai kalor dan pengaruhnya pada benda belum kuat. Hal ini
ditunjukkan oleh dominasi jawaban siswa yang memilih jawaban salah B. Siswa
menganggap bahwa kaca, besi, dan aluminium memiliki koefisien muai dari kecil ke
besar. Jadi dibutuhkan energi yang lebih besar untuk bertambah panjang dan delapan
siswa (13,3%) menjawab dengan alasan tersebut. Tiga siswa (5%) lainnya beralasan
massa jenis dan kalor jenis tidak berpengaruh dan empat siswa (6,7%) beralasan
bahwa energi berpengaruh pada panjang benda ketika dipanaskan. Meskipun siswa
telah melakukan percobaan sendiri dan berdiskusi dengan guru, namun ketika
menyelesaikan percobaan, siswa masih kurang tepat menggunakan pengetahuan yang
relevan. Kesalahan tersebut bukan semata-mata siswa tidak memiliki pengetahuan
tentang hubungan kalor dan suhu yang berkaitan dengan kalor jenis benda, melainkan
siswa masih gagal dalam mengaktivasi pengetahuan tersebut. Hal ini dapat terjadi
karena adanya pemikiran yang lebih menonjol dalam menyelesaikan soal.
d) Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa modeling
instruction dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi suhu dan kalor.
Peningkatan penguasaan konsep berdasarkan nilai n-gain siswa sebesar 0,37 yang
termasuk dalam kategori sedang. Namun masih terdapat kesulitan yang dialami siswa
dalam penguasaan konsep suhu dan kalor dengan pembelajaran modeling instruction
yaitu (1) siswa masih kesulitan menganalisis perpindahan kalor melalui sifat suatu
benda yang dipengaruhi oleh nilai konduktivitas dari suatu bahan, (2) siswa masih
kesulitan memahami pemuaian suatu benda yang dipengaruhi oleh perubahan suhu
dan koefisien muai benda, (3) siswa masih kesulitan menganalisis hubungan kalor dan
suhu yang berkaitan dengan kalor jenis benda.
e) Saran
Meninjau masih adanya kesulitan-kesulitan yang dialami siswa, maka perlu
adanya penekanan konsep dengan cara memberikan lebih banyak lagi latihan soal
terkait fenomena pada materi suhu dan kalor sehingga kesulitan dapat lebih
diminimalkan lagi.
E. ARTIKEL KELIMA
1. IDENTITAS ARTIKEL/JURNAL
a) Judul Jurnal : JRPF (Jurnal Riset Pendidikan Fisika)
b) ISSN Jurnal : 2548-7183
c) Website Jurnal :
d) INDEKS Jurnal : ERIC
e) Judul Artikel : “”
f) Penulis Artikel :
g) Halaman :
h) Tahun Terbit :
i) DOI :
j) Sumber dan Tanggal Diakses :
2. ANALISIS SUBSTANSI
a) Pendahuluan
1) Latar belakang

Anda mungkin juga menyukai