teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam, meskipun demikian, masih
banyak siswa yang menganggap bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang sulit
baik dalam penggunaan rumus dan memahami konsep fisika itu sendiri belajar fisika
bukan hanya sekedar tahu matematika, tetapi lebih jauh anak didik diharap mampu
untuk mengajak siswa untuk berpikir kreatif dalam menyelesaikan suatu masalah
solusi yang tepat untuk mengimplementasikan secara nyata. Harlen dalam putri
metode penyelesaian masalah yang dapat diberi adalah lebih luas jika dibandingkan
pengalaman dalam mengambil solusi yang lebih kompleks, baik untuk tuntutan
perbedaan yang signifikan hasil belajar antara pelajar ahli yang sering menggunakan
masalah (Renkl, dalam Vidyasari, 2019:3). Latihan ini dapat diberikan dalam bentuk
for a learner to study”, alat pembelajaran yang menyediakan solusi persoalan dari
seorang ahli untuk digunakan pembelajar (peserta didik) dalam belajar. Idenya adalah
bagaimana seseorang dapat menjawab sebuah persoalan yang belum familiar baginya
(teacher centered). Pada sistem ini, siswa cenderung menjadi pasif dan terpaku pada
belajar siswa kelas VII sebagian masih perlu ditingkatkan.Selain pemahaman konsep
siswa yang masih rendah, keterampilan komunikasi lisan siswa juga tergolong rendah
Selain itu siswa hanya bersifat sebagai objek dalam menerima informasi yang
memperkuat penanaman konsep-konsep Fisika. Siswa pun jauh dari proses pencarian
maupun penyusunan secara mandiri konsep-konsep yang akan dipelajari. dan hasil
menghafal dan mencatat konsep yang bertahan dalam jangka pendek tanpa
dengan guru fisika SMP Negeri 14 Halmahera Barat menyatakan sebagian besar
siswa masih malu-malu, terkesan membaca dan tidak percaya diri pada saat
memungkinkan siswa dapat mempelajari fisika lebih mudah, lebih bermakna, efektif,
kreatif, dan menyenangkan sehingga siswa mampu meningkatkan hasil belajar siswa
Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang memiliki daya cipta
dalam memecahkan atau mencari jawaban dari suatu masalah, sehingga dalam model
ini menuntun siswa agar lebih aktif. Hal ini diperkuat lagi oleh temuan Risma Juwita,
bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) lebih baik dari hasil belajar siswa yang diajarkan dengan
Manggeng(Hatika, 2016:6-7).
judul “Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap hasil
belajar fisika Siswa Kelas VII SMP Negeri 14 Halmahera Barat pada Materi Suhu
Dan Perubahannya
B. Identifikasi Masalah
4. Model Creative Problem Solving (CPS) belum pernah diterapkan selama proses
pembelajaran
C. Batasan Masalah
Untuk membatasi agar penelitian ini tidak meluas, maka peneliti membatasi
2. Hasil belajar siswa yang diukur adalah hasil belajar siswa kelas VII pada ranah
3. Materi yang menjadi pokok bahasan dalam pembelajaran selama penelitian adalah
D. Rumusan Masalah
terhadap hasil belajar Fisika Siswa kelas VII SMP Negeri 14 Halmahera Barat
terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII SMP Negeri 14 Halmahera Barat
E. Tujuan Penelitian
terhadap hasil belajar fisika siswa kelas VII Di SMP Negeri 14 Halmahera Barat
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
(CPS) pada materi Suhu dan perubahannya di Smp Negeri 14 Halmahera Barat
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
belajar siswa lebih optimal dan dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam
b. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran serta informasi mengenai hasil
belajar dan juga dapat memberikan masukan bagi guru, yaitu untuk meningkatkan
c. Bagi peneliti
d. Bagi sekolah
pembelajaran akan lebih bermakna.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Konseptual
1. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
(CPS) adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran
problem solving (CPS), siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan
masalah.
9
memunculkan berbagai gagasan atau many ways dan memilih solusi yang
Secara umum sintaksnya adalah dimulai dari fakta aktual sesuai dengan
materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan
yang menekankan pada kerja kelompok yang memusatkan pada pembelajaran dan
Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat dijadikan sebagai model
a. Klarifikasi Masalah
d. Implementasi
Pada tahap ini siswa menentukaan strategi mana yang dapat diambil untuk
yang dihadapinya, berpikir sistematis dan logis sesuai data atau fakta yang tersedia
serta dapat melatih siswa untuk saling berinteraksi satu sama lain.
dunia kerja.
a. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode pembelajaran ini.
pemecahan masalah dan berpikir kreatif yang diikuti penguatan keterampilan dengan
fase CPS terdiri dari, objective finding, fact finding, problem finding, idea finding,
ketika peserta didik dihadapkan dengan suatu pertanyaan, peserta didik dapat
melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan
solusi dari permasalahan yang dihadapi dan kesulitan dalam proses pembelajaran
fisika, dengan tidak hanya menghafal penjelasan yang diberikan oleh guru tanpa
belajar.
akan terjadi pertukaran informasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya
informasi tidak hanya dari guru akan tetapi dapat dari berbagai sumber. Guru
seharihari kepada siswa kemudian siswa secara berkelompok mencari alternatif solusi
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan menurut Dutch (dalam Wulandari
menantang siswa agar belajar untuk belajar, bekerja sama dalam kelompok untuk
mencari solusi bagi masalah yang nyata masalah ini diguakan untuk mengingatkan
rasa keingintahuan serta kemampuan analitis dan inisiatif atas materi pelajaran. PBL
mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analisis dan untuk mencari dan
Pusdiklatkes (2004) bahwa belajar berdasarkan masalah atau PBL adalah suatu proses
mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata
maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pembelajar
masalah tersebut
memecahkan masalah.
pengalaman nyata.
3. menjadi siswa yang otonom
penting.
melakukan presentasi.
dalam maslah.
2. Merumuskan Masalah
Fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan apa yang
3. Menganalisis Masalah
sebagainya.
dibuat.
6. Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (diluar diskusi kelompok).
Setiap anggota harus mampu belajar sendiri dengan efektif, agar mendapatkan
(tahap) dalam model pembeljaran PBL. dapat disajikan dalam tabel berikut:
1. pemecahan masalah dalam PBL cukup bagus untuk memahami isi pelajaran
kehidupan sehari-hari
6. membantu siswa untuk memahami hakekat belajar sebagai cara berfikir bukan
1. apabila siswa mengalami kegagalan atau kurang percaya diri dengan minat
maka siswa kurang termotivasi untuk belajar. Sanjaya (dalam Wulandari dkk,
2013:182)
5. Hasil Belajar
Belajar dan pembelajaran adalah dua hal yang saling berhubungan erat
dan tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan edukatif. Belajar dan pembelajaran
antara guru dengan siswa. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dalam
hal ini diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan
aktif, dan terarah. Proses perubahan tingkah laku dapat terjadi dalam berbagai
334).
tujuan belajar yang efektif dan efisien, maka diperlukan teori belajar dan
pembelajaran yang cocok dan sesuai dengan tujuan belajar itu sendiri.
Berbicara tentang teori pembelajaran atau teori belajar, maka banyak sekali
teori semacam ini yang sudah dirumuskan pakar pendidikan di seluruh dunia,
Miswar, 2017:334).
bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam melakukan proses belajar.
Peran dari guru sebagai pembimbing bertolak dari banyaknya peserta didik
peserta didik yang mampu mencerna materi pelajaran, ada pula peserta didik
yang lambah dalam mencerna materi pelajaran. Kedua perbedaan inilah yang
dengan keadaan setiap peserta didik. Oleh karena itu, jika hakikat belajar
interaksi pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar yang berlangsung
yaitu peserta didik, pendidik, dan sumber belajar yang berlangsung dalam
suatu lingkungan belajar, maka yang dikatakan dengan proses pembelajaran
adalah suatu sistem yang melibatkan satu kesatuan komponen yang saling
berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan
interaksi yang sadar akan tujuan. Interaksi ini berakar dari pihak pendidik
(guru) dan kegiatan belajar secara paedagogis pada diri peserta didik,
didik agar dapat belajar dengan baik. Dengan adanya interaksi tersebut maka
perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam, meskipun
demikian, masih banyak siswa yang menganggap bahwa fisika merupakan mata
pelajaran yang sulit baik dalam penggunaan rumus dan memahami konsep fisika itu
sendiri (Budiyanto dalam Hatika, 2016:113). Belajar fisika bukan hanya sekedar tahu
matematika, tetapi lebih jauh anak didik diharapkan mampu memahami konsep yang
tugas merupakan alat motivasi yang baik. Melalui pemberian tugas kepada peserta
didik, peserta didik akan memiliki keinginan dan tuntutan untuk melakukan aktifitas
pemberian tugas kepada peserta didik harus dilakukan secara terencana, yaitu format
tugas yang diberikan harus dirancang dan disusun secara sistematis dengan tujuan
pencapaian yang ditentukan harus jelas. berdasarkan hasil penelitian Surie dalam
Bhakti (2017:140) menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara pemberian
tugas terstruktur dengan hasil belajar fisika peserta didik, artinya bahwa pemberian
tugas terstruktur dapat meningkatkan hasil belajar fisika. Dengan demikian peserta
Metode tugas atau resitasi adalah metode penyajian bahan dimana guru
memberikan tugas tertentu agar peserta didik melakukan kegiatan belajar (Djamarah
dan Zain dalam Bhakti 2017:141). Pemberian tugas kepada peserta didik dapat
menjadi salah satu upaya yang dilakukan guru untuk membelajarkan peserta didik
dan melatih peserta didik untuk dapat memanfaatkan waktu diluar jam belajar
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu besaran pokok yang menyatakan derajat (tingkat)
panas atau dingin suatu benda. Satuan SI untuk suhu adalah Kelvin (K). Satuan
lainnya adalah Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit (F) (Mahanani, 2009:6).
1) Jenis-Jenis Termometer
jika suhunya naik. Kenyataan ini dimanfaatkan untuk membuat termometer dari zat
cair. Perhatikan gambar 1.1 Cairan terletak pada tabung kapiler dari kaca yang
Gambar 1.1
Zat cair yang digunakan umumnya raksa atau alkohol jenis tertentu. Raksa
pada suhu yang tinggi (lebih dari 350̊ C) sehingga dapat mengukur suhu pada rentang
suhu yang lebar. Namun, raksa sangat beracun, sehingga berbahaya jika termometer
pecah.
Alkohol untuk pengisi termometer biasanya diberi pewarna biru atau merah.
Rentang suhu yang dapat diukur bergantung jenis alkohol yang digunakan,
contohnya:
Alkohol tidak seberbahaya raksa dan mudah menguap, sehingga lebih aman
Bentuknya panjang dengan skala dari 10°C sampai 110°C menggunakan raksa,
Gambar 1.2
Termometer Laboratorium (superagis blogspot.com dalam Fallis, 2013)
Termometer ini digunakan untuk mengukur suhu badan manusia. Skala yang ditulis
antara 35̊ C dan 42̊ C. Pipa di bagian bawah dekat labu dibuat sempit sehingga
pengukuran lebih teliti akibat raksa tidak segera turun ke labu/ reservoir (gambar 2.4).
Gambar 1.3
Termometer suhu badan (https://materibelajar.co.id/termometer/)
b) Termometer Bimetal
Perhatikan dua logam yang jenisnya berbeda dan dilekatkan menjadi satu pada
gambar 2.5. Jika suhunya berubah, bimetal akan melengkung. Mengapa? Karena
logam yang satu memuai lebih panjang dibanding yang lain. Hal ini dimanfaatkan
Terdapat kristal cair yang warnanya dapat berubah jika suhu berubah. Kristal ini
dikemas dalam plastik tipis, untuk mengukur suhu tubuh, suhu akuarium, dan
Berapa suhu tubuh manusia sehat? Ya, kamu akan menjawab 37̊ C. Huruf C
kependekan dari Celcius, salah satu contoh satuan suhu atau skala suhu. Saat ini,
dikenal beberapa skala suhu, misalnya Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin.
Kelvin merupakan skala suhu dalam SI. Skala Kelvin menggunakan nol mutlak,
tidak menggunakan “derajat”. Pada suhu nol Kelvin, tidak ada energi panas yang
dimiliki benda. Perbedaan antara skala itu adalah angka pada titik tetap bawah
Gambar 1.7
Titik tetap bawah dan titik tetap
atas pada beberapa skala suhu.
Rentang skala celcius,
Fahrenheit, Reamur dan Kelvin
berturut-turut 100, (212-31), 80,
(372-273).
(Dok.Kemdikbud dalam Fallis,
2013)
Penggunaan matematika
tC 5
=
(t C −32) 9 ............................................................................................1.1
Maka
9
t F = tC +32
5 ............................................................................................1.2
Zat padat dapat mengalami pemuaian. Gejala ini memang sulit untuk diamati
secara langsung, tetapi seringkali kamu dapat melihat pengaruhnya. Misalnya, saat
kamu menuangkan air panas ke dalam gelas, tiba-tiba gelas itu retak. Retaknya gelas
ini karena terjadinya pemuaian yang tidak merata pada gelas itu. Kamu akan pelajari
Pada umumnya, benda atau zat padat akan memuai atau mengembang jika
dipanaskan dan menyusut jika didinginkan. Pemuaian dan penyusutan itu terjadi pada
semua bagian benda, yaitu panjang, lebar, dan tebal benda tersebut. Jika benda padat
dipanaskan, suhunya akan naik. Pada suhu yang tinggi, atom dan molekul penyusun
logam tersebut akan bergetar lebih cepat dari biasanya sehingga logam tersebut akan
Gambar 1.8
Rel kereta api dapat melengkung akibat pemuaian
(Zitzewitz dalam Fallis, 2013)
Jika panjang logam mula-mula sama, untuk logam yang berbeda ternyata
yang menentukan pemuaian panjang zat padat adalah koefisien muai panjang.
Koefisien muai panjang suatu zat padat adalah bilangan yang menunjukkan
pertambahan panjang tiap satu satuan panjang zat itu jika suhunya dinaikkan 1̊
C.
Sebagai contoh, jika muai panjang kaca 9 x 10-6/ o C berarti jika 1 meter
bahan panjang (/ ̊ C)
Kaca 0,000003
Pyrex
Aluminium 0,000026
Kuningan 0,000019
Baja 0,000011
Tembaga 0,000017
Jika suatu benda berbentuk lempengan dipanaskan, pemuaian terjadi pada kedua
arah sisi-sisinya. Pemuaian semacam ini disebut pemuaian luas. Pemasangan pelat-
pelat logam selalu memperhatikan terjadinya pemuaian luas. Pemuaian luas memiliki
koefisien muai sebesar dua kali koefisien muai panjang. Berdasarkan data dalam
Tabel 2.1, maka lempengan baja memiliki koefisien muai luas sebesar 0,000022/ ̊ C.
Bagaimanakah pemuaian yang dialami oleh kelereng dan balok besi jika kedua
lebar, dan tinggi) akan mengalami muai ruang jika dipanaskan. Pemuaian ruang
memiliki koefisien muai tiga kali koefisien muai panjang. Balok baja jika dipanaskan
Pernahkah kamu menjumpai daun pintu tidak dapat ditutupkan pada bingkai
pintunya? Kaca jendela tidak dapat masuk ke dalam bingkainya? Hal itu terjadi
karena pemasangan daun pintu dan kaca jendela terlalu rapat dengan bingkainya
sehingga ketika terjadi pemuaian atau penyusutan tidak tersedia lagi rongga yang
cukup.
3) Pemuaian Zat Cair dan Gas
Sebagaimana zat padat, zat cair juga memuai jika dipanaskan. Bahkan, pemuaian
zat cair relatif lebih mudah atau lebih cepat teramati dibandingkan dengan pemuaian
zat padat. Gas juga memuai jika dipanaskan. Sifat pemuaian gas harus diperhatikan
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ketika memompa ban sepeda jangan terlalu
size sebesar 0,5 berdasarkan kriteria Cohen dalam Putri dkk (2019:151),
siswa,
2. penelitian yang dilakukan oleh Mahardika dalam Yuskartika (2015:38)
Solving (CPS) disertai LKS dartun fisika dengan kelas tanpa model Creative
Problem Solving (CPS) disertai LKS kartun fisika. dan penelitian tersebut
(CPS) disertai LKS kartun lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar.
kelas VIII-E SMPN 1 Ma’arang Kabuten Pangkep” Hasil yang diperoleh dari
minimum (KKM).
materi yang digunakan pada aspek yang diteliti. Oleh karena itu, peneliti
mencoba untuk melakukan penelitian dengan model pembelajaran yang sama
yaitu model Creative problem solving (CPS) dengan pokok bahasan yang
berbeda.
C. Kerangka Teoritik
dalam proses belajar mengajar peserta didiklah yang berperan aktif sebagai
merancang pendekatan yang sesuai sehingga tercipta proses belajar dalam diri
menciptakan ruang kelas yang di dalamnya peserta didik akan menjadi peserta
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Serta dapat
ingin tahu peserta didik terhadap suatu permasalahan serta tidak merasa bosan
pada saat proses belajar mengajar berlangsung sehingga peserta didik
fisika merupakan salah satu guru hanya menggunakan model konvensional dan tidak
pelajaran yang memuat konsep bervariasi dalam mengajar fisika di kelas
abstrak
D. Hipotesis Penelitian
Perubahannya.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 14 Halmahera Barat, dan waktu penelitian ini
dimulai pada tanggal 17 Oktober – 01 November 2022, pada semester ganjil dengan pelaksanaan
B. Metode Penelitian
Pada penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah non equivalent
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah keseluruhan 18 siswa kelas VII yang terdiri dari 1
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini berjumlah 18 siswa yang akan di bagi menjadi 2 kelas, yaitu kelas
VII A Dan kelas VII B Kemudian kedua kelas tersebut diundi untuk menentukan kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan Hasil undian diperoleh kelas VII A sebagai kelas
kontrol dengan model pembelajaran PBL dan kelas VII B sebagai kelas eksperimen dengan
menunjang atau mendukung penelitian. Penggunaan teknik pengumpulan data yang baik
akan memungkinkan mendapatka n data yang objektif. Teknik pengumpulan data yang
1. Tes
Tes digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar peserta didik yang
∑ σ 2i =σ 2i
1
2 2 2
+ σ i + σ i ......σ i ....................................................................(1.1)
2 3 n
Dalam uji tingkat kesukaran instrument tes dalam tiap butir soal yang akan
B
P= ……………………………………………………………….(1.2)
JS
Keterangan :
P = indeks kesukaran.
B = banyaknya peserta didik yang menjawab soal dengan benar.
JS = jumlah seluruh peserta didik yang mengikuti tes.
Daya beda pada soal adalah kemampuan soal untuk membedakan peserta didik
yang memiliki kemampuan menjawab soal dengan benar lebih banyak, dengan peserta
didik yang memiliki kemampuan menjawab soal dengan benar lebih sedikit. Menghitung
BA BB
DP = - = PA-PB……………………………………………..(1.3)
JA JB
Keterangan :
DP = daya beda soal
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar
BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar
PA = Proporsi kelompok tinggi
PB = Proporsi kelompok rendah
Daya beda yang didapat akan diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel 1.3Kategori Daya Pembeda
Daya Pembeda (DP) Kategori
0,00 - 0,20 Rendah
0,21 - 0,40 Sedang
0,41 - 0,70 Tinggi
0,71 - 1,00 Tinggi Sekali
(Bagiyono, 2017: 5)
suatu penelitian ilmiah sudah tentu melalui proses analisis data untuk
beberapa langkah terutama yang berkaitan dengan masalah subyek dan obyek penelitian
yang diperoleh dari hasil pengumpulan data melalui pengisian angket maupun pencatatan
dokumen. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji-t sebelum melakukan analisis
uji-t harus dilakukan uji homogenitas, dan uji normalitas. Untuk melakukan analisis uji
coba soal dengan menggunakan terlebi dahulu dilakukan uji daya beda,uji tingkat
a. Uji Homogenitas
sebelum analisis data dilakukan dengan menggunakan rumus t-test untuk membuktikan
kebenaran hipotesis yang telah dibuat sebelumnya, maka perlu diuji kedua varians kedua
sampel tersebut varians atau tidak. Pengujian homogenitas varian uji F dengan rumus:
varians terbesar
F= …………………………………………(1.4)
farians terkecil
Jika 𝐹hitung < 𝐹tabel maka data dikatakan homogen dan sebaliknya jika 𝐹hitung > 𝐹tabel maka
data dikatakan tidak homogen, pada taraf signifikan 5 % dengan derejat kebebasan 𝑑𝑏pembilang = n-
b. Uji Normalitas
Hipotesis yang telah dirumuskan akan diuji dengan statistk parametris, antara lain
dengan menggunakan t-test untuk satu sampel, korelasi, dan regresi, analisis varians dan
( f o−f h ) 2
x2 = ……………………………………………….(1.5)
fh
Keterangan:
𝑥2 = chi kuadrat
fh = frekuensi yang diobservasi
f ୦ = frekuensi yang diharapkan
Adapun langka-langka pengujian normalitas data dengan chi kuadrat adalah
sebagai berikut:
4. Menyusun kedalam table distribusi frekuensi, yang sekaligus merupakan penolong untuk
5. Menghitung frekuensi (f ୦) dengan cara mengalikan presentase luas tiap bidang kurva
( f o−f h ) ( f o−f h )
dan dan menjumlahkanya. Harga adalah merupakan harga chi kuadra
fh fh
( X h ).
2
7. Membandingkan harga chi kuadrat hitung dengan chi kudrat table atau ( X h ≤ X t ). maka 2 2
c. N-Gain
S post− S
g= …………………………………………………..(1.6)
pre
s maks−s pree
keterangan:
Spost : skor tes akhir
Spree: skor tes awal
Smaz : skor maksimum yang mungkin dicapai
hasil belajar pada dua kelas yakni pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji-t berpasangan
(Paired t-test) adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data yang digunakan tidak
bebas (berpasangan). ciri-ciri yang paling sering ditemui pada khasus yang berpasangan adalah
satu individu (objek penelitian)mendapat dua buah perlakuan yang berbeda. walaupun
menggunakan individu yang sama, peneliti tetap memperoleh dua macam data sampel, yaitu data
H0 = μ 1 – μ 2 = 0
H1 = μ1 – μ2≠ 0
Ha berarti bahwa selisih sebenarnya dari kedua rata-rata tidak sama dengan nol.
x 1−x 2
t=
√
2 2
S S2
1
+
n1 n2
Dimana:
x1 = Rata-rata variabel ke-1
x2 = Rata-rata variabel ke-2
n1= Jumlah sampel ke-1
n2= Jumlah sampel ke-2
S21= Jumlah sampel ke-1
2
S2= Jumlah sampel ke-2
S2 = Varians gabungan (Sugiono,2010).
e. effect size
terhadap hasil belajar siswa kelas VII Di SMP Negeri 14 Halmahera Barat, maka perlu
dilakukan perhitungan dengan menggunakan uji Effect Size. dengan rumus sebagai
berikut:
M eksperimen−M kontrol
√
2
d= SD eksperimen+SD2kontrol
……………………………………………….(1.7)
2
Keterangan:
M = Rata-rata skor tes
SD = Standar DeviasiSkor tes
d¿ 0,2 : Kecil
0,2¿ d ¿ 0,8 : Sedang
d¿ 0,8 : Tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Bhakti. Y. B, 2017. Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Menggunakan Metode Pemberian Tugas
Terstruktur. Jurnal Pendidikan Fisika. Vol. 5. No. 2
Budiyono, Agus. 2016. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Argument Based Science
Inquiry (ABSI)Terhadap Peningkatan Kemampuan Berargumentasi Siswa SMA. Jurnal
Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains, Vol 4, No. 1, Juni 2016.
Bagiyono. 2017. Analisis Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Butir Soal Ujian Pelatihan
Radiografi Tingkat 1. Widyanuklida, vol. 16 No. 1. November 2017. Hal 1-12.
Chasanah. R dkk. 2019. Yogyakarta, Fisika Untuk SMA/MA Peminatan Fisika Dan Ilmu-Ilmu
Alam.
Fata. Z, 2018. Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving(Cps) Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas X Man 3 Banda Aceh. Skripsi
Hariawan dkk, 2013. Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving Terhadap
Kemampuan Memecahkan Masalah Fisika Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 4 Palu.
E-Jurnal Pend. Fisika Vol 1, No 2
Hermawan. A. A, 2014. Peningkatan Kompetensi Siswa Kelas XI Titl Smk Ma’arif 1 Wates Pada
Mata Pelajaran Fisika Menggunakan Model Creative Problem Solving. Skripsi
Mursalin. W. dkk. 2016. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Children Learning In
Science Terhadap Hasil Belajar Di Smp Negeri 1 Meureudu Kabupaten Pidie Jaya
Tahun Ajaran 2015/2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Geografi Fkip
Unsyiah
Putri. C.S, dkk, 2019. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Dalam Pemecahan Masalah
Fisika Pada Siswa Sma. Jurnal Pendidikan Fisika Vol. 7 No. 2
Rismawati dkk, 2016. Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia Power Point
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Fisika Kelas Viii Smpn 4 Bireuen. JESBIO
Vol. V No. 1
Saregar dkk, 2016.Efektivitas Model Pembelajaran Cups: Dampak Terhadap Kemampuan
Berpikir Tingkat Tinggi Peserta Didik Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar Gisting
Lampung. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi, Vol 5 No 2.
Yuliati. Y & Lestari. I, 2019. Penerapan Model Creative Problem Solving Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Sekolah Dasar.
Jurnal Cakrawala Pendas Volume 5 Nomor 1
Yustika. S, 2015. Penggunaan Model apaembelajaran Creative Problem Solving (CPS)
Termodifikasi Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Hukum Newton Tentang
Gravitasi. Skripsi