Anda di halaman 1dari 6

PENULISAN NASKAH LAKON

Kata sulit, sangat sulit, begitu sulit. Begitulah kata pertama yang muncul ketika
seseorang diminta untuk menuliskan naskah lakon. Padahal menulis cerita atau
mengarang dapat dipelajari. Modalnya sederhana, yaitu bisa membaca dan menulis.
Kita dapat menuliskan perasaan dan pikiran kita, lalu membaca kembali , bila perlu
diperbaiki. Demikian secara berulang-ulang sehingga lebih terampil dalam menulis.

A. KAPAN MEMULAI MENULIS?


Menulis dapat dilakukan kapan saja, di mana saja. Jangan malu-malu untuk menulis
apa yang ada di hadapan kita, atau apa saja yang ada di pikiran kita. mulailah
dengan berpikir kausal (hubungan sebab akibat). Naskah lakon selalu terkait dengan
kisah manusia yang tidak lepas dari hukum sebab akibat. Sebagai contoh: karena
hujan aku berteduh, karena lapar aku makan. langkah awal adalah menentukan
tema yang berkaitan dengan sebab akibat. Semua berawal, mengawali, dan menuju
penyelesaian tematik itu, misal cinta, kepercayaan, cita-cita, atau remaja dan
problematikanya.
Langkah selanjutnya menjabarkan tema dalam sebuah pernyataan atau premis.
Misal, “cinta tak kenal putus asa”, “kepercayaan adalah kekuatan”, “menggapai
cinta dan asa”. Jika tema dan premis sudah ditemukan, langkah selanjutnya adalah
menulis sebuah synopsis atau ringkasan cerita yang akan berfungsi sebagai
pemandu.
B. BAGAIMANA CARA MENULIS NASKAH LAKON?
Pernahkah anda menulis naskah lakon? Bagaimana cara menuliskannya? Langkah
awal adalah memunculkan rasa ingin menulis pada diri anda. Jika sudah memiliki
keinginan menulis, maka tuangkanlah pikiran anda seluas-luasnya. Tentu saja
keinginan menulis didasari oleh objek yang dihadapi. Sebut saja objek yang paling
sederhana yang anda hadapi adalah mahasiswa, tukang semir, tukang becak, gadis
cantik, atau pengalaman sehari-hari. Tulislah apa saja yang berkenaan dengan objek
itu.
Penulisan naskah lakon sedikit berbeda dengan penulisan cerpen dan novel. Naskah
lakon mengutamakan dialog atau percakapan antartokoh dalam penuturan cerita.
Dari percakapan antartokoh itulah pembaca dapat menangkap isi cerita.
Selain itu, dialog harus menggambarkan karakter tiap pemain. Bahan dialog adalah
bahasa. Ragam bahasa yang digunakan dalam dialog lakon adalah bahasa lisan
yang komunikatif, bukan bahasa tulis. Kata-kata yang dipilih harus mampu
mewakili makna, perasaan, dan pikiran pemain. Oleh karena itu, penulis harus
pandai-pandai memilih kosa kata yang sesuai dengan makna yang ingin
disampaikan. Penulis harus berwawasan luas , mengenal majas, diksi, dan ragam
resmi.
Lakon kadang dibagi menjadi beberapa babak sebagai rangkaian peristiwa-peristiwa
dari kehidupan para tokoh. Setiap babak mengisahkan suatu peristiwa, waktu, dan
tempat tertentu. Setiap babak terdapat adegan-adegan yang menggambarkan watak
dari para tokoh dalam lakon tersebut.
Sebagai pedoman bagi para pemain dalam memerankan perannya, dalam naskah
lakon perlu diberikan teks samping (kramagung), biasanya ditandai (----). Teks
samping merupakan catatan-catatan petunjuk pelaksanaan tentang tokoh, waktu,
suasana, musik, suara, dan keluar masuknya pemain di panggung. Adanya teks
samping akan mempermudah kesiapan pentas drama, misalnya penentuan adegan,

1
watak, pemain, dan segala hal kebutuhan pentas. Petunjuk itu misalnya, gerakan
yang harus dimainkan, benda atau peralatan yang dibutuhkan, suara lantang, suara
cepat atau lambat, dan tempat terjadinya peristiwa.

C. Contoh Lakon:
Perhatikan contoh di bawah ini!
UNDANG-UNDANG BECAK

DI PEREMPATAN JALAN, TEMPAT MANGKAL TUKANG BECAK. DITEMANI LALU-


LALANG SUARA KNALPOT KENDARAAN BERMOTOR. SIANG ITU, KERICUHAN KOTA
TERTATA DALAM HITUNGAN JARI TUKANG BECAK MENCARI REZEKI.
BABAK I
Dul Gemuk : (Nembang jawa: Sony Josz)
Ngatijan : Dul, berisik. Bisa ndak kalau mulutmu itu disumpel pompa, agar ndak ceplas-ceplos.
Nembange mbok ya yang enak didengar. Fals kabeh. Lha mulih, kae lho digoleki anakmu
(Dul masih nembang) Wis mingkem. Knalpot itu sudah bikin pusing. Ditambah
penumpang sepi. Kamu ini, ikut-ikutan menyumbang pusing. Apa kamu tidak
pusing?
Dul Gemuk : Lha bagaimana, Kang? Mau bawa radio, tidak punya, bawa hanphone ada mp3-nya
ya, tidak punya. Terus bagaimana lagi, Kang? Kalau pakai congor, kan ndak usah
discharge listrik alias gratis. Kenapa dengan anakku? Anakku itu mahasiswa
teladan. Pembela dan memperjuangkan nasib rakyat kecil semacam kita-kita ini.
Ngatijan : Dul…, Dul. Mbok ya mingkem seperti saya begini. Sambil merenung. Sebentar lagi
BBM naik. Tentunya, harga kebutuhan dapur juga naik, Dul. Biaya kuliah
anakmu juga naik.
Dul Gemuk : Dal, dul, dal, dul. Rumangsamu aku gundul, Kang. Kalau naik ya kita beli naik, tho.
Tidak usah susah. Kalau semua pada naik, ya tinggal tarif kita dinaikkan. Begitu
saja kok repot.Orang repot saja tidak begitu. Paling Kang Ngatijan bicara seperti
itu hanya menutupi kedok saja. Sebenarnya Kang Ngatijan senang, kalau BBM
naik, tho?
Ngatijan : Heeee goblok! Siapa yang senang? Apa becak kita ini pakai BBM, sehingga tarif
becak ikut dinaikkan? Kamu jangan ngawur. Saya juga peduli dengan nasib kita
semua, kalau BBM dinaikkan, kita juga sama-sama susah.
Dul Gemuk : Ha…, ha…! Yang goblok itu saya atau Kang Ngatijan. Memang becak kita ini non-
BBM, tetapi mulut kita ini disuapi makanan dari BBM.
Ngatijan : Maksudnya, Dul!? (sambil geragapan dari bangku penumpang)
Dul Gemuk : Kalau BBM naik, tentunya harga sembako juga naik, Kang. Maka dari itu tarif
becak, ya kita naikkan.
Kutipan naskah lakon yang berada dalam kurung dan kalimat dengan huruf kapital tebal
merupakan teks samping (kramagung).

D. LANGKAH-LANGKAH PENULISAN LAKON


Langkah penting yang harus dilakukan sebelum menulis naskah lakon sebagai
berikut.
1. Menentukan tema cerita
Tema merupakan ide yang kita kembangkan. Dari tema inilah naskah berawal,
terjadi, dan berakhir. Tema berupa pokok pikiran atau dasar suatu cerita yang
dipermasalahkan serta dicari jawabannya. Sedangkan jawaban dari tema itu
dinamakan amanat. Materi yang terkandung dalam tema untuk disampaikan
kepada pembaca disebut pesan (message).
2. Membuat synopsis
Setelah tema ditemukan tema, dilanjutkan dengan menulis synopsis yang
berfungsi sebagai pemandu. Synopsis dilengkapi dengan tokoh, tempat kejadian,
waktu, dll.

2
3. Menentukan kerangka cerita
Sebuah tulisan nantinya akan bergerak melengkapi kisah atau lakon sehingga
harus dilengkapi dengan penentuan tempat kejadian, waktu, dan tokohnya.
Naskah lakon sebaiknya dilengkapi keterangan mengenai ruang (tempat), waktu,
atau suasana yang melatarbelakangi setiap adegan dalam teks lakon. Contoh:
PANGGUNG MENGGAMBARKAN KIOS DENGAN MEJA YANG BERJAJAR RAPI. BEBERAPA
BARANG DAGANGAN TERPAMPANG DI MEJA. ORANG LALU LALANG MEMBAWA TAS
BELANJA
Gambaran setting seperti di atas sangat mendukung dalam pementasan drama.
Panggung harus menggambarkan di mana adegan itu terjadi, misal di warung,
sekolah, di pasar, rumah sakit, dll. Perlu juga menggambarkan setting menurut
waktu seperti, siang, sore, malam, pagi, atau dini hari, dll. Bila setting menurut
suasana, dapat digambarkan gembira, senang, berkabung, hiruk-pikuk,
kericuhan, dll.
Selain itu, minimal naskah lakon harus dilengkapi sebuah plot yang di
dalamnya memuat:
(a) pemaparan, perkenalan, eksposisi, atau introduksi
(b) penggawatan atau perumitan (rising action, complication) D
(c) konflik
(d) klimaks atau puncak E
C
(e) peleraian
(f) penutup
B F
A
Perlu diperhatikan bahwa penulis harus ingat terhadap kemungkinan naskah
drama tersebut untuk dipentaskan. Dengan demikian, penulis harus
mengembangkan imajinasi untuk merencanakan adegan dan dialog yang
diinginkan. Untuk penyusunan kerangka cerita, diperlukan pemahaman alur
cerita.
4. Menentukan konflik cerita
Konflik merupakan roh lakon. Konflik adalah ketegangan atau pertentangan
antartokoh cerita. Konflik-konflik dijalin menjadi alur. Plot lakon berkembang
setahap demi tahap, mulai dari tahap yang sederhana, konflik yang kompleks,
klimaks, hingga pada penyelesaian cerita. Drama dapat dikatakan baik bila
konflik dimunculkan pada tempat yang tepat. Kekuatan drama terletak pada
keterampilan penulis dalam mengolah konflik antar tokoh melalui jalan cerita.
Dalam naskah drama terdapat klimaks atau puncak dari seluruh konflik. Pada
saat menulis, perlu dipertimbangkan pula di mana klimaks harus diletakkan agar
cerita menarik.
5. Menentukan tokoh cerita dan perwatakannya
Setelah menyusun synopsis, kerangka, dan menentukan konflik, saudara dapat
memulai menentukan tokoh-tokoh dengan gambaran wataknya. Perwatakan
dapat dibedakan menjadi dua, fisik dan psikis. Perwatakan fisik berarti gambaran
tentang fisik tokoh, misal cantik, tomboy, kurus, gemuk, dan lain-lain.
Perwatakan psikis berarti gambaran tentang sifat seseorang, misalnya pemarah,
lucu, periang, pemurung, lemah lembut, cerewet. Watak tokoh dari awal sampai
akhir harus konsisten. Watak protagonis dan antagonis harus memungkinkan
bertemu, menciptakan konflik sampai klimaks. Watak tokoh harus dibentuk
dengan kuat dan kontradiktif, saling bersaing, serta saling beradu kepentingan.
Menurut jalan ceritanya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonist,
antagonis, tritagonis, dan figuran.
Sebagai contoh:
MANGANAN

CARIK MENYAHUT DARI RUANGANNYA, KEMUDIAN CARIK MENGHADAP DENGAN


TEGAP DAN GUGUP.

3
Carik:
Iya, Pak Kades. Siap menghadap
Pak Kades:
Cepat kesini!
Carik:
Sabar tho, Pak Kades. Ada apa memanggil-manggil saya. Seperti di sawah saja. Kayak bocah angon.
Bengak bengok. Apa congor Pak Kades tidak pegal!
Pak Kades:
Eee… eee….eee. kurang ajar sekali congormu! Kamu menantang saya. Mau kamu saya pecat. Apa
kamu tidak malu sama Mbah Modin dan Mbah Warso. Beliau-beliau ini sesepuh kita. Jaga mulutmu
jangan ngawur. Mulutmu ini seperti tidak punya etika dan sopan santun.
Carik:
Nggeh, Pak Kades. Ngapunten lepat kulo. Jangan ngambek tho Pak Kades.
Pak Kades:
Ngambek! Ngambek ndasmu sempal. Saya ini marah, Carik kebo.
Carik:
Sudah-sudah, tidak usah marah, Pak Kades. Saya salah. Saya yang harus minta maaf. Mbah Modin
dan Mbah Warso, saya minta maaf atas congor saya.
Mbah Warso:
Kok congor?
Mbah Modin:
Apa tidak ada kosakata yang lebih santun selain congor, Rik?
Carik:
Anu, Mbah, anu!
Mbah Warso:
Anu kenapa?
Carik:
Ya, anu pokoknya.
Pak Kades
Anumu kenapa lagi?
Carik
Anu. Pak Kades yang mengajari saya bicara seperti itu.
Mbah Modin
Apa! Iya Pak Kades, benarkah itu?
Pak Kades:
Enak saja. Bukan, Mbah. Mulutnya Carik suka nglowor. Kamu jangan aneh-aneh lho, Rik! Kupecat
kau nanti. Kapan saya mengajari kamu seperti itu!
Carik:
Tidak, Pak Kades saya bercanda(tertawa lucu).
Pak Kades:
Bercandamu tidak lucu.
Carik:
Oh… iya. Pak Kades memanggil saya tadi, ada apa memangnya?
Pak Kades:
Saya lupa!
Carik
Jangan begitu, Pak Kades.
Mbah Warso:
Begini, Rik. Besuk hari rabu legi kita akan mengadakan sedekah bumi dan ruwatan desa.
Pak Kades:
(menyahut) Dan tugasmu, Rik. Tolong buatkan surat undangan kepada seluruh penduduk untuk
mengikuti ruwatan dan sedekah bumi besuk hari rabu legi. Biar seluruh masyarakat guyub rukun.
Dan desa kita menjadi desa yang karto raharjo tentrem ayem ora ono rubedo anggene nandhang nyambut
gawe.
Carik:
Surat lagi-surat lagi, mboseni. Tiap hari makan surat terus.
Pak Kades:
Apa kamu bilang?! Itu tugasmu! Mau kamu saya pecat!
Carik:
Tidak, Pak Kades. Jangan pecat saya. Nanti saya tidak dapat bagian, kalau Pak Kades memecat saya.
Pak Kades:
Makanya jangan ngeyel. Cepat kerjakan!
Carik:
Siap, Pak Kades. Saya tidak ngeyel. Cuma ngeles. Permisi Pak Kades, Mbah Modin, Mbah Warso.
Pak Kades:
Sana pergi!
4
Mbah Warso:
Bagian? Memangnya bagian apa, Pak Kades?
Pak Kades:
Oh tidak, Mbah. Tidak bagian apa-apa! Sampai mana pembicaraan kita tadi Mbah? Kapan ritual itu
bisa kita mulai, Mbah Modin.
Mbah Modin:
Ritual itu bisa kita mulai besuk hari minggu. Nanti Mbah Warso bersama tokoh masyarakat lainnya
masuk Sumber. Beliau selaku juru kunci akan mengawali bersih desa kita ini.
Pak Kades:
Acaranya diadakan dimana, Mbah? Kok memakai bersih Sumber segala.
Mbah Warso:
Acaranya kita adakan di tempat seperti biasa, di sendang.
Pak Kades:
Di sendang! Apa tidak ada tempat lain, Mbah? Lebih baik di halaman balai desa saja. Kalau di
halaman balai desa, itu lebih meriah, tempatnya juga bersih, baru saja direnovasi.
Mbah Modin:
Memangnya kenapa, kalau di sendang? Itu sudah menjadi tempat ritual sedekah bumi desa kita
secara turun-temurun.
…Dst. (Baca Naskah lakon Manganan)
6. Jadilah sebuah naskah lakon dengan urutan kejadian dan peristiwa yang dialami
oleh tokoh-tokohnya dan naskah lakon enak dibaca.

E. AYO MEMULAI MENULIS


1. Tentukan ide atau gagasan
Sebagaimana karya sastra yang lain, naskah lakon ditulis berdasarkan ide atau tema
sebagai pokok pikiran. Ide dapat berupa premis atau tesis. Premis dapat diperoleh
dari membaca, mendengar, mengamati, dan memikirkan. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pembuatan premis yaitu
a. Adanya konflik
b. Menarik perhatian
c. Pencerahan
Contoh:
1) Tradisi pernikahan yang memihak pada mempelai laki-laki memunculkan
ketidakadilan pada mempelai perempuan
2) Musim baratan yang terjadi pada masyarakat nelayan Y cenderung terjadi
penindasan kaum laki-laki
3) Harga BBM naik memicu perlawanan masyarakat kaum bawah
4) Liku-liku tukang kuli menimbulkan pertentangan antara mandor dan tukang
2. Bila diperlukan buat sebuah treatment
a. Premis:
Harga BBM naik memicu perlawanan masyarakat kaum bawah
b. Tokoh:
(1) Dul Gemuk
Status pekerjaan : Tukang becak, miskin, 30 tahun, kelas sosial bawah
Karakter : Pemarah, tak acuh, sok pintar
(2) Ngatijan
Status pekerjaan :Tukang becak, hidup tercukupi, ayah dari istri simpanan
anggota DPR ,
Karakter : Pemarah, sombong
(3)Wiryo
Status : Mahasiswa, 20 tahun, aktivis
Karakter : Tidak berpendirian, pintar berbicara
(4) Mbah Wiro
Status : Sesepuh tukang becak
Karakter : Arif, sederhana, penengah
Dst
c. Susun adegan demi adegan sebagai kerangka naskah lakon yang akan ditulis

5
(1)Dul gemuk sedang mangkal di perempatan menunggu penumpang sambil
bernyanyi
(2)Ngatijan mengantuk di atas kursi penumpang becak
(3)Ngatijan pura-pura resah dengan adanya kenaikan harga BBM
(4)Dul Gemuk tidak acuh dengan kepura-puraan Ngatijan
(5)Terjadi pertikaian antara Ngatijan dan Dul Gemuk
(6)Mbah Wiro datang ke perempatan mengayuh becak perlahan-lahan
(7)Suasana perempatan hening sejenak, hanya bunyi knalpot dan lalu lalang
kendaraan hilir mudik.
(8)Wiryo menghampiri Dul Gemuk dengan gaya oratornya.
(9)Dst. (lebih lanjut, silakan membaca “Undang-undang Becak” karya Suantoko)

F. KOMPONEN YANG PERLU DITULIS DALAM NASKAH LAKON


1. Judul dan nama penulis
Judul sebaiknya singkat, jelas, dan mudah diingat.
2. Deskripsi atau notasi
Dalam notasi terungkap latar, waktu, dan tokoh. Notasi bisa diletakkan di
awal, di tengah, dan di akhir naskah.
Contoh di awal :
DI PEREMPATAN JALAN, TEMPAT MANGKAL TUKANG BECAK. DITEMANI LALU-LALANG
SUARA KNALPOT KENDARAAN BERMOTOR. SIANG ITU, KERICUHAN KOTA TERTATA
DALAM HITUNGAN JARI TUKANG BECAK MENCARI REZEKI
Contoh di tengah:
TIBA-TIBA TERDENGAR BEL BECAK DARI SEBERANG PEREMPATAN JALAN. SUARA RANTAI
KERING PUN MENUMPANG DARI PANCALAN PEDAL KAKEK TUA SI TUKANG BECAK.
SEMENTARA NGATIJAN DAN DUL GEMUK TERENGAH-ENGAH NAFAS CEPAT SAMBIL
MECOCOLKAN EMPAT MATA.
Contoh di akhir:
SEMENTARA WARGA KAMPUNG BECAK MASIH TERSEDU MENANGISI MBAH WIRO YANG
SEDANG SEKARAT. SEDANGKAN DUL GEMUK DAN NGATIJAN MENDADAK LEMAS, KETIKA
MELIHAT MBAH WIRO SEKARAT DI PANGKUAN WIRYO. MUSIK MENGALUN MENGIRINGI
KESENDUAN MEREKA.
ENDING
3. Dialog
Tuliskan dialog tokoh-tokoh yang menggambarkan karakter masing-masing tokoh
sebagai muatan emosi tokoh. Tidak usah bertele-tele. Masukkan pesan-pesan
sebagai pencerahan di dalam dialog sesuai tujuan penulisan. Penulisan dialog dapat
menggunakan ragam bahasa lisan yang komunikatif dan mengalir.Kembangkan
dialog antartokoh tersebut untuk membangun konstruksi naskah lakon sampai
ending dengan memuat alur penulisan naskah lakon.
4. Jangan berpikir memainkannya, tetapi berpikirlah bahwa naskah anda manarik
untuk dimainkan (Putu Wijaya).

“tidak ada beda di antara kita, hanya yang membaca yang tampak berbeda dengan keyakinannya”

Anda mungkin juga menyukai