Anda di halaman 1dari 2

Ini adalah sebuah cerita tentang seekor banteng liar.

Suatu hari, di Negara Spanyol, lahirlah seekor


anak banteng yang lucu, dari perkawinan silang antar seekor kerbau dewasa jantan dan seekor sapi
dewasa betina. Namanya adalah Ferdinand. Hidup dengan komunitas banteng lainnya yang lebih
sering saling beradu antar satu sama lain dengan berlari, melompat, dan menyeruduk; kebiasaan
teman-temannya ini membuat Ferdinand merasa tidak nyaman. Ferdinand suka menyendiri dengan
duduk di bawah salah satu pohon rindang dan menghirup aroma bunga-bunga liar di hutan yang bisa
dilakukannya sepanjang hari.

“Semuanya, lihatlah Ferdinand. Dia sangat lemah. Seharusnya dia ikut menyeruduk dan
beradu dengan yang lainnya.”

Begitulah kawanan lainnya mengatai Ferdinand. Walaupun begitu, Ferdinand tidak pernah
memperdulikannya, justru ibunyalah yang khawatir padanya. Ibunya takut Ferdinand dikucilkan atau
bahkan menarik dirinya dari kehidupan sosial.

“Oh anakku, kenapa kamu tidak berlarian dan bermain dengan anak-anak banteng lainnya?
Pasti sangat menyenangkan ketika kamu bermain bersama mereka bukan?”

“Tidak bu. Aku lebih suka duduk di sini dengan tenang dan mencium bau-bau bunga di
sekitarku.”

Selalu begitu ketika Ferdinand disuruh Ibunya untuk berbaur dengan lainnya. Tetapi, karena anaknya
lebih nyaman ketika sendiri, maka ibunya dengan mengerti membiarkannya karena Ferdinand
merasa bahagia.

“Hey, Ferdinand! Ayo beradu denganku, yang menang dapat makan rumput hijau di bukit
seberang!” Kata seekor anak banteng yang tiba-tiba mengajak Ferdinand beradu. Ferdinand hanya
memutar bola matanya malas. Dia hanya ingin duduk tenang dan melihat pemandangan, kenapa
harus ada seekor anak banteng yang mengganggu ketenangannya? Karena banyak anak banteng
yang memprovokasinya, mau tidak mau Ferdinand menerima ajakan beradu itu.

Di tengah padang rumpur, dua anak banteng itu saling berhadapan, lawan Ferdinand menatapnya
dengan garang sedangkan Ferdinand bingung cara menyerang lawannya. Hingga lawannya secara
tiba-tiba menendang dan menyeruduk tanpa aba-aba. Ferdinand tentu tidak bisa menghindar, dan
berakhirlah Ferdinand kalah pada pertarungan itu. Kekalahan Ferdinand menyebabkan dia
menerima ejekan-ejekan bahkan ada yang tidak segan-segan menendangnya, padahal Ferdinand
sudah terluka banyak sekali. Lagi, Ferdinand ke tempat favoritnya. Entah mengapa, pohon rindang
dengan cuaca yang lumayan mendung dapat menenangkan pikiran dan emosinya.

Bertahun-tahun telah berlalu, kini Ferdinand sudah tumbuh menjadi banteng yang sangat besar dan
kuat. Namun, kebiasaan lamanya belum juga hilang. Dari atas bukit, Ferdinand melihat gumpalan
asap yang datang dengan cepat. Setelah lebih dekat, ternyata itu adalah sekumpulan banteng
lainnya dari hutan sebelah barat daya. Ferdinand turun bermaksud menghentikan kawanan itu.
Namun teman-teman Ferdinand sudah terlebih dahulu menghadang sekumpulan banteng itu.

“Hai kalian, apa yang membawa kalian kemari? Apakah kalian tidak tahu bahwa kawasan
Spanyol ini merupakan milik kami yaitu para banteng yang kuat dan tampan? Oh, tentu kecuali si
banteng itu, Ferdinand,” kata salah satu teman Ferdinand sembari melirik remeh ke Ferdinand.

“Hahaha, lihatlah banteng muda ini. Dia sangat sombong, padahal dia tidak ada apa-apanya
denganku,” ujar salah satu banteng yang terlihat besar dan kuat, mungkin dia ada pemimpin
kawanan ini.
Teman Ferdinand merasa tidak terima dengan ejekan ini. Dengan sombongnya, teman Ferdinand
menantang ketua banteng itu untuk beradu. Tentu, di ketua banteng tidak merasa keberatan,
karena dia sudah yakin akan memenangkan adu banteng ini.

Kedua banteng itu sudah bersiap untuk beradu hingga terdengar suara bising yang menghampiri
mereka. Itu adalah manusia. Banteng-banteng itu berlari tak tentu arah untuk menyelamatkan diri.
Ferdinand, hanya kebingungan dan mencoba ikut berlari, tiba-tiba secara tak sengaja dia menabrak
sarang lebah, sehingga lebah-lebah itu menyerang Ferdinand.

Orang-orang yang baru sampai, mengira Ferdinand mengamuk. Ferdinand melompat, berlari,
mendengus dan mencakar tanah. Manusia-manusia itu berteriak penuh kesenangan. Ini adalah
seekor banteng yang paling besar dan menakutkan bagi mereka. Pada akhirnya, Ferdinand dibawa
secara paksa untuk mengikuti adu banteng di Madrid.

Apakah kalian tahu tradisi adu banteng Spanyol? Dengan seorang matador yang membawa kain
merah? San Fermin, namanya. Ya, itulah yang akan diikuti Ferdinand sekarang. Di tengah sebuah
koloseum yang terdapat banyak sekali penonton, mereka tak henti-hentinya berteriak kesenangan
melihat banteng-banteng mulai memasuki arena. Ferdinand kebingungan, dia berpikir apa yang akan
terjadi.

“Hei anak muda. Sepertinya kau anggota baru di sini. Perkenalkan, aku adalah juara
bertahan adu banteng disini, pastinya aku lebih berpengalaman daripada dirimu dalam menyeruduk
manusia bodoh di sana. Bersiaplah untuk kalah, anak muda!” Seekor banteng yang berumur lebih
tua dari Ferdinand dengan percaya diri memasuki arena. Banteng itu mendengus, kala kain merah
yang dibawa oleh matador mulai di arahkan padanya. Secara cepat, ia menyeruduk kain merah
tersebut, namun sang matador lebih gesit, hingga ia menusukkan pedangnya ke banteng tadi.
Banteng itu kalah. Teriakan kekecewaan penonton terdengar sangat rebut, mereka berteriak, “Bawa
banteng lemah itu pergi! Jagal saja dia!”.

Anda mungkin juga menyukai