KHUSUS
LANJUTAN
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KESERAPAKAN DAN TRANSFORMASI
PARADOK KEMBAR LORENT
DINAMIKA
RELATIVITAS
KEGAGALAN Relativitas klasik
RELATIVITAS
KLASIK
Hukum-hukum Newton tentang gerak harus digunakan pada sebuah kerangka acuan.
O y P = (x, y, z, t)
P = (x’, y’, z’, t’)
DINAMIKA
RELATIVITAS
z x
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
TRANSFORMASI Pemecahan :
LORENT
Misalkan O adalah pengmat di tanah yang mengamati mobil A bergerak dengan laju v =
DINAMIKA
RELATIVITAS 60 km/jam. Anggaplah O’ bergerak dengan mobil B dengan laju u = 40 km/jam. Maka
v’ = v – u = 60 – 40 = 20 km/jam
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
TRANSFORMASI
LORENT
DINAMIKA
RELATIVITAS
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
Cermin
B
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
u
TRANSFORMASI
LORENT
Layar
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
8
KEGAGALAN Hasil Percobaan Michelson-Morley
RELATIVITAS
KLASIK
DINAMIKA Interferometer
RELATIVITAS
Micelson-Morley
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
O
TRANSFORMASI -u
LORENT
O
’ O
DINAMIKA O
RELATIVITAS
u ’
KESERAPAKAN DAN
Pengamat O’, mengukur selang waktu ∆𝑡
PARADOK KEMBAR yang lebih lama daripada yang di ∆𝑡 ′ =
𝑢2
ukur O 1− 2
𝑐
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS Akibat Postulat Einstein
KLASIK
2. Penyusutan panjang
POSTULAT 𝐿′ − 𝑢∆𝑡′1
EINSTEIN & L L’ L’
AKIBAT DARI
POSTULAT -u
EINSTEIN
O O O
O O
O’ ’ ’ 𝑢∆𝑡2 ′
TRANSFORMASI u
LORENT
L’
O
DINAMIKA
RELATIVITAS O’
3. Pergeseran doppler
POSTULAT
EINSTEIN &
AKIBAT DARI Dalam kasus gelombang bunyi dapat dibedakan “gerak mutlak” terhadap zat
POSTULAT perantara yang merambatkan gelombang bunyi.
EINSTEIN
DINAMIKA
“eter”). Oleh karena itu, kita mensyaratkan bahwa bagi
RELATIVITAS
gelombang cahaya terdapat rumus pergeseran Doppler yang
berbeda, yang tidak membedakan antara gerak sumber dan
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
gerak pengamat, melainkan melibatkan gerak relatif.
POSTULAT
EINSTEIN & c T 1 c −u
AKIBAT DARI = (c − u ) =
POSTULAT
v' 1− u 2 c2 v 1− u 2 c2
EINSTEIN
atau
TRANSFORMASI 1− u2 c2 1+ u c
LORENT 3 v' = v = v
1− u c 1− u c
DINAMIKA
RELATIVITAS Hendrik A. Lorentz
(1853-1928)
Dibutuhkan Persamaan Trasformasi baru
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR TRANSFORMASI LORENTZ yang dapat meramalkan efek relativistik
baik ketika meninjau benda berlaju tinggi
ataupun rendah
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
x’= 𝛾 (x – vt)
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN x = 𝛾’ (x’ + vt’) , where 𝛾 could be anything.
Thus: x’ = ct’= 𝛾 (ct – vt). Solving for t’: t’= 𝛾 t (1– v/c) 1− v / c
2 2
DINAMIKA
RELATIVITAS
and: x = ct = 𝛾 (ct’+ vt’). Solving for t: t = 𝛾 t’(1 + v/c)
TRANSFORMASI
𝒖
LORENT 𝒙 − 𝒖𝒕 𝒕 − 𝒙
𝒙′ = 𝒚′ =𝒚 𝒄𝟐
𝒕′ =
𝒖𝟐 𝒖𝟐
𝟏− 𝟏 − 𝟐
𝒄𝟐 z’ = z 𝒄
DINAMIKA
RELATIVITAS
KESERAPAKAN DAN
Kita menganggap bahwa gerak relatifnya adalah sepanjang arah x (atau x’) positif
PARADOK KEMBAR (O’ bergerak menjauhi O, jika O’ bergerak menuju O, ganti u dengan –u.
TRANSFORMASI
LORENT
2 2
𝑣𝑥 − 𝑢 𝑣𝑦 1 − 𝑢 ൗ 2 𝑣z 1−𝑢 ൗ 2
𝑐 𝑐
𝑣′𝑥 = 𝑣 𝑢 𝑣′𝑦 = 𝑣 𝑢 𝑣′z =
1 − 𝑥2 𝑣 𝑢
𝑐 1 − 𝑥2 1 − 𝑥2
DINAMIKA 𝑐 𝑐
RELATIVITAS
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
v = 80% c
TRANSFORMASI
LORENT 𝟐
𝒖
𝑳′ = 𝑳 𝟏 − 𝟐
𝒄
DINAMIKA v = 99% c
RELATIVITAS
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
v = 99.9% c
Pemecahan :
TRANSFORMASI
LORENT Misalkan O menyatakan pengamat bebas, dan O’ salah satu roketnya. Maka
“peristiwa” yang sedang mereka amati adalah mendekatnya roket kedua , seperti
dalam peristiwa berikut.
Roket 1 Roket 2
DINAMIKA
RELATIVITAS
O’ O
u= Vx= -0,999c
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
Pengamat O melihat0,999c
roket 2 bergerak dengan kecepatan Vx = -0,999c . Pengamat O’
(roket 1) sedang bergerak relative terhadap O dengan kecepatan u = 0,999c . Maka
dengan menggunakan persamaan untuk transformasi bagi Vx ,
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS 𝑣𝑥 − 𝑢 −0,999𝑐 − (0,999𝑐)
KLASIK 𝑣′𝑥 = = = −0,99999995𝑐
𝑣𝑥 𝑢 (−0,999𝑐)(0,999𝑐)
1 − 2 1−
𝑐 𝑐2
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
Jika kita menggunakan persamaan dari transformasi Galileo, maka :
DINAMIKA
RELATIVITAS
Teori Relatifitas Khusus mensyaratkan
bahwa nilai c adalah laju batas tertinggi
bagi semua gerak relative
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
UJI PERCOBAAN
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
DINAMIKA RELATIVISTIK
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
Penafsiran “relative” baru terhadap konsep-
konsep mutlak yang dianut sebelumnya seperti
TRANSFORMASI panjang dan waktu. Juga darinya kita
LORENT
berkesimpulan bahwa konsep klasik kita
tentang laju relative tidak lagi benar. Dengan
DINAMIKA demikian, cukup beralasan bagi kita untuk
RELATIVITAS
menanyakan sejau manakah revolusi konsep ini
mengubah tafsiran kita terhadap konsep fisika.
KESERAPAKAN DAN Albert Einstein (1879-1955) Oleh karena itu, kita membahas ulang besaran
PARADOK KEMBAR besaran dinamika seperti massa, energy, dan
momentum serta hukum-hukum kekekalan
dalam dinamika klasik.
UJI PERCOBAAN
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
DINAMIKA RELATIVISTIK
POSTULAT EINSTEIN & sebelum sesudah
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
1 2
v v
TRANSFORMASI v V=
LORENT 0
DINAMIKA Jika kita meninjau dari kerangka acuan yang bergerak denga kecepatan v ke kanan
RELATIVITAS
maka menurut mekanika klasik, massa 1 akan tampak diam, sedangkan massa 2
akan bergerak dengan laju 2v . Tetapi, transformasi Lorents ternyata memberi hasil
KESERAPAKAN DAN
yang berbeda. Misalkan O’ bergerak kekanan dengan laju u = v. maka menurut O’,
PARADOK KEMBAR kecepatan massa 1 adalah :
𝑣1 − 𝑢
𝑣′1 = 𝑣 𝑢
1 − 12
UJI PERCOBAAN 𝑐
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS Dan kecepatan massa 2 adalah (dengan V2= -v)
KLASIK
DINAMIKA
RELATIVITAS
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
UJI PERCOBAAN
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
Berikut ini adalah ilustrasi percobaan tersebut sebagaimana dilihat oleh O’ :
KLASIK
sebelu sesuda
m V’2 h
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
V’
POSTULAT EINSTEIN
TRANSFORMASI
LORENT Menurut O, momentum linear sebelum dan setelah tumbukan adalah
DINAMIKA
RELATIVITAS
Menurut O’,
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
UJI PERCOBAAN
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN Karena menurut pengukuran O’, p’ awal ≠ p’ akhir , maka bagi O’ momentum linear
RELATIVITAS
KLASIK
UJI PERCOBAAN
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN KESEREMPAKAN
RELATIVITAS
KLASIK
Andaikan kita membuat sebuah piranti mirip yang diperlihatkan gambar berikut.
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
O’
Jam Jam
1 2
TRANSFORMASI
LORENT
O
X= X = L/2 X= L
DINAMIKA
RELATIVITAS 0
Di x = 0 dan x = L masing-masing terletak sebuah jam, sedangkan di x = L/2 terletak
sebuah bola lampu kamera. Kedua jam tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga baru
KESEREMPAKAN berdetak bila mereka menerima kilatan cahaya. Karena rambatan cahaya membutuhkan
DAN PARADOK
KEMBAR waktu yang sama untuk mencapai kedua jam tersebut , maka keduanya akan mulai
berdetak secara bersamaan pada saat L/2c setelah kilatan cahaya dipancarkan. Jadi kedua
jam tersebut benar-benar tersinkronkan.
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
Kita tinjau situasi yang sama ini dari sudut
pandang pengamat bergerak O’. Dalam
POSTULAT EINSTEIN &
kerangka acuan O, teradi dua peristiwa :
AKIBAT DARI penerimaan sebuah sinyal cahaya oleh jam 1 di Jadi, t2’ lebih kecil dari pada t1’
POSTULAT EINSTEIN`
x1 = 0, t1 = L/2c dan oleh jam 2 di x2 = L, t2 = sehingga jam 2 tampak menerima
L/2c. sinyal lebih dulu daripada jam 1.
TRANSFORMASI
Dengan menggunakan persamaan transformasi karena itu kedua jam tersebut
LORENT Lorentz,kita dapati bahwa O’ mengamati jam 1 berdetak pada dua saat yang
menerima sinyal tersebut pada saat berbeda dengan selang waktu
t1 − (u / c 2 ) x1 L / 2c sebesar
DINAMIKA
t1 = =
'
RELATIVITAS
1− u 2 / c2 1− u 2 / c2
uL / c 2
t ' = t − t2 =
' '
Sedangkan jam 2 pada saat 1
KESEREMPAKAN 1 − u 2 / c2
DAN PARADOK
t 2 − (u / c 2 ) x2 L / 2c − (u / c 2 ) L
t2 = =
'
KEMBAR
1− u / c
2 2
1− u 2 / c2
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
PARADOKS KEMBAR
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
Permasalahan
DINAMIKA Frank tahu bahwa jam yang mengukur usia Mary berjalan lambat, sehingga
RELATIVITAS
Mary akan kembali dan berusia lebih muda dari Frank. Sebaliknyha Mary
(yang juga tahu tentang dilatasi waktu) merasa bahwa Frank bergerak relatif
KESEREMPAKAN
terhadapnya sehingga jam pada Frank berjalan lebih lambat sehingga Mary
DAN PARADOK yakin Frank akan berusai lebih muda.
KEMBAR
Paradox
UJI PERCOBAAN TEORI Siapa sebenarnya yang berusai lebih muda ketika Mary kembali ke Bumi?
RELATIVITAS KHUSUS
Penyelesaian
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
Jam Frank berada pada sitem inersia selama
perjalanan yang dilakukan oleh Mary.
Paradoks Sepanjang Mary bergerak dengan kecepatan
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
Kembar konstan menjauhi Frank, keduanya dapat
menyimpulkan bahwa usia saudara
POSTULAT EINSTEIN
kembarnya berjalan lambat.
TRANSFORMASI
LORENT
Akan tetapi ketika berjalan pulang ke Bumi,
Dia meninggalkan kerangka inersianya dan
dia berjalan balik dengan kerangka acuan
DINAMIKA
RELATIVITAS berbeda ketika datang. Kesimpulan Mary
tidak benar karena dia tidak berada pada
kerangka acuan inersia yang sama.
KESEREMPAKAN
Sebaliknya Frank tetap pada kerangka Maka
DAN PARADOK usia Mary lebih muda dari Frank. Juga,
KEMBAR perhitungan mengenai dilatasi waktu adalah
benar sedang Mary tidak.
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
KETIDAKBERADAAN ETER
UJI PERCOBAAN
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
PEMULURAN WAKTU
Sinar Cosmic Muons: Muon-muon diproduksi pada bagian luar atmosfir dari tumbukan
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
antara partikel-partikel berkecepatan ultra-tinggi dengan inti-inti dari molekul udara.
POSTULAT EINSTEIN Muon-muon meluruh (waktu hidup = 1.52 ms) dalam perjalannya menuju bumi.
Tanpa koreksi relativistik
TRANSFORMASI
LORENT
Dengan koreksi relativistik
DINAMIKA
Bagian paling atas dari
RELATIVITAS atmosfir
Dilatasi waktu mengatakan bahwa
KESERAPAKAN DAN muon-muon akan hidup lebih lama
PARADOK KEMBAR dikerangka acuan bumi, dimana t’
akan bertambah jika v besar.
UJI PERCOBAAN Kecepatan muon adalah 0.98c
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK MASSA DAN ENERGI RELATIVISTIK
TRANSFORMASI Bukti langsung kebenaran ramalan teori relativitas khusus yang pertama diperoleh hanya dalam
LORENT
selang beberapa tahun setelah Einstein menerbitkan makalahnya pada tahun 1905. pertambahan
massa karena bertambahnya kecepatan, yang diramalkan pada persamaan
DINAMIKA
RELATIVITAS
𝑚0
𝑚=
𝑣2
1− 2
KESERAPAKAN DAN
𝑐
PARADOK KEMBAR
Diuji dengan mengukur momentum dan kecepatan electron berenergi tinggi yang di pancarkan
UJI PERCOBAAN dalam beberapa proses peluruhan radioaktif tertentu.
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN KETIDAKUBAHAN LAJU CAHAYA
RELATIVITAS
KLASIK
Laju cahaya memang bergantung pada gerak sumber atau pengamat, maka hal ini dapat kita
POSTULAT EINSTEIN & nyatakan sebagai
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN c’ = c + ku
Dimana,
c : laju cahaya dalam kerangka diam sumber
TRANSFORMASI c’ : laju cahaya diukur dalam kerangka acuan yang bergerak
LORENT
u : laju relative kedua kerangka acuan.
KESERAPAKAN DAN Dari hasil percobaan pemancaran sinar X, disimpulkan bahwa k< 2 x 10-9 (nilai k mendekai 0).
PARADOK KEMBAR
Hal ini sesuai dengan ramalan teori relativitas khusus.
UJI PERCOBAAN
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
1,8
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
1,6
1
1− u2 / c2
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI m / m0
POSTULAT EINSTEIN 1,4 cc
c
TRANSFORMASI 1,2
LORENT
1,0
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
DINAMIKA
RELATIVITAS Kecepatan (u/c)
UJI PERCOBAAN
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
ANY
QUESTION ?
PERTEMUAN KE-1
FISIKA DASAR
FISIKA MODERN
FISIKA KLASIK
MEMBRIKAN PEMAHAMAN TERHADAP
FISIKA KUANTUM/ MODERN
DIHARAPKAN MEMILIKI LANDASAN
KUAT MENGEMBANGKAN DAN
MENERAPKAN TEKNOLOGI MODERN
TERUTAMA YANG BERKAITAN DENGAN
SAINS FISIKA
REFERENSI UTAMA
• Kenneth S krane , Modern Physics 1983,john wiley
& son ( terjemahan by Hans J wospakrik)
Oleh
Desyana Olenka
LATAR BELAKANG SEJARAH
1. TRANSFORMASI GALILEAN
• < 1900 mekanika Newton merupakan teori yang cukup sukses dalam
menjelaskan permasalahan dinamika partikel/benda saat itu.
• Dalam mekanika Newton ada suatu kerangka khusus yang disebut
kerangka inersial dimana Hukum Newton mempunyai bentuk yang sama
dalam kerangka tersebut.
• Kerangka inersial ini adalah kerangka yang memenuhi Hukum I Newton
yaitu sebuah kerangka diam atau bergerak dengan kecepatan konstan
relatif terhadap yang lain.
• Hubungan antara kerangka inersial satu dengan yang lainnya adalah
melalui apa yang disebut transformasi Galilean.
y'
y
O’
O
x'
x
z'
z
Tinjau dua kerangka O yang diam dan O’ yang bergerak dengan kecepatan
V konstan relatif terhadap O sepanjang sumbu x. Transformasi Galilean
yang menghubungkan antara O dan O’ adalah
Δc
10 −8 − 10 −12
c
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
• Laju cahaya dalam vakum adalah tetap tidak bergantung pada gerak
pengamat.
2. KONSEKUENSI POSTULAT RELATIVITAS KHUSUS
• Dilasi Waktu
Akibat pertama dari postulat relativitas khusus adalah waktu bersifat
relatif, ini ditandai dengan adanya fenomena dilasi waktu. Misalkan
tinjau dua kerangka O diam dan O’ bergerak dengan kecepatan konstan
V sepanjang sumbu x. Jika t0 adalah waktu yang diukur oleh
pengamat di O, maka waktu yang diukur oleh pengamat di O’ relatif
terhadap O adalah
Δt0
Δt =
V2
1− 2
c
V2
L = L0 1− 2
c
m0 c 2
E=
1− v2 c2
m0c 2
K= − m0c 2
1− v2 c2
E0 = m0 c 2
x
• Daerah yang berbentuk kerucut yang berwarna putih disebut kerucut
cahaya, yaitu daerah dimana cahaya bergerak.
• Daerah hiperbola yang berwarna hijau disebut daerah timelike, yaitu
daerah dimana benda-benda bermassa diam bergerak dan
berkecepatan lebih kecil dari cahaya. Daerah ini memiliki struktur
kausalitas (sebab-akibat) karena tidak adanya kurva tertutup yang
menghubungkan antara masa lalu (t < 0) dan masa depan (t > 0).
• Daerah hiperbola yang berwarna biru disebut daerah spacelike, yaitu
daerah dimana benda-benda bergerak melebihi kecepatan cahaya.
Dalam daerah ini tidak berlaku kausalitas.
• Paradoks Kembar
Hal yang kontroversi dari teori relativitas khusus adalah yang disebut
paradoks kembar. Mis A dab B dua orang kembar. A pergi ke luar
angkasa menggunakan roket dan B tinggal di Bumi. Jika A pergi dengan
kecepatan kostan dan mengukur waktunya sebesar t0 maka B di Bumi
mengukur waktu A lebih panjang. Tetapi karena gerak sifatnya relatif,
maka hal sebailiknya juga dapat terjadi, yaitu A mengukur waktu Bumi
lebih panjang. Jadi dalam hal ini jika A dan B dalam kerangka inersial
maka tidak ada yang lebih muda dan tua dan tidak ada paradoks.
Paradoks ini dapat terjadi jika salah satunya dalam kerangka dipercepat
atau noninersial. Pada kenyataannya A yang pergi ke luar angkasa
mengalami percepatan yaitu dari diam ke bergerak dengan kecepatan
awal berubah ubah hingga mendekati konstan sehingga paradoks pun
dapat terjadi.
Dualisme Cahaya Sebagai
Gelombang dan Partikel
Wave Properties
Light intensity = 𝐼 ∝ 𝐸 2
Particle Properties
Light intensity: 𝐼 = 𝑁ℎ𝑓
Fisika Modern
Quantum Theory of Light
Under a constant frequency, the smallest
energy unit of light is quantized.
ℎ𝑐
𝐸 = ℎ𝑓 =
For N photon
𝜆
𝐸 = 𝑁ℎ𝑓
Fisika Modern
Spectrum of electromagnetic radiation
Fisika Modern
1.3.2 Photoelectric effect
http://lectureonline.cl.msu.edu/~mmp/kap28/PhotoEffect/photo.htm
Fisika Modern
Photoelectric effect applet
Fisika Modern
Observations
• Monochromatic light is incident to one of the
electrodes made by a particular metal. The
induced current called photocurrent is
collected.
• If V is fixed, there exists a threshold frequency
o, below which there is no photocurrent.
• Different electrode materials have threshold
frequency o
Fisika Modern
Observations
• The photocurrent is constant above the threshold
frequency under a constant illumination, regardless of
the frequency.
• The photocurrent is proportional with the intensity.
• The energy of electron is proportional with the
frequency.
• For a particular electrode and frequency of light, a
stopping voltage Vs exists. No photocurrent can be
collected regardless of the intensity of light.
• There is no measurable tie lag between the illumination
of light and the release of photoelectrons. (10-9s)
Fisika Modern
Graphical presentations
o
Energy of photoelectrons is
proportional to the frequency;
Existence of threshold frequency
Fisika Modern
Photocurrent is proportional to light
intensity
Fisika Modern
Different frequency of light has different
stopping voltage
Fisika Modern
Stopping voltage varies with
(1)electrode material for the same
frequency
(2) increases with frequency of light for
the same electrode Fisika Modern
Einstein’s interpretation
Under a constant frequency, the smallest
energy unit of light is quantized.
E = h
Fisika Modern
Work Function, W– the minimum energy for
electron to escape from the metal surface
h = K + W
where K is the kinetic energy of the photoelectron
Photocurrent I p = nq
Fisika Modern
The number of photons striking to the electrode is
related to the light intensity IL by
A
n = IL
h
Fisika Modern
MENU By Farid Qim SMA 1 YK
UTAMA
MENU By Farid Qim SMA 1 YK
UTAMA
MENU
HYDROGEN ATOM SPECTRUM
Cahaya yang dihasilkan oleh atom-atom gas hidrogen
dan dianalisa dengan spektrometer membentuk
spektrum garis yaitu terdiri warna merah (656 nm)-hijau
(486 nm)-biru (434 nm)-ungu (410 nm).
E=hxf atau E = h x
c
E = energi radiasi
h = tetapan Planck = 6,63 . 10-34 J det
makin besar panjang gelombang makin kecil
energinya.
Diantara sinar tampak, sinar ungu
mempunyai energi terbesar.
MENU
UTAMA
Sample Problem
1. Garis merah dari spektrum gas hidrogen mempunyai
panjang
gelombang 656 nm, Hitunglah:
a. energi dari 1 foton
b. energi dari 1 mol foton sinar merah tersebut.
( h = tetapan Planck = 6,63 . 10-34 J det
C= 3 x 108 m/s , 1 nm = 10-9 m)
2. Manakah yang mempunyai energi lebih besar, sinar
merah atau sinar biru? Jelaskan.
3. Tentukan energi dari satu foton sinar biru dalam
spektrum gas hidrogen yang panjang gelombangnya
486 nm. Tentukan pula energi dari satu mol foton sinar
tersebut.
MENU
UTAMA
Jawab:
Energi radiasi bergantug pada frekuensi atau panjang gelmbang
dengan rumus E = h x c/ λ
a. Energi 1 foton, E = 6,63. 10-34 j det x 3 x108 m det-1
656 x 10-9 m
= 3,01 x 10-19 J
b. Energi 1 mol foton = 6,02x 1023 foton x 3,01 x 10-19 J foton-1
= 1,81 x 105 J
MENU
UTAMA
Bohr’s Atomic Model
Berdasarkan teori atom Rutherford dan teori
kuantum Planck, Bohr mengajukan postulat
tentang model atom, yaitu:
a.Elektron-elektron dalam suatu atom
mengelilingi inti pada lintasan tertentu yang
disebut lintasan stasioner. Pada lintasan ini,
elektron tidak menyerap atau melepaskan
energi.
b. Elektron akan melepaskan energi
(berupa foton) jika elektron tersebut
berpindah ke lintasan yang lebih rendah
tingkat energinya, dan elektron akan
menyerap energi jika berpindah ke lintasan
dengan tingkat energi lebih tinggi (lintasan
lebih luar).
MENU
UTAMA
The total energy of electron in each orbit is as follows
− 13,6
En = 2
eV
n
Energy levels of electron
n = 1 → -13,60 eV
n = 2 → - 3,40 eV
n = 3 → - 1,51 eV
n = 4 → - 0,85 eV
n = 5 → - 0,54 eV
n = 6 → - 0,38 eV
n = 7 → - 0,28 eV
n = ~ → - 0 eV
MENU
UTAMA
Perpindahan electron dari kulit dalam ke kulit luar
disebut eksitasi (excitation) → elektron menyerap
energi
Perpindahan elektron dari keadaan eksitasi ke
keadaan semula disebut transisi → elektron
memancarkan energi.
Energi yang diserap atau dipancarkan dalam bentuk
foton atau cahaya, dirumuskan :
E=hxf atau E = h x
c
∆E= E final - Einitial
MENU
UTAMA
Sample problem
1. An electron of hydrogen atom is in transition from the 2 nd to the 1st
shell, determine:
a. the energy released (dilepas)
b. the frequency of photon emitted
Solution
− 13,6
En = 2
eV
n
MENU
UTAMA
The frequency of photon
∆E = h x ƒ
MENU
UTAMA
Bohr’s atomic models has several weakness:
MENU
UTAMA
QUANTUM MECHANICS THEORY
The Bohr’s atomic theory was developed and corected by other
scientists and finally there obtained (diperoleh) a modern atomic theory
known as quantum mechancs theory. The followings are explanations
about the quantum mechanics theory initiated (diawali) by de Broglie
wave and Heisenberg uncertainty principle.
SOAL:
1. Tentukan panjang gelombang electron yang bergerak dengan
kecepatan 6 x 107 m/s dengan massa elektron 9,11 x 10-31 Kg,
Tentukan pula radiasidengan panjang gelombang tersebut ada
di daerah ....
MENU
UTAMA
Perbedaan Materi dan Gelombang
• Gelombang jika melalui batas fasa (udara – air)
akan mengalami refraksi sedangkan materi tidak
• Gelombang ketika melalui slit (lubang kecil)
akan mengalami difraksi atau melengkung
disekitar slit sedangkan materi tidak mengalami
difraksi
• Difraksi gelombang pada dua slit menghasilan
interferensi menguatkan dan saling meniadakan
MENU
UTAMA
Dualitas Gelombang-Partikel:
Materi dan Energi
• Kesimpulan dari 3 fenomena yang telah
dibahas adalah materi dan energi adalah
dua entitas yang saling berganti satu
sama lain
• Energi memiliki sifat partikel dan materi
memiliki sifat gelombang
MENU
UTAMA
Panjang Gelombang de Broglie
• Jika energi memiliki sifat partikel maka materi
juga memiliki sifat gelombang
• Jika elektron memiliki gerak mirip gelombang
dan orbitnya dibatasi pada jari-jari tertentu
maka ini merujuk pada frekuensi dan energi
tertentu pula
h
=
mu
MENU
UTAMA
Sifat Gelombang Cahaya
c=νxλ
MENU
UTAMA
2. Heisenberg Uncertainty Principle
Adanya sifat partikel dari cahaya (gelombang elektromagnetik) dan sifat
gelombang dari partikel menyebabkan adanya ketidakpastian dalam
pengukuran besaran-besaran, seperti momentum dan posisi partikel.
∆p ≥
h
∆p = momentum uncertainty
MENU
UTAMA
∆x ≥ λ
∆x = position uncertainty (ketidakpastian posisi)
MENU
UTAMA
3. Schrodinger’s Wave Function
Berdasarkan gagasan de Broglie dan prinsip ketidakpastian
Heisenberg Erwin Schrodinger mengajukan pendapat bahwa apabila
elektrom mempunyai sifat gelombang.
Maka tentu elektron mempunyai fungsi gelombang yang menyatakan
keadaan elektron tersebut.
2 2 2 8 2 m
+ + + .( E − V ) = 0
X 2
y 2
Z 2
h 2
MENU
UTAMA
Bentuk
Orbital
s
MENU
UTAMA
Model Mekanika Kuantum Atom
MENU
UTAMA
MENU
UTAMA
Orbital p
MENU
UTAMA
Orbital d
MENU
UTAMA
Salah satu dari 7 orbital f
MENU
UTAMA
MENU
UTAMA
MENU
UTAMA
BAB III
Dualitas Partikel Gelombang dan Fenomena
Guna mencari jawaban dan menemukan teori yang sesuai dengan spektrum radiasi kalor benda
hitam, efek fotolistrik, dan efek Compton, cahaya yang sebelumnya diyakini sebagai gejala
gelombang dipandang sebagai partikel. Ini menunjukkan cahaya memiliki sifat dualisme, yaitu
dapat dipandang sebagai gelombang dan juga partikel.
Secara umum, sifat gelombang dicirikan dengan frekuensi dan panjang gelombang sedangkan
sifat partikel dicirikan dengan kecepatan gerak. Jika cahaya dapat dipandang sebagai partikel,
maka seharusnya partikel pun (misalnya, elektron) dapat dipandang sebagai gelombang. Kaidah
ini disebut dualisme gelombang-partikel.
Partikel yang dapat dipandang memiliki sifat gelombang dianggap memiliki suatu panjang
gelombang. Panjang gelombang ini disebut panjang gelombang de Broglie, sesuai dengan nama
pencetus gagasan ini, yaitu Louis de Broglie.
Menurut de Broglie, sebuah partikel yang bergerak dapat dianggap memiliki sifat
gelombang yang terkait dengan kecepatan geraknya. Secara matematis dapat dituliskan bahwa
jika sebuah partikel dengan massa m bergerak dengan kecepatan v, panjang gelombang de
Broglie dari partikel itu adalah
ℎ
𝜆=
𝑚𝑣
Teori de Broglie terbukti keabsahannya dengan teramatinya gejala difraksi elektron pada kisi
kristal. Ini membuktikan bahwa elektron dapat juga berperilaku sebagai gelombang yang dapat
mengalami difraksi. Dengan demikian, dualisme gelombang-partikel merupakan sebuah gejala
alam.
Untuk mengatasi itu, para ahli sepakat bahwa cahaya memiliki sifat ganda : sebagai
gelombang dan juga sebagai partikel. Kesepakatan ini pada gilirannya mengantarkan de Broglie
untuk mengajukan hipotesis yang belakangan menjadi dasar metodologi fisika kuantum.
Dalam prespektif yang demikian itulah maka mempelajari efek fotolistrik menjadi penting
dalam rangka memahami fisika kuantum secara utuh. Efek fotolistrik adalah gejala terlepasnya
elektron pada logam akibat disinari cahaya, atau gelombang elektromagnetik pada umumnya.
Elektron yang terlepas pada efek fotolistrik disebut elektron-foto (photoelectron). Gejala ini
pertama kali diamati oleh Heinrich Hertz (1886/1887) melalui percobaan tabung lucutan.
Hertz melihat bahwa lucutan elektrik akan menjadi lebih mudah jika cahaya ultraviolet
dijatuhkan pada elektrode tabung lucutan. Ini menunjukkan bahwa cahaya ultraviolet dapat
mencabut elektron dari permukaan logam, atau sekurang-kurangnya memudahkan elektron
terlepas dari logam. Pengamatan Hertz ini kemudian diselidiki leboh lanjut oleh P. Lenard. Hasil
percobaan efek photo listrik yang dilakukan oleh Philip Lenard(1902).
1. Energi kinetic rata rata electron foto tidak bergantung pada intensitas cahaya yang
digunakan 𝐾 = 𝑒𝑉𝑜 ,dengan 𝑉𝑜 adalah stopping potensial. Memperbesar intensitas hanya
menyebabkan makin banyaknya electron foto yang dihasilkan atau arus yang terukur oleh
amperemeter makin besar, namun energi kinetic elektronfoto tetap sama.
2. Energi kinetic electron foto akan makin besar bila frekuensi cahaya yang digunakan untuk
menyinari permukaan logam bertambah besar
3. Tiap jenis logam memiliki cut off frekuensi(frekuensi ambang) yang berbeda beda, bila
cahaya yang datang pada permukaan logam frekuensinya lebih kecil dari frekuensi
ambangnya maka tidak akan terjadi efek foto listrik meskipun intensitas cahayanya cukup
besar.
Sekitar delapan belas tahun kemudian (1905), secara teoritis Einstein berhasil
menjelaskan gejala ini. Perlu dicacat bahwa efek fotolistrik hanyalah salah satu dari
beberapa proses dimana elektron dapat dilepas pancarkan dari permukaan suatu bahan
(umumnya logam).
Beberapa cara lainnya adalah sebagai berikut :
1. Emisi termionik: Pemancaran elektron dari permukaan logam melalui proses
pemanasan
2. Emisi medan: Pemancaran elektron dari permukaan logam akibat pemberian
medan listrik.
3. Emisi lanjutan: Pemancaran elektron dari permukaan logam yang diakibatkan
oleh partikel berenergi kinetik besar membentur logam.
Penjelasan sederhana tentang gejala terlepasnya eletron melalui efek fotolistrik adalah sebagai
berikut :
Hubungan arus fotolistrik dengan perbedaan potensial (voltase) yang terbaca dari hasil ekperimen
plat E dan plat C untuk dua jenis intensitas cahaya yang ditunjukkan pada grafik di bawah. Saat
nilai voltase tinggi, besar arus menunjukkan nilai yang maksimal dan besar kuat arus tersebut
tidak dapat bertambah naik. Besarnya arus maksimum dapat bertambah jika intensitas cahaya
ditingkatkan, hal ini terjadi karena semakin tinggi intensitas cahaya yang ditembakkan maka
semakin banyak elektron yang keluar dari plat logam. Ketika besar beda potensial (voltase) makin
mengecil dan bahkan nilainya sampai minus (-V0), ternyata tidak ada arus yang mengalir yang
menandakan tidak ada fotoelektron yang mengalir dari plat E ke plat C. Potensial V0 disebut
sebagai potensial henti.
Dari hasil eksperimen yang dilakukan, ternyata nilai beda potensial tidak bergantung pada
intensitas cahaya yang diberikan, akan tetapi karena banyaknya muatan fotoelektron yang keluar
dari plat. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya energi kinetik maksimum dari efek fotolistrik
dirumuskan sebagai berikut :
𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑐 𝑉0
Dimana
e adalah muatan elektron (C)
V0 adalah potensial henti (volt).
Persamaan ini memungkinkan kita untuk mengukur besarnya nilai energi kinetik maksimum
secara eksperimental dengan menentukan beda potensial saat nilai arus sama dengan nol. Dari
eksperimen efek fotolistrik yang dilakukan, ternyata teori klasik yang menyatakan cahaya sebagai
gelombang gagal menjelaskan mengenai sifat-sifat cahaya yang terjadi pada efek fotolistrik. Oleh
karena itu, teori kuantum Einstein dipakai untuk menjelaskan sifat penting cahaya pada fenomena
ini.
Untuk logam tertentu, jika frekuensi cahaya yang digunakan kurang dari v0 maka tidak diperlukan
potensial penghenti. Tidak diperlukannya potensial penghenti menunjukkan bahwa tidak ada
elektron-foto yang terlepas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untukmenghasilkan efek
fotolistrik diperlukan cahaya dengan frekuensi lebih dari 𝑉0 . Frekuensi ini selanjutnya disebut
frekuensi ambang. Logam yang berbeda memiliki frekuensi ambang yang berbeda pula. Untuk
memperoleh elektron-foto dari masing-masing logam harus digunakan cahaya yang frekuensinya
lebih besar daripada frekuensi ambang logam tersebut. Pada sebagian besar logam, frekuensi
ambang ini terletak pada daerah ultraviolet.
Ketak bergantungan energi kinetik elektron-foto terhadap intensitas cahaya seperti telah
disebutkan, energi kinetik elektron-foto tercepat sama dengan 𝐸𝑉𝑠 . Oleh sebab itu, besarnya
energi kinetik elektron-foto tercepat dapat diketahui dari nilai potensial 𝑉𝑠 Untuk cahaya dengan
frekuensi tertentu, intensitas cahaya tidak mempengaruhi besarnya potensial penghenti. Dengan
kata lain, energi kinetik elektron-foto tidak bergantung pada intensitas cahaya yang digunakan.
3. Tidak adanya waktu tunda antara penyinaran pertama sampai terjadinya efek
fotolistrik.
4. Kuat arus fotoelektrik berbanding lurus terhadap intensitas cahaya
Karena arus fotoelektrik sebanding dengan cacah elektron-foto yang dilepaskan per satuan
waktu, maka hubungan tersebut juga menggambarkan hubungan antara cacah elektron-foto
terhadap intensitas cahaya. Jadi, untuk frekuensi cahaya tertentu, cacah elektron-foto yang
dilepaskan logam berbanding lurus dengan intensitas cahaya.
Eksperimen efek fotolistrik menunjukkan bahwa electron terikat pada logam, tetapi
dapat lepas ketika electron mendapatkan energi yang cukup. Namun demikian, ada fakta
yang mengejutkan dari eksperimen tersebut. Ketika pelat logam disinari cahaya dengan
panjang gelombang relative panjang (umumnya lebih dari 400 nm), efek fotolistrik tidak
terjadi meskipun intensitas cahaya diperbesar. Kenyataan ini bertolak belakang dengan
teori gelombang yang menyatakan bahwa seharusnya, semakin besar intensitas cahya
semakin banyak electron yang dilepaskan dan energy kinetic maksimumnya pun semakin
besar.
ℎ𝑐
𝐸 = ℎ𝑓 =
𝜆
Ketika elektron logam menerima energi dari foton, elektron akan melepaskan diri dari logam. Jika
masih ada sisa energi, elektron akan bergerak dengan energi kinetik maksimum tertentu. Energi
foton minimum untuk melepaskan elektron dari logam disebut energi ambang atau fungsi kerja.
Sesuai dengan Hukum Kekekalan Energi, energi kinetik maksimum fotoelektron sama dengan
energi foton dikurangi energi ambang, atau secara matematis
𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 = ℎ𝑓 − 𝑊
Dengan:
ℎ𝑐
𝑊 = ℎ𝑓0 =
𝜆0
Dengan:
Einstein mempostulatkan bahwa energi yang dibawa oleh cahaya terdistribusi secara
diskret dalam bentuk paket-paket energi, bukan terdistribusi secara kontinu sebagaimana
dinyatakan oleh teori gelombang. Paket-paket energi ini akan tetap terlokalisir (tidak memudar)
ketika bergerak menjauhi sumbernya. Dengan demikian, paket-paket energi ini berperilaku
sebagai partikel: kehadirannya terlokalisir, artinya pada saat tertentu akan menempati ruangan
yang sangat terbatas dan tertentu pula.
Gambar 3.5Gambaran Paket energi foton
Selanjutnya, paket energi bakpartikel ini disebut foton. Karena foton selalu bergerak
dengan laju c, maka menurut teori relativitas, massa foton haruslah nol. Energi tiap foton
tergantung pada frekuensinya, yaitu
𝜀=ℎ𝑣
dengan h menyatakan tetapan Planck. Interaksi foton dengan partikel, misalnya dengan elektron
seperti pada gejala efek fotolistrik, dipostulatkan sebagai berikut. Setiap foton berinteraksi hanya
dengan satu elektron tunggal. Tidak pernah suatu foton membagi energinya kepada lebih dari
satu elektron. Lebih lanjut, karena elektron pada gejala efek fotofolistrik dalam keadaan terikat
kuat, maka agar tidak melanggar hukum kekekalan energi dan hukum kekekalan momentum,
proses transfer energi dari foton ke elektron ini memiliki sifat sebagai berikut:
• Jika energi foton cukup untuk melepas elektron dari ikatannya maka ada peluang bagi foton
untuk memberikan energinya.
• Tetapi, jika energi foton tidak cukup maka foton tidak memberikan energinya. Jadi, hanya
ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu foton memberikan seluruh energinya, atau sama
sekali tidak memberikan energinya kepada elektron.
• Jika energi foton melebihi energi untuk melepaskan elektron dari ikatannya maka sisa energi
itu akan diubah menjadi energi gerak (energi kinetik) elektron.
• Sebaliknya, jika energinya tidak cukup untuk melepaskan elektron, maka foton tadi tidak akan
memberikan energinya kepada elektron yang bersangkutan.
Persamaan Hukum Kekekalan Energi juga dapat menunjukkan bahwa efek fotolistrik hanya akan
terjadi jika energi foton lebih kecil dari pada energi ambang, efek fotolistrik tidak akan terjadi.
Gambar 3.6 Grafik hubungan energi kinetic maksimum dan frekuensi cahaya
Gambar diatas memperlihatkan grafik hubungan antara energi kinetik maksimum fotoelektron
dan frekuensi cahaya yang digunakan. Grafik memotong sumbu frekuensi (f) pada frekuensi
ambang (𝑓0). Jika grafik tersebut diekstrapolasikan (garis putus-putus) ke sumbu energi kinetik
maksimum (𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 ), diperoleh energi ambang W. gradient dari grafik tersebut tidak lain adalah
konstanta Planck (h). Grafik ini juga menunjukkan bahwa efek fotolistrik terjadi untuk 𝑓 ≥ 𝑓0.
Gambar 3.7. Lubang kecil yang berada di permukaan benda panas berongga yang dapat
menyerap semua radiasi yang mengenainya (nafiun.com).
Suatu lubang kecil yang terdapat pada sebuah dinding berongga dapat dianggap sebagai
suatu benda hitam sempurna. Sinar yang masuk pada dinding berongga dengan lubang kecil,
maka sinar tersebut akan dipantulkan berkali-kali oleh dinding berongga. Setiap kali dipantulkan
intensitasnya selalu berkurang karena sebagian sinarnya diserap oleh dinding berongga tersebut.
Jadi, dapat dikatakan bahwa sinar yang mengenai lubang kecil tersebut tidak dapat keluar
kembali. Semakin kecil lubang tersebut maka lubang itu hampir sama dengan benda hitam
sempurna karena semakin sedikit peluang keluarnya sinar tersebut. Jika lubang dibuat sedemikian
kecil sehingga seluruh radiasi yang masuk tidak dapat ke luar maka lubang tersebut dapat
dikatakan menyerap seluruh radiasi yang mengenainya. Dengan demikian, lubang tersebut
berperilaku sebagai benda hitam
Ketika benda hitam dipanaskan, misalnya adalah suhu T maka dinding disekeliling rongga
akan memancarkan radiasi dan memantulkan sebagian radiasi yang datang dan menyerap
sisanya. Peristiwa penyerapan dan pemancaran oleh setiap bagian dinding berongga yang akan
berlangsung secara terus menerus sehingga dapat terjadi suatu kesetimbangan termal. Pada
keadaan kesetimbangan termal, suhu pada bagian dinding yang sama besar, maka radiasi yang
dipancarkan sama dengan energi yang diserap. Dalam keadaan tersebut, didalam rongga telah
dipenuhi oleh gelombang-gelombang yang dipancarkan oleh setiap titik pada rongga itu. Radiasi
yang terdapat didalam rongga tersebut bersifat uniform. Jika dinding rongga tersebut diberi
sebuah lubang, maka radiasinya akan keluar dari lubang radiasi yang keluar, hal ini dapat
dinamakan sebagai radiasi benda hitam. Ketika benda berongga dipanaskan, elektron atau
molekul-molekul pada dinding rongga akan mendapatkan energi sehingga dapat bergerak
dipercepat. Menurut teori elektromagnetik muatan yang dipercepat akan dapat memancarkan
energi radiasi. Radiasi ini yang dipercaya orang sebagai sumber radiasi benda hitam
Adapun sifat-sifat radiasi benda hitam diantaranya yaitu sebagi berikut.
1. Benda hitam yang lebih panas akan memancarkan cahaya yang lebih banyak, yang dapat
memenuhi seluruh panjang gelombang. Hal ini berarti apabila kita membandingkan dua
benda hitam tanpa melihat panjang gelombangnya, maka benda hitam yang lebih panas
akan mengeluarkan lebih banyak cahaya daripada benda hitam yang lebih dingin.
2. Spektrum benda hitam bersifat tetap dan memiliki puncak pada panjang gelombang tertentu.
Puncak benda hitam pada sebuah spektrum akan bergerak menuju panjang gelombang yang
lebih pendek untuk benda yang lebih panas.
Gambar 3.8. Distribusi spektral radiansi benda hitam pada temperatur T5 > T4 > T3 >
T2 > T1. Beda antara dua temperatur yang berdekatan adalah tetap
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa spektrum radiasi benda hitam dapat berupa
spektrum kontinu dengan radiansi yang beragam bagi masing-masing komponen spektrum.
Komponen spektrum yang berfrekuensi sangat rendah memiliki radiansi sangat lemah. Semakin
naik frekuensinya, maka radiansi akan semakin naik sampai mencapai batas tertentu dan akan
turun kembali. Pada temperatur tertentu akan terdapat satu komponen spektrum yang
radiansinya paling kuat.
Pada gambar diatas menunjukkan hubungan antara benda dan panjang gelombang yang
dipancarkan. Pada spektrum cahaya tampak warna mempunyai frekuensi terendah, sedangkan
untuk spektrum cahaya yang tidak tampak mempunyai frekuensi tertinggi. Perubahan warna pada
benda menunjukkan perubahan intensitas radiasi benda. Apabila suhu benda berubah, maka
intensitas benda akan berubah. Hukum Wien menyatakan bahwa apabila suhu suatu benda yang
dapat memancarkan cahaya semakin tinggi, maka panjang gelombang untuk intensitas
maksimum akan semakin kecil. Apabila diketahui bentuk spektrum pada suatu suhu, maka bentuk
spektrum pada suhu yang lainnya dapat dihitung. Intensitas dari spektrum dapat dinyatakan
sebagai fungsi panjang gelombang ataupun fungsi frekuensi. Pergeseran Wien dapat dirumuskan
sebagai berikut :
𝐶
λmaks = 𝑇
Keterangan :
λmaks = panjang gelombang ketika intensitas radiasi maksimum (m)
T = suhu mutlak benda (K)
C = tetapan pergeseran Wien (2,898 x 10-3 m.K)
Radiasi yang dipancarkan benda hitam dapat dilewatkan melalui celah agar dapat diperoleh
berkas gelombang yang sempit. Gelombang tersebut kemudian terdispersi menurut panjang
gelombang masing-masing. Untuk mengukur intensitas dan panjang gelombang setiap spektrum
dapat menggunakan detektor yang dapat digeser menurut sudut deviasi berkas gelombang
terdispersinya
Gambar 3.10. Distribusi spektral radiansi benda hitam pada temperatur T5 > T4 > T3
> T 2 > T1
Pada gambar distribusi radiansi spektral diatas juga dapat menunjukkan bahwa pada setiap
temperatur tertentu terdapat suatu komponen spektrum yang radiansinya paling besar. Apabila
temperatur benda semakin tinggi, maka frekuensi komponen spektrum yang radiansinya paling
besar juga akan semakin tinggi. Jika frekuensi komponen spektrum dengan radiansi terbesar
dapat dilambangkan dengan Vmaks, maka dari grafik tersebut dapat menjelaskan hubungan Vmaks
∞ T atau
𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝛼 𝑇
Keterangan :
𝛼 = tetapan distribusi radiasi spektral (5,87 x 1010 K-1 s-1)
𝑇 = suhu mutlak (K)
Rumusan tersebut merupakan bentuk lain dari rumusan λmaks 𝑇 = 2,898 x 10-3 m.K yang pertama
kali ditemukan oleh Wien.
3. Hukum Stefan-Boltzmann
Istilah benda hitam telah diperkenalkan oleh Gustav Robert Kirchoff pada tahun 1862 ketika
mengamati adanya cahaya yang terpancar dari benda yang berwarna hitam. Menurut fisika klasik,
benda hitam mampu menyerap semua radiasi, namun juga harus dapat memancarkan seluruh
panjang gelombang energi. Hukum II Termodinamika Kirchoff menunjukkan bahwa besarnya
radiasi benda hitam sebagai radiasi termal dari benda yang tidak bersuhu nol kelvin akan
memancarkan energi dalam bentuk elektromagnet, ia mengatakan bahwa emisivitas pada suatu
benda sama dengan absorbsivitasnya. Absorbsivitas permukaan adalah perbandingan antara
cahaya yang dapat diserap dan cahaya yang datang dari permukaan itu.
Radiasi termal adalah radiasi elektromagnet yang dipancarkan oleh suatu benda sebagai akibat
dari suhu benda itu sendiri. Walaupun suatu benda memiliki suhu yang sama, maka benda
tersebut akan tetap memancarkan gelombang elektromagnetik dengan berbagai macam
gelombang. Total radiasi dapat meningkat dari pada peningkatan suhu benda. Secara matematis
besar radiasi yang dapat memancar dari suatu benda sebanding dengan pangkat empat dari
suhunya. Pernyataan ini dapat dijelaskan dengan Hukum Stefan-Boltzman menyatakan bahwa
radiasi total suatu benda hitam sempurna berbanding lurus dengan pangkat empat suhu
mutlaknya.
Secara matematis Hukum Stefan-Boltzmann dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut.
I = σ T4
Keterangan :
I = intensitas radiasi pada permukaan benda hitam
σ = tetapan Stefan-Boltzman (5,67 x 10-8 W/m2K4)
T = suhu mutlak permukaan benda (K)
Sedangkan untuk benda yang bukan merupakan benda hitam akan memiliki hukum yang sama
apabila ditambahkan suatu koefisien emisivitas yang lebih kecil dari pada I, sehingga dapat
diperoleh :
Itot = e σ T4
Intensitas merupakan daya per satuan luas, maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut.
𝑃
I= = e σ T4
𝐴
Keterangan :
P = daya radiasi (laju energi yang dipancarkan) (Watt)
A = luas permukaan benda (m2)
e = emitivitas benda
σ = tetapan Stefan-Boltzman (5,67 x 10-8 W/m2K4)
T = suhu mutlak permukaan benda (K)
Hubungan antara radiasi total dengan suhu pada tahun 1865 oleh Tydall yang menyatakan bahwa
energi total yang dipancarkan oleh kawat platina yang dipanaskan pada suhu 1200°C (1473 K)
adalah 11,7 kali energi yang dipancarkan pada suhu 525°C (798 K). Josef Stefan memperhatikan
bahwa rasio (1473 K) terhadap (798 K) adalah 11,6. Dengan demikian, ia dapat menyimpulkan
bahwa energi yang dipancarkan sebanding dengan T4. Kesimpulan yang didapatkan oleh Stefan
tersebut dibuktikan secara teori oleh Boltzmann sehingga dapat dihasilkan hukum Stefan-
Boltzmann tersebut.
Latihan
1. sinar x dengan energi 300 keV mengalami hamburan Compton oleh target. Jika
sinar x terhambur dideteksi pada sudut 30 derajat dari arah sinar datang
,tentukanlah (a) pergeseran Compton, (b) energi berkas sinar x yang dihamburkan
,(c) energi recoiling electron.
2. Sinar-x dengan panjang gelombang 0,15 nm menumbuk electron diam , sinar-x
terhambur dan hamburannya dideteksi pada sudut 45 derajat dari arah semula.
Tentukanlah frekuensi sinar-x yang terhambur
2.1 Efek Bremsstrahlung dan Produksi Sinar-X
Pada tahun 1895, inar-x ditemukan pertamakali oleh Roentgen. Sifat-sifat sinar-x tidak langsung
dapat diketahui. Sifat-sifat alamiah sinar-x baru secara pasti ditentukan pada tahun 1912 seiring
dengan penemuan difraksi sinar-x oleh kristal. Difraksi sinar-x ini dapat “melihat” atau
“membedakan” objek yang berukuran kurang lebih 1 angstrom. Sifat-sifat sinar-x tersebut
adalah:
a. tidak dapat dilihat oleh mata, bergerak dalam lintasan lurus, dan dapat mempengaruhi
film fotografi sama seperti cahaya tampak.
b. daya tembusnya lebih tinggi dari pada cahaya tampak, dan dapat menembus tubuh
manusia,kayu, beberapa lapis logam tebal.
c. dapat digunakan untuk membuat gambar bayangan sebuah objek pada film fotografi
(radiograf).
d. sinar-x merupakan gelombang elektromagnetik dengan energi E = hf.
e. orde panjang gelombang sinar-x adalah 0,5-2,5 Å (sedangkan orede panjang gelombang
untuk cahaya tampak = 6000 Å). Jadi letak sinar-x dalam diagram spektrum gelombang
elektromagnet adalah antara sinar ultraviolet dan sinar gama.
f. satuan Panjang gelombang sinar-x sering dinyatakan dalam dua jenis satuan
yaitu angstroom (Å) dan satuan sinar-x (X Unit = XU). 1 kXU = 1000 XU = 1,00202
Å.
g. persamaan gelombang untuk medan listrik sinar-x yang terpolarisasi bidang adalah 𝐸 =
𝐴 sin 2𝜋(𝑥𝜆 − 𝑓𝑡) = 𝐴 sin(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡). Intensitas sinar-x adalah dE/dt (rata-rata aliran energi
per satuan waktu) persatuan luas yang tegak lurus arah rambat. Nilai rata- rata intensitas
𝑒𝑟𝑔𝑠
sinar-x ini adalah berbanding lurus dengan 𝐴2 . Satuan intensitas adalah 𝑑𝑒𝑡.𝑐𝑚2
Gambar 2.10. Arah vektor medan listrik dan medan magnet dari sebuah gelombang
yang terpolarisasi bidang.
Salah satu cara untuk membangkitkan sinar-x adalah dengan cara menembakan elektron yang
berenergi kinetik (berkecepatan) tinggi pada suatu target (anoda). Pembangkit (sumber) sinar-x
jenis ini berdasarkan keadaan target (anoda) dapat dibedakan menjadi dua jenis sumber sinar-x,
yaitu sumber sinar-x yang beranoda diam (fixed anode x-ray source) dan sumber sinar-x dengan
anoda berputar (rotating anode x-ray source). Kedua jenis sumber sinar-x ini akan dijelaskan
pada bagian berikut ini. Sumber sinar-x beranoda diam. Komponen utama sumber sinar-x yang
beranoda diam adalah sebuah anoda, sebuah katoda (K), sebuah filamen (F) sebagai sumber
elektron, sebuah sumber tegangan tinggi (HV) untuk anoda dan katoda, dan sebuah tegangan
rendah (V) untuk filamen. Sumber sinar-x jenis ini secara skema ditunjukkan pada gambar 2.11
Filamen yang diberi catu daya dari sumber tegangan rendah (V) akan mengeluarkan elektron
secara termal. Elektron-elektron ini selanjutnya dipercapat oleh tegangan tinggi (HV) yang timbul
antara anoda dan katoda, sehingga mereka memperoleh energi kinetik yang sangat besar. Pada
saat menumbuk anoda elektron-elektron ini akan melepaskan energi kinetiknya. Sebagian kecil
dari energi tersebut berubah menjadi energi gelombang elektromagnetik yang kita sebut sinar-
x, sedangkan sebagian besar dari energi kinetik itu berubah menjadi panas yang numpuk pada
anoda. Berkas sinar-x yang dihasilkan dapat terdiri atas dua jenis sinar-x. Jenis pertama adalah
sinar-x polikhromatik, yaitu sinar-x yang berasal dari akibat pengereman elektron oleh anoda.
Berkas sinar-x jenis ini sering disebut sinar-x bremsstrahlung (sebuah kata dalam bahasa Jerman
yang berarti pengereman). Jenis kedua adalah sinar-x monokhromatik, yaitu sinar-x yang
berasal dari adanya transisi eksitasi di dalam anoda.
Berkas sinar-x yang dihasilkan oleh sebuah sumber dapat terdiri atas dua jenis spektrum, yaitu
spetrum kontinyu dan spektrum diskrit. Spektrum kontinyu dan spektrum diskrit masing-masing
sering juga disebut polikhromatik dan monokhromatik. Spektrum kontinyu sinar-x timbul akibat
adanya pengereman elektron-elektron yang berenergi kinetik tinggi oleh anoda. Pada saat terjadi
pengereman tersebut, sebagian dari energi kinetiknya diubah menjadi sinar-x. Proses
pengereman ini dapat berlangsung baik secara tiba-tiba ataupun secara perlahan-lahan, sehingga
energi sinar-x yang dihasilkannya akan memiliki rentang energi yang sangat lebar. Jika elektron-
elektron tersebut direm secara tiba-tiba, maka seluruh energi kinetiknya akan diubah seketika
menjadi energi sinar-x dan energi panas yang numpuk pada anoda. Energi sinar-x ini merupakan
energi tertinggi tertinggi yang dapat dihasilkan oleh sebuah sumber sinar-x. Atau dengan kata
lain panjang gelombang sinar-x ini merupakan panjang gelombang terpendek (λmin) yang dapat
dihasilkan oleh sebuah sumber. Tetapi jika elektron-elektron itu direm secara perlahan, maka
energi kinetiknya akan diubah secara perlahan pula menjadi energi sinar-x dan energi panas,
sehingga sinar-x yang dihasilkannya akan berenergi yang bervariasi sesuai dengan besarnya
energi kinetik yang diubahnya. Sinar-x ini akan memiliki panjang gelombang (energi) yang
berbeda, sehingga karena itulah sinar-x ini sering disebut sinar-x polikhromatik. Sinar-x yang
dihasilkan oleh adanya pengereman elektron baik secara tiba-tiba atau pun secara perlahan
sering disebut sinar-x bremsstrahlung. Spektrum sinar-x bremsstrahlung ini ditunjukkan di
dalam Gambar 4. Gambar 4. menunjukan spektrum sinar-x bremstrahlung untuk beberapa harga
tegangan tinggi yang digunakan. Dari Gambar 4 tersebut dapat kita lihat bahwa makin besar
tegangan tinggi yang digunakan makin kecil harga λmin yang dihasilkan. Nilai λmin ini secara
matematik dapat ditentukan sebagai barikut. Jika elektron yang berenergi kinetik tinggi itu direm
secara tiba-tiba oleh anoda maka seluruh energi kinetiknya akan secara tiba-tiba pula diubah
menjadi energi sinar-x tertinggi (hfmax) dan energi panas (Q). Jadi jika energi kinetik elektron
yang bergerak di dalam medan listrik yang ditimbulkan oleh tegangan tinggi dinyatakan oleh eV,
maka:
𝑒𝑉 = ℎ𝑓𝑚𝑎𝑥 + 𝑄
Atau
ℎ𝑐
𝑒𝑉 = +𝑄
λmin
Sehingga,
𝑒𝑉 − 𝑄
𝜆𝑚𝑖𝑛 =
ℎ𝑐
dimana h adalah konstanta Planck, c adalah cepat rambat cahaya, e adalah muatan listrik
elektron, dan V adalah nilai tegangan tinggi yang digunakan. Dalam prakteknya, spektrum
bremstrahlung ini jarang digunakan untuk kegiatan eksperimen dan bahkan sering dihindari
karena ia memiliki panjang gelombang yang bermacam-macam. Posisi puncak spektrum
2 3
bremsstrahlung terletak pada 𝐸𝑚𝑎𝑥 atau pada 𝜆𝑚𝑖𝑛 , karena Emax berbanding terbalik dengan
3 2
λmin. Untuk menghidari penumpukan panas (Q) pada anoda, setiap sumber sinar-x yang berdaya
besar biasanya selalu dilengkapi dengan aliran air dingin untuk membuang panas (Q) yang timbul.
Gambar 4. Spektrum sinar-x bremstrahlung untuk tegangan tinggi beberapa harga tegangan
tinggi. V3 > V2 > V1.
Sinar-x yang lebih bermanfaat dan sering digunakan dalam setiap kegiatan eksperimen adalah
sinar-x monokhromatik dan sering disebut sinar-x karakteristik. Sinar-x monokhromatik
(sinar-x karakteristik) ini timbul akibat adanya proses transisi eksitasi elektron di dalam
anoda. Sinar-x ini timbul secara tumpang tindih dengan spektrum bremstrahlung. Disamping
panjang gelombangnya yang monokhromatik, inensitas sinar-x monokhromatik ini jauh lebih
besar dari pada intensitas sinar-x bremstrahlung. Proses
terjadinya sinar-x monokhromatik ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika energi kinetic elektron
itu sama dengan atau lebih besar dari pada energi eksitasi atom-atom di dalam anoda maka pada
saat elektron-elektron tersebut menumbuk anoda, atom-atom tersebut akan tereksitasi sehingga
pada saat atom-atom tersebut kembali ke kaadaan ekuilibriumnya mereka akan melepaskan
energinya dalam bentuk foton gelombang elektromagnetik yang kita sebut sinar-x sinar-x
karakteristik. Karena tingkat-tingkat energi di dalam atom-atom itu terkuantisasi maka sinar-x
yang dipancarkannya akan memiliki panjang gelombang atau energi yang tertentu, sehingga
sinar-x ini disebut sinar-x monokhromatik. Sebagai contoh, apabila sinar-x ini timbul akibat
transisi elektron dari kulit L ke kulit K maka sinar-x ini akan memiliki energi 𝐸 = 𝐸𝐿 − 𝐸𝐾. Garis
spektrum sinar-x tersebut lazim dinamai 𝐾𝛼, sehingga panjang gelombangnya sering disebut 𝜆 −
𝛫𝛼. Nama-nama garis spektrum lainnya adalah 𝐾𝛽 (untuk transisi dari kulit M ke kulit K), Kγ
(untuk transisi dari kulit N ke kulit K), dan seterusnya. Jika transisi itu terjadi dari tingkat-tingkat
energi yang lebih tinggi ke kulit L, maka nama-nama untuk garis-garis spektrum sinar-x yang
dihasilkannya adalah 𝐿𝛼, 𝐿𝛽, 𝐿𝛾, .... dst., untuk transisi yang terjadi masing masing dari kulit M,
N, O, ...., dst. Apabila kita bandingkan dengan sinar-x bremsstrahlung, sinar-x karakteristik
tersebut muncul secara tumpang tindih di dalam spektrum bremsstrahlung (secara mendalam
dipelajari pada mata kuliah karakterisasi material/ mata kuliah fisika murni).
Jumlah muatan elektron (-e) dan positron (+e) adalah nol. Energi kinetik elektron maupun
positron masing-masing adalah:
E = m0C2 = 0,51 MeV
Produksi pasangan ditunjukkan untuk membuat pasangan partikel dan anti-partikelnya, terutama
pasangan elektron dan positron. Untuk menciptakan antiproton, O. Chamberlain dan Emilio Segre
menumbukkan dua proton dalam kecepatan tinggi, begitu juga ketika Bruce Cork menemukan
antineutron. Hal yang berbeda terjadi pada produksi pasangan elektron dan positron. Elektron
dan positron tecipta saat sebuah photon yang melewati inti atom yang pasif dan energinya
dikonversikan ke dalam materi. Kehadiran inti atom diperlukan sehingga hukum kekekalan
momentum dapat terpenuhi. Elektronnya tercipta sendiri, bukan milik atom. Lalu, muncullah
positron dan elektron dari ketiadaan. Reaksinya dituliska:
𝛾 + 𝛾 → 𝑒– + 𝑒 +
Energi foton yang hilang dalam proses ini dirubah menjadi energi relativistik positron E+ dan
elektron E– dengan persamaan:
ℎ𝑣 = 𝐸 + + 𝐸–
= 2𝑚𝑜𝑐2 + [𝐸 + + 𝐸– ]
Karena K+ dan K- selalu positif maka untuk melakukan produksi pasangan, photon harus memiliki
energi sekurang-kurangnya 2moc2=1,02 MeV atau 1,64 X 10-13 J. agar dapat mendekati inti berat
sehingga terjadi produksi pasangan berupa elektron dan positron. Foton tersebut termasuk dalam
sinar gamma inti atom. secara perlambang:
Foton = electron + positron
Proses diatas hanya dapat terjadi jika terdapat sebuah atom di sekitar electron yang memasok
momentum pental yang diperlukan, proses kebalikannya,
Electron + positron = foton
Elektron bila bertemu dengan positron maka keduanya musnah (anihilasi) dan menjelma menjadi
foton sinar gamma. Pada proses produksi pasangan maupun kebalikannya ini tetap berlaku
hukum kekekalan energi dan hukum kekekalan momentum. Kembali pada produksi pasangan
tersebut di atas, karena foton berubah menjadi elektron dan positron, maka dengan sendirinya
foton yang ditembakkan harus mempunyai energi lebih tinggi dari 1,02 MeV. Setelah terjadi
produk pasangan ini, maka mengalami penurunan intensitas. Perubahan ini tergantung dari sifat
dan tebal bahan dengan analisis sebagai berikut:
𝑥𝐷 𝐼 = −𝑘 𝐼 𝐷
𝑑𝐼 = −𝑘 𝐼 𝑑𝑥
𝐼 = 𝐼0 𝑒 − 𝑘𝑥
Dengan: 𝐼0 = intensitas awal foton
I = intensitas setelah menembus bahan tebal x
𝑥 = tebal bahan
k = tetapan absorbsi bahan terhadap foton tertentu
Berarti selama perjalanan dalam media, energinya turun secara eksponensial. Apabila tebal media
x dipilih sedemikian rupa sehingga intensitasnya tinggal separo yaitu, maka tebal ini disebut tebal
lapisan separo harga (Half Value Layer = H.V.L). Teori ini banyak digunakan dalam perhitungan
pelindung radiasi.
Anihilasi (Pemusnahan Pasangan) terjadi karena setiap partikel yang bertemu antipartikelnya,
mereka akan dikonversikan dalam energi murni 100%, hal ini disebut pemusnahan pasangan.
Antiproton dengan proton, antineutron dengan neutron dan positron dengan elektron yang
bertemu akan ter-annihilated (musnah). Berikut ini proses pemusnahan elektron-positron.
Positron yang kehilangan energi kinetiknya oleh proses ionisasi, menyatu dengan elektron dan
musnah. Total massa mereka dirubah menjadi energi dan 2 photon yang bergerak ke arah
berlawanan, berkebalikan dengan proses produksi pasangan. Reaksinya:
e– + e+→ γ + γ
F
isika klasik mencirikan partikel sebagai entitas fisik yang memiliki massa. Pencirian ini
sekarang tidak lagi benar. Sebab ada partikel yang tidak bermassa, yaitu foton. Sebelum
teori efek fotolistrik berhasil dirumuskan, orang berkeyakinan bahwa sekali suatu entitas
dikenali sebagai gelombang, selamanya ia tetap sebagai gelombang. Sebaliknya, sekali suatu
entitas dikenali sebagai partikel, selamanya ia tetap sebagai partikel. Keyakinan itu tidak lagi
dapat dipertahankan sejak berhasilnya perumusan teori efek fotolistrik. Bahwa cahaya yang
semula diyakini sebagai gelombang ternyata pada saat tertentu juga dapat berperilaku sebagai
partikel. Kenyataan itu mengisyaratkan perlunya meninjau kembali penggolongan secara
dikotomis atau pembagian dua hal yang berbeda antara partikel dengan gelombang.
Hipotesis tentang gelombang materi berasal dari gagasan foton Einstein. Kemudian diterapkan
Louis de Broglie pada tahun 1922, sebelum Compton membuktikannya, untuk menurunkan
Hukum Wien (1896). Ini menyatakan bahwa "bagian tenaga elektromagnet yang paling banyak
dipancarkan benda hitam adalah yang frekuensinya sekitar 100 milyar kali suhu mutlak (273° +
suhu Celsius) benda itu". Pekerjaan ini ternyata memberi dampak yang berkesan bagi de Broglie.
Pada musim panas tahun 1923, de Broglie menyatakan gagasan untuk memperluas perilaku
dualisme cahaya mencangkup alam partikel. Ia kemudian memberanikan diri dengan
mengemukakan bahwa partikel seperti elektron juga berperilaku sebagai gelombang.
Gagasannya ini ia tuangkan dalam tiga makalah ringkas yang diterbitkan pada tahun 1924.
Menurut de Broglie, setiap partikel yang berenergi E dan bergerak dengan momentum linear p
terdapat gelombang yang diasosiasikan dengannya. Gelombang yang diasosiasikan dengan
partikel yang bergerak itu disebut gelombang materi, atau gelombang de Broglie. Dalam konteks
yang demikian dapat dikatakan bahwa gelombang elektromagnet adalah gelombang de Broglie
yang diasosiasikan dengan foton. Frekuensi dan panjang gelombang bagi gelombang de Broglie
dapat diturunkan dengan argumen sebagai berikut. Telah diketahui bahwa momentum linear dan
energi foton berkaitan dengan panjang gelombang dan frekuensi gelombang elektromagnet
menurut kaitan Planck-Einstein:𝑝 = ℎ/𝜆 dan 𝐸 = ℎ𝑓. Jika hubungan itu dipostulatkan berlaku
untuk sebarang partikel (tidak hanya foton), maka gelombang de Broglie memiliki panjang
gelombang 𝜆 = ℎ/𝑝 dan frekuensi sebesar 𝑓 = 𝐸/ℎ, dengan p dan E berurutan menyatakan
momentum linear dan energi partikel yang diasosiasikan dengan sebesar gelombang de Broglie.
𝜔
𝐸 = ℎ𝑓 = ℎ 2𝜋 = ћ𝜔 (3.1)
ℎ 𝑘
Dan 𝑝 = 𝜆 = ℎ 2𝜋 = ћ𝑘 (3.2)
ℎ
Dengan ћ = untuk kasus tiga dimensi, menjadi 𝑝 = ћ𝑘 dengan k = vektor gelombang.
2𝜋
Untuk menyelidiki sifat gelombang materi, diperlukan perangkat eksperimen yang dapat
mendeteksi gejala interferensi dan atau difraksi untuk gelombang materi tersebut. Ini disebabkan
karena gejala itu hanya dapat ditunjukkan oleh gelombang.
Efek difraksi hanya dapat diamati jika peralatan yang digunakan memiliki ukuran karakteristik
(apertur) seorde atau kurang dari panjang gelombang. Sebagai contoh bagi apertur adalah luas
lensa, lebar celah, dan tetapan kisi sebagaimana telah kita kenal dalam optika.
Jika a dan λ berurutan menyatakan ukuran apertur dan panjang gelombang, maka efek difraksi
hanya dapat diamati jika 𝜆⁄𝑎 ≥ 1.Jika 𝜆⁄𝑎sangat kecil (≪ 1) maka efek difraksi tidak dapat
diamati. Dalam optika, jika 𝜆⁄𝑎 ≥ 1 maka kita berada pada wilayah optika fisik. Sebaliknya jika
𝜆⁄𝑎 ≪ 1 kita berada pada wilayah optika geometri. Sebagaimana kita ketahui, dalam optika
geometri cahaya cukup digambarkan sebagai sinar yang arahnya sama dengan arah rambat
cahaya. Dalam optika geometri sebenarnya kita telah mengidentikkan cahaya sebagai partikel:
arah sinar identik dengan trayektori partikel. Jika sinar menjumpai bidang pantul maka akan
dipantulkan pada arah tertentu persis seperti trayektori bola tenis yang dipantulkan lantai.
Mengingat kecilnya nilai tetapan Planck (6,6 × 10−34 𝐽. 𝑠) maka panjang gelombang de Broglie
pada umumnya juga sangat pendek. Oleh karena itu diperlukan apertur yang sangat kecil untuk
menyelidiki munculnya watak gelombang materi tersebut. Apertur terkecil yang dapat dibuat
dewasa ini memiliki ukuran sekitar 1 Å (yaitu jarak rata-rata antarbidang atom pada kristal).
ℎ
𝜆= (3.3)
𝑝
mana-mana.
Untuk penyederhanaan, kita andaikan partikel tersebut bergerak searah sumbu X positif.
Pertimbangan rasional mengharuskan bahwa gelombang yang diasosiasikan dengannya
juga bergerak searah sumbu X positif. Selanjutnya, karena gelombang tersebut memiliki
frekuensi dan bilangan gelombang yang sudah tertentu nilainya, maka wujudnya dapat
dinyatakan sebagai gelombang monokromatis
𝜓(𝑥, 𝑡) = 𝐴0 sin(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) (3.4)
Untuk sementara kita tidak perlu membicarakan apa arti fisis dari A0 maupun 𝜓. Yang perlu
segera kita amati adalah cepat rambatnya. Kecepatan gelombang tersebut dapat diketahui
𝜙
sebagai berikut. Ambillah sebarang titik x yang memiliki fase tertentu: 𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 = 𝜙, jadi 𝑥 = 𝑘
+
𝜔𝑡
𝑘
. Titik x yang berfase 𝜙 ini bergerak dengan kecepatan v = dx/dt = 𝜔/k. Kecepatan seperti ini
disebut kecepatan fase. Kecepatan fase merupakan satu-satunya kecepatan yang dimiliki
gelombang monokromatis. Jadi, gelombang tersebut bergerak dengan kecepatan.
𝑉𝑡 = 𝜔/𝑘
(Ep dapat diberi nilai nol sebab partikel dalam keadaan bebas), dan p = mv. Dengan subtitusi
nilai-nilai ini ke dalam Persamaan diperoleh kesimpulan bahwa vf = ½v. Jadi kecepatan
gelombang separoh kecepatan partikel. Kenyataan ini akan menimbulkan kesulitan penafsiran
tentang bagaimana gelombang tersebut diasosiasikan dengannya.
Jika kehadiran gelombang tersebut dikaitkan dengan suatu partikel, maka haruslah memiliki
kecepatan yang sama dengan kecepatan partikel. Dengan pertimbangan ini maka dapatlah
disimpulkan bahwa gelombang monokromatis seperti yang dinyatakan dalam
Persamaan 𝜓(𝑥, 𝑡) = 𝐴0 sin(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) tidak layak digunakan sebagai gelombang materi.
Jika kecepatan partikel mendekati kecepatan cahaya c, maka menurut teori relativitas, 𝐸 = 𝛾𝑚𝑐 2
𝑣 2 −1 𝐸
dan 𝑝 = 𝛾𝑚𝑣, dengan 𝛾 ≡ (1 − ) 2. Subtitusi nilainilai ini ke dalam Persamaan 𝑉𝑡 =
𝑐2 𝑝
𝑐2
menghasilkan 𝑣𝑡 = 𝑣
. Karena laju partikel material selalu kurang dari laju cahaya dalam vakum
c, maka kecepatan gelombang tadi akan selalu lebih dari c. Ini tentu saja bertentangan dengan
asas relativitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengasosiasikan gelombang
monokromatis bidang dengan gerakan partikel adalah tidak mungkin.
Ketidaktepatan penggunaan gelombang monokromatis sebagai gelombang materi juga dapat
dilihat dari kehadiran spasial gelombang tersebut. Gelombang monokromatis menyebar ke
seluruh ruang. Karena gelombang materi harus dapat mendeskripsikan partikel, maka seharusnya
gelombang tersebut tidak terlalu menyebar. Idealnya harus terlokalisir di sekitar titik di mana
partikel berada. Artinya, amplitudo gelombang tersebut harus bernilai nol kecuali di sekitar titik
di mana partikel yang bersangkutan berada. Lihat Gambar 3.1
komponen yang memiliki rata-rata bilangan gelombang k0 dan rata-rata frekuensi sudut ω0
(dinyatakan oleh factor kedua). Gambar 3.2 berikut menyajikan plot contoh grup gelombang
𝜓(x,0) sebagai fungsi x yang dibentuk oleh perpaduan fungsi sin 6x dan sin 4x. Menurut
Persamaan (3.6), hasil paduan kedua fungsi tersebut adalah 𝜓(x,0) = 2 cos x sin 5x.
Gambar 3.2 grup gelombang
Grup gelombang beserta gelombang-gelombang komponennya bergerak pada arah yang sama
tetapi dengan kecepatan yang berbeda. Gelombang komponen bergerak dengan kecepatan 𝑣 =
𝜔0 /𝑘0 . Ini disebut kecepatan fase. Di pihak lain, grup gelombang bergerak dengan kecepatan.
𝑑𝜔
𝑣𝑡 = (3.7)
𝑑𝑘
Rumusan kecepatan tersebut diturunkan sebagai berikut. Ambillah sebarang titik x yang
memenuhi hubungan (𝑑𝑘 𝑥 − 𝑑𝜔 𝑡) = konstanta. Jika ungkapan ini dideferensialkan, diperoleh
𝑑𝑘 𝑑𝑥 = 𝑑𝜔𝑑𝑡, atau dx/dt = d𝜔/dk. Karena dx/dt adalah kecepatan, maka ungkapan (3.7) tadi
juga sebagai kecepatan. Ini disebut kecepatan grup. Meskipun Persamaan (3.7) di atas
diturunkan dari grup gelombang yang dibentuk oleh dua gelombang monokromatis, rumusan
kecepatan grup tersebut berlaku umum. Jadi kecepatan grup merupakan derivatif ω terhadap k;
sedangkan kecepatan fase merupakan perbandingan ω terhadap k. Dengan mengganti 𝜔 dan k
menurut Persamaan (3.1) dan (3.2), kecepatan grup di atas dapat diubah menjadi
𝐸 𝑝2
𝑑 ( ) 𝑑𝐸 𝑑 (2𝑚) 𝑝
𝑉𝑔 = ℎ = = =
𝑝
𝑑 ( ) 𝑑𝑝 𝑑𝑝 𝑚
ℎ
Jika v menyatakan kecepatan partikel maka p = mv, sehingga vg = v. Jadi kecepatan grup sama
dengan kecepatan partikel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gelombang yang
diasosiasikan dengan partikel bebas haruslah berbentuk grup gelombang. Uraian tadi sekaligus
menunjukkan bahwa agar kecepatan grup sama dengan kecepatan partikel maka hubungan
antara E dan , serta antara k dan p harus memenuhi Persamaan (3.1) dan (3.2). Sekarang kita
simak sekali lagi plot grup gelombang (Persamaan 3.6) pada Gambar 3.2. Grup gelombang seperti
itu tentu saja masih kurang layak untuk mendeskripsikan partikel karena masih sangat menyebar.
Masih menyebarnya grup gelombang itu disebabkan karena hanya dibentuk oleh dua gelombang
sehingga interferensi konstruktif dengan cepat dapat berulang. Kejadian ini tidak akan muncul
jika grup gelombang tersebut dibentuk oleh perpaduan sejumlah besar gelombang monokromatis
yang berbeda frekuensi dan bilangan gelombangnya. Jika ini dilakukan, maka interferensi
konstruktif baru terulang lagi pada jarak yang sangat jauh. Semakin banyak gelombang yang
berinterferensi semakin jarang pengulangan terjadi. [Ingat bahwa interferensi konstruktif terjadi
jika gelombang-gelombang tersebut semuanya sefase. Akibatnya semakin banyak gelombang
yang berinterferensi, semakin jarang semuanya akan sefase].
Dengan demikian, dapatlah dideduksi bahwa pengulangan benar-benar tidak akan terjadi jika
jumlah gelombang yang dipadukan tak berhingga banyak. Jadi, secara prinsip, kita dapat
membuat grup gelombang yang nilainya tidak nol hanya disekitar titik tertentu. Grup gelombang
seperti inilah yang idealnya digunakan untuk mendeskripsikan partikel. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa wujud gelombang materi haruslah berupa grup gelombang. Pada bagian
berikutnya, secara bertahan akan kita pelajari sifat-sifat lain yang harus dipenuhi oleh gelombang
materi
membawa konsekuensi bahwa integral |Ѱ(r, t)|2 ke seluruh ruang harus berhingga. Dengan kata
lain, Ѱ(r, t) harus merupakan fungsi yang kuadrat modulusnya dapat diintegralkan dalam arti:
∞
∫ ℘ (𝑟, 𝑡)𝑑 3 𝑟 = 𝑁 < ∞
−∞
Fungsi-fungsi seperti itu dikatakan bersifat square integrable (SI). Cara sederhana untuk
mengenali apakah suatu fungsi termasuk SI atau tidak adalah dengan mengamati sebaran
nilainya. Jika fungsi tersebut menyebar ke seluruh ruang, artinya nilainya tidak nol dari -∞ sampai
+∞ maka fungsi tersebut tidak termasuk SI. Sebaliknya, jika tidak terlalu menyebar, artinya
bernilai nol di ± ∞, maka fungsi tersebut termasuk SI.
Uraian tadi menambah satu lagi sifat yang harus dipenuhi oleh gelombang materi,yaitu harus
bersifat SI.
Untuk memahami penafsiran probabilistik tersebut, untuk sementara kita batasi pembicaraan kita
dalam kasus 1 dimensi. Jika Ѱ (𝑥, 𝑡) menyatakan gelombang materi yang dibicarakan, dan Ѱ (𝑥, 𝑡)
ternormalkan, maka
1. Rapat peluang posisi partikel:
℘(𝑥, 𝑡) = |Ѱ(𝑥, 𝑡)|2 = Ѱ∗ (𝑥. 𝑡)Ѱ(𝑥, 𝑡)
2. Peluang pada saat t partikel berada dalam interval x dan x + dx:
℘(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = |Ѱ(𝑥, 𝑡)|2 𝑑𝑥 = Ѱ∗ (𝑥. 𝑡)Ѱ(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥
3. Peluang pada saat t partikel berada antara x1 dan x2:
𝑥2 𝑥2
∫ ℘(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = ∫ Ѱ∗ (𝑥. 𝑡)Ѱ(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥
𝑥1 𝑥1
Rumusan-rumusan tadi didasarkan atas asumsi bahwa Ѱ (𝑥, 𝑡) ternormalkan.Jika Ѱ (𝑥, 𝑡) belum
∞
ternormalkan, maka rumusan tersebut harus dibagi dengan ∫−∞ ℘(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥
Kembali ke sifat SI bagi fungsi gelombang. Menurut teori integral Fourier, sebarang fungsi SI,
misalnya f(x), selalu dapat dinyatakan dalam bentuk integral
∞
1
𝑓(𝑥) = ∫ 𝑔(𝑘)𝑒 𝑖𝑘𝑥 𝑑𝑘
√2𝜋 −∞
Pada kedua persamaan di atas, k adalah bilangan gelombang dan x adalah koordinat (posisi).
Variabel k dan x merupakan pasangan variabel yang saling berkonjugasi. Contoh lain pasangan
besaran yang saling berkonjugasi adalah waktu (t) dan frekuensi sudut (𝜔). Fungsi f(x) dan g(k)
sering disebut pasangan transformasi Fourier. Secara fisik keduanya mendeskripsikan gejala yang
sama tetapi dari sudut pandang yang berbeda: f(x) mendeskripsikan dalam ruang koordinat
(ruang x), sedangkan g(k) mendeskripsikan dalam ruang k.
Berdasarkan teori di atas, maka fungsi gelombang pada t tertentu, misalnya t = 0, yaitu Ѱ (𝑥, 0)
juga dapat disajikan dalam ruang momentum. Jika penyajian dalam ruang momentum dilambangi
Ѱ (𝑝, 0) maka kedua fungsi tersebut harus memenuhi hubungan:
∞
1
Ѱ(𝑥, 0) = ∫ Ѱ(𝑝, 0)𝑒 𝑖𝑝𝑥/ћ 𝑑𝑝
√2𝜋ћ −∞
Dan
∞
1
Ѱ(𝑝, 0) = ∫ Ѱ(𝑥, 0)𝑒 −𝑖𝑝𝑥/ћ 𝑑𝑝
√2𝜋ћ −∞
Karena kedua fungsi Ѱ (x,0) dan Ѱ (p,0) tersebut merupakan pasangan Fourier maka keduanya
secara fisik sama, artinya keduanya diasosiasikan dengan partikel yang sama. Ѱ(x,0) adalah
wujud fungsi gelombang jika disajikan dalam ruang koordinat, sedangkan Ѱ (p,0) adalah wujud
fungsi gelombang jika disajikan dalam ruang momentum.
Selaras dengan penafsiran Born untuk Ѱ(x,t) , maka penafsiran Born untukѰ (p,0)dirumuskan
sebagai berikut
1. Rapat peluang pada saat t partikel memiliki momentum p:
℘(𝑝, 𝑡) = |Ѱ(𝑝, 𝑡)|2 = Ѱ∗ (𝑝. 𝑡)Ѱ(𝑝, 𝑡)
2. Peluang pada saat t partikel memiliki momentum antara p sampai p + dp:
℘(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝 = |Ѱ(𝑝, 𝑡)|2 𝑑𝑝 = Ѱ∗ (𝑝. 𝑡)Ѱ(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝
3. Peluang pada saat t partikel memiliki momentum antara p1 dan p2:
𝑝2 𝑝2
∫ ℘(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝 = ∫ Ѱ∗ (𝑝. 𝑡)Ѱ(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝
𝑝1 𝑝1
fungsi rapat peluang kehadiran (posisi) partikel ℘ (𝑥, 𝑡) dan dari fungsi gelombang Ψ
~(𝑝,
𝑡) dapat
didefinisikan fungsi rapat peluang momentum linear partikel ~
℘ 𝑝, 𝑡 . Dengan demikian, dari kedua
fungsi rapat peluang tersebut dapat dihitung nilai harap (expectation value) posisi dan
momentum linear beserta ketakpastiannya. Prosedur penghitungannya dilakukan sebagai berikut.
Dari fungsi rapat peluang posisi, ℘ (𝑥), dapat dihitung nilai harap posisi, dilambangi <x>, dan
variansi posisi, dilambangi 𝜎𝑥2 , sebagai berikut.
∞
〈𝑥〉 = ∫ 𝑥℘ (𝑥)𝑑𝑥
−∞
∞
𝜎𝑥2 = ∫−∞(𝑥−< 𝑥 >)2 ℘ (𝑥)𝑑𝑥 persamaan tersebut dapat diubah menjadi 𝜎𝑥2 = < 𝑥 2 > −< 𝑥 >2
∞
dengan 〈𝑥 2 〉 = ∫−∞ 𝑥 2 ℘(𝑥)𝑑𝑥
Ketakpastian posisi partikel, yang tidak lain adalah standard deviasi, diperoleh dengan mengambil
akar varian. Dengan demikian dari fungsi gelombang 𝜓(𝑥) dapat diperoleh nilai ketakpastian
posisi sebesar
Prinsip ketidakpastian Heisenberg adalah salah satu prinsip matematis dalam fisika kuantum
(cabang ilmu fisika yang mengkususkan kajiannya pada struktur dan dinamika materi berukuran
atom) yang menyatakan bahwa tingkat keakurasian (ketepatan) kita dalam mengukur posisi
suatu benda akan berbanding terbalik dengan tingkat keakurasian kita dalam mengukur
kecepatan benda itu sendiri: semakin akurat posisi koordinat suatu benda kita ukur, maka akan
semakin tidak akuratlah kita mengukur tingkat kecepatannya, dan sebaliknya, senakin akurat kita
mampu mengukur tingkat kecepatan suatu benda, maka akan semakin tidak akuratlah kita
mengukur posisi koordinatnya. Sejak ketidakakurasian dalam pengukuran tersebut akan
membuat kita tidak dapat mengetahui secara pasti posisi dan kecepatan benda secara
bersamaan, maka prinsip ketidakpastian Heisenberg dapat juga didefinisikan secara singkat
sebagai prinsip yang menyatakan bahwa semakin pasti posisi suatu benda kita ketahui, akan
semakin tidak pastilah kita mengetahui tingkat kecepatannya, dan sebaliknya.
Prinsip ketidakpastian Heisenberg ditemukan oleh Werner Heisenberg pada tahun 1927 (oleh
sebab itulah dinamakan prinsip ketidakpastian Heisenberg, berdasarkan nama penemunya) dan
telah menjadi salah satu postulat pilar dalam fisika kuantum. Berkat penemuannya itu, Werner
Heisenberg sendiri meraih penghargaan Nobel bidang fisika pada tahun 1932.
Albert Einstein berupaya mati-matian untuk membuktikan bahwa prinsip ketidakpastian
Heisenberg sebenarnya salah dan upayanya itu terungkap salah satunya dalam pernyataannya
yang paling sering dikutip:”Tuhan tidak bermain dadu dengan alam semesta.” terposisikannya
prinsip ketidakpastian Heisenberg sebagai salah satu pilar dalam fisika modern merupakan salah
satu faktor yang membuat Einstein mengucilkan dirinya dari kajian-kajian fisika modern, lalu
memusatkan 30 tahun sisa hidupnya dalam upaya penciptaan teori medan bersatu/teori segala
hal (unified field theory).
Pertanyaannya kemudian adalah: mengapakah Albert Einstein, sang fisikawan jenius yang berjasa
merubah cara pandang manusia terhadap ruang-waktu dengan teori relativitasnya bersikap
antipati terhadap prinsip ketidakpastian Heisenberg dan bahkan berupaya membuktikan bahwa
prinsip itu salah?.
Jawaban dari pertanyaan di atas terletak pada implikasi filosofis yang dimunculkan prinsip
ketidakpastian Heisenberg. Implikasi filosofis tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: jauh
sebelum prinsip ketidakpastian Heisenberg tercipta, para fisikawan percaya bahwa kenyataan
objektif (materi fisis beserta hukum-hukum yang mengaturnya) merupakan sesuatu yang
bersifat fixed (tetap), bergerak sesuai dengan hukum-hukum yang rigid dan pasti, serta dapat
diprediksi arahnya berdasarkan pengetahuan manusia akan hukum-hukum tersebut.
Kepercayaan ini terutama mewujud dalam prinsip determinasi Laplace yang menyatakan bahwa
arah gerak materi fisik dapat diramalkan berdasarkan kecepatan dan posisinya: bila saja manusia
dapat mengetahui secara bersamaan kecepatan dan posisi tiap benda yang ada di alam semesta
ini, maka manusia pastilah sanggup meraih pengetauan paripurna mengenai totalitas kenyataan
beserta tujuannya.
Sejak prinsip ketidakpastian Heisenberg menunjukkan bahwa manusia tak akan mungkin
mengetahui posisi dan kecepatan materi secara bersamaan (semakin manusia tahu kecepatan
suatu benda akan semakin tidak tahulah ia posisi benda itu, dan sebaliknya), maka kepercayaan
para fisikawan terhadap adanya kenyataan objektif yang bersifat fixed dan rigid berubah.
Optimisme mereka terhadap kemampuan manusia untul memprediksi arah kenyataan objektif
runtuh: prinsip ketidakpastian Heisenberg telah membuktikan bahwa alam semesta bukanlah
sesuatu yang bersifat rigid dan pasti, selalu ada energi yang dapat merubah kecepatan dan posisi
tiap materi, sehingga selalu ada peluang bagi terjadinya proses-proses fisis, kimiawi, biologis
yang bersifat random, menghasilkan bangun kenyataan yang semata-mata terjadi
akibat chance (kebetulan belaka), bukannecessity (keniscayaan).
Bagi Einstein, implikasi filosofisyang dibawa prinsip ketidakpastian Heisenberg di atas merupakan
sesuatu yang sama sekali bertentangan dengan iman pantheistik yang dianutnya: Einstein
mengimani Tuhan sebagai personalisasi bangun kenyataan objektif yang bersifat tetap, pasti,
selalu sama untuk selamanya, serta tidak tergantung keberadaannya pada ada tidaknya manusia.
Iman pantheistik ini membuat Einstein hingga akhir hayatnya tetap menganggap bahwa pastilah
ada perhitungan matematis yang salah dalam lahirnya prinsip ketidakpastian Heisenberg,
sehingga ia menolak kebenaran prinsip tersebut.
Rangkuman
1. Berdasarkan telaah efek fotolistrik dan radiasi benda-hitam disimpulkan bahwa cahaya yang
semula diyakini sebagai gelombang ternyata juga berwatak sebagai partikel. Dengan kata
lain, cahaya memiliki watak ganda: sebagai partikel dan juga sebagai gelombang. Watak
ganda yang dimiliki cahaya ini oleh de Broglie diberlakukan pula pada partikel. Menurut de
Broglie, setiap entitas yang dalam kehidupan sehari-hari kita kenal sebagai partikel juga dapat
memiliki watak gelombang.
2. Hipotesis de Broglie menyatakan bahwa terhadap setiap partikel yang memiliki momentum
linear p dan energi total E terdapat gelombang yang diasosiasikan dengannya. Gelombang ini
disebut gelombang materi, atau gelombang de Broglie. Gelombang ini memiliki panjang
gelombang sebesar 𝜆 = ℎ⁄𝑝 dan frekuensi sebesar 𝑣 = 𝐸 ⁄ℎ, dengan h menyatakan tetapan
Planck yang nilainya 6,634 × 10−34 𝐽. 𝑠.
3. Gelombang de Broglie akan signifikan jika gelombang tersebut memiliki panjang gelombang
minimal dalam orde angstrom. Hal ini tidak mungkin dicapai untuk partikel makroskopis, atau
partikel yang kita kenal seharihari. Tetapi, bagi partikel mikroskopik (yang berskala atomik),
seperti elektron, proton, inti, dan partikel-partikel elementer lainnya, pemunculan watak
gelombang itu sangat dimungkinkan. Percobaan Davisson dan Germer membuktikan
kebenaran munculnya watak gelombang ini.
4. Gelombang de Broglie dapat diungkapkan sebagai fungsi gelombang. Berdasarkan hipotesis
de Broglie, fungsi gelombang tersebut mestinya berbentuk gelombang monokromatis dengan
panjang gelombang dan frekuensi seperti dinyatakan pada butir 2 di atas. Namun demikian,
berdasarkan berbagai pertimbangan yang sangat masuk akal, kita menyimpulkan bahwa
fungsi gelombang tersebut tidak mungkin berupa gelombang monokromatis; melainkan harus
berupa grup gelombang.
5. Fungsi gelombang dapat disajikan dalam ruang posisi (koordinat) maupun dalam ruang
momentum linear. Bentuk eksplisit fungsi gelombang dalam kedua penyajian tersebut saling
1 ∞
berkait menurut hubungan 𝜓(𝑥) = ∫ ~(𝑝)𝑒 𝑖 𝑝𝑥⁄ℏ 𝑑𝑝 dan ~
𝜓(𝑝) =
√2𝜋ℎ −∞ 𝜓
1 ∞
2𝜋ℎ
∫−∞ 𝜓(𝑥)𝑒 −𝑖 𝑝𝑥⁄ℏ 𝑑𝑥.
√
6. Fungsi gelombang yang mendeskripsikan gelombang de Broglie tidak memiliki arti fisis secara
langsung. Artinya, tidak ada besaran fisis yang bergelombang terkait dengan fungsi
gelombang itu. Oleh karena itu perlu cara tertentu untuk menafsirkan fungsi gelombang
secara fisis.
7. Max Born menafsirkan fungsi gelombang secara statistik sebagai berikut. Dari fungsi
gelombang Ψ(𝑥, 𝑡) didefinisikan fungsi rapat peluang posisi partikel, dilambangi ℘(𝑥, 𝑡 ,
sebagai ℘(𝑥, 𝑡) = Ψ ∗ (𝑥, 𝑡)Ψ(x, t). Fungsi rapat peluang posisi memberikan informasi tentang
berapa peluang pada saat t partikel berada di posisi x. Pernyataan ini identik dengan
ungkapan: ℘(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥menyatakan besarnya peluang bahwa pada saat t partikel berada dalam
interval x sampai x + dx.
8. Penafsiran Born tentang fungsi gelombang yang disajikan dalam ruang momentum linear
serupa dengan butir 7 di atas. Dari fungsi gelombang ~
Ψ(𝑝, 𝑡) didefinisikan fungsi rapat
peluang momentum linear partikel Sebagai ~
℘(𝑝, 𝑡)
~ (𝑝,
=Ψ∗ ~
𝑡) Ψ(p, t). Fungsi rapat peluang ini
memberikan informasi tentang berapa peluang pada saat t partikel memiliki momentum
linear sebesar p. Pernyataan ini identik dengan ungkapan: ~
℘(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝 menyatakan besarnya
peluang bahwa pada saat t partikel memilikimomentum linear antara p sampai p + dp.
9. Berdasarkan penafsiran Born dapat dideduksi Asas Ketakpastian Heisenberg.
Asas ini menyatakan bahwa pengukuran serempak terhadap posisi dan momentum linear
tidak mungkin menghasilkan ketelitianmutlak secara serempak. Ketelitian terbaik adalah yang
menghasilkan nilai ∆𝑥∆𝑝 = ℏ⁄2 dengan ℏ menyatakan tetapan Planck dibagi 2𝜋. Ketelitian
terbaik ini dicapai jika fungsi gelombangnya berupa fungsi Gaussan.
Fisika Modern
Mekanika kuantum
Outline:
• Fungsi dan Persamaan Gelombang
• Persamaan Schrodinger
• Partikel dalam kotak
• Osilator harmonic
Pendahuluan Mekanika Kuantum
Mekanika Newton
1.Kedudukan awal dapat ditentukan
2.Momentum awal
3.Gaya – gaya yang bereaksi padanya
4.Kuatitas teramati dengan teliti
5.Keadaan awal dan akhir dapat ditentukan dengan teliti
Mekanika Kuantum:
1.kuantitas dapat teramati
2.Kuantitas teramati bersifat berbeda dengan atomic
3.Kedudukan dan momentum awal tidak dapat dipereoleh dengan ketelitian
yang cukup
Persamaan Gelombang
ialah suatu pernyataan matematis bahwa partikel itu ada di suatu tempat untuk setiap saat, jumlah semua peluang
yang mungkin harus tertentu. Selain bisa dinormalisasi , Ψ harus berharga tunggal, karena P hanya berharga tunggal
pada tempat dan waktu tertentu , dan kontinu
Persamaan Schrodinger yang merupakan persamaan pokok dalam mekanika
kuantum serupa dengan hukum gerak kedua merupakan persamaan pokok
dalam mekanika newton, adalah persamaan gelombang dalam variabel Ψ.
• Sedangkan untuk situasi dengan gerak partikel yang dipengaruhi berbagai pembatasan untuk
memecahkan Ψ dalam situasi yang khusus, kita memerlukan persamaan Schrodinger. Pendekatan
Schrodinger disebut sebagai mekanika gelombang.
• Persamaan Schrodinger dapat diperoleh dengan berbagai cara, tetapi semuanya mengandung
kelemahan yang sama yaitu persamaan tersebut tidak dapat diturunkan secara ketat dari prinsip fisis
yang ada karena persamaan itu sendiri menyatakan sesuatu yang baru dan dianggap sebagai satu
postulat dari mekanika kuantum, yang dinilai kebenarannya atas dasar hasil-hasil yang diturunkan
darinya.
• Persamaan Schrodinger diperoleh mulai dari fungsi gelombang partikel yang bergerak bebas.
• Perluasan persamaan Schrodinger untuk kasus khusus partikel bebas (potensial V = konstan) ke kasus
umum dengan sebuah partikel yang mengalami gaya sembarang yang berubah terhadap ruang dan
waktu merupakan suatu kemungkinan yang bisa ditempuh, tetapi tidak ada satu cara pun yang
membuktikan bahwa perluasan itu benar.
• Yang bisa kita lakukan hanyalah mengambil postulat bahwa persamaan Schrodinger berlaku untuk
berbagai situasi fisis dan membandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen.
• Jika hasilnya cocok, maka postulat yang terkait dalam persamaan Schrodinger sah, jika tidak cocok,
postulatnya harus dibuang dan pendekatan yang lain harus dijajaki.
Dalam kenyataanya, persamaan Schrodinger telah menghasilkan
ramalan yang sangat tepat mengenai hasil eksperimen yang diperoleh.
Pada rumus terakhir diatas hanya bisa dipakai untuk persoalan non
relativistik dan rumusan yang lebih rumit jika kelajuan partikel yang
mendekati cahaya terkait.
Karena persamaan itu bersesuaian dengan eksperimen dalam batas – batas berlakunya, kita harus
mengakui bahwa persamaan Schrodinger menyatakan suatu postulat yang berhasil mengenai aspek
tertentu dari dunia fisis. Betapapun sukses yang diperoleh persamaan Schrodinger, persamaan ini
tetap merupakan postulat yang tidak dapat diturunkan dari beberapa prinsip lain, dan masing –
masing merupakan rampatan pokok, tidak lebih atau kurang sah daripada data empiris yang
merupakan landasan akhir dari postulat itu.
Persamaan Schrodinger Tak Bergantung Waktu
Dalam banyak situasi energi potensial sebuah partikel tidak bergantung dari
waktu secara eksplisit, gaya yang bereaksi padanya, jadi juga V, hanya berubah
terhadap kedudukan partikel. Jika hal itu benar, persamaan Schrodinger dapat
disederhanakan dengan meniadakan ketergantungan terhadap waktu t. Fungsi
gelombang partikel bebas dapat ditulis
dx = 1
*
dxdydz = 1
*
d = 1 d = dxdydz
*
x = r sin cos
y = r sin sin
Koordinat Sperik
z = r cos
d = r 2 sin drdd
Prinsip Mekanika Kuantum
Partikel dalam satu dimensi
Persamaan Schrodinger untuk sebuah partikel
dengan massa m, dapat bergerak bebas sejajar
dengan sumbu x, dengan nilai “zero potential energy”
(V=0) di setiap posisi. Sehingga energi partikel tidak
dipengaruhi oleh posisinya):
2 d 2
− 2
= E
2m dx
Penyelesaian dari persmaan tersebut :
= Aeikx + Be −ikx
k 2 2 Dengan a dan b adalah konstanta
E=
2m
Operator dan abservables
Persamaan Schrodinger :
H = E
2 d 2
H =− 2
+ V ( x)
2m dx
d
= p
i dx
Kesimpulan
1. Untuk menentukan suatu nilai dari fungsi
gelombang, maka fungsi gelombang tersebut di
operasikan sesuai dengan yang diinginkan. Jika
memberikan sebuah fungsi eigen, maka hasilnya
adalah nilai eigen.
2. Fungsi gelombang untuk partikel yang bergerak
pada +x senilai dengan eikx dan fungsi gelombang
untuk partikel yang bergerak pada –x senilai
dengan e-ikx. Dengan nilai momentum linear pada
masing – masing gerakan adalah k
Aplikasi Persamaan Schrodinger :
http://boscoh.com/protein/the-schrodinger-
equation-in-action
Software komputer untuk kimia kuantum :
http://en.wikipedia.org/wiki/Quantum_chemi
stry_computer_programs
MEKANIKA KUANTUM
∆X=∆V t
Biasanya untuk memudahkan kita ambil Ψ2 sama dengan peluang P untuk
mendapatkan partikel yang diberikan oleh Ψ, hanya berbadinng lurus dengan P.
Jika Ψ2 sama dengan P, maka betul bahwa :
x
∫
−x
Ψ 2 dV = 1 normalisasi
karena
x
∫
−x
Ρ dV = 1
ialah suatu pernyataan matematis bahwa partikel itu ada di suatu tempat untuk
setiap saat, jumlah semua peluang yang mungkin harus tertentu. Selain bisa
dinormalisasi , Ψ harus berharga tunggal, karena P hanya berharga tunggal pada
tempat dan waktu tertentu , dan kontinu.
∂ 2Υ 1 ∂ 2Υ
= ( persamaan gelombang )
∂Χ 2 V 2 ∂t 2
Persamaan gelombang yang menentukan gelombang dengan kuantitas variabel y
yang menjalar dalam arah x dengan kelajuan v.
Ψ = Ae-2πI(Vt-x/λ)
sehingga :
Ψ = Ae-(i/ħ)(Et-px)
∂Ψ h 2 ∂ 2Ψ ∂ 2Ψ ∂ 2Ψ
ih =− + 2 + 2 + VΨ (Persamaan Schrodinger
∂t 2m ∂x 2 ∂y ∂z bergantung waktu dalam tiga
dimensi)
dimana energi potensial partikel V merupakan fungsi dari x, y, z dan t.
−iω(t−vx )
ψ= A e , ω= 2πf, V =λf
−2πi ( ft − λx )
maka ψ=A e ,
energi totalnya
hc h 2πh 2πh
E=hν = , dengan λ= = , p=
λ p p λ
E E
F= =
h 2πh
− ( hih )( Et − px )
ψ= Ae
∂ 2Ψ ∂2 − ( hi )( Et − px ) p2 − ( i )( Et − px )
= ( Ae ) = − [ Ae h ]
∂x 2
∂x 2
h 2
∂Ψ p −( i )( Et − px ) ∂ 2Ψ p2
= iA e h jadi = − Ψ
∂x h ∂x 2 h2
∂Ψ ih
=− Ψ
∂t h
Kita tahu bahwa energi total
p2Ψ ∂Ψ iE
Eψ= + VΨ , karena = − Ψ , maka
2m ∂t h
h ∂Ψ
Eψ=
i ∂t
∂ 2Ψ p2Ψ
= −
∂x 2 h2
∂ 2Ψ
p Ψ = −h
2 2
∂x 2
h ∂Ψ h2 ∂ 2Ψ
-− =− + VΨ
i ∂t 2m ∂x 2
i i
sehingga menjadi : i 2 = −1 → =
− (1) 2
1
∂Ψ h2 ∂ 2Ψ
ih =− + VΨ
∂t 2m ∂x
(persamaan schrodinger bergantung waktu dalam satu dimensi)
Dalam banyak situasi energi potensial sebuah partikel tidak bergantung dari waktu
secara eksplisit, gaya yang bereaksi padanya, jadi juga V, hanya berubah terhadap
kedudukan partikel.
ini berarti, Ψ merupakan perkalian dari fungsi bergantung waktu e-(iE/h)t dan
fungsi yang bergantung kedudukan ψ . Kenyataanya, perubahan terhadap waktu
dari semua fungsi partikel yang mengalami aksi dari gaya jenuh mempunyai
bentuk yang sama seperti pada partikel bebas.
Persamaan keadaan jenuh schrodinger dalam satu dimensi
∂ 2ψ 2m
+ (E − V )ψ = 0
∂x 2 h 2
Persamaan keadaan jenuh schrodinger dalam tiga dimensi
∂ 2ψ ∂ 2ψ ∂ 2ψ 2m
+ + + (E − V )ψ = 0
∂x 2 ∂y 2 ∂z 2 h 2
Pada umumnya kita dapat memperoleh suatu fungsi gelombang Ψ yang tidak saja
memenuhi persamaan dan syarat batas yang ada tetapi juga turunannmya jenuh,
berhingga dan berharga tunggal dari persamaan keadaan jenuh Schrodinger. Jika
tidak, sistem itu tidak mungkin berada dalam keadaan jenuh.
Jadi kuantitas energi muncul dalam mekanika gelombang sebagai unsur wajar dari
teori dan kuantitas energi dalam dunia fisis dinyatakan sebagai jejak universal
yang merupakan ciri dari semua sistem yang mantap.
me 4 1
En = - n = 1,2,3……
32π ε h n 2
2 2
0
2
Dalam atom hidrogen , kedudukan elektron tidak terkuantitasi, sehingga kita bisa
memikirkan elektron berada disekitar inti dengan peluang tertentu Ψ2 per
satuan volume tetapi tanpa ada kedudukan tertentu yang diramalkan atau orbit
tertentu menurut pengertian klasik.
− ( hi )( et − px )
Ψ = Ae
ip
− ( hi ) Et
+e
( h )x
= Ae
− ( iEh ) t
= Ψe , dengan ψ= Ae
Ambil persamaan Schrodinger yang bergantung waktu,
∂Ψ h2 ∂2Ψ
ih =− + vΨ
∂t 2m ∂x 2
h 2 −( h )t ∂ 2 Ψ
iE iE
h 2 − ( iEh )t
− ( iEh ) t −( )t
EΨ e e =− =− e 2
+ VΨ e h
2m 2m 2x
h ∂ Ψ
2 2
2m
EΨ = − + VΨ → X 2
2m ∂x 2
h
∂ 2 Ψ 2m
+ 2 ( E − V )Ψ = 0 , tidak bergantung waktu
∂x 2 h
me 4 1
En = − ( 2 ), n=1,2,3…..
32π to h n
2 2 2
Li = (l (l + 1))
1/ 2
h , l = 0,1,2,…..
~
< G > ∫ GΙΨΙ 2 dx, Ψ
−~
x2 x2
∫ p( x)dx = ∫ ΙΨ ( x)Ι
2
dx1
x1 x1
x2
∫ ΙΨ ( x)Ι dx = 1
2
x1
~
∫ xΙΨΙ dx
2
−~
<x>= ~
∫ ΙΨΙ dx
2
−~
∫ ΙΨΙ
2
dari persamaan dx partikel akan ditemukan antara x=-~ dan x=~
−~
sehingga;
∫ ΙΨΙ
2
dx =1
−~
~ ~
< x > av = ∫ xΙΨΙ dx = ∫ ΙΨΙ xdx,
2 2
−~ −~
~
<G(x)>= ∫ G ( x)ΙΨΙ 2 dx
−~
5.6 Partikel Dalam Kotak
h2 ∂2Ψ ∂Ψ h2 ∂ 2Ψ ∂Ψ
− + V Ψ = i h → + + ih =0
2m ∂x 2
∂t 2m 2 x 2
∂t
∂ 2 Ψ 2m
+ 2 EΨ = 0
∂x 2 h
Ψ ( x, t ) = ΨE ( x)e − iEt / h
Energinya
h2K 2 1
E= , k= (2moE )1 / 2
2mo h
E= K + V =0
2
= ½ mV 2 = 2Pm
h h h 2L
P= , λ = atauv = denganλ =
λ mv mλ n
h 2
Jadi K= ½ mv2=1/2 m ( )
mλ
h2 2L n 1
K= , λ= → =
2mλ 2
n 2L λ
2 2
n h n (2πh )
2 2
(2πh ) 2
k= = =
8mL 8mL2 2mλ2
(2πh ) 2 2π
E=k= , dengank =
2mλ 2
λ
k 2h 2
E=
2m
1
Jadi k = (2mE )1 / 2
h
Menurut Einstein
E=hv, maka bentuk fungsi gelombang geraknya
ψ = ( xt ) = e i ( kx −ωt ) , untuk t = 0
ψ ( x) = e ikx
2me 2me
= A cos x + b sin x
h h
Pada x = 0 ψ ( x) = 0 , tetapi suku kedua tidak sama dengan nol maka b
sama dengan nol
Tetapiψ hanya akan enjadi nol di X = L hanya jika :
2me
L = nπ : dimana n:1,2,3……….
h
Energi yang dapat diiliki partikel mempunyai harga tertentu yaitu eigen
yang membentuk tingkat energi system besar yaitu
n 2π 2 h 2
En = , dengan n= 1,2,3….(partikel dalam kotak)
2mL2
Jadi tingkat energi yang dimiliki oleh partikel yang terperangkap dalam
kotak adalah
E=n2Eo, jadi E1=Eo, E2 =4E0, E3=9Eo dst
∫ ψ n dx = A ∫ sin dx
2 2
O O L
2
A=
L