Kata sulit, sangat sulit, begitu sulit. Begitulah kata pertama yang muncul ketika
seseorang diminta untuk menuliskan naskah lakon. Padahal menulis cerita atau
mengarang dapat dipelajari. Modalnya sederhana, yaitu bisa membaca dan menulis.
Kita dapat menuliskan perasaan dan pikiran kita, lalu membaca kembali , bila perlu
diperbaiki. Demikian secara berulang-ulang sehingga lebih terampil dalam menulis.
1
watak, pemain, dan segala hal kebutuhan pentas. Petunjuk itu misalnya, gerakan
yang harus dimainkan, benda atau peralatan yang dibutuhkan, suara lantang, suara
cepat atau lambat, dan tempat terjadinya peristiwa.
C. Contoh Lakon:
Perhatikan contoh di bawah ini!
UNDANG-UNDANG BECAK
2
3. Menentukan kerangka cerita
Sebuah tulisan nantinya akan bergerak melengkapi kisah atau lakon sehingga
harus dilengkapi dengan penentuan tempat kejadian, waktu, dan tokohnya.
Naskah lakon sebaiknya dilengkapi keterangan mengenai ruang (tempat), waktu,
atau suasana yang melatarbelakangi setiap adegan dalam teks lakon. Contoh:
PANGGUNG MENGGAMBARKAN KIOS DENGAN MEJA YANG BERJAJAR RAPI. BEBERAPA
BARANG DAGANGAN TERPAMPANG DI MEJA. ORANG LALU LALANG MEMBAWA TAS
BELANJA
Gambaran setting seperti di atas sangat mendukung dalam pementasan drama.
Panggung harus menggambarkan di mana adegan itu terjadi, misal di warung,
sekolah, di pasar, rumah sakit, dll. Perlu juga menggambarkan setting menurut
waktu seperti, siang, sore, malam, pagi, atau dini hari, dll. Bila setting menurut
suasana, dapat digambarkan gembira, senang, berkabung, hiruk-pikuk,
kericuhan, dll.
Selain itu, minimal naskah lakon harus dilengkapi sebuah plot yang di
dalamnya memuat:
(a) pemaparan, perkenalan, eksposisi, atau introduksi
(b) penggawatan atau perumitan (rising action, complication) D
(c) konflik
(d) klimaks atau puncak E
C
(e) peleraian
(f) penutup
B F
A
Perlu diperhatikan bahwa penulis harus ingat terhadap kemungkinan naskah
drama tersebut untuk dipentaskan. Dengan demikian, penulis harus
mengembangkan imajinasi untuk merencanakan adegan dan dialog yang
diinginkan. Untuk penyusunan kerangka cerita, diperlukan pemahaman alur
cerita.
4. Menentukan konflik cerita
Konflik merupakan roh lakon. Konflik adalah ketegangan atau pertentangan
antartokoh cerita. Konflik-konflik dijalin menjadi alur. Plot lakon berkembang
setahap demi tahap, mulai dari tahap yang sederhana, konflik yang kompleks,
klimaks, hingga pada penyelesaian cerita. Drama dapat dikatakan baik bila
konflik dimunculkan pada tempat yang tepat. Kekuatan drama terletak pada
keterampilan penulis dalam mengolah konflik antar tokoh melalui jalan cerita.
Dalam naskah drama terdapat klimaks atau puncak dari seluruh konflik. Pada
saat menulis, perlu dipertimbangkan pula di mana klimaks harus diletakkan agar
cerita menarik.
5. Menentukan tokoh cerita dan perwatakannya
Setelah menyusun synopsis, kerangka, dan menentukan konflik, saudara dapat
memulai menentukan tokoh-tokoh dengan gambaran wataknya. Perwatakan
dapat dibedakan menjadi dua, fisik dan psikis. Perwatakan fisik berarti gambaran
tentang fisik tokoh, misal cantik, tomboy, kurus, gemuk, dan lain-lain.
Perwatakan psikis berarti gambaran tentang sifat seseorang, misalnya pemarah,
lucu, periang, pemurung, lemah lembut, cerewet. Watak tokoh dari awal sampai
akhir harus konsisten. Watak protagonis dan antagonis harus memungkinkan
bertemu, menciptakan konflik sampai klimaks. Watak tokoh harus dibentuk
dengan kuat dan kontradiktif, saling bersaing, serta saling beradu kepentingan.
Menurut jalan ceritanya, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonist,
antagonis, tritagonis, dan figuran.
Sebagai contoh:
MANGANAN
3
Carik:
Iya, Pak Kades. Siap menghadap
Pak Kades:
Cepat kesini!
Carik:
Sabar tho, Pak Kades. Ada apa memanggil-manggil saya. Seperti di sawah saja. Kayak bocah angon.
Bengak bengok. Apa congor Pak Kades tidak pegal!
Pak Kades:
Eee… eee….eee. kurang ajar sekali congormu! Kamu menantang saya. Mau kamu saya pecat. Apa
kamu tidak malu sama Mbah Modin dan Mbah Warso. Beliau-beliau ini sesepuh kita. Jaga mulutmu
jangan ngawur. Mulutmu ini seperti tidak punya etika dan sopan santun.
Carik:
Nggeh, Pak Kades. Ngapunten lepat kulo. Jangan ngambek tho Pak Kades.
Pak Kades:
Ngambek! Ngambek ndasmu sempal. Saya ini marah, Carik kebo.
Carik:
Sudah-sudah, tidak usah marah, Pak Kades. Saya salah. Saya yang harus minta maaf. Mbah Modin
dan Mbah Warso, saya minta maaf atas congor saya.
Mbah Warso:
Kok congor?
Mbah Modin:
Apa tidak ada kosakata yang lebih santun selain congor, Rik?
Carik:
Anu, Mbah, anu!
Mbah Warso:
Anu kenapa?
Carik:
Ya, anu pokoknya.
Pak Kades
Anumu kenapa lagi?
Carik
Anu. Pak Kades yang mengajari saya bicara seperti itu.
Mbah Modin
Apa! Iya Pak Kades, benarkah itu?
Pak Kades:
Enak saja. Bukan, Mbah. Mulutnya Carik suka nglowor. Kamu jangan aneh-aneh lho, Rik! Kupecat
kau nanti. Kapan saya mengajari kamu seperti itu!
Carik:
Tidak, Pak Kades saya bercanda(tertawa lucu).
Pak Kades:
Bercandamu tidak lucu.
Carik:
Oh… iya. Pak Kades memanggil saya tadi, ada apa memangnya?
Pak Kades:
Saya lupa!
Carik
Jangan begitu, Pak Kades.
Mbah Warso:
Begini, Rik. Besuk hari rabu legi kita akan mengadakan sedekah bumi dan ruwatan desa.
Pak Kades:
(menyahut) Dan tugasmu, Rik. Tolong buatkan surat undangan kepada seluruh penduduk untuk
mengikuti ruwatan dan sedekah bumi besuk hari rabu legi. Biar seluruh masyarakat guyub rukun.
Dan desa kita menjadi desa yang karto raharjo tentrem ayem ora ono rubedo anggene nandhang nyambut
gawe.
Carik:
Surat lagi-surat lagi, mboseni. Tiap hari makan surat terus.
Pak Kades:
Apa kamu bilang?! Itu tugasmu! Mau kamu saya pecat!
Carik:
Tidak, Pak Kades. Jangan pecat saya. Nanti saya tidak dapat bagian, kalau Pak Kades memecat saya.
Pak Kades:
Makanya jangan ngeyel. Cepat kerjakan!
Carik:
Siap, Pak Kades. Saya tidak ngeyel. Cuma ngeles. Permisi Pak Kades, Mbah Modin, Mbah Warso.
Pak Kades:
Sana pergi!
4
Mbah Warso:
Bagian? Memangnya bagian apa, Pak Kades?
Pak Kades:
Oh tidak, Mbah. Tidak bagian apa-apa! Sampai mana pembicaraan kita tadi Mbah? Kapan ritual itu
bisa kita mulai, Mbah Modin.
Mbah Modin:
Ritual itu bisa kita mulai besuk hari minggu. Nanti Mbah Warso bersama tokoh masyarakat lainnya
masuk Sumber. Beliau selaku juru kunci akan mengawali bersih desa kita ini.
Pak Kades:
Acaranya diadakan dimana, Mbah? Kok memakai bersih Sumber segala.
Mbah Warso:
Acaranya kita adakan di tempat seperti biasa, di sendang.
Pak Kades:
Di sendang! Apa tidak ada tempat lain, Mbah? Lebih baik di halaman balai desa saja. Kalau di
halaman balai desa, itu lebih meriah, tempatnya juga bersih, baru saja direnovasi.
Mbah Modin:
Memangnya kenapa, kalau di sendang? Itu sudah menjadi tempat ritual sedekah bumi desa kita
secara turun-temurun.
…Dst. (Baca Naskah lakon Manganan)
6. Jadilah sebuah naskah lakon dengan urutan kejadian dan peristiwa yang dialami
oleh tokoh-tokohnya dan naskah lakon enak dibaca.
5
(1)Dul gemuk sedang mangkal di perempatan menunggu penumpang sambil
bernyanyi
(2)Ngatijan mengantuk di atas kursi penumpang becak
(3)Ngatijan pura-pura resah dengan adanya kenaikan harga BBM
(4)Dul Gemuk tidak acuh dengan kepura-puraan Ngatijan
(5)Terjadi pertikaian antara Ngatijan dan Dul Gemuk
(6)Mbah Wiro datang ke perempatan mengayuh becak perlahan-lahan
(7)Suasana perempatan hening sejenak, hanya bunyi knalpot dan lalu lalang
kendaraan hilir mudik.
(8)Wiryo menghampiri Dul Gemuk dengan gaya oratornya.
(9)Dst. (lebih lanjut, silakan membaca “Undang-undang Becak” karya Suantoko)
“tidak ada beda di antara kita, hanya yang membaca yang tampak berbeda dengan keyakinannya”