Anda di halaman 1dari 6

BAB 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kuantitatif, yaitu perolehan minyak
(rendemen), persen bilangan asam lemak, dan hasil uji organoleptik dari hasil pembuatan
minyak kelapa dengan didiamkan tanpa ditambah ragi, teknik fermentasi ragi tape, fermentasi
ragi tempe, dan fermentasi ragi roti. Ringkasan data hasil perolehan persentase rendemen
minyak kelapa dari hasil pembuatan minyak kelapa tanpa ditambah ragi dan dengan
penambahan berbagai macam ragi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Ringkasan Data Perolehan Persentase Minyak dari Hasil Pembuatan Minyak
Rendemen
No. Jenis Sampel
(%)
A Tanpa Ragi 26,4%
B Ragi Tape 14,5%
C Ragi Tempe 37,5%
D Ragi Roti 34%

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan persentase rendemen
minyak kelapa dengan didiamkan tanpa ragi dan dengan penambahan berbagai macam ragi.
Persentase rendemen minyak tertinggi diperoleh dari minyak kelapa yang dihasilkan dengan
fermentasi menggunakan ragi tempe, yaitu sebesar 37,5%, sedangkan persentase rendemen
terendah diperoleh dari minyak kelapa yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan ragi
tape sebesar 14,5%.
Selain itu, minyak kelapa yang dihasilkan dari fermentasi menggunakan ragi tempe
ternyata juga memiliki persentase bilangan asam lemak yang terendah, yaitu sebesar 0,13%.
Secara lebih jelas dan lengkap, data hasil persentase bilangan asam lemak dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Data Hasil Persentase Bilangan Asam Lemak
Asam Lemak
No. Jenis Sampel
(%)
A Tanpa Ragi 0,14%
B Ragi Tape 0,3%
C Ragi Tempe 0,13%
D Ragi Roti 0,14%
Lebih lanjut, minyak kelapa yang dihasilkan melalui metode didiamkan tanpa ragi dan
dengan penambahan berbagai macam ragi diujikan pada uji organoleptik menggunakan 40
responden yang berbeda. Ringkasan data rata-rata uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Hasil Uji Organoleptik
No. Jenis Sampel
Warna Aroma Rasa
A Tanpa Ragi 3,9 3,825 3,875
B Ragi Tape 2,875 3,475 3,45
C Ragi Tempe 3,525 3,4 3,4
D Ragi Roti 2,975 3,5 3,675
Tabel 4.3 Rata-Rata Skor Uji Organoleptik Minyak Kelapa
Berdasarkan Tabel 4.3, dapat diketahui pada hasil organoleptik warna, aroma, rasa, dan
kekentalan pada masing-masing sampel memiliki perbedaan yang tipis. Rata-rata hasil uji
organoleptik yang ditujukan kepada 40 responden menghasilkan minyak kelapa yang dihasilkan
dari metode didiamkan tanpa ragi memperoleh nilai tertinggi pada uji organoleptik warna,
aroma, rasa dan kekentalan. Berikut adalah tabel penjelasan uji organoleptik dari Tabel 4.3
terhadap 40 responden yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.4.
No. Jenis Sampel Jenis Uji Hasil Uji

1.1 Warna Bening, jernih

1. Tanpa Ragi 1.2 Aroma Khas kelapa segar, tidak tengik

1.3 Rasa Tidak berasa

2.1 Warna Bening, kuning

2. Ragi Tape 2.2 Aroma Agak tengik

2.3 Rasa Agak tengik

3.1 Warna Bening, kuning

3. Ragi Tempe 3.2 Aroma Agak tengik

3.3 Rasa Agak tengik

4.1 Warna Bening, jernih

4. Ragi Roti 4.2 Aroma Khas kelapa segar, tidak tengik

4.3 Rasa Tidak berasa

Tabel 4.4 Penjelasan Hasil Uji Organoleptik

Berdasarkan Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa pada masing-masing sampel terdapat
beberapa bagian dari hasil uji organoleptiknya sesuai dengan standar minyak kelapa. Standar
yang digunakan dalam standarisasi minyak kelapa menggunakan SNI 01-3741-2002 yang lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Standar Minyak Kelapa
No. Uji Organoleptik Syarat berdasarkan SNI
1. Warna Tidak berwarna hingga kuning pucat

2. Aroma Khas Kelapa segar, tidak tengik

3. Rasa Tidak berasa


4. Kekentalan (%) maks. 0,15

4.2 Pembahasan
4.2.1 Persentase Kadar Minyak (Rendemen)
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa persentase rendemen terbanyak
diperoleh dengan cara fermentasi menggunakan ragi tempe. Hal tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Cristianti (2009) yang menyatakan bahwa ragi tempe mengandung Rhizopus
oligosporus yang mempunyai kemampuan dalam menghasilkan enzim protease dan lipase yang
mampu menghidrolisis minyak dengan dibantu oleh kadar air yang tinggi. Enzim protease
merupakan golongan hydrolase yang mampu memecah protein menjadi molekul-molekul yang
lebih sederhana, sehingga minyak yang diikat oleh ikatan tersebut akan keluar dan berkumpul
menjadi satu (Setiaji, 2006). Kelebihan dalam proses pembuatan minyak kelapa menggunakan
metode fermentase ragi tempe adalah kemudahan dalam pembuatannya, hemat bahan bakar,
dan memiliki daya simpan yang lebih lama. Kebalikannya, Mudjalipah (2016) berpendapat
bahwa pembuatan minyak kelapa dengan metode fermentasi menggunakan ragi tempe
menghasilkan minyak yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan metode fermentasi
menggunakan ragi roti. Hal ini dikarenakan Rhizopus oligosporus tidak secara menyeluruh
menghasilkan enzim protease, sehingga menyebabkan minyak yang dihasilkan memiliki
rendemen paling sedikit dibandingkan dengan penggunaan ragi lainnya. Sedangkan, pada
penelitian ini telah membuktikan bahwa perolehan minyak kelapa menggunakan metode
fermentasi dengan ragi roti menghasilkan persentase rendemen yang terbesar dibandingkan
penggunaan dengan metode didiamkan tanpa ragi, fermentasi menggunakan ragi tape,
fermentasi menggunakan ragi roti.
4.2.2 Bilangan Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas artinya asam lemak yang sudah terlepas, yang awalnya berasal dari
trigliserida karena proses hidrolisis. Asam lemak bebas ini dapat didioksidasi secara
autooksidasi atau menggunakan enzim bernama Lypooksigenase. Dalam reaksi hidrolisis,
minyak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas juga
menunjukkan bilangan asam yang meningkat, bila hal ini terjadi maka semakin tinggi pula asam
lemak bebasnya (Ketaren, 2008).
Kadar asam lemak bebas juga berpengaruh pada kualitas minyak kelapa yang
dihasilkan, sehingga persentase bilangan asam lemak bebas dikatakan oleat, umumnya pada
kebanyakan minyak dan lemak. Berdasarkan Tabel 4.2, masing-masing sampel menunjukkah
bahwa persentase asam lemak bebas yang dikandung berbeda. Ada yang memenuhi syarat
berdasarkan SNI yaitu sebesar <0,2%. Apabila lebih dari 0,2%, maka mengindikasikan bahwa
kualitas minyak kelapa yang dihasilkan semakin rendah (Winarno, 2004). Hal ini terjadi karena
selama proses penggorengan krim santan menjadi minyak kelapa mengalami berbagai reaksi
kimia yang sejalan dengan pendapat Kumala, 2003, sehingga terjadi penguapan uap yang
menghasilkan asam lemak bebas (Sopianti, dkk, 2017), serta pemanasan krim santan dengan
suhu yang tinggi dapat menyebabkan bilangan asam lemak juga naik (Kalapathy dan Proctor,
2000). Semakin tingginya asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak kelapa akan
meningkatkan kadar kolesterol jahat di dalam darah, karena pengaruh makanan yang masuk ke
tubuh dapat berpengaruh pula terhadap kolesterol darah yang tidak baik pada kesehatan jantung
dan pembuluh darah (Almatseir, 2009).
Minyak kelapa yang dihasilkan melalui metode fermentasi ragi tempe memperoleh
persentase bilangan asam lemak terendah dibandingkan dengan minyak kelapa yang dihasilkan
melalui metode didiamkan tanpa ragi, fermentasi menggunakan ragi tape, dan fermentasi
menggunakan ragi roti. Selain itu, Rhizopus oligosporus berpengaruh terhadap presentase
bilangan asam lemak pada minyak kelapa yang dapat dibuktikan menggunakan nilai probailitas,
dimana semakin tinggi konsentrasi penambahan ragi tempe, makan akan semakin tinggi juga
bilangan asam lemaknya. Hal ini terjadi dikarenakan minyak kelapa yang terhidrolisis oleh
enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme di dalam ragi tempe membentuk asam-asam
lemak, gliserol, air, dan energi (Andriani, dkk., 1992). Selain itu, bilangan asalm lemak bisa
dipercepat pembentukannya karena adanya kandungan air di dalam bahan pembuatannya
(Sumitro, dkk., 2000).
Pada Tabel 4.2, dapat diketahui bahwa minyak kelapa yang dihasilkan melalui metode
fermentasi menggunakan ragi tape menghasilkan bilangan asam lemak bebas yang tinggi, yakni
sebesar 0,3%. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya jumlah ragi yang ditambahkan pada
minyak kelapa menimbulkan meningkatnya asam lemak bebas, selain itu berakibat pula
terjadinya kenaikan kadar air dalam minyak kelapa yang dapat menyebabkan ketengikan
(Muharun dan Apriyanto, 2014). Pada penelitian ini, perlu diketahui bahwa minyak kelapa yang
dihasilkan melalui proses fermentasi menggunakan ragi tape mendapatkan bilangan asam lemak
yang tinggi dikarenakan penambahan ragi tape ke dalam krim santan, tidak sebanding dengan
jumlah krim santan yang dihasilkan.
Dapat diketahui pada penelitian ini bahwa penambahan ragi tempe dapat memicu
peningkatan persentase bilangan asam lemak bebas di dalam minyak kelapa. Oleh sebab itu,
semakin tinggi penambahan ragi tempe, maka akan semakin banyak asam-asam lemak yang
terbentuk serta bilangan asam lemak bebas akan semakin tinggi.
4.2.3 Uji Organoleptik
Di dalam pengujian organoleptik menggunakan standar yang telah disesuaikan dengan
kebutuhan negara Indonesia. SNI mengatakan bahwa syarat aman atau tidaknya minyak kelapa
dilihat berdasarkan warna, aroma, rasa dan kekentalan. Warna minyak kelapa dikatakan normal
apabila tidak berwarna atau berwarna hingga kuning pucat, aroma dikatakan normal apabila
tidak tengik dan memiliki harum khas minyak kelapa (gurih), rasa minyak kelapa dapat
dikatakan aman apabila tidak berasa karena pada umumnya tidak menggunakan tambahan zat
kimia organik maupun pelarut minyak, sehingga dari proses seperti ini dapat dihasilkan rasa
yang lembut dengan aroma khas minyak kelapa (Mukin, 2019), serta kekentalan minyak kelapa
dipengaruhi oleh faktor lamanya fermentasi. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat Tabel 4.4.
Warna minyak kelapa yang dihasilkan dengan metode didiamkan tanpa ragi, fermentasi
ragi tape, fermentasi ragi tempe, dan fermentasi ragi roti menunjukkan warna normal yakni
tidak berwarna dan terlihat jernih. Adanya warna tersebut menunjukkan bahan dasar yang
digunakan dan suhu selama proses pemanasan krim santan. Adapun daging kelapa yang
mengandung protein dan karbohidrat apabila dipanaskan dengan suhu yang tinggi akan
menghasilkan warna yang terlihat tidak berwarna hingga berwarna kuning pucat. Penelitian ini
membuktikan warna minyak kelapa yang dihasilkan dengan metode didiamkan tanpa ragi,
fermentasi ragi tape, fermentasi ragi tempe, dan fermentasi ragi roti menunjukkan warna normal
yakni tidak berwarna dan terlihat jernih, karena menggunakan suhu pemanasan yang konsisten
yaitu besar api yang kecil saat proses pemisahan antara krim santan dengan air, sedangkan
warna yang tidak sesuai dengan standar minyak kelapa yaitu berwarna kuning keruh disebebkan
kandungan air yang lebih banyak sehingga berpengaruh pada warna minyak kelapa (Azis, dkk.,
2020).
Sesuai hasil uji organoleptik terhadap 40 responden yang berbeda dapat diketahui
bahwa aroma minyak pada masing-masing sampel berbeda, ada yang berbau tengik dan ada
yang berbau khas minyak kelapa. Adapun penjelasan hal ini terjadi karena adanya proses
fermentasi sehingga berpengaruh terhadap minyak yang didapatkan. Selain itu, minyak yang
dihasilkan selama proses penyaringan menggunakan penyaring sehingga menghasilkan minyak
tanpa endapan. Minyak kelapa yang berbau tengik, dapat disebabkan oleh proses pemanasan
yang terlalu lama sehingga berakibat pada aroma yang dihasilkan kurang menarik dan dapat
menbuat minyak kelapa cepat mengalami ketengikan (Azis, dkk., 2020).
Rasa adalah faktor yang paling penting untuk konsumen dalam memilih keputusan
untuk menerima atau menolak suatu produk. Meskipun, parameter nilai lainnya pada hasil uji
organoleptik mendapatlan nilai yang baik, namun apabila rasa tidak enak atau tidak disukai oleh
responden, pasti produk tersebut akan ditolak (Soekarto, 2012). Menurut Winarno (2008), rasa
pada minyak kelapa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi,
dan interaksi menggunakan komponen rasa yang lainnya. Hasil uji organoleptik menunjukkan
bahwa pembuatan minyak kelapa yang dihasilkan melalui metode didiamkan tanpa ragi dan
dengan fermentasi ragi roti memperoleh rasa yang dinilai tidak berasa, sehingga dapat
disimpulkan bahwa rasa dari minyak kelapa telah memenuhi SNI, sedangkan minyak kelapa
yang dihasilkan melalui metode fermentasi ragi tape dan fermentasi ragi tempe dinilai berasa
agak tengik. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden memiliki kemampuan menerima
karakteristik sensorik makanan dengan baik. Penilaian sensorik bersifat subjektif pada masing-
masing responden berjumlah 40 orang tersebut. Dapat disimpulkan bahwa hubungan aroma dan
rasa saling berkaitan, sehingga responden menilai bahwa minyak kelapa yang dihasilkan
melalui metode fermentasi ragi tape dan ragi roti berbau agak tengik dan terasa agak tengik.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa semua warna pada masing-
masing sampel memenuhi standar minyak kelapa sehingga dapat dikatakan aman. Lalu, aroma
dan rasa pada masing-masing sampel berbeda, ada yang berbau agak tengik dan ada yang terasa
agak tengik karena disebabkan oleh kadar asam lemak yang tinggi terhadap kualitas produksi
minyak kelapa (Sopianti, dkk., 2017).

Anda mungkin juga menyukai