Anda di halaman 1dari 65

ANALISIS KAPASITAS RIG UNTUK PENGEBORAN PADA SUMUR

YDM-1

TUGAS AKHIR

Oleh

HAIQAL MUHAMMAD

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2018
ANALISIS KAPASITAS RIG UNTUK PENGEBORAN PADA SUMUR

YDM-1

TUGAS AKHIR

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar

Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Perminyakan

Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi

Universitas Trisakti

Oleh
HAIQAL MUHAMMAD
071001400068

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-nya

penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berujudul “ANALISIS

KAPASITAS RIG UNTUK PENGEBORAN PADA SUMUR YDM-1”

sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik pada Jurusan

Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik Kebumian dan Energi Universitas Trisakti.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar – besarnya kepada :

1. Allah Subhannawattaa’la dan Nabi Muhammad SAW karena tanpa-Nya

saya tidak bisa hadir di muka bumi ini.

2. Ayah dan Ibu yang sudah memberikan saya semangat, kasih sayang,

perhatian, dan doa yang dapat membantu saya dalam kelancaran

mengerjakan dan menyelesaikan Tugas Akhir ini. Spesial untuk ibu yang

sudah rela ditinggal 4 tahun lamanya, agar anaknya bisa menjadi sarjana.

3. Dr. Ir. Afiat Anugrahadi M.S. selaku Dekan Fakultas Teknik Kebumian

dan Energi.

4. Ir. Abdul Hamid, selaku Ketua Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas

Teknik Kebumian dan Energi.

5. Bapak Yuliawan Dwi Mulya selaku pembimbing yang telah memberikan

kesempatan kepada saya untuk melaksanakan Tugas Akhir disini. Banyak

i
hal baru yang diajarkan kepada saya hingga saya semakin tertarik pada

bidang pengeboran.

6. Kepada seluruh Team Drilling, terima kasih banyak atas bantuan dan

hiburannya. Bapak Wijo, Bapak Dyat, Bapak Sigit yang sangat humble,

Kak Bea yang suka ngajakin nongkrong.

7. Seluruh Dosen Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti.

8. Seluruh Mahasiswa Teknik Perminyakan Angkatan 2014.

9. Dan sahabat – sabahat serta teman – teman terbaik yang tidak dapat saya

sebutkan satu – satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari

sempurna dan terdapat kekurangan maupun kesalahan, oleh karena itu

kritik dan saran yang sifatnya membangun diharapkan untuk menjadikan

Tugas Akhir ini menjadi lebih sempurna. Semoga tulisan ini dapat berguna

bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN LAPANGAN ......................................................................... 3

2.1. Geologi Regional..................................................................................... 3

2.2. Kerangka Tektonik Cekungan Sumatera................................................. 5

BAB III TEORI DASAR ........................................................................................ 7

3.1. Jenis Rig ................................................................................................ 7

3.2. Sistem Angkat (Hoisting System) ......................................................... 18

3.3. Sistem Putar (Rotating System) ............................................................. 31

3.4. Sistem Sirkulasi Lumpur (Circulating System) .................................... 36

3.5. Sistem Pencegahan Semburan Liar (BOP System) .............................. 37

3.6. Perhitungan Prosentase Penggunaan Peralatan pada Rig ..................... 38

iii
DAFTAR ISI

(Lanjutan)

Halaman

BAB IV EVALUASI KAPASITAS RIG PADA PEMBORAN SUMUR X ..... 40

4.1. Program Perencanaan Sumur YDM-1 .................................................. 40

4.2. Evaluasi Kapasitas Rig pada Perencanaan Sumur YDM-1 ................... 43

4.2.1. Evaluasi pada Kapasitas Drawwork ......................................... 44

4.2.2. Evaluasi pada Kapasitas Rotary Table ...................................... 51

4.2.3. Evaluasi pada Kapasitas Pompa Lumpur .................................. 52

4.2.4. Perbandingan Kapasitas Rig yang Diperlukan dan Kapasitas

SPA#9 ........................................................................................ 53

BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 55

BAB VI KESIMPULAN ....................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 59

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Lapangan YDM-1 terletak pada daerah selatan pulau Sumatra. Sumur

YDM-1 merupakan sumur eksplorasi dengan target utama pada formasi baturaja.

Sumur ini direncanakan akan mencapai target kedalaman 2964 ft MD dengan tipe

sumur vertikal.

Pemilihan kapasitas rig yang tepat sangat penting dilakukan untuk

mengetahui kapasitas rig yang diperlukan dalam pemboran di suatu. Penggunaan

rig dengan kapasitas yang tidak sesuai dengan kebutuhan dalam operasi

pemboran akan menghambat suatu operasi pemboran. Penggunaan rig yang

kapasitasnya melebihi kebutuhan di lapangan adalah baik dari segi teknis, tetapi

belum tentu menguntungkan dari segi keekonomian untuk lapangan tersebut dan

ini dapat berakibat pada besarnya biaya operasi pemboran untuk sumur tersebut.

Dasar yang digunakan untuk menentukan penggunaan rig pada sumur

YDM-1 adalah dengan melakukan perhitungan secara teoritis dari data-data

perencanaan operasi untuk daya minimal yang diperlukan pada hoisting system,

rotating system, dan circulating system. Hasil perhitungan tersebut kemudian

digunakan untuk pemilihan spesifikasi yang dipergunakan dalam operasi

pemboran di lapangan YDM-1.

Tujuan dari pemilihan kapasitas rig ini adalah untuk menentukan

spesifikasi peralatan pemboran agar dapat memenuhi kebutuhan operasi

1
2

pemboran. Dengan melakukan perhitungan kapasitas rig yang akan digunakan,

dapat diperkirakan hambatan – hambatan yang mungkin timbul dalam pemboran

sumur – sumur berikutnya dan untuk mempertimbangkan jenis rig yang lebih

sesuai untuk operasi pemboran pada sumur – sumur berikutnya sehingga didapat

operasi pemboran yang lebih aman dan dengan biaya yang lebih efisien.
BAB II

TINJAUAN LAPANGAN

Sumur YDM-1 terletak pada daerah dataran tinggi Palembang,, Sumatra

Selatan. Sumur ini tergolong sumur eksplorasi dengan formasi Baturaja. Sumur

yang nantinya akan dilakukan operasi pemboran diperkirakan memiliki

kedalaman total 2964ft dibawah permukaan laut. Sumur YDM-1 ini diharapkan

akan mempunyai 14.17 MMBO minyak dan 8.96 BCF gas. Keadaan tertinggi

yang mungkin didapatkan yaitu 21.90 MMBO minyak dan 13.2 BCF gas.

2.1. Geologi Regional

Lapangan YDM-1 terletak pada daerah Sumatra selatan. Beberapa sumur

telah dibor beberapa waktu yang lalu. Sumur A-1 menghasilkan 173 BOPD

dengan wc 0.8% dengan choke 16/64. Referensi sumur lainnya yaitu sumur B-1

menghasilkan 0.46 MMCFG dan 1.72 BWPD dengan choke 18/64.

3
4

Gambar 2.1. dibawah menunjukan peta lokasi dari lapangan YDM-1.

LAPANGAN

YDM-1

Gambar 2.1

Peta Lokasi Lapangan YDM-1(9)

Gambar 2.2

Peta Lokasi Sumur YDM-1


5

2.2. Kerangka Tektonik Cekungan Sumatra

Cekungan Sumatra selatan dibedakan menjadi tiga sistem yaitu:

1. Sistem Subduksi Sumatra

2. Sistem Sesar Mentawai ( Mentawai Fault System)

3. Sistem Sesar Sumatra ( Sumatra Fault System )

Subduksi dari Lempeng Hindia – Australia dengan batas lempeng Asia

pada Paleogen diperkiarakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia pada masa

Paleogen diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk

Sumatra searah jarum jam. Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E

– W menjadi SE – NW dimulai pada Eosen – Oligosen. Perubahan tersebut juga

mengindikasi meningkatnya pergerakan sesar mendatar Sumatra seiring dengan

rotasi. Subduksi oblique dan pengaruh sistem mendatar Sumatra menjadikan

kompleksitas regim Istress dan pola strain pada Sumatra ( Darman dan Sidi,

200). Karatkeristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukan

cekungan – cekungan belakang bususr sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan

Sumatra Utara, Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan.


6

Gambar 2.3

Stratigrafi Lapangan YDM-1(9)


BAB III

TEORI DASAR

Dalam suatu operasi pemboran, kapasitas dari sebuah rig sangat

menentukan keberhasilan dari pemboran suatu sumur. Untuk menjamin jalannya

operasi dengan efektif, efisien, dan aman, diperlukanpemilihan rig yang baik.

Pemilihan rig didasarkan pada lima sistem yang dibutuhkan saat operasi

pemboran, yaitu:

1. Sistem Angkat (Hoisting System)

2. Sistem Putar (Rotating System)

3. Sistem Sirkulasi (Circulating System)

4. Sistem Daya (Power System)

5. Sistem Pencegah Semburan Liar (BOP System)

Rig harus mampu menyangga besarnya berat dari keseluruhan rangkaian

drillstring maupun casing string selama operasi pemboran

berlangsung.Perlengkapan dari rig seperti substructure, prime mover, drawwwork,

mud pump, dan peralatan tambahan lainnya harus dapat mencukupi seluruh

kebutuhan dalam operasi pemboran.

3.1 Jenis Rig

Berdasarkan cara kerjanya, rig dibedakan menjadi dua kategori yaitu

cable tool rigs dan rotary rigs. Rotary rigs yang sekarang lebih banyak digunakan

dapat dibedakan lagi menurut lokasinya menjadi dua jenis yaitu, Rig Darat

(Onshore Rigs) dan Rig Laut (Offshore Rigs).


7
8

Klasifikasi rig menurut lokasi penggunaannya ditunjukan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1

Klasifikasi Rig(2)

3.1.1 Cable Tool Rigs

Cable tool rig merupakan jenis rig yang pertama kali digunakan dalam

sejarah pengeboran minyak bumi, namun sekarang sudah jarang digunakan.


9

Pemboran dengan rig ini menggunakan bit special seperti terlihat pada gambar

3.2. Komponen utama dari cable tool rig yaitu drillstring, bit, drillstem jar dan

rope socket yang digantung pada line atau kabel pemboran. Dalam pemboran ini

tidak ada sirkulasi lumpur, karena cutting diangkat menggunakan bailer setelah

bitnya dinaikkan. Rig in memiliki batasan hingga kedalaman 5.000 ft.

Gambar 3.2

Cable Tool Rig(7)


10

3.1.2 Rig Darat (Onshore Rigs)

Rig darat yang paling sering digunakan antara lain standard derrick,
portable rig, dan conventional rig.

3.1.2.1 Standard Derrick

Standard derrick merupakan salah satu jenis tertua dari rotary rig. Standard

derrick dipasang pada kedudukan rig (cellar) sebelum pemboran, dan kemudian

dapat dibongkar dan dipindahkan ke lokasi pemboran berikutnya. Rig ini juga

dapat digunakan dalam kegiatan workover.Standard derrick dapat dilihat di

gambar 3.3.

Gambar 3.3

Standard Derrick(7)
11

Pada standard derrick, ketinggian dan kekuatan dari menara dapat

disesuaikan dengan keperluan operasi pemboran. Ketinggian derrick diperlukan

dalam pemasangan joint-joint casing ataupun pipa pipa panjang yang terdiri atas 2

atau 3 drill pipe.

3.1.2.2 Portable Rig

Portable rig biasanya dipasang pada satu unit truck yang bertujuan untuk

memudahkan dalam pemindahan rig, seperti terlihat pada gambar 3.4. Truk

khusus dapat memuat derrickdan drawworks. Keuntungan dari rig ini yaitu

memudahkan dalam menaikan (rig up) dan menurunkan rig (rig down) sehingga

biaya operasional lebih murah.Portable rig biasanya digunakan dalam operasi

workover. Apabila digunakan dalam operasi pemboran, rig ini dapat digunakan

hingga kedalaman 10.000 ft.

Gambar 3.4

Portable Truck Mounted Rig(7)


12

3.1.2.3 Conventional Rig

Conventional rig memiliki komponen-komponen yang sangat besar

sehingga tidak dapat dipindahkan dalam satu muatan truck seperti terlihat pada

gambar 3.5. Rig ini dapat digunakan dari kedalamn 6.000 ft to 35.000 ft dan

biasanya diopearasikan 24 jam/hari. Rig jenis ini merupakan rig darat dengan

kapasitas paling besar dan dapat menarik hingga 3 joint pipa.

Gambar 3.5

Conventional Rig(8)

3.1.3 Rig Laut (Offshore Rigs)

Rig laut merupakan kelompok dari rig pemboran yang digunakan di lepas

pantai (offshore). Rig ini dikelompokan lagi berdasarkan penyangga rig dari dasar

laut, menjadi bottom supported rigs dan floating rigs.


13

3.1.3.1 Bottom Supported Rigs

Rig-rig jenis ini mempunyai struktur yang menyangga rig tersebut hingga

dasar laut atau bantalan yang dibangun di dasar laut. Rig pada kelompok ini terdiri

dari:

1. Barge

Rig pemboran bertipe barge digunakan pada kedalaman 8 ft – 20 ft. Barge

ini ditarik ke lokasi kemudian ditenggelamkan ke dasar air dengan membanjiri

bagian tangki ballastvessel. Setelah pemboran selesai, bagian tersebut di kuras

sehingga rig dapat mengapung kembali untuk dipindahkan ke lokasi selanjutnya.

Rig ini tidak bisa digunakan ketika ketinggian gelombang melebihi 5 ft.Rig Barge

ini dapat dilihat pada gambar 3.6.

Gambar 3.6

DrillingRig (8)
14

Barge pada umumnya dirancang selengkap mungkin yang terdiri atas

kebutuhan pemboran yang lengkap, tempat tidur untuk pekerja dan personel

tambahan dan fasilitas lainya. Untuk evakuasi pekerja pada keadaan darurat

digunakan kapal-kapal untuk memindahkan pekerja ke dermaga terdekat.

2. Jack Up

Rig Jack up merupakan jenis rig yang paling banyak digunakan dalam

pemboran eksplorasi lepas pantai. Secara prinsip, rig ini memiliki komponen

seperti barge namun dilengkapin dengan tiga hingga lima kaki-kaki yang

menyangga vessel ketika kaki tersebut ditancapkan ke dasar laut seperti terlihat

pada gambar 3.7. Keistimewaan dari rig jackup yaitu kaki-kaki penyangga dapat

dinaik-turunkan sehingga memudahkan untuk pemindahan rig ke lokasi lain.

Kaki-kaki ini dapat langsung ditancapkan atau pada keadaan khusus memerlukan

bantalan sebagai alat pembantu menopang kaki rig.

Gambar 3.7

Jackup Rig(2)
15

Rig ini dirancang untuk kedalaman air minimal 13 – 25 ft dan maksimal

hinga kedalaman 250 -350 ft. Maksimum kedalaman ini terbatasi oleh

kemunkinan terjadinya badai dan cuaca yang buruk, sehingga meskipun suatu

jackup didesain untuk kedalaman maksimum 300 ft dalam pengoperasiannya rig

ini terbatasi pada kedalaman maksimum 203 – 210 ft.

Rig jackup terpisahkan dari slot atau cantilever rig, tergantung pada

persyaratan penggunaan dari cantilever. Jembatan-jembatan rig dapat diletakan

jauh atau dekat dengan sumur, sedangkan menara ditempatkan ada tiang

cantilever, sehingga barge dapat bergerak dengan bebas dan bisa ditempatkan

diluar lokasi sumur.

3. Platform Rig

Platform rig adalah platform yang digunakan untuk pemboran beberapa

sumur berarah dari satu platform. Pemboran banyak sumur dengan satu platform

ini terbukti lebih mengurangi biaya dibandingkan dengan satu platform untuk satu

sumur vertikal.
16

Platform rig ditunjukkan pada gambar 3.8.

Gambar 3.8

Platform Rig(8)

3.1.3.2 Floating Rigs

Rig-rig dengan tipe floating rig bergantung pada sistem apung seperti pada

vessel kapal sehingga tidak memerlukan penopang ke dasar sumur. Rig yang

termasuk kategori ini yaitu:

1. Drillship

Drillship memungkinkan operasi pemboran di lepas pantai tanpa harus

menggunakan penunjang dari dasar lautseperti terlihat pada gambar 3.9. Rig ini

tidak dibatasi oleh panjang dari kaki-kaki rig seperti jackup untuk kedalaman

maksimum dalam penggunaannya. Terdapat dua tipe dari drillship yang memiliki

perbedaan karakteristik masing-masing.


17

Drillship dapat dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9

Drillship(2)

2. Semisubmersible

Unit pemboran submersible merupakan vessel yang khusus dirancang

untuk operasi dibidang perminyakan. Bagian vessel yang berada di bawah

permukaan laut berfungsi untuk memberi kestabilan rig yang maksimal.

Keuntungan utama dari submersible rig ini dibandingkan dengan drillship rig

adalah kestabilannya, karena dapat mengatasi gelombang dengan lebih.


18

Semisubmersible rig dapat dilihat pada gambar 3.10.

Gambar 3.10.

Semisubmersible Rig(2)

3.2 Sistem Angkat (Hoisting System)

Sistem angkat (hoisting system) adalah merupakan salah satu komponen

utama dari peralatan pemboran. Fungsi utamanya adalah memberikan kemampuan

untuk pengangkatan dan penurunan rangkaian drillpipe maupun casing.

Pada fungsi angkat ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara

lain:

1. Peralatan fungsi angkat dan mekanisme kerja

2. Beban pada menara

3. Perhitungan horsepower pada sistem angkat.


19

3.2.1 Peralatan Sistem Angkat dan Mekanisme Kerja

Pada bagian ini akan dijelaskan peralatan yang digunakan sebagai fungsi

angkat serta mekanisme kerja dari keseluruhan peralatan tersebut (Gambar 3.11).

Gambar 3.11

Peralatan pada Sistem Angkat(8)


20

3.2.1.1 Peralatan Sistem Angkat

Peralatan pada fungsi angkat ini terbagi menjadi dua sub komponen utama,

yaitu: struktur penyangga dan peralatan pengangkat.

A. Struktur Penyangga

Struktur penyangga adalah konstruksi menara kerangka baja yang

ditempatkan diatas titik bor, berfungsi untuk menyangga peralatan- peralatan

pemboran. Struktur penyangga ini terdiri dari: menara pemboran (derrick atau

mast), substructure dan rig floor (lantai bor).

1. Menara Pemboran (Derrick atau Mast)

Menara pemboran berfungsi menyediakan ruang vertikal untuk menaikkan

dan menurunkan drillstring ke dalam dan keluar dari lubang bor selama operasi

pemboran berlangsung.

Menara pemboran secara umum dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: tipe

standard dan portable.

a) Menara Tipe Standard

Sebuah menara standard tidak dapat dibangun dalam kondisi siap sebuah

unit, karena disusun oleh mur dan baut dan harus dibangun/dirakit bagian

perbagian. Kecuali jika hanya untuk jarak yang relatif dekat dimana seluruh rig

digeser ke lokasi tersebut.

Menara standard sekarang hanya dapat digunakan untuk pemakaian yang

khusus, seperti:
21

i. Situasi dimana tempat untuk membaringkan tidak tersedia, kota yang

padat, offshore platform.

ii. Sumur-sumur dalam yang membutuhkan kapasitas lantai yang luas

untuk tempat pipa.

iii. Area yang sulit dan terpencil, dimana waktu untuk trip lebih hemat

jika menggunakan sebuah menara yang tinggi.

b) Menara Tipe Portable

Sebuah menara portable atau mast adalah merupakan salah satu menara

yang dapat dicirikan sebagai satu unit. Spesifikasi untuk menara portable ini

diberikan dalam API Standard 4D. Spesifikasi ini tidak setepat seperti yang

digunakan untuk menara standar.

Ukuran menara portable untuk pemakaian khusus biasanya tergantung dari

beberapa faktor, yaitu:

i. Perkiraan beban vertikal maksimum

ii. Kecepatan angin maksimum yang diperkirakan akan terjadi pada

daerah yang akan digunakan.

iii. Ketinggian menara biasanya akan ditentukan oleh seringnya

melakukan trip dan penghematan relatif dari penarikan 2 string hingga

3 string.

2. Substructure

Substructure adalah kerangka baja sebagai platform yang langsung

dipasang diatas titik bor. Substructure ini memberikan ruang kerja bagi peralatan
22

dan pekerja diatas dan dibawah lantai bor. Substructure harus mempunyai

kekuatan yang cukup untuk menyangga beban yang sangat besar yang

ditimbulkan oleh derrick atau mast, peralatan pengangkat, meja putar, drillstring

maupun beban rangkaian casing. Tinggi substructure ditentukan oleh jenis rig dan

ketinggian blow-out preventer (Gambar 3.12).

3. Lantai Bor

Lantai bor ditempatkan di atas substructure yang berfungsi untuk:

a) Menempatkan peralatan-peralatan yang kecil-kecil

b) Tempat berdirinya menara

c) Tempat mendudukkan drawwork

Secara skematis lantai bor dapat dilihat pada Gambar 3.12. Tinggi lantai

bor merupakan bagian yang penting dalam perhitungan kedalaman sumur, karena

titik nol pemboran dihitung mulai dari lantai bor, tepatnya dari rotary table.

Gambar 3.12

Substructure dan Peralatan pada Lantai Bor(8)


23

B. Peralatan Pengangkat

Peralatan pengangkat ini terdiri dari tiga komponen, yaitu: drawwork,

overhead tools (crown block, travelling block, hook, elevator) dan drilling line.

1. Drawwork

Drawwork adalah merupakan inti dari suatu unit pemboran. Drawwork

akan berputar jika digabungkan dengan prime mover. Konstruksi drawwork

tergantung dari beban yang harus dilayani, biasanya didesain dengan horsepower

(HP) dan kedalaman pemboran. Drawwork ini biasanya ditempatkan dekat meja

putar.

Fungsi utama drawwork adalah:

a) Meneruskan tenaga dari prime mover ke drillstring selama operasi

pemboran berlangsung

b) Meneruskan tenaga dari prime mover ke rotary drive

c) Meneruskan tenaga dari pime mover ke catheads untuk menyambung atau

melepas bagian-bagian dari drillstring.


24

Komponen-komponen utama dari drawwork dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3.13

Komponen Utama Drawwork(8)

2. Overhead Tools

Peralatan pada overheadtools (Gambar 3.14) ini terdiri dari:

a) Crown Block, merupakan kumpulan pulley (roda kerekan) yang

ditempatkan pada puncak menara (sebagai block yang diam)

b) Travelling Block, merupakan kumpulan pulley yang ditempatkan di atas

lantai bor (sebagai block yang bisa bergerak naik-turun)

c) Hook, berfungsi untuk menggantungkan swivel dan drillstring selama

operasi pemboran berlangsung.

d) Elevator, berfungsi untuk menurunkan atau menaikkan drillstring dari

lubang bor.
25

Komponen-komponen utama dari drawwork dapat dilihat pada Gambar 3.14.

Gambar 3.14

Overhead Tools(8)

3. DrillingLine

Drilling line berfungsi untuk menahan atau menarik beban yang diterima

oleh hook. Beban-beban berat yang diderita oleh drilling line terjadi pada saat :

a) Mencabut dan menurunkan drillstring (round-trip)

b) Memasang casing (running casing)

c) Operasi pemancingan (fishing job)


26

Susunan drillingline terdiri dari:

a) Fast line , merupakan tali yang melewati roda-roda crown b0olck dan

roda-roda travelling block

b) Dead line, merupakan tali yang tidak bergerak yang ditambatkan pada

substructure.

c) Dead line anchor, biasanya ditempatkanpada substructuredan berlawanan

(berseberangan) dengan drawwork.

d) Storage or Supply Reel, merupakan gulungan kabel bor yang ditempatkan

dekat rig.

3.2.1.2 Mekanisme Kerja Peralatan Pada Sistem Angkat

Mekanisme kerja peralatan fungsi angkat dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

saat operasi berlangsung (rig melakukan pemboran) dan saat menaikkan serta

menurunkan drillstring.Saat operasi pemboran sedang berlangsung prime mover

memberikan tenaga kepada drawwork untuk menahan atau menyangga rangkaian

drillstring yang sedang beroperasi melalui kabel bor. Drilling line ini

menggerakkan travelling block naik dan turun serta menahan rangkaian yang

berada pada lubang pemboran. Beban vertikal yang diperoleh akibat diperoleh

akibat adanya drillstringdan travellingblock, juga ditahan oleh menara akibat

adanya drilling line pada crown block.

Pada saat melakukan round-trip atau menurunkan casing, beban rangkaian

casing yang ada ditahan oleh hook pada travelling block. Travelling block ini

bergerak naik-tutun bersamaan dengan bergeraknya drilling line yang dikontrol


27

oleh drawwork. Tenaga untuk menggerakkan drawwork ini berasal dari prime

mover.

3.2.2 Beban Yang Bekerja Pada Drawwork

Pada fungsi angkat ini diperhitungkan besarnya beban yang harus

ditanggung oleh menara saat menaikkan dan menurunkan rangkaian drillstring

atau casing string.

Beban pada rig yang berpengaruh pada perhitungan kapasitas dari menara

dapat dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain beban drillstring, beban

overpull, beban dari block group, dan tegangan kabel bor.

Beban total pada menara dapat dihitung dengan persamaan :

Wtotal =Wdrillstring + Wblock + Woverpull + TF + TD ............... (3-1)

dimana;

Wtotal = beban total pada drawwork, lbs

Wdrillstring = beban vertikal, lbs

Wblock = Beban blockgroup, lbs

Woverpull = Beban marginoverpull, lbs

TF = tegangan pada fastline, lbs

TD = tegangan pada deadline, lbs


28

3.2.3 Beban Vertikal

Beban vertial merupakan sebagian beban yang berpengaruh. Beban ini

meliputi; beratan drillstring, beratan rangkaian casing.

A. Berat Rangkaian Casing String

Berat rangkaian casing diudaradapat dihitung dengan:

Wcasing = Wnom x Lcasing …………………………………….... (3-2)

dimana;
Wcasing = beban rangkaiancasing, lbs

Wnom = beban casing per foot, lb/ft

Lcasing = panjang casing terberat yang akan dipasang, ft

B. Berat Drillstring

Beban pada rig yang diakibatkan oleh beratan dari rangkaian dapat

dihitung dengan persamaan:

Wdrillsting = Wdrillpipe + Wdrillcollar + Wbha ………………………(3-3)

dimana;

Wdrillsting = beban seluruh drillstring yang digunakan, lbs

Wdrillpipe = beban seluruh DP yang digunakan, lbs

Wdrillcollar = beban seluruh DC yang digunakan, lbs

Wbha = beban seluruh BHA yang digunakan, lbs


29

C. Beban Block Group

Block group adalah penyambung utama antara drawwork dengan pipa atau

casing. Peralatan ini memberikan keuntungan mekanis dalam membantu

menurunkan dan menaikkan rangkaian pipa yang berat.

Berat dari block group dapat diestimasikan berdasarkan kapasitas dari

travellingblock (Tabel 3.1).

Tabel 3.1

Estimasi Berat Traveling Block(8)

Travelling Block Capasity Assembly Weight


(tons) (lbs)
100 6.000
150 9.000
250 12.000
350 19.000
500 28.000
650 35.000
750 48.000

3.2.3.2 Tegangan Pada Kabel Pemboran

Perhitungan tegangan pada kabel bor dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

tegangan pada fast line dan tegangan pada dead line. Besarnya tegangan fastline

(TF) dan dead line (TD) dapat dihitung dengan persamaan :

Wline
TF  ……………………………………………………...… (3-7)
n( E B ) n

𝑊𝑙𝑖𝑛𝑒
𝑇𝐷 = …………………………………………….…………… (3-8)
30

dimana;

Wline = beban total yang ditanggung oleh kabel bor, lbs

n = banyaknya line

EB = efisiensi pada block (biasanya diambil 0,98)

Beban pada hook (Whook) dapat dihitung dengan persamaan:

Wline = Wdrillstring + Wblock + Woverpull………………....………(3-9)

dimana;

Wline = beban total yang ditanggung oleh kabel bor, lbs

Wdrillstring = beban drillstring, lbs

Wblock = Beban blockgroup, lbs

Woverpull = Beban margin overpull, lbs

3.2.4 Perhitungan Horse Power Pada Sistem Angkat

Perhitungan besarnya horsepower pada fungsi angkat ditentukan dengan

menghitung besarnya HP yang diperlukan pada drawwork. Drawwork biasanya

ditentukan oleh ukuran kekuatan beban dan HP. Persamaan horsepower drawwork

yang dibutuhkan dalam pengengkatan adalah :

Wtotal xVh 1
HPdrawwork  x .............................................................(3-10)
33.000 

dimana ;

Wtotal = beban total pada drawwork, lbs

Vh = kecepatan naik-turunnya travelling block, ft/min

 = efisiensi factor (berkisar 80 – 90%)


31

3.3 Sistem Putar(Rotating System)

Fungsi utama dari sistem putar adalah untuk memutar rangkaian pipa bor

(drillstring) dan memberikan beratan diatas pahat untuk membor lubang.Pada

fungsi putar ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain : peralatan pada

sistem putar, mekanisme kerja, dan torsi, serta perhitungan horsepower pada

sistem putar.

3.3.1 Peralatan Pada Sistem Putar Dan Mekanisme Kerja

Pada bagian ini akan dibahas tentang peralatan yang digunakan pada

sistem putar dan mekanisme kerjanya.

3.3.1.1 Peralatan Pada Sistem Putar

Peralatan pada sistem putar terdiri dari 3 bagian utama, yaitu : peralatan

putar (rotary assembly), rangkaian pipa bor dan mata bor, serta peralatan bawah

permukaan.

A. Peralatan Putar

Peralatan putar ditempatkan pada lantai bor dibawah crown block dan

diatas lubang bor. Peralatan ini dapat dibagi menjadi 3 bagian (Gambar 3.15)

yaitu rotary table, master bushing, kelly bushing dan rotary slip.
32

Gambar 3.15

Peralatan Pada Sistem Putar(8)

1. Rotary Table

Rotary Tableberfungsi untuk:

a) Meneruskan gaya putar dari top drive ke rangkaian pipa bor

b) Menahan pipa bor dalam lubang pada saat penyambungan atau

pelepasan pipa bor dilakukan.

Hubungan antara rotary table dengan prime mover ada dua, yaitu :

hubungan dengan rantai ke drawwork dan hubungan langsung ke prime

mover.
33

2. Master Bushing

Master bushing merupakan alat yang dapat dilepas pada rotary table.

Master bushing berfungsi sebagai dudukan (penempatan) kelly bushing

atau rotary slip.

3. Kelly Bushing dan Rotary Slip

Kelly bushing selama operasi pemboran berlangsung berfungsi untuk

meneruskan putaran dari rotary table ke rangkaian pipa bor. Rotary slip

saat dimasukkan ke dalam master bushing akan berfungsi sebagai

penggantung rangkaian pipa bor saat dilakukan penyambungan atau

pelepasan rangkaian pipa bor.

B. Rangkaian Pipa Bor

Susunan drillstring dari atas ke bawah adalah: swivel, drillpipe (DP), drill

collar (DC), dan bit.

1. Swivel

Swivel merupakan ujung teratas dari drillstring yang berfungsi:

a) Untuk menahan kelly ataudrillstring

b) Untuk memberikan gerakan rotasi yang bebas dari kelly

ataudrillstring

c) Sebagai penghubung antara rotary hose (pipa karet) dengan

drillstring, sehingga memungkinkan lumpur bor dapat

disirkulasikan melalui bagian atas dari drillstring.

Swivel dapat dilihat pada gambar 3.16;


34

Gambar 3.16

Swivel (8)

2. Drillpipe (DP)

Drillpipe merupakan pipa bor yang terpanjang dari drillstring, dan

berfungsi untuk:

a) Menghubungkan top drive terhadap drillcollar dan bit di dasar

lubang bor

b) Memberikan panjang rangkaian pipa bor, sehingga dapat

menembus formasi yang lebih dalam

c) Meneruskan putaran dari top putar ke bit.

3. Drill collar (DC)


35

Drill collar bentuknya seperti drillpipe, tetapi diameter dalamnya lebih

kecil, dan diameter luarnya sama dengan diameter luar “tool joint”

drillpipe, sehingga dindingnya lebih tebal dari pada drillpipe. Drill collar

ditempatkan pada rangkaian pipa bor di atas bit. Fungsi utama dari drill

collar adalah:

a) Sebagai pemberat (Weight on Bit =WOB), sehingga rangkaian pipa

bor dalam keadaan tegang pada saat pemboran berlangsung,

sehingga tidak terjadi pembelokan lubang.

b) Menjaga agar putaran pipa bor tetap stabil

c) Memperkuat bagian bawah dari rangkaian pipa bor agar mampu

menahan puntiran.

4. Mata Bor (Bit)

Mata bor merupakan ujung bawah dari rangkaian pipa bor yang berfungsi

untuk menghancurkan dan menembus formasi dengan cara pemberian

beban dan diputar. Jenis-jenis mata bor ada 4 macam, yaitu: drag bit,

roller cone (rock bit), Polycrystalline Diamond Compact (PDC), dan

Diamond bit.

C. Peralatan Bawah Permukaan

Specialized downhole tools adalah merupakan peralatan khusus pada

rangkaian pipa bor, yang berfungsi untuk mengontrol kerja bit. Ada 3 jenis

peralatan bawah permukaan, yaitu: stabilizer, rotary reamer, dan shock absorber

(shock sub).
36

3.3.1.2 Mekanisme Kerja Peralatan Pada Sistem Putar

Mekanisme kerja dari peralatan pada sistem putar berawal dari besarnya

daya yang diberikan oleh prime mover kepada rotary table. Besarnya daya yang

diterima oleh rotary table digunakan untuk memutar drillstring yang akhirnya

memutar bit.

3.3.2 Sistem putar ( Rotary System )

Pada fungsi putar akan terlihat besarnya daya yang dibutuhkan untuk

memutar rotary table. Besarnya RPM yang digunakan pada sistem putar harus

lebih kecil dari nilai tertinggi RPM.

3.4 Sistem Sirkulasi Lumpur(Circulating System)

Dalam sistem sirkulasi lumpur dibutuhkan sebuah pompa yang dapat

mendukung jalannya operasi pemboran. Pompa dalam sistem sirkulasi berfungsi

untuk mendorong lumpur dari mud tank ke drilstring hingga annulus hingga balik

kembali ke dalam mud tank. Untuk menghitung tenaga yang dibutuhkan oleh

pompa perlu dilakukan perhitungan pressure loss pada permukaan, pressure loss

pada drillsting, pressure loss pada bit, dan pressure loss pada annulus.

3.4.1.1 Perhitungan Horsepower Pada Sistem Sirkulasi Lumpur

Perhitungan kapasitas pompa bisa dihitung dengan menggunakan


persamaan:
QP
HPpompa  , untuk   100% ..................................................(3-26)
1,714
37

dimana;
HPpompa = horsepower pompa, HP
Q = laju aliran, gpm
P = Pressure total / tekanan discharge, psi

3.5 Sistem Pencegah Semburan Liar (BOPSystem)

BOP digunakan untuk menutup sumur ketika terjadi kick yang merupakan

masuknya fluida formasi kedalam sumur tanpa direncanakan. Kick ini jika tidak

dikendalikan dapat mengarah kepada semburan liar atau blow out. Untuk itu BOP

yang digunakan harus dapat menahan tekanan tinggi dari formasi ketika terjadi

kick.
38

3.5.1 Perhitungan Pressure Rating BOP

Prosedur paling aman untuk mendesain rating tekanan dari BOP adalah

dengan memastikan BOP dapat menahan pada kondisi tekanan terburuk. Kondisi

ini terjadi ketika tidak terdapat fluida pemboran didalam sumur dan hanya

terdapat fluida dengan densitas rendah atau gas.

𝑃𝐵 𝑅𝑎 𝑖 = (𝑃 𝑎 𝑖 − 𝑃 𝑎 ℎ𝑦 𝑎 𝑖 )𝑥2 ...................... (3-27)

Dimana;

𝑃𝐵 𝑅𝑎 𝑖 = Tekanan yang harus dapat ditahan BOP (Psi)

𝑃 𝑎 𝑖 = Tekanan formasi pada kedalaman target (Psi)

𝑃 𝑎 ℎ𝑦 𝑎 𝑖 = Tekanan hidrostatik gas pada kedalaman target (Psi)

2 = Safety Factor

3.6 Perhitungan Prosentase Penggunaan Peralatan Pada Rig

Setelah semua harga kebutuhan operasi pada suatu pemboran diperoleh,

maka kita harus menghitung prosentase penggunaan komponen peralatn dari rig.

Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan cara membandingkan harga

kebutuhan operasi dengan kapasitas dari rig yang digunakan. Perhitungan

prosentase penggunaan peralatan dapat dilakukan dengan persamaan berikut:

Kebutuhan.Operasi
% Penggunaan   100% ………………..(3-28)
Kapasitas
Penggunaan komponen peralatan harus lebih kecil dari kapasitas yang ada

pada rig. Dalam persamaan di atas, harus diperhitungkan terlebih dahulu factor

keamanan (safety factor) dari rig tersebut. Apabila prosentase penggunaan


39

melebihi angka 100%, maka pengunaan rig tersebut sangat beresiko, baik dalam

hal pengoperasian, maupun keamanan pemboran, atau dengan kata lain rig

tersebut tidak layak dipergunakan pada operasi pemboran tersebut.


BAB IV

EVALUASI KAPASITAS RIG PADA PEMBORAN SUMUR YDM-1

Rig merupakan salah satu peralatan yang berperan penting dalam suatu

operasi pemboran. Dalam perencanaan, kondisi lapangan tempat dilaksanakannya

operasi pemboran merupakan faktor penting dalam penentuan kapasitas rig yang

akan kita gunakan.

Dasar yang digunakan untuk mengevaluasi penggunaan rig adalah dengan

melakukan perhitungan secara teori dari data perencanaan operasi di lapangan.

Hasil perhitungan itu kemudian dibandingkan dengan kapasitas rig yang

digunakan pada sumur tersebut. Dari hasil perbandingan itu kita dapat melihat

kemampuan rig yang digunakan pada operasi pemboran di sumur tersebut

sehingga nantinya dapat digunakan untuk mempertimbangkan rig-rig yang lebih

sesuai pada operasi pemboran berikutnya. Evaluasi rig beserta peralatannya

disesuaikan agar dapat memenuhi kebutuhan selama operasi pemboran

berlangsung.

4.1 PROGRAM PERENCANAAN SUMUR YDM-1

Dalam penentuan kapasitas dari rig yang diperlukan untuk pemboran

sumur YDM-1, diperlukan data-data program perencanaan sumur itu sendiri.

Data-data tersebut meliputi:

40
41

4.1.1 Data Perencanaan Sumur YDM-1

Sumur YDM-1 merupakan sumur eksplorasi yang berada pada daerah

sumatera selatan.

1. Nama Sumur : Sumur YDM-1

2. Klasifikasi Sumur : Eksplorasi

3. Jenis Sumur : Vertikal

4. Koordinat : Bessel 1841; Datum: Batavia

- Permukaan E : 408.735,45 N : 9.675.465,03

5. Tinggi Lantai Bor : KB: 36 ft, GL: 20,7

6. Rig/Drilling Kontraktor : SPA#9

7. Rencana Kedalaman Akhir : 3.000 TVD


42

4.1.2 Profil Sumur

Sumur YDM-1 merupakan sumur vertikal, dengan target kedalaman pada

3000 ft MD dan 2964 ft TVD.

4.1.3 Data Rencana Pemboran Sumur YDM-1

- Perencanaan Casing

Tabel 4.1

Data Perencanaan Casing

- Perencanaan Sistem Hidrolika

Tabel 4.2

Perencanaan Sistem Hidrolika


43

4.1.4 Data Spesifikasi Rig SPA#9

Rig SPA#9 memiliki spesifikasi sebagai berikut:

1. Tipe Rig : Portable Rig

2. Kedalaman pemboran : 3000 ft

3. Drawwork : CAT 3412 DITA, 550 HP

4. Derrick : 150 tons

5. Rotary Table : SJ PETRO 300 RPM

6. Pompa Lumpur : 3 x CAT 3412 DITA, 550 HP, 3000 psi

7. BOP : Shaffer 13-5/8”- 5 K Double Rams

4.2 Evaluasi Kapasitas Rig pada Perencanaan Sumur YDM-0031

Penentuan kapasitas rig yang dibutuhkan untuk sumur YDM-1 didasarkan

pada perhitungan berapa besar tenaga (horse power) minimal yang dibutuhkan

untuk memastikan operasi pemboran berjalan dengan baik. Perhitungan

difokuskan pada tiga komponen yaitu, tenaga yang dibutuhkan drawwork untuk

mengangkat beban rangkaian pemboran, tenaga untuk mensirkulasikan fluida

pemboran, dan tenaga yang diperlukan rotary system untuk memutar rangkaian.
44

4.2.1 Evaluasi Kapasitas Drawwork

Untuk menentukan tenaga yang dibutuhkan oleh drawwork, terlebih

dahulu dilakukan perhitungan beban yang akan ditanggung oleh drawwork dan

menara selama proses pemboran. Beban terberat yang ditanggung oleh drawwork

dapat berasal dari beban rangkaian pemboran pada trayek terdalam atau beban

pada saat pemasangan casing terberat. Dimana dalam perhitungan untuk

mengetahui beban terberat yang mungkin ditanggung oleh drawwork, maka

rangkaian casing maupun drillstring dianggap berada di dalam sumur yang tidak

berisi fluida pemboran. Beban yang akan dihitung yaitu beban rangkaian casing

dan drillstring, beban block group, beban overpull, dan beban tegangan pada kabel

bor.

4.2.1.1 Perhitungan Berat Rangkaian Casing

Perhitungan beban pada casingdilakukan pada casing13 3/8”, 9 5/8”, dan

liner 7”. Perhitungan beban pada casing dapat dihitung dengan persamaan (3-5):

1. Untuk casing 13 3/8” / K-55 / 54.5 ppf/ BTC

Panjang K-55 / 54.5 ppf : 200 ft

Wcasing : 200 ft x 54,5lb/ft = 10.900 lbs

2. Untuk casing 9 5/8” / K-55 / 36 ppf / VAM

Panjang K-55 / 36 ppf : 1605 ft

Wcasing : 1.605 ft x 36 lb/ft = 57.600 lbs

3. Untuk casing 7”/ K-55 / 23ppf / VAM


45

Panjang K-55 / 23ppf : 3.008 ft

Wcasing : 3.000 ft x 23 lb/ft = 69.184 lbs

Hasil perhitungan berat casing pada masing – masing trayek kedua sumur

dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3

Berat Rangkaian Casing

W
Trayek Casing type weight interval Lcasing
casing
Casing 13.375 K-55 54.5 0 - 200 200 10900
Casing 9.625 K-55 36 0 - 1600 1600 57600
Casing 7 K-55 23 0 - 2995 3008 69184

4.2.1.2 Perhitungan Beban Rangkaian Drillstring

Perhitungan beban rangkaian drillstring dilakukan pada rangkaian

drillstring yang mempunyai beban paling besar, sehingga untuk perhitungan

digunakan rangkaian pada trayek 8,5”.


46

Tabel 4.4menampilkan rangkaian drillstring pada trayek 8,5” pada sumur

X;

Tabel 4.4

BHA Trayek 8,5”

BHA Detail # length OD ID weight weight


item des jts (ft) (in) (in) lbs/ft lbs
Heavy Weight Drill Pipe 11 336.73 4.5 3 49.5 16668.14
Drilling Jar 1 32 6.5 3 79.94 2558.08
Heavy Weight Drill Pipe 2 61.21 4.5 3 49.5 3029.895
Drill Collar 4 121.91 6.5 3 94.1 11471.73
Cross Over 1 1.26 4.5 3 0
Drill Collar 8 237.16 6.5 3 94.1 22316.76
Bit Sub 1 3.02 6.5 3 0
Tri-Cone Bit 1 0.8 8.5 5 88 70.4
Cross Over 1 2.03 4.5 3 0
Drill Pipe 2211.88 5 19 42025.72

Untuk menghitung berat rangkaian drillstring digunakan persamaan :

Berat Drillstring = panjang × nominal weight.

 Berat 8 ½ ”Bit = L × NW

= 0,8 ft × 88 ppf

= 70,4 lbs

 Berat Drill Collar 6 ½” = L x NW

= 237,16 ft x 94,1 ppf

=22316,76 lbs

 Berat Drill Collar 6 ½” = L x NW

= 121,91 ft x 94,1 ppf

= 11471,73 lbs

 Berat HWDP 4 ½” = L x NW
47

= 61,21 ft x 49,5 ppf

= 3029,895 lbs

 Berat Drilling Jar = L × NW

= 32 ft × 79,94 ppf

= 2558,08 lbs

 Berat HWDP 4 ½” = L x NW

= 336,73 ft x 49,5 ppf

= 16668,14 lbs

 Berat 5 ½” DP = L × NW

= 2211,88 ft × 19 ppf

= 42025,72 lbs

Sehingga dapat dihitung berat total dari rangkaian drillstring pada trayek

8,5”:

 Wdrillstringtotal = 98140,72 lbs

4.2.1.3 Perbandingan Beban Rangkaian Casing dan Rangkaian Drillstring

Dari hasil perhitungan beban rangkaian casing dan beban rangkaian

drillstring beserta beban drag pada drillstring, akan dibandingkan beban

rangkaian mana yang paling besar hingga dapat digunakan pada perhitungan

selanjutnya.
48

Tabel 4.5 berikut menampilkan perbandingan beban dari masing-masing

rangkaian;

Tabel 4.5

Perbandingan Berat Rangkaian

Rangkaian Berat Rangkaian


Casing 13 3/8" 10900
Casing 9 5/8" 57600
Casing 7" liner 69184
Drillstring 8,5" 98140.717

Dari hasil perbandingan tersebut, didapatkan bahwa beban drillstring dan beban

drag merupakan beban terberat yang akan ditanggung oleh drawwrok, sehingga

untuk perhitungan selanjutnya beban rangkaian yang digunakan merupakan beban

drillstring 8,5”.

4.2.1.4 Beban Block Group

Dari spesifikasi yang dimiliki rig SPA#9 untuk pemboran sumur YDM-1,

didapat berat dari block group sebesar 30.000 lbs.

4.2.1.5 Beban Overpull

Beban overpull dibatasi oleh tensile strength yang dimiliki oleh drillstring.

Dari data pemboran, dapat dilihat sesuai dengan practice margin overpull

didapatkan beban overpull yaitu 100.000 lbs.


49

4.2.1.6 Perhitungan Tegangan Pada Kabel Pemboran

Pada perhitungan tegangan pada fast line (TF) maupun dead line (TD) kita

harus mengetahui terlebuh dahulu beban total pada kabel bor. Beban total pada

kabel bor adalah beban vertical terbesar antara beban rangkaian casing atau beban

rangkaian drillstring, beban drag, beban block group, dan beban margin overpull.

Dari hasil perhitungan sebelumnya didapat bahwa beban drillstring dan beban

drag lebih besar dari beban casing, maka beban total pada kabel bordapat

ditentukan dengan persamaan (3-9);

Wline = Wdrillstring + Wblock + Woverpull

= 98140,717 + 30.000 + 100.000

= 228140,717 lbs

Dari data pemboran diperoleh :

 n =8

 EB = 0,98

Maka tegangan fast line dihitung menggunakan persamaan (3-7);

Wline ,
TF = = 8
= 24261,717 lbs
n( E B ) n .

Tegangan dead line dihitung menggunakan persamaan (3-8)


𝑊𝑙𝑖𝑛𝑒 ,
TD = = = 28517,58963 lbs
50

4.2.1.7 Perhitungan Beban Total Pada Drawwork

Perhitungan beban total pada drawwork dilakukan dengan menggunakan

persamaan (3-1). Perhitungan beban total drawworkpada rangkaian drillstring

trayek 8,5” untuk sumur YDM-1 adalah sebagai berikut:

Dari perhitungan sebelumnya diperoleh:

 Beban drillstring = 98140,72 lbs

 Beban pada block = 30.000 lbs

 Beban overpull = 100.000 lbs

 TF = 24261,72 lbs

 TD = 28517,59 lbs

Maka beban total pada menara adalah:

Wtotal = Wdrillstring + Wblock + WOverpull + TF+ TD

= 98140,72 + 30.000 + 100.000 + 24261,72 + 28517,59

= 280920,02lbs

4.2.1.8 Perhitungan Horse powerDrawwork

Perhitungan horse power pada drawwork dilakukan dengan menggunakan

persamaan (3-10). Berikut adalah perhitungan horse power pada drawwork untuk

rig pada sumur X. Dari perhitungan sebelumnya diperoleh :

 Beban total = 280920,02lbs

 Kecepatan Pengangkatan 1 stand (Vh) = 60 ft/min

 η = 0,80
51

Besarnya horse power pada draw work adalah sebagai berikut:

WtotalxVh 1
HPdrawwork = x
33.000 

,
= 𝑥
. .

= 422,61 HP

4.2.2 Evaluasi Kapasitas Rotary Table

Untuk menentukan besar RPM yang akan dicari, didapatkan data dari

drilling program pada bagian bit and hydraulic program. Besar RPM yang ada

tertera ditabel tersebut. Masing-masing trayek memiliki kecepatan sendiri. Data

trayek 8,5” yang dipakai karena mempunyai nilai tertinggi pada 120 RPM.

4.2.2.1 Perhitungan Presentase Kapasitas Kecepatan Putar

Dari kapasitas rotary table yang dibutuhkan untuk pemboran sumur

YDM-1, dibutuhkan kapasitas kecepatan putar yang melebihi rotary table yaitu

sebesar 120rpm. Pada spesifikasi rig SPA#9 kemampuan minimum dan

maksimum kecepatan putar ialah 300rpm. Sehingga kapasitas rotary table dari

rig tersebut masih sanggup untuk digunakan pada kecepatan putar 120rpm.

Kapasitas rotary table yang ada dapat dihitung dengan:

𝑝 𝑥𝑇
Kapasitas Tenaga Putar =

𝑥
=

= 68,5 %
52

4.2.3 Evaluasi Kapasitas Pompa Lumpur

Tenaga pompa lumpur minimal yang diperlukan untuk mensirkulasikan

fluida pemboran kedalam sumur dapat dilihat dalam drilling program dengan

melihat data pada bagian bit and hydaulic besar tekanannya yang diperlukan dari

pompa dan debit pompa. Masing-masing trayek memiliki besar tekanan dan debit

pompa.

4.2.3.1 Perhitungan Horse Power Pada Sistem Sirkulasi

Pada sistem sirkulasi dipertimbangkan besarnya HP pompa yang

dibutuhkan. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3-26). Dari

data drilling program untuk trayek 17 ½” diperoleh :

 Q = 350 gpm

 P = 600 psi

Maka daya yang dibutuhkan pompa pada trayek 17,5” dapat dihitung dengan

persamaan ;

HP pompa = = = 151,72 HP
. .

Untuk mendapatkan horse power pompa terbesar yang dibutuhkan selama

pemboran sumur YDM-1, maka hasil perhitungan dari trayek 17,5” perlu di

bandingkan dengan trayek lainnya. Dari hasil perhitungan, didapatkan hasil

perhitungan untuk setiap trayek pada tabel 4.8 berikut:


53

Tabel 4.8

Perbandingan Horse PowerPompa Lumpur untuk Setiap Trayek

Interval pressure rate


Trayek HP POMPA
ft psi GPM
17, 5" 0 - 205 600 350 151.7280744
12,25" 205 - 1605 1000-1500 700 758.640372
8,5" 1605 - 3013 900-1100 500 397.383052

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa horsepower terbesar yang dibutuhkan pada

pemboran sumur YDM-1 yaitu pada trayek 12,25” dengan horse power sebesar

758 HP.

4.2.4 Perbandingan Kapasitas Rig yang Diperlukan dan Kapasitas Rig

SPA#9

Setelah dilakukan perhitungan kapasitas yang diperlukan dalam pemboran

sumur YDM-1, perlu dievaluasi dengan kapasitas rig yang akan digunakan untuk

pemboran ini. Pada pemboran sumur YDM-1 digunakan rig SPA#9.


54

Pada tabel 4.9 berikut ini merupakan perbandingan dari kapasitas rig yang

dibutuhkan untuk pemboran sumur YDM-1 dan kapasitas dari rig SPA#9:

Tabel 4.9

Perbandingan Kapasitas yang Dibutuhkan dan Kapasitas Rig SPA#9


BAB V

PEMBAHASAN

Pemboran sumur YDM-1 merupakan pemboran sumur eksplorasi dan

merupakan sumur vertikal dengan target kedalaman akhir sumur ini mencapai

3.000 ft MD. Pada pemboran sumur ini digunakan rig SPA#9 yang merupakan rig

portable dengan kapasitas tenaga drawwork sebesar 550 HP, kapasitas rotary

table sebesar 300rpm, dan tiga pompa lumpur dengan total kapasitas 1.650 HP.

Dalam melakukan evaluasi kapasitas rig pada rencana pemboran sumur

YDM-1, dilakukan perhitungan pada 4 aspek yaitu:

- Tenaga Drawwork (Hoisting System)

- Tenaga rotary table (Rotating System)

- Tenaga Pompa Lumpur (Circulating System)

- Pencegah Sembur Liar (BOP System)

Dari ke-empat aspek tersebut dihitung kapasitas minimal yang dibutuhkan untuk

menunjang keberhasilan operasi pemboran hingga selesai. Setelah mendapatakan

kapasitas rig minimal yang dibutuhkan, kemudian dibandingkan dengan kapasitas

dari rig SPA#9 sebagai bahan evaluasi.

Penentuan tenaga drawwork dilakukan dengan menganalisa terlebih

dahulu beban terberat yang akan ditanggung oleh drawwork pada saat proses

pemboran berlangsung. Dari hasil perbandingan beban casing 13 3/8”, casing 9

5/8”, liner 7”dan beban rangkaian drillstring pada trayek 8,5”, didapatkan bahwa

55
56

beban paling besar terdapat pada rangkaian drillstring pada trayek 8,5”.

Perhitungan beban drillstring ini dilakukan pada kondisi tergantung di udara atau

pada sumur yang tidak berisi fluida pemboran, dengan tujuan untuk menentukan

beban maksimal yang akan ditanggung drawwork jika terjadi loss circulation pada

sumur.

Beban total yang akan ditanggung drawwork didapatkan dari penjumlahan

beban drillstring, beban block group, beban marginoverpull 100.000 lbs

dikarenakan perusahaan ini menggunakan practice margin overpull.. Dari hasil

perhitungan didapatkan beban total sebesar 280.920,02 lbs. Dengan kecepatan

pengangkatan sebesar 60 ft per menit dan efisiensi drawwork 80 %, didapatkan

tenaga drawwork yang dibutuhkan sebesar 423HP. Jika dibandingkan dengan

kapasitas yang dimiliki rig SPA#9 yang memiliki kapasitas drawwork sebesar 550

HP, kapasitas yang dibutuhkan adalah 76,2 % dari kapasitas yang ada. Untuk itu

masih ada margin cukup dari tenaga drawwork jika diperlukan pada saat terjadi

stuck atau saat dilakukan fishing operation, yang membutuhkan tenaga yang lebih

besar.

Pada penentuan kapasitas laju putar minimal yang dibutuhkan pada rotary

table, dilakukan perhitungan presentase kapasitas laju putar pada rotary table.

Pada trayek 8,5” dibutuhkan kecepatan laju putar rangkaian pemboran melebihi

120 rpm. Rig SPA#9 mampu memutar rangkaian pemboran hingga 300rpm.

Dengan perhitungan didapatkan besar tenaga yang digunakan adalah 68,5 HP.

Sehingga pemboran pada kecepatan putar 120 rpm berjalan optimal.


57

Selanjutnya adalah penentuan dari tenaga pompa lumpur yang dibutuhkan.

Dalam penentuan tenaga pompa lumpur ini perlu diperhatikan debit pompa dan

pressure terbesar pada hidrolika pemboran untuk masing-masing trayek. Dari

hasil perbandingan besar debit dan pressure pada masing-masing trayek

didapatkan bahwa tenaga pompa paling besar yang dibutuhkan untuk sirkulasi

fluida pemboran yaitu pada trayek 12,25” dengan debit 700 gpm dan pressure

sebesar 1500 psi. Untuk itu tenaga pompa lumpur minimal yang dibutuhkan untuk

pemboran sumur YDM-1 sebesar 758,64 HP.

Pada rig SPA#9 terdapat 3 buah pompa lumpur dengan kapasitas masing-

masing 550 HP. Dengan begitu pemboran sumur YDM-1 yang membutuhkan

tenaga pompa lumpur minimal sebesar 758,64 HP yaitu 68.9% dari 2 pompa yang

digunakan.
BAB VI

KESIMPULAN

Dari hasil perhitungan evaluasi kapasitas rig pada pemboran sumur YDM-1

lapangan X diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemboran sumur YDM-1 memerlukan kapasitas tenaga drawwork

minimal sebesar 423 HP. Kapasitas drawwork yang diperlukan sebesar

76,72 % dari kapasitas yang dimiliki rig SPA#9 yaitu sebesar 550 HP.

2. Kapasitas rotary table yang diperlukan pada pemboran sumur YDM-1

sebesar 68 HP, sedangkan kapasitas drawwork yang dimiliki oleh rig

SPA#9 sebesar 550 HP.

3. Tiga pompa lumpur yang tesedia pada rig SPA#9 dengan total kapasitas

tenaga sebesar 1.650 HP, dapat memenuhi kebutuhan kapasitas tenaga

pompa lumpur yang hanya 758 HP atau 45,9 % dari kapasitas rig yang

tersedia.

4. Rating tekanan BOP yang dibutuhkan untuk memastikan pemboran pada

sumur YDM-1 berlangsung secara aman yaitu sebesar 1.089 psi, sehingga

BOP yang tersedia pada rig SPA#9 dengan rating tekanan 3.000 psi dapat

mengakomodasi 36,3 % dari rating tekanan yang dibutuhkan.

5. Rig SPA#9 yang digunakan pada sumur YDM-1 dapat digunakan untuk

melakukan operasi pengeboran pada sumur tersebut. Rating BOP dapat

diturunkan menjadi 2.000 psi

58
DAFTAR PUSTAKA

1. Aadnoy, B. S. and Djurhuus, J., “Theory and Application of a New

Generalized Model for Torque and Drag”, SPE/IADC 114684 presented at the

SPE/IADC Asia Pacific Drilling Technology Conference and Exhibition,

Jakarta, Indonesia, August 2008.

2. Adams, N., “Drilling Engineering”, PennWell Publishing Company,

Oklahoma, 1985.

3. Bourgoyne, Jr, Adam T., et al, “Applied Drilling Engineering”, First Printing,

Society of Petroleum Engineers, Richardson, TX, 1986

4. “Directional Drilling Technical Proposal of Well Sidayu-4”, Schlumberger –

Saka Indonesia Pangkah, Ltd. 2016

5. Fazaelizadeh. M., “Real Time Torque and Drag Analysis during Directional

Drilling”, Department of Chemical and Petroleum Engineering Calgary:

Alberta, March, 2013.

6. Frafjord, C., “Friction Factor Model and Interpretation of Real Time Data”,

Department of Petroleum Engineering and Applied Geophysics, Norwegian

University of Science and Technology, May, 2013.

7. Rabia, H., “Oil Well Drilling Engineering: Principle and Practice”, Graham

and Trotman Inc., Gaithersburg, USA, 1985.

8. Rubiandini, R., “Teknik Operasi Pemboran”, Institut Teknologi Bandung,

Bandung, 2012.

59

Anda mungkin juga menyukai