Anda di halaman 1dari 223

TEORI RELATIVITAS

KHUSUS
LANJUTAN
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK

UJI PERCOBAAN POSTULAT


TEORI EINSTEIN & AKIBAT
RELATIVITAS DARI POSTULAT
KHUSUS EINSTEIN

TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KESERAPAKAN DAN TRANSFORMASI
PARADOK KEMBAR LORENT

DINAMIKA
RELATIVITAS
KEGAGALAN Relativitas klasik
RELATIVITAS
KLASIK
Hukum-hukum Newton tentang gerak harus digunakan pada sebuah kerangka acuan.

POSTULAT EINSTEIN &


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN y Kerangka acuan ini dinamakan
Kerangka inersia dengan syarat
hukum-hukum Newton berlaku pada
TRANSFORMASI kerangka ini.
LORENT

Kerangka ini dapat terwujud pada


DINAMIKA x sebuah benda bergerak dengan
RELATIVITAS z kecepatan konstan dan tidak ada gaya
luar yang bekerja pada benda
KESERAPAKAN DAN tersebut.
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
3
Transformasi Galileo
KEGAGALAN
RELATIVITAS
Pandangan tentang alam yang berasal dari Galileo mengatakan bahwa:
KLASIK
a. Ruang (x,y,z) dan waktu (t) adalah mutlak
b. Pembahasan tentang transformasi galileo hanya
POSTULAT EINSTEIN & terbatas pada suatu kerangka acuan inersia.
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
Pada kerangka O = (x, y, z, t)
Pada kerangka O’ = (x’, y’, z’, t’)
TRANSFORMASI
LORENT

O y P = (x, y, z, t)
P = (x’, y’, z’, t’)
DINAMIKA
RELATIVITAS

z x
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

Newton merumuskan kaidah untuk transformasi dari O to O’ dan sebaliknya kembali


UJI PERCOBAAN TEORI dari O’ to O
RELATIVITAS KHUSUS
4
KEGAGALAN
RELATIVITAS contoh
KLASIK
Dua buah mobil melaju dengan laju tetap di sepanjang sebuah jalan lurus dalam arah
yang sama. Mobil A bergerak dengan laju 60 km/jam, sedangkan mobil B 40 km/jam,
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI masing-masing laju ini diukur relative terhadap seorang pengmat di tanah. Berapakan
POSTULAT EINSTEIN
laju mobil A terhadap B.?

TRANSFORMASI Pemecahan :
LORENT

Misalkan O adalah pengmat di tanah yang mengamati mobil A bergerak dengan laju v =
DINAMIKA
RELATIVITAS 60 km/jam. Anggaplah O’ bergerak dengan mobil B dengan laju u = 40 km/jam. Maka

v’ = v – u = 60 – 40 = 20 km/jam
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
5
KEGAGALAN
RELATIVITAS Percobaan Michelson-Morley
KLASIK

Michelson dan Morley


POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI percaya bahwa bumi tidak
POSTULAT EINSTEIN
selalu diam relatif trerhadap
eter.
TRANSFORMASI Dan juga cahaya akan
LORENT
memiliki waktu tempuh
pergeseran pfase yang
Edward
DINAMIKA
Albert Michelson Morley berbeda bergantung arah
(1852-1931)
RELATIVITAS (1838-1923) perambatannya apakah
paralel, anti paralel atau
KESERAPAKAN DAN
tegak lurus terhadap eter.
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
6
KEGAGALAN
RELATIVITAS Rancangan Percobaan Michelson-Morley
KLASIK

POSTULAT EINSTEIN &


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN

TRANSFORMASI
LORENT

DINAMIKA
RELATIVITAS

KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
7
KEGAGALAN
RELATIVITAS Rancangan Percobaan Michelson-Morley
KLASIK

Cermin
B
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN

u
TRANSFORMASI
LORENT

Albert Michelson Edward


Sumber
(1852-1931) Morley Setengah Cermin
DINAMIKA (1838-1923) cahaya
RELATIVITAS cermin
S
C
A
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

Layar
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
8
KEGAGALAN Hasil Percobaan Michelson-Morley
RELATIVITAS
KLASIK

POSTULAT EINSTEIN &


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
Hasil pengukuran awal maupun
pengukuran setelah interferometer diputar
TRANSFORMASI
90 menghasilkan pola interferensi yang
LORENT sama

DINAMIKA Interferometer
RELATIVITAS
Micelson-Morley

KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

Hasil percobaan Michelson dan Morley's


UJI PERCOBAAN TEORI Diambil dari A. A. Michelson, Studies in Optics
RELATIVITAS KHUSUS
9
KEGAGALAN
kesimpulan Percobaan Michelson-Morley
RELATIVITAS
KLASIK
Dengan beberapa kali melakukan
POSTULAT EINSTEIN & percobaan yang sama dibawah bimbingan
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
Edward Morley, Michelson selalu
memperoleh hasil yang sama,
TRANSFORMASI
LORENT Michelson menyimpulkan bahwa postulat
tentang keberadaan ether tidak benar.
DINAMIKA
RELATIVITAS
Albert Michelson Edward Morley
Jadi, ether tidak ada (1852-1931) (1838-1923)
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
10
KEGAGALAN
Postulat Einstein
RELATIVITAS
KLASIK
Pada tahun 1905 Einstein mengemukakan Teori
Relativitas Khusus dengan dua postulat yang menjadi
POSTULAT
EINSTEIN & dasar pengembangan Teori Relativitas Umum.
AKIBAT DARI
POSTULAT
a. Postulat I : Hukum-hukum fisik dapat dinyatakan
EINSTEIN dengan persamaan yang berbentuk sama, dalam
semua kerangka acuan yang bergerak dengan
kecepatan tetap satu terhadap yang lain, artinya
TRANSFORMASI
LORENT
bentuk persamaan dalam fisika selalu tetap
meskipun diamati dari keadaan yang bergerak
b. Postulat II : Kelajuan cahaya dalam ruang
DINAMIKA hampa sama besar untuk semua pengamat, tidak
RELATIVITAS
tergantung dari gerak pengamat. Artinya laju
cahaya tetap c = 3108 m/s walaupun diamati oleh
KESERAPAKAN DAN pengamat yang diam maupun oleh pengamat
PARADOK KEMBAR Albert Einstein (1879-1955)
yang sedang bergerak, dan tidak ada benda yang
kelajuannya = laju cahaya.
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
Akibat Postulat Einstein
KLASIK
1. Perpanjangan waktu (time dilatation)
POSTULAT
EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT L O 𝐿2 + 𝑈∆𝑡 2
EINSTEIN

O
TRANSFORMASI -u
LORENT
O
’ O
DINAMIKA O
RELATIVITAS
u ’

KESERAPAKAN DAN
Pengamat O’, mengukur selang waktu ∆𝑡
PARADOK KEMBAR yang lebih lama daripada yang di ∆𝑡 ′ =
𝑢2
ukur O 1− 2
𝑐
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS Akibat Postulat Einstein
KLASIK
2. Penyusutan panjang
POSTULAT 𝐿′ − 𝑢∆𝑡′1
EINSTEIN & L L’ L’
AKIBAT DARI
POSTULAT -u
EINSTEIN
O O O
O O
O’ ’ ’ 𝑢∆𝑡2 ′
TRANSFORMASI u
LORENT
L’

O
DINAMIKA
RELATIVITAS O’

KESERAPAKAN DAN Panjang L’ menurut O’ lebih pendek daripada


PARADOK KEMBAR ′
𝑢2
panjang L menurut O. hal ini memenuhi 𝐿 =𝐿 1− 2
persamaan 𝑐
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS Akibat Postulat Einstein
KLASIK

3. Pergeseran doppler
POSTULAT
EINSTEIN &
AKIBAT DARI Dalam kasus gelombang bunyi dapat dibedakan “gerak mutlak” terhadap zat
POSTULAT perantara yang merambatkan gelombang bunyi.
EINSTEIN

Postulat pertama Einstein mengatakan bahwa situasi tersebut


TRANSFORMASI
LORENT
tidak mungkin berlaku bagi gelombang cahaya, karena
3
gelombang cahaya tidak membutuhkan zat perantara (tidak ada

DINAMIKA
“eter”). Oleh karena itu, kita mensyaratkan bahwa bagi
RELATIVITAS
gelombang cahaya terdapat rumus pergeseran Doppler yang
berbeda, yang tidak membedakan antara gerak sumber dan
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
gerak pengamat, melainkan melibatkan gerak relatif.

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK

POSTULAT
EINSTEIN & c T 1 c −u
AKIBAT DARI = (c − u ) =
POSTULAT
v' 1− u 2 c2 v 1− u 2 c2
EINSTEIN
atau

TRANSFORMASI 1− u2 c2 1+ u c
LORENT 3 v' = v = v
1− u c 1− u c

DINAMIKA Persamaan tersebut merupakan rumus


RELATIVITAS pergeseran Doppler yang taat asas dengan
kedua postulat Einstein.
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK TRANSFORMASI LORENTZ

POSTULAT EINSTEIN &


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
TRANSFORMASI GALILEO

Sesuai dengan “akal sehat” kita namun


tidak memberi hasil yang sesuai dengan
TRANSFORMASI berbagai percobaan pada laju tinggi.
LORENT

DINAMIKA
RELATIVITAS Hendrik A. Lorentz
(1853-1928)
Dibutuhkan Persamaan Trasformasi baru
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR TRANSFORMASI LORENTZ yang dapat meramalkan efek relativistik
baik ketika meninjau benda berlaju tinggi
ataupun rendah
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK

x’= 𝛾 (x – vt)
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN x = 𝛾’ (x’ + vt’) , where 𝛾 could be anything.

By Einstein’s first postulate: 𝛾’ = 𝛾


1
=
TRANSFORMASI
LORENT x’ = ct’ and x = ct

Thus: x’ = ct’= 𝛾 (ct – vt). Solving for t’: t’= 𝛾 t (1– v/c) 1− v / c
2 2

DINAMIKA
RELATIVITAS
and: x = ct = 𝛾 (ct’+ vt’). Solving for t: t = 𝛾 t’(1 + v/c)

Substituting for t’ in t = 𝛾 t’ (1 + v/c) :


KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
 v  v 
t =  2t 1 − 1 + 
UJI PERCOBAAN TEORI
 c  c 
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
PERSAMAAN TRANSFORMASI LORENTZ
Untuk koordinat dari suatu peristiwa (x,y, z,t) sebagaimana diamati dari kerangka
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI acuan O dengan koordinat peristiwa yang sama (x’,y’, z’,t’) yang diamati oleh
POSTULAT EINSTEIN
kerangka acuan O’ yang sedang bergerak dengan kecepatan u terhadap O. Maka
bentuk persamaan Transformasi Lorent adalah :

TRANSFORMASI
𝒖
LORENT 𝒙 − 𝒖𝒕 𝒕 − 𝒙
𝒙′ = 𝒚′ =𝒚 𝒄𝟐
𝒕′ =
𝒖𝟐 𝒖𝟐
𝟏− 𝟏 − 𝟐
𝒄𝟐 z’ = z 𝒄
DINAMIKA
RELATIVITAS

KESERAPAKAN DAN
Kita menganggap bahwa gerak relatifnya adalah sepanjang arah x (atau x’) positif
PARADOK KEMBAR (O’ bergerak menjauhi O, jika O’ bergerak menuju O, ganti u dengan –u.

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK

POSTULAT EINSTEIN &


Andaikan sebuah objek yang diamati oleh O bergerak dengan kecepatan V= (Vx,
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
Vy, Vz ), untuk mencari kecepatannya V’ = (V’x, V’y, V’z) sebagiamana diamati
oleh O’, maka kita perlu menggunakan transformasi kecepatan Lorentz berikut :

TRANSFORMASI
LORENT
2 2
𝑣𝑥 − 𝑢 𝑣𝑦 1 − 𝑢 ൗ 2 𝑣z 1−𝑢 ൗ 2
𝑐 𝑐
𝑣′𝑥 = 𝑣 𝑢 𝑣′𝑦 = 𝑣 𝑢 𝑣′z =
1 − 𝑥2 𝑣 𝑢
𝑐 1 − 𝑥2 1 − 𝑥2
DINAMIKA 𝑐 𝑐
RELATIVITAS

KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN Kontraksi Lorentz
RELATIVITAS
KLASIK v = 10% c

POSTULAT EINSTEIN & Pesawat yang bergerak dengan


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN kecepatan berbeda

v = 80% c
TRANSFORMASI
LORENT 𝟐
𝒖
𝑳′ = 𝑳 𝟏 − 𝟐
𝒄
DINAMIKA v = 99% c
RELATIVITAS

KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
v = 99.9% c

UJI PERCOBAAN TEORI


RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN Contoh :
RELATIVITAS
KLASIK Dua buah roket saling mendekati sepanjang garis lurus. Masing – masing roket
bergerak dnegan laju 0,5c relatof terhadap seorang pengamat bebas ditengah
keduannya. Dengan kecepatan berapakah pengamat roket yang satu mengamati
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI roket yang lain mendekatinya ?
POSTULAT EINSTEIN

Pemecahan :

TRANSFORMASI
LORENT Misalkan O menyatakan pengamat bebas, dan O’ salah satu roketnya. Maka
“peristiwa” yang sedang mereka amati adalah mendekatnya roket kedua , seperti
dalam peristiwa berikut.
Roket 1 Roket 2
DINAMIKA
RELATIVITAS
O’ O
u= Vx= -0,999c
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR
Pengamat O melihat0,999c
roket 2 bergerak dengan kecepatan Vx = -0,999c . Pengamat O’
(roket 1) sedang bergerak relative terhadap O dengan kecepatan u = 0,999c . Maka
dengan menggunakan persamaan untuk transformasi bagi Vx ,
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS 𝑣𝑥 − 𝑢 −0,999𝑐 − (0,999𝑐)
KLASIK 𝑣′𝑥 = = = −0,99999995𝑐
𝑣𝑥 𝑢 (−0,999𝑐)(0,999𝑐)
1 − 2 1−
𝑐 𝑐2
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
Jika kita menggunakan persamaan dari transformasi Galileo, maka :

𝑣′𝑥 = 𝑣𝑥 − 𝑢 = −0,999 − 0,999 = −1,998𝑐


TRANSFORMASI
LORENT

DINAMIKA
RELATIVITAS
Teori Relatifitas Khusus mensyaratkan
bahwa nilai c adalah laju batas tertinggi
bagi semua gerak relative
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
DINAMIKA RELATIVISTIK
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
Penafsiran “relative” baru terhadap konsep-
konsep mutlak yang dianut sebelumnya seperti
TRANSFORMASI panjang dan waktu. Juga darinya kita
LORENT
berkesimpulan bahwa konsep klasik kita
tentang laju relative tidak lagi benar. Dengan
DINAMIKA demikian, cukup beralasan bagi kita untuk
RELATIVITAS
menanyakan sejau manakah revolusi konsep ini
mengubah tafsiran kita terhadap konsep fisika.
KESERAPAKAN DAN Albert Einstein (1879-1955) Oleh karena itu, kita membahas ulang besaran
PARADOK KEMBAR besaran dinamika seperti massa, energy, dan
momentum serta hukum-hukum kekekalan
dalam dinamika klasik.
UJI PERCOBAAN
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
DINAMIKA RELATIVISTIK
POSTULAT EINSTEIN & sebelum sesudah
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
1 2
v v

TRANSFORMASI v V=
LORENT 0

DINAMIKA Jika kita meninjau dari kerangka acuan yang bergerak denga kecepatan v ke kanan
RELATIVITAS
maka menurut mekanika klasik, massa 1 akan tampak diam, sedangkan massa 2
akan bergerak dengan laju 2v . Tetapi, transformasi Lorents ternyata memberi hasil
KESERAPAKAN DAN
yang berbeda. Misalkan O’ bergerak kekanan dengan laju u = v. maka menurut O’,
PARADOK KEMBAR kecepatan massa 1 adalah :
𝑣1 − 𝑢
𝑣′1 = 𝑣 𝑢
1 − 12
UJI PERCOBAAN 𝑐
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS Dan kecepatan massa 2 adalah (dengan V2= -v)
KLASIK

POSTULAT EINSTEIN &


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN

Kecepatan massa gabungan 2m adalah


TRANSFORMASI
LORENT

DINAMIKA
RELATIVITAS

KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
Berikut ini adalah ilustrasi percobaan tersebut sebagaimana dilihat oleh O’ :
KLASIK

sebelu sesuda
m V’2 h
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
V’
POSTULAT EINSTEIN

TRANSFORMASI
LORENT Menurut O, momentum linear sebelum dan setelah tumbukan adalah

DINAMIKA
RELATIVITAS

Menurut O’,
KESERAPAKAN DAN
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN Karena menurut pengukuran O’, p’ awal ≠ p’ akhir , maka bagi O’ momentum linear
RELATIVITAS
KLASIK

POSTULAT EINSTEIN &


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN

Kecepatan telah kita tangani dengan


benar
TRANSFORMASI
LORENT ?,

m0 disebut massa diam dan diukur terhadap


DINAMIKA Massa Relativistik :
RELATIVITAS kerangka acuan yang terhadapnya benda diam.
𝑚0 Dalam kerangka acuan lainnya, massa relativistik m
𝑚= akan lebih besar dari pada m0. (konsep ini
𝑣2
KESERAPAKAN DAN
1− 2 membantu kita mengatasi masalah yang mengacu
𝑐
PARADOK KEMBAR
pada obejak yang bergerak dengan laju yang
mendekati laju cahaya.
UJI PERCOBAAN
TEORI RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK

POSTULAT EINSTEIN & Selain mendefinisikan massa


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
relatifistik seperti yang kita lakukan
di atas, kita dapat pula
mendefinisikan ulang momentum
TRANSFORMASI relativistik dan energi relatifistik
LORENT
total E sebagai berikut :
𝑚0 𝑣
DINAMIKA
𝑝=
RELATIVITAS 𝑣2
1− 2
𝑐
KESERAPAKAN DAN 𝐸 = 𝑚𝑐 2
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN KESEREMPAKAN
RELATIVITAS
KLASIK
Andaikan kita membuat sebuah piranti mirip yang diperlihatkan gambar berikut.
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
O’
Jam Jam
1 2
TRANSFORMASI
LORENT

O
X= X = L/2 X= L
DINAMIKA
RELATIVITAS 0
Di x = 0 dan x = L masing-masing terletak sebuah jam, sedangkan di x = L/2 terletak
sebuah bola lampu kamera. Kedua jam tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga baru
KESEREMPAKAN berdetak bila mereka menerima kilatan cahaya. Karena rambatan cahaya membutuhkan
DAN PARADOK
KEMBAR waktu yang sama untuk mencapai kedua jam tersebut , maka keduanya akan mulai
berdetak secara bersamaan pada saat L/2c setelah kilatan cahaya dipancarkan. Jadi kedua
jam tersebut benar-benar tersinkronkan.
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
Kita tinjau situasi yang sama ini dari sudut
pandang pengamat bergerak O’. Dalam
POSTULAT EINSTEIN &
kerangka acuan O, teradi dua peristiwa :
AKIBAT DARI penerimaan sebuah sinyal cahaya oleh jam 1 di Jadi, t2’ lebih kecil dari pada t1’
POSTULAT EINSTEIN`
x1 = 0, t1 = L/2c dan oleh jam 2 di x2 = L, t2 = sehingga jam 2 tampak menerima
L/2c. sinyal lebih dulu daripada jam 1.
TRANSFORMASI
Dengan menggunakan persamaan transformasi karena itu kedua jam tersebut
LORENT Lorentz,kita dapati bahwa O’ mengamati jam 1 berdetak pada dua saat yang
menerima sinyal tersebut pada saat berbeda dengan selang waktu
t1 − (u / c 2 ) x1 L / 2c sebesar
DINAMIKA
t1 = =
'
RELATIVITAS
1− u 2 / c2 1− u 2 / c2
uL / c 2
t ' = t − t2 =
' '
Sedangkan jam 2 pada saat 1
KESEREMPAKAN 1 − u 2 / c2
DAN PARADOK
t 2 − (u / c 2 ) x2 L / 2c − (u / c 2 ) L
t2 = =
'
KEMBAR
1− u / c
2 2
1− u 2 / c2
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
PARADOKS KEMBAR
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK

Mary dan Frank adalah dua saudara kembar.


POSTULAT EINSTEIN & Mary, sebagai Seorang Astronot, melakukan
AKIBAT DARI t
POSTULAT EINSTEIN
Perjalanan meninggalkan bumi dengan kecepatan
yang besar selama beberapa tahun cahaya dan
kembali lagi. Sedang Frank tetap tinggal di Bumi.
TRANSFORMASI x
LORENT

Permasalahan
DINAMIKA Frank tahu bahwa jam yang mengukur usia Mary berjalan lambat, sehingga
RELATIVITAS
Mary akan kembali dan berusia lebih muda dari Frank. Sebaliknyha Mary
(yang juga tahu tentang dilatasi waktu) merasa bahwa Frank bergerak relatif
KESEREMPAKAN
terhadapnya sehingga jam pada Frank berjalan lebih lambat sehingga Mary
DAN PARADOK yakin Frank akan berusai lebih muda.
KEMBAR

Paradox
UJI PERCOBAAN TEORI Siapa sebenarnya yang berusai lebih muda ketika Mary kembali ke Bumi?
RELATIVITAS KHUSUS
Penyelesaian
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
Jam Frank berada pada sitem inersia selama
perjalanan yang dilakukan oleh Mary.
Paradoks Sepanjang Mary bergerak dengan kecepatan
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
Kembar konstan menjauhi Frank, keduanya dapat
menyimpulkan bahwa usia saudara
POSTULAT EINSTEIN
kembarnya berjalan lambat.

TRANSFORMASI
LORENT
Akan tetapi ketika berjalan pulang ke Bumi,
Dia meninggalkan kerangka inersianya dan
dia berjalan balik dengan kerangka acuan
DINAMIKA
RELATIVITAS berbeda ketika datang. Kesimpulan Mary
tidak benar karena dia tidak berada pada
kerangka acuan inersia yang sama.
KESEREMPAKAN
Sebaliknya Frank tetap pada kerangka Maka
DAN PARADOK usia Mary lebih muda dari Frank. Juga,
KEMBAR perhitungan mengenai dilatasi waktu adalah
benar sedang Mary tidak.
UJI PERCOBAAN TEORI
RELATIVITAS KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
KETIDAKBERADAAN ETER

POSTULAT EINSTEIN &


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN
Sebelumnya kita sudah membahas percobaan Michelso-Morley
dan kaitannya dengan teori relativitas khusus. Ternyata selama
TRANSFORMASI kurang lebih 100 tahun sejak percobaan pertamanya dilakukan,
LORENT
percobaan dasarnya telah diulangi berkali-kali dengan beragam
variasi dan perbaikan kepekaan yang terus ditingkatkan.
Namun, dalam semua percoaan itu, tidak ada satu pun bukti
DINAMIKA
RELATIVITAS
nyata yang diamati tentang perubahan laju cahaya terhadap
arah, meskipun kepekaan percobaannya telah ditingkatkan
menjadi sepuluh kali lebih teliti daripada kepekaan percobaan
KESERAPAKAN DAN semula.
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
PEMULURAN WAKTU
Sinar Cosmic Muons: Muon-muon diproduksi pada bagian luar atmosfir dari tumbukan
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI
antara partikel-partikel berkecepatan ultra-tinggi dengan inti-inti dari molekul udara.
POSTULAT EINSTEIN Muon-muon meluruh (waktu hidup = 1.52 ms) dalam perjalannya menuju bumi.
Tanpa koreksi relativistik
TRANSFORMASI
LORENT
Dengan koreksi relativistik

DINAMIKA
Bagian paling atas dari
RELATIVITAS atmosfir
Dilatasi waktu mengatakan bahwa
KESERAPAKAN DAN muon-muon akan hidup lebih lama
PARADOK KEMBAR dikerangka acuan bumi, dimana t’
akan bertambah jika v besar.
UJI PERCOBAAN Kecepatan muon adalah 0.98c
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK MASSA DAN ENERGI RELATIVISTIK

POSTULAT EINSTEIN &


AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN

TRANSFORMASI Bukti langsung kebenaran ramalan teori relativitas khusus yang pertama diperoleh hanya dalam
LORENT
selang beberapa tahun setelah Einstein menerbitkan makalahnya pada tahun 1905. pertambahan
massa karena bertambahnya kecepatan, yang diramalkan pada persamaan
DINAMIKA
RELATIVITAS
𝑚0
𝑚=
𝑣2
1− 2
KESERAPAKAN DAN
𝑐
PARADOK KEMBAR

Diuji dengan mengukur momentum dan kecepatan electron berenergi tinggi yang di pancarkan
UJI PERCOBAAN dalam beberapa proses peluruhan radioaktif tertentu.
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
KEGAGALAN KETIDAKUBAHAN LAJU CAHAYA
RELATIVITAS
KLASIK

Laju cahaya memang bergantung pada gerak sumber atau pengamat, maka hal ini dapat kita
POSTULAT EINSTEIN & nyatakan sebagai
AKIBAT DARI
POSTULAT EINSTEIN c’ = c + ku
Dimana,
c : laju cahaya dalam kerangka diam sumber
TRANSFORMASI c’ : laju cahaya diukur dalam kerangka acuan yang bergerak
LORENT
u : laju relative kedua kerangka acuan.

DINAMIKA Variabel k adalah bilangkan yang ditentukan oleh eksperimen ;


RELATIVITAS
menurut relativitas khusus, k adalah 0, sedangkan menurut relativitas Galileo, k sama dengan 1.

KESERAPAKAN DAN Dari hasil percobaan pemancaran sinar X, disimpulkan bahwa k< 2 x 10-9 (nilai k mendekai 0).
PARADOK KEMBAR
Hal ini sesuai dengan ramalan teori relativitas khusus.

UJI PERCOBAAN
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
1,8
KEGAGALAN
RELATIVITAS
KLASIK
1,6
1
1− u2 / c2
POSTULAT EINSTEIN &
AKIBAT DARI m / m0
POSTULAT EINSTEIN 1,4 cc

c
TRANSFORMASI 1,2
LORENT

1,0
0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8
DINAMIKA
RELATIVITAS Kecepatan (u/c)

Hasil percobaan bagi perubahan massa terhadap kecepatan, dimana semakin


KESERAPAKAN DAN besar kecepatannya semakin besar massanya.
PARADOK KEMBAR

UJI PERCOBAAN
TEORI
RELATIVITAS
KHUSUS
ANY
QUESTION ?
PERTEMUAN KE-1

PENGANTAR FISIKA MODERN

DESYANA OLENKA MARGARETTA

JURUSAN TADRIS FISIKA


IAIN TULUNGAGUNG
OVERVIEW

FISIKA DASAR
FISIKA MODERN

FISIKA KLASIK
MEMBRIKAN PEMAHAMAN TERHADAP
FISIKA KUANTUM/ MODERN
DIHARAPKAN MEMILIKI LANDASAN
KUAT MENGEMBANGKAN DAN
MENERAPKAN TEKNOLOGI MODERN
TERUTAMA YANG BERKAITAN DENGAN
SAINS FISIKA
REFERENSI UTAMA
• Kenneth S krane , Modern Physics 1983,john wiley
& son ( terjemahan by Hans J wospakrik)

Beiser A.1995, Concepts of Modern Physics 5th


edition, Mc Graw-Hill. Inc, New York
(terjemahan the how liong0 erlangga Jakarta 1983.
TEORI RELATIVITAS KHUSUS

Oleh
Desyana Olenka
LATAR BELAKANG SEJARAH

1. TRANSFORMASI GALILEAN
• < 1900 mekanika Newton merupakan teori yang cukup sukses dalam
menjelaskan permasalahan dinamika partikel/benda saat itu.
• Dalam mekanika Newton ada suatu kerangka khusus yang disebut
kerangka inersial dimana Hukum Newton mempunyai bentuk yang sama
dalam kerangka tersebut.
• Kerangka inersial ini adalah kerangka yang memenuhi Hukum I Newton
yaitu sebuah kerangka diam atau bergerak dengan kecepatan konstan
relatif terhadap yang lain.
• Hubungan antara kerangka inersial satu dengan yang lainnya adalah
melalui apa yang disebut transformasi Galilean.
y'
y

O’
O
x'
x
z'
z

Tinjau dua kerangka O yang diam dan O’ yang bergerak dengan kecepatan
V konstan relatif terhadap O sepanjang sumbu x. Transformasi Galilean
yang menghubungkan antara O dan O’ adalah

x' = x − Vt , y' = y , z' = z , t' = t


Dari transformasi diatas dapat disimpulkan bahwa waktu yaitu t
bersifat absolut dalam mekanika Newton.
2. TEORI ELEKTROMAGNETIK MAXWELL
• Menjelang akhir abad 19 fenomena listrik dan magnet berhasil
dirangkum dalam empat buah persamaan matematis oleh Maxwell,
yang disebut persamaan Maxwell untuk elektromagnetik.
• Teori elektromagnetik ini juga cukup sukses menjelas fenomena
gelombang radio dan optik ditangan Hertz dan Young.
• Dari persamaan Maxwell tanpa sumber (vakum) ini diperoleh sebuah
konstanta universal yang disebut laju cahaya dalam vakum yaitu c.
• Dari sini disimpulkan bahwa gelombang elektromagnetik dapat
merambat tanpa medium.
Tabel Persamaan Maxwell untuk
Medium Ruang Hampa
3. PERMASALAHAN YANG TIMBUL
• Walaupun kedua teori ini, yaitu mekanika Newton dan teori Maxwell
membahas fenomena fisika yang berbeda, tetapi ada satu
permasalahan penting yang muncul, yaitu persamaan Maxwell
bentuknya tidak sama terhadap transformasi Galilean.
• Akibatnya adalah bahwa teori elektromagnetik sifatnya berbeda dan
bergantung kepada gerak pengamat.
• Selain itu laju cahaya tidaklah konstan dan bergantung kepada gerak
pengamat.
• Terlebih lagi perambatan cahaya yang digambarkan sebagai gelombang
elektromagnet melanggar konsep klasik bahwa harus ada medium
perambatan gelombang.
• Oleh karenanya para fisikawan waktu itu mengusulkan sebuah medium
yang disebut eter yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif
terhadap bumi.
4. FAKTA EKSPERIMEN
• Percobaan Michelson-Morley menunjukkan bahwa medium rambat
eter tidak mungkin ada di alam karena hasil yang diperoleh perbedaan
laju cahaya adalah

Δc
 10 −8 − 10 −12
c
TEORI RELATIVITAS KHUSUS

1. POSTULAT RELATIVITAS KHUSUS


• Hukum fisika bentuknya sama untuk semua kerangka inersial.

• Laju cahaya dalam vakum adalah tetap tidak bergantung pada gerak
pengamat.
2. KONSEKUENSI POSTULAT RELATIVITAS KHUSUS
• Dilasi Waktu
Akibat pertama dari postulat relativitas khusus adalah waktu bersifat
relatif, ini ditandai dengan adanya fenomena dilasi waktu. Misalkan
tinjau dua kerangka O diam dan O’ bergerak dengan kecepatan konstan
V sepanjang sumbu x. Jika t0 adalah waktu yang diukur oleh
pengamat di O, maka waktu yang diukur oleh pengamat di O’ relatif
terhadap O adalah
Δt0
Δt =
V2
1− 2
c

Jadi waktu yang diukur oleh pengamat di O’ lebih lama dibanding


pengamat di O.
• Kontraksi Panjang
Analog dengan dilasi waktu, konsekuensi lain adalah kontraksi
panjang. Tinjau pula kasus yang sama dengan sebelumnya. Jika L0
adalah panjang benda yang diukur oleh pengamat di O, maka
pengamat di O’ mengukur panjang benda tersebut adalah

V2
L = L0 1− 2
c

Jadi panjang yang diukur oleh pengamat di O’ lebih pendek dibanding


pengamat di O.
• Kesetaraan Massa dan Energi
Konsekuensi lain yang dapat dilihat adalah adanya hubungan
kesetaraan antara massa dan energi. Hal ini dapat kita lihat sebagai
berikut:
Jika m0 adalah massa diam sebuah benda, maka energi total benda
tersebut adalah

m0 c 2
E=
1− v2 c2

dan energi kinetiknya adalah

m0c 2
K= − m0c 2
1− v2 c2

dimana v adalah kecepatan benda tersebut.


Jika v = 0 maka K=0, tetapi E  0. Inilah yang kita sebut sebagai energi
diam benda/partikel:

E0 = m0 c 2

Jadi sebuah benda bermassa m0 setara dengan energi sebesar


m0 c2.
3. KAUSALITAS DAN PARADOKS KEMBAR
• Kausalitas
Dalam rumusannya, teori relativitas mengklaim bahwa waktu t
berkedudukan sama dengan koordinat spatial lainnya, yaitu x, y, z. Dari
sini disimpulkan bahwa dimensi alam semesta kita bukanlah tiga,
melainkan empat. Berikut ini gambaran dua dimensi yang
disederhanakan dari ruang waktu.

x
• Daerah yang berbentuk kerucut yang berwarna putih disebut kerucut
cahaya, yaitu daerah dimana cahaya bergerak.
• Daerah hiperbola yang berwarna hijau disebut daerah timelike, yaitu
daerah dimana benda-benda bermassa diam bergerak dan
berkecepatan lebih kecil dari cahaya. Daerah ini memiliki struktur
kausalitas (sebab-akibat) karena tidak adanya kurva tertutup yang
menghubungkan antara masa lalu (t < 0) dan masa depan (t > 0).
• Daerah hiperbola yang berwarna biru disebut daerah spacelike, yaitu
daerah dimana benda-benda bergerak melebihi kecepatan cahaya.
Dalam daerah ini tidak berlaku kausalitas.
• Paradoks Kembar
Hal yang kontroversi dari teori relativitas khusus adalah yang disebut
paradoks kembar. Mis A dab B dua orang kembar. A pergi ke luar
angkasa menggunakan roket dan B tinggal di Bumi. Jika A pergi dengan
kecepatan kostan dan mengukur waktunya sebesar t0 maka B di Bumi
mengukur waktu A lebih panjang. Tetapi karena gerak sifatnya relatif,
maka hal sebailiknya juga dapat terjadi, yaitu A mengukur waktu Bumi
lebih panjang. Jadi dalam hal ini jika A dan B dalam kerangka inersial
maka tidak ada yang lebih muda dan tua dan tidak ada paradoks.
Paradoks ini dapat terjadi jika salah satunya dalam kerangka dipercepat
atau noninersial. Pada kenyataannya A yang pergi ke luar angkasa
mengalami percepatan yaitu dari diam ke bergerak dengan kecepatan
awal berubah ubah hingga mendekati konstan sehingga paradoks pun
dapat terjadi.
Dualisme Cahaya Sebagai
Gelombang dan Partikel

Wave Properties
Light intensity = 𝐼 ∝ 𝐸 2

Particle Properties
Light intensity: 𝐼 = 𝑁ℎ𝑓

Fisika Modern
Quantum Theory of Light
Under a constant frequency, the smallest
energy unit of light is quantized.

For one photon

ℎ𝑐
𝐸 = ℎ𝑓 =
For N photon
𝜆
𝐸 = 𝑁ℎ𝑓
Fisika Modern
Spectrum of electromagnetic radiation

Free electrons in resonance Nucleus


Transition of bound electrons in atoms

Fisika Modern
1.3.2 Photoelectric effect

http://lectureonline.cl.msu.edu/~mmp/kap28/PhotoEffect/photo.htm

Fisika Modern
Photoelectric effect applet

Fisika Modern
Observations
• Monochromatic light is incident to one of the
electrodes made by a particular metal. The
induced current called photocurrent is
collected.
• If V is fixed, there exists a threshold frequency
o, below which there is no photocurrent.
• Different electrode materials have threshold
frequency o

Fisika Modern
Observations
• The photocurrent is constant above the threshold
frequency under a constant illumination, regardless of
the frequency.
• The photocurrent is proportional with the intensity.
• The energy of electron is proportional with the
frequency.
• For a particular electrode and frequency of light, a
stopping voltage Vs exists. No photocurrent can be
collected regardless of the intensity of light.
• There is no measurable tie lag between the illumination
of light and the release of photoelectrons. (10-9s)

Fisika Modern
Graphical presentations

o 

Energy of photoelectrons is
proportional to the frequency;
Existence of threshold frequency

Fisika Modern
Photocurrent is proportional to light
intensity
Fisika Modern
Different frequency of light has different
stopping voltage
Fisika Modern
Stopping voltage varies with
(1)electrode material for the same
frequency
(2) increases with frequency of light for
the same electrode Fisika Modern
Einstein’s interpretation
Under a constant frequency, the smallest
energy unit of light is quantized.

E = h

One photon can at most


release one electron,
regardless of the photon
energy

Fisika Modern
Work Function, W– the minimum energy for
electron to escape from the metal surface

h = K + W
where K is the kinetic energy of the photoelectron
Photocurrent I p = nq

where  is the quantum efficiency, n number of


photons striking to the electrode per second, q
electron charge

Fisika Modern
The number of photons striking to the electrode is
related to the light intensity IL by

A
n = IL
h

Where A is the area of the electrode exposed to


light.

Fisika Modern
MENU By Farid Qim SMA 1 YK
UTAMA
MENU By Farid Qim SMA 1 YK
UTAMA
MENU
HYDROGEN ATOM SPECTRUM
Cahaya yang dihasilkan oleh atom-atom gas hidrogen
dan dianalisa dengan spektrometer membentuk
spektrum garis yaitu terdiri warna merah (656 nm)-hijau
(486 nm)-biru (434 nm)-ungu (410 nm).

TEORI KUANTUM MAX PLANCK


Tahun 1900 Max Planck mengajukan teori kuantum
yang pada dasarnya merupakan gagasan tentang
partikel gelombang, menurut Max Planck radiasi
elektromagnet bersifat diskrit, terdiri dari paket-paket
kecil (kuanta) atau partikel.
Gagasan Max Planck ini bertentangan dengan teori
fisika klasik yang menganggap radiasi elektromagnet
sebagi gelombang kontinu, tidak merupakan partikel.
MENU
UTAMA
Einstein mendukung gagasan max Planck dan menamai
partikel radiasi tersebut dengan foton. Setiap foton
mempunyai energi tertentu yang bergantung pada
frekuensi atau panjang gelombangnya.

E=hxf atau E = h x
c

E = energi radiasi
h = tetapan Planck = 6,63 . 10-34 J det
makin besar panjang gelombang makin kecil
energinya.
Diantara sinar tampak, sinar ungu
mempunyai energi terbesar.
MENU
UTAMA
Sample Problem
1. Garis merah dari spektrum gas hidrogen mempunyai
panjang
gelombang 656 nm, Hitunglah:
a. energi dari 1 foton
b. energi dari 1 mol foton sinar merah tersebut.
( h = tetapan Planck = 6,63 . 10-34 J det
C= 3 x 108 m/s , 1 nm = 10-9 m)
2. Manakah yang mempunyai energi lebih besar, sinar
merah atau sinar biru? Jelaskan.
3. Tentukan energi dari satu foton sinar biru dalam
spektrum gas hidrogen yang panjang gelombangnya
486 nm. Tentukan pula energi dari satu mol foton sinar
tersebut.
MENU
UTAMA
Jawab:
Energi radiasi bergantug pada frekuensi atau panjang gelmbang
dengan rumus E = h x c/ λ
a. Energi 1 foton, E = 6,63. 10-34 j det x 3 x108 m det-1
656 x 10-9 m
= 3,01 x 10-19 J
b. Energi 1 mol foton = 6,02x 1023 foton x 3,01 x 10-19 J foton-1
= 1,81 x 105 J

MENU
UTAMA
Bohr’s Atomic Model
Berdasarkan teori atom Rutherford dan teori
kuantum Planck, Bohr mengajukan postulat
tentang model atom, yaitu:
a.Elektron-elektron dalam suatu atom
mengelilingi inti pada lintasan tertentu yang
disebut lintasan stasioner. Pada lintasan ini,
elektron tidak menyerap atau melepaskan
energi.
b. Elektron akan melepaskan energi
(berupa foton) jika elektron tersebut
berpindah ke lintasan yang lebih rendah
tingkat energinya, dan elektron akan
menyerap energi jika berpindah ke lintasan
dengan tingkat energi lebih tinggi (lintasan
lebih luar).
MENU
UTAMA
The total energy of electron in each orbit is as follows

− 13,6
En = 2
eV
n
Energy levels of electron
n = 1 → -13,60 eV
n = 2 → - 3,40 eV
n = 3 → - 1,51 eV
n = 4 → - 0,85 eV
n = 5 → - 0,54 eV
n = 6 → - 0,38 eV
n = 7 → - 0,28 eV
n = ~ → - 0 eV

MENU
UTAMA
Perpindahan electron dari kulit dalam ke kulit luar
disebut eksitasi (excitation) → elektron menyerap
energi
Perpindahan elektron dari keadaan eksitasi ke
keadaan semula disebut transisi → elektron
memancarkan energi.
Energi yang diserap atau dipancarkan dalam bentuk
foton atau cahaya, dirumuskan :

E=hxf atau E = h x
c

∆E= E final - Einitial

MENU
UTAMA
Sample problem
1. An electron of hydrogen atom is in transition from the 2 nd to the 1st
shell, determine:
a. the energy released (dilepas)
b. the frequency of photon emitted

Solution
− 13,6
En = 2
eV
n

∆E= E final - Einitial

MENU
UTAMA
The frequency of photon
∆E = h x ƒ

ƒ = ∆E / h = -1,63 x 10-18 J / 6,63 x 10-34 Js


= 2,45 x 1015 Hz

MENU
UTAMA
Bohr’s atomic models has several weakness:

a. Bohr’s atomic models can only explain hydrogen


atom while many electrons atoms cannot be explained
using the Bohr’s atomic model.

b. The Bohr’s atomic theory cannot explain to


occurrences (pengaruh) in chemical bonds

c. The Bohr’s atomic theory cannot explain the effect


of magnetic field to an atomic spectrum.

MENU
UTAMA
QUANTUM MECHANICS THEORY
The Bohr’s atomic theory was developed and corected by other
scientists and finally there obtained (diperoleh) a modern atomic theory
known as quantum mechancs theory. The followings are explanations
about the quantum mechanics theory initiated (diawali) by de Broglie
wave and Heisenberg uncertainty principle.

Teori Kuantum Modern memiliki tiga dasar:


1. Sifat gelombang materi yang dikembangkan oleh De Broglie
(1924)
2. Persamaan gelombang yang dikembangkan oleh Schrodinger
(1927)
3. Prinsip ketidakpastian yang dikembangkan oleh Heisenberg
(1927).
1. Tahun 1923 seorang fisikawan Perancis, Louis De Broglie
mengusulkan bahwa elektron mempunyai sifat gelombang dan
sebagai partikel.
De Broglie menghitung bahwa setiap partikel mempunyai panjang
gelombang yang sama dengan konstanta plank (h) yang dibagi MENU
dengan momentum partikel (p). UTAMA
h h λ = wavelength of particle (m)
λ= p = h = Planck’s constant = 6,63 x 10-34 Js
m.v m = mass of particle (Kg)
v = speed of particle (m/s)

SOAL:
1. Tentukan panjang gelombang electron yang bergerak dengan
kecepatan 6 x 107 m/s dengan massa elektron 9,11 x 10-31 Kg,
Tentukan pula radiasidengan panjang gelombang tersebut ada
di daerah ....

2. Tentukan panjang gelombang bola tenis yang bergerak dengan


kecepatan 200 Km/detik dan masa bola 20 gram, tentukan pula
apakah termasuk spektrum elektromagnet gerak bola terserbut.

MENU
UTAMA
Perbedaan Materi dan Gelombang
• Gelombang jika melalui batas fasa (udara – air)
akan mengalami refraksi sedangkan materi tidak
• Gelombang ketika melalui slit (lubang kecil)
akan mengalami difraksi atau melengkung
disekitar slit sedangkan materi tidak mengalami
difraksi
• Difraksi gelombang pada dua slit menghasilan
interferensi menguatkan dan saling meniadakan

MENU
UTAMA
Dualitas Gelombang-Partikel:
Materi dan Energi
• Kesimpulan dari 3 fenomena yang telah
dibahas adalah materi dan energi adalah
dua entitas yang saling berganti satu
sama lain
• Energi memiliki sifat partikel dan materi
memiliki sifat gelombang

MENU
UTAMA
Panjang Gelombang de Broglie
• Jika energi memiliki sifat partikel maka materi
juga memiliki sifat gelombang
• Jika elektron memiliki gerak mirip gelombang
dan orbitnya dibatasi pada jari-jari tertentu
maka ini merujuk pada frekuensi dan energi
tertentu pula

h
=
mu
MENU
UTAMA
Sifat Gelombang Cahaya

c=νxλ
MENU
UTAMA
2. Heisenberg Uncertainty Principle
Adanya sifat partikel dari cahaya (gelombang elektromagnetik) dan sifat
gelombang dari partikel menyebabkan adanya ketidakpastian dalam
pengukuran besaran-besaran, seperti momentum dan posisi partikel.

Berdasarkan prinsip tumbukan dalam tinjauan mekanika klasik, maka


pada tumbukan antara foton dan electron akan diperoleh
ketidakpastian pengukuran momentum yang mempunyai harga
sekurang-kurangnya sama dengan momentum foton, yaitu

∆p ≥
h

∆p = momentum uncertainty
MENU
UTAMA
∆x ≥ λ
∆x = position uncertainty (ketidakpastian posisi)

Berdasarkan hal tersebut warner Heisenberg (fisikawan Perancis)


merumuskan sebuah prinsip yang dikenal dengan ketidakpastian
Heisenberg atau prinsip ketidaktentuan.

In this case, the Heisenberg uncertainty principle prescrible that ”It is


impossible to measure or to specify the momentum and the position of a
particle simultaneously with unlimited precision:. Or in other words “The
measurement of momentum and position of a particle simultaneously
always results in an uncertainty which is never less than planck’s
constant”.

MENU
UTAMA
3. Schrodinger’s Wave Function
Berdasarkan gagasan de Broglie dan prinsip ketidakpastian
Heisenberg Erwin Schrodinger mengajukan pendapat bahwa apabila
elektrom mempunyai sifat gelombang.
Maka tentu elektron mempunyai fungsi gelombang yang menyatakan
keadaan elektron tersebut.

Karena elektron mempunyai fungsi gelombang, maka menurut


Schrodinger electron pada atom tidak mengorbit inti, tetapi lebih
bersifat sebagai gelombang yang bergerak pada jarak tertentu dan
dengan energi tertentu di sekeliling inti.

Model atom Schrodinger terbukti lebih tepat dan berdasarkan model


ini, para ahli fisika tidak lagi mencoba untuk menemukan lintasan
electron dan posisinya dalam sebuah atom, akan tetapi mereka
menggunakan persamaan yang menggambarkan gelombang electron
tersebut untuk menemukan daerah dimana electron paling mungkin
ditemukan.
MENU
UTAMA
MODEL ATOM MEKANIKA KUANTUM
Menurut Bohr, elektron beredar mengitari inti menurut suatu orbit
berbentuk lingkaran dengan dengan jari-jari tertentu.
Hal ini tidak sesuai dengan fakta bahwa gerakan elektron menyerupai
gelombang elektromagnet.
Gelombang tidak bergerak menurut suatu garis melainkan menyebar
pada suatu daerah tertentu.

Tahun 1927 Erwin Schrodinger ahli matematika dari Rusia mengajukan


teori atom yg disebut teori atom mekanika kuantum. Menurut teori ini,
kedudukan elektron dalam atom tidak dapat ditentukan dengan pasti;
yang dapat ditentukan adalah probabilitas menemukan elektron sebagai
fungsi jarak dari inti atom.
Daerah dengan probabilitas terbesar menemukan elektron disebut
orbital.
Orbital digambarkan berupa awan yang tebal tipisnya menyatakan besar
kecilnya kebolehjadian menemukan elektron didaerah tersebut.
Bentuk awan dan tingkat energi orbital diperoleh dari persamaan
gelombang dari elektron.
MENU
UTAMA
Persamaan gelombang Schrodinger untuk atom Hidrogen:

 2   2  2 8 2 m
+ + + .( E − V ) = 0
X 2
y 2
Z 2
h 2

V = Energi potensial partikel (elektron)


E = Energi total partikel
m = massa partikel
ψ = fungsi gelombang

MENU
UTAMA
Bentuk
Orbital
s

MENU
UTAMA
Model Mekanika Kuantum Atom

MENU
UTAMA
MENU
UTAMA
Orbital p

MENU
UTAMA
Orbital d

MENU
UTAMA
Salah satu dari 7 orbital f

MENU
UTAMA
MENU
UTAMA
MENU
UTAMA
BAB III
Dualitas Partikel Gelombang dan Fenomena
Guna mencari jawaban dan menemukan teori yang sesuai dengan spektrum radiasi kalor benda
hitam, efek fotolistrik, dan efek Compton, cahaya yang sebelumnya diyakini sebagai gejala
gelombang dipandang sebagai partikel. Ini menunjukkan cahaya memiliki sifat dualisme, yaitu
dapat dipandang sebagai gelombang dan juga partikel.

Secara umum, sifat gelombang dicirikan dengan frekuensi dan panjang gelombang sedangkan
sifat partikel dicirikan dengan kecepatan gerak. Jika cahaya dapat dipandang sebagai partikel,
maka seharusnya partikel pun (misalnya, elektron) dapat dipandang sebagai gelombang. Kaidah
ini disebut dualisme gelombang-partikel.

Partikel yang dapat dipandang memiliki sifat gelombang dianggap memiliki suatu panjang
gelombang. Panjang gelombang ini disebut panjang gelombang de Broglie, sesuai dengan nama
pencetus gagasan ini, yaitu Louis de Broglie.

Menurut de Broglie, sebuah partikel yang bergerak dapat dianggap memiliki sifat
gelombang yang terkait dengan kecepatan geraknya. Secara matematis dapat dituliskan bahwa
jika sebuah partikel dengan massa m bergerak dengan kecepatan v, panjang gelombang de
Broglie dari partikel itu adalah


𝜆=
𝑚𝑣

Teori de Broglie terbukti keabsahannya dengan teramatinya gejala difraksi elektron pada kisi
kristal. Ini membuktikan bahwa elektron dapat juga berperilaku sebagai gelombang yang dapat
mengalami difraksi. Dengan demikian, dualisme gelombang-partikel merupakan sebuah gejala
alam.

3.1 Efek Fotolistrik


Suatu eksperimen dilakukan pada akhir abad ke-19 untuk mengamati fenomena radiasi. Hasil
eksperimen menunjukkan bahwa cahaya yang menumbuk permukaan logam tertentu
menyebabkan elektron terlepas dari permukaan logam tersebut. Fenomena ini dikenal sebagai
Efek Fotolistrik dan elektron yang terlepas disebut sebagai fotoelektron.
Efek fotolistrik adalah gejala terlepasnya elektron pada logam akibat disinari cahaya. Ditinjau
dari prespektif sejarah penemuan efek fotolistrik merupakan salah satu tonggak kelahiran fisika
kuantum. Dalam konteks ini, untuk merumuskan teori yang cocok dengan eksperimen, sekali lagi
orang dihadapkan pada suatu situasi dimana paham klasik yang selama puluhan tahun telah
diyakini sebagai faham yang benar terpaksa harus dirombak. Faham yang dimaksud adalah
konsepsi bahwa cahaya sebagai gelombang. Selama faham ini tidak dirombak, gejala efek
fotolistrik tidak dapat dijelaskan secara baik. Faham baru yang mampu menjelaskansecara teoritis
gejala efek fotolistrik adalah : cahaya sebagai partikel. Namun demikian, munculnya paham baru
ini menimbulkan polemik baru. Penyebabnya adalah bahwa paham cahaya sebagai gelombang
telah dibuktikan kehandalannya dalam menjelaskan sejumlah besar gejala yang berkaitan
dengaan cahaya yaitu yang berkaitan dengan difraksi, interferensi, dan polarisasi. Sementara itu,
gejala yang disebut tadi tidak dapat dijelaskan berdasarkan faham cahaya sebagai partikel.

Untuk mengatasi itu, para ahli sepakat bahwa cahaya memiliki sifat ganda : sebagai
gelombang dan juga sebagai partikel. Kesepakatan ini pada gilirannya mengantarkan de Broglie
untuk mengajukan hipotesis yang belakangan menjadi dasar metodologi fisika kuantum.

Dalam prespektif yang demikian itulah maka mempelajari efek fotolistrik menjadi penting
dalam rangka memahami fisika kuantum secara utuh. Efek fotolistrik adalah gejala terlepasnya
elektron pada logam akibat disinari cahaya, atau gelombang elektromagnetik pada umumnya.
Elektron yang terlepas pada efek fotolistrik disebut elektron-foto (photoelectron). Gejala ini
pertama kali diamati oleh Heinrich Hertz (1886/1887) melalui percobaan tabung lucutan.

Hertz melihat bahwa lucutan elektrik akan menjadi lebih mudah jika cahaya ultraviolet
dijatuhkan pada elektrode tabung lucutan. Ini menunjukkan bahwa cahaya ultraviolet dapat
mencabut elektron dari permukaan logam, atau sekurang-kurangnya memudahkan elektron
terlepas dari logam. Pengamatan Hertz ini kemudian diselidiki leboh lanjut oleh P. Lenard. Hasil
percobaan efek photo listrik yang dilakukan oleh Philip Lenard(1902).

1. Energi kinetic rata rata electron foto tidak bergantung pada intensitas cahaya yang
digunakan 𝐾 = 𝑒𝑉𝑜 ,dengan 𝑉𝑜 adalah stopping potensial. Memperbesar intensitas hanya
menyebabkan makin banyaknya electron foto yang dihasilkan atau arus yang terukur oleh
amperemeter makin besar, namun energi kinetic elektronfoto tetap sama.
2. Energi kinetic electron foto akan makin besar bila frekuensi cahaya yang digunakan untuk
menyinari permukaan logam bertambah besar
3. Tiap jenis logam memiliki cut off frekuensi(frekuensi ambang) yang berbeda beda, bila
cahaya yang datang pada permukaan logam frekuensinya lebih kecil dari frekuensi
ambangnya maka tidak akan terjadi efek foto listrik meskipun intensitas cahayanya cukup
besar.
Sekitar delapan belas tahun kemudian (1905), secara teoritis Einstein berhasil
menjelaskan gejala ini. Perlu dicacat bahwa efek fotolistrik hanyalah salah satu dari
beberapa proses dimana elektron dapat dilepas pancarkan dari permukaan suatu bahan
(umumnya logam).
Beberapa cara lainnya adalah sebagai berikut :
1. Emisi termionik: Pemancaran elektron dari permukaan logam melalui proses
pemanasan
2. Emisi medan: Pemancaran elektron dari permukaan logam akibat pemberian
medan listrik.
3. Emisi lanjutan: Pemancaran elektron dari permukaan logam yang diakibatkan
oleh partikel berenergi kinetik besar membentur logam.

Penjelasan sederhana tentang gejala terlepasnya eletron melalui efek fotolistrik adalah sebagai
berikut :

Gambar 3.1 Penjelasan terlepasnya elektron melalui efek fotolistrik (wikipedia.com)


Eksperimen dilakukan dengan menembakkan berkas cahaya ke sebuah plat logam E yang
terdapat pada selubung gelas (agar kondisi eksperimen terkontrol). Terdapat sebuah plat logam
lain (plat C) yang diposisikan sejajar untuk menangkap elektron yang keluar dari plat E. Kedua
plat tersebut tersambung dengan sebuah sirkuit dimana terdapat amperemeter untuk membaca
aliran elektron dari plat E ke plat C.

Hubungan arus fotolistrik dengan perbedaan potensial (voltase) yang terbaca dari hasil ekperimen
plat E dan plat C untuk dua jenis intensitas cahaya yang ditunjukkan pada grafik di bawah. Saat
nilai voltase tinggi, besar arus menunjukkan nilai yang maksimal dan besar kuat arus tersebut
tidak dapat bertambah naik. Besarnya arus maksimum dapat bertambah jika intensitas cahaya
ditingkatkan, hal ini terjadi karena semakin tinggi intensitas cahaya yang ditembakkan maka
semakin banyak elektron yang keluar dari plat logam. Ketika besar beda potensial (voltase) makin
mengecil dan bahkan nilainya sampai minus (-V0), ternyata tidak ada arus yang mengalir yang
menandakan tidak ada fotoelektron yang mengalir dari plat E ke plat C. Potensial V0 disebut
sebagai potensial henti.

Gambar 3.2 Kurva arus vs tegangan

Dari hasil eksperimen yang dilakukan, ternyata nilai beda potensial tidak bergantung pada
intensitas cahaya yang diberikan, akan tetapi karena banyaknya muatan fotoelektron yang keluar
dari plat. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya energi kinetik maksimum dari efek fotolistrik
dirumuskan sebagai berikut :

𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑐 𝑉0
Dimana
e adalah muatan elektron (C)
V0 adalah potensial henti (volt).

Persamaan ini memungkinkan kita untuk mengukur besarnya nilai energi kinetik maksimum
secara eksperimental dengan menentukan beda potensial saat nilai arus sama dengan nol. Dari
eksperimen efek fotolistrik yang dilakukan, ternyata teori klasik yang menyatakan cahaya sebagai
gelombang gagal menjelaskan mengenai sifat-sifat cahaya yang terjadi pada efek fotolistrik. Oleh
karena itu, teori kuantum Einstein dipakai untuk menjelaskan sifat penting cahaya pada fenomena
ini.

3.1.1 Fakta-Fakta Eksperimen


Fakta-fakta eksperimen efek fotolistrik adalah meliputi :

1. Diperlukannya frekuensi ambang untuk menghasilkan efek fotolistrik.

Untuk logam tertentu, jika frekuensi cahaya yang digunakan kurang dari v0 maka tidak diperlukan
potensial penghenti. Tidak diperlukannya potensial penghenti menunjukkan bahwa tidak ada
elektron-foto yang terlepas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untukmenghasilkan efek
fotolistrik diperlukan cahaya dengan frekuensi lebih dari 𝑉0 . Frekuensi ini selanjutnya disebut
frekuensi ambang. Logam yang berbeda memiliki frekuensi ambang yang berbeda pula. Untuk
memperoleh elektron-foto dari masing-masing logam harus digunakan cahaya yang frekuensinya
lebih besar daripada frekuensi ambang logam tersebut. Pada sebagian besar logam, frekuensi
ambang ini terletak pada daerah ultraviolet.

2. Ketergantungan energi kinetik elektron-foto terhadap intensitas cahaya.

Ketak bergantungan energi kinetik elektron-foto terhadap intensitas cahaya seperti telah
disebutkan, energi kinetik elektron-foto tercepat sama dengan 𝐸𝑉𝑠 . Oleh sebab itu, besarnya
energi kinetik elektron-foto tercepat dapat diketahui dari nilai potensial 𝑉𝑠 Untuk cahaya dengan
frekuensi tertentu, intensitas cahaya tidak mempengaruhi besarnya potensial penghenti. Dengan
kata lain, energi kinetik elektron-foto tidak bergantung pada intensitas cahaya yang digunakan.

3. Tidak adanya waktu tunda antara penyinaran pertama sampai terjadinya efek
fotolistrik.
4. Kuat arus fotoelektrik berbanding lurus terhadap intensitas cahaya
Karena arus fotoelektrik sebanding dengan cacah elektron-foto yang dilepaskan per satuan
waktu, maka hubungan tersebut juga menggambarkan hubungan antara cacah elektron-foto
terhadap intensitas cahaya. Jadi, untuk frekuensi cahaya tertentu, cacah elektron-foto yang
dilepaskan logam berbanding lurus dengan intensitas cahaya.

3.1.2. Penjelasan Teoritis


1. Penjelasan Berdasarkan Fisika Klasik
Penjelasan menurut fisika klasik, tentu saja didasarkan pada faham bahwa cahaya sebagai
gelombang. Menurut faham ini, sesungguhnya tidaklah mengherankan jika cahaya
mampu melepaskan elektron logam. Sebab, sebagai gelombang, cahaya membawa energi
yang dapat diberikan kepada elektron sehingga mampu melepaskan diri dari ikatannya
dan bergerak dengan energi kinetik tertentu. Semakin besar intensitas cahaya, semakin
besar pula energi yang dapat diberikan kepada elektron. Lepas tidaknya elektron akibat
penyinaran ini bergantung pada cukup tidaknya energi yang dikumpulkan elektron untuk
melepaskan diri dari ikatannya. Namun demikian, ada beberapa fakta eksperimen yang
tidak dapat dijelaskan oleh fisika klasik.
Efek Fotolistrik merupakan hasil eksperimen klasik yang menunjukkan sifat kuantisasi
cahaya. Ketika cahaya monokromatik dijatuhkan pada sebuah logam dalam ruang hampa,
electron dapat terlepas dari permukaan logam. Gejala terlepasnya elektrin dari permukaan
logam ketika disinari cahaya atau gelombang elektromagnetik lain disebut efek fotolistrik.
Electron yang lepas dari logam akibat efekfotolistrik disebut fotoelektron.

Gambar 3.3 Skema eksperimen fotolistrik

Gambar diatas memperlihatkan skema perangkat eksperimen efek fotolistrik.


Cahaya monokromatik yang dijatuhkan pada pelat logam K (katode) dapat melepaskan
fotoelektron dari pelat logam tersebut. Pemberian beda potensial V antara K dan A
(anode) menyebabkan fotoelectron bergerak dari K menuju A. Aliran fotoelektron tersebut
akan terdeteksi sebagai arus fotolistrik oleh galvanometer G.
Hubungan antara beda potensial V dan Arus fotolistrik I diperlihatkan pada gambar
berikut:

Gambar 3.4 Hubungan beda potensial dan arus fotolistrik

Ketika beda potensial listrik diperbesar, arus fotolistrik enunjukkan adanya


peningkatan. Akan tetapi, ketika beda potensial terus diperbesar, arus fotolistrik mencapai
harga tertentu yang relatif konstan, tidak bergantung pada beda potensial. Muncul dugaan
bahwa jika potensial dijadikan nol, arus fotolistrik juga akan nol. Kenyataannya tidak
demikian. Bahkan ketika polaritasnya dibalik pun (electrode A menjade positif), arus
fotolistrik masih tetap ada meskipun pada akhirnya turun perlahan dan mejadi nol ketika
beda potesial yang dibaliknya mencapai harga tertentu. Beda potensial yang
menyebabkan terhentinya arus fotolistrik disebut potensial henti, diberi simbol 𝑉0 .
Pemberian beda potensial terbalik dapat digunakan untuk menentukan energy
kinetic fotoelektron. Ketika pelat K menjadi positif, medan listrik akan berarah dari K
menuju A. akibatnya, fotoelektron yang bermuatan negative, akan mendapat gaya
Coulomb yang menentang arah geraknya. Lalu, mengapa masih ada fotoelektron yang
mencapai pelat A sehingga arus fotolistrik masih terdeteksi? Kenyataan tersebut
menyatakan bahwa fotoelektron memiliki energi kinetik yang cukup untuk menentang
gaya listrik. Baru ketika potensial terbalik ini terus diperbesar, arus fotoelektron terhenti.
Ini berarti beda potensial yang diberikan telah memberikan energi potensial yang cukup
untuk menghentikan fotoelektron. Besar energi potensial tersebut adalah 𝑒𝑉0.
Ketika fotoelektron terhenti, sesuai dengan Hukum Kekekalan Energi diperoleh
𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑒𝑉0
Dengan 𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 = energy kinetik maksimum fotoelektron
𝑒 = muatan elektron = −1,6 × 10−19 C, dan
𝑉0 = potensial henti (V).

Eksperimen efek fotolistrik menunjukkan bahwa electron terikat pada logam, tetapi
dapat lepas ketika electron mendapatkan energi yang cukup. Namun demikian, ada fakta
yang mengejutkan dari eksperimen tersebut. Ketika pelat logam disinari cahaya dengan
panjang gelombang relative panjang (umumnya lebih dari 400 nm), efek fotolistrik tidak
terjadi meskipun intensitas cahaya diperbesar. Kenyataan ini bertolak belakang dengan
teori gelombang yang menyatakan bahwa seharusnya, semakin besar intensitas cahya
semakin banyak electron yang dilepaskan dan energy kinetic maksimumnya pun semakin
besar.

Teori gelombang juga menyatakan bahwa seharusnya frekuensi cahaya tidak


mempengaruhi kinetik maksimum fotoelektron, hanya intensitas cahaya yang
mempengaruhinya. Namun kenyataanya justru semakin besar frekuensi cahaya semakin
besar pula energy kinetic maksimum fotoelektron. Kenyataan lain yang juga tidak dapat
dijelaskan oleh teori gelombang adalah tidak ada selang waktu antara penyinaran logam
dan lepasnya electron dari logam, bahkan dengan intensitas rendah sekalipun. Kenyataan-
kenyataan tersebut menunjukkan bahwa efek fotolistrik tidak dapat dijelaskan jika cahaya
dipandang sebagai gelombang.

1. Penjelasan Berdasarkan Teori Einstein: Pengkuantuman Cahaya


Tampaknya kunci untuk memecahkan persoalan di atas adalah bagaimana
menjelaskan adanya frekuensi ambang dan tiadanya waktu tunda. Lebih lanjut,
karena lepas tidaknya elektron akibat penyinaran berkait erat dengan proses
transfer energi dari cahaya ke elektron, maka kunci pemecahan tadi dapat kita
arahkan pada bagaimana proses transfer energi tersebut terjadi.
Proses transfer energi berdasarkan faham cahaya sebagai gelombang telah
kita diskusikan di depan. Hasilnya, sebagaimana kita ketahui, tidak cocok dengan
data eksperimen. Tampaknya, selama cahaya dipandang sebagai gelombang maka
data eksperimen efek fotolistrik tidak dapat dipecahkan secara memuaskan.
Untuk menjelelaskan fenomena efek fotolistrik Albert Einstein
mengajukan teori foton dari cahaya. Teori foton cahaya didasarkan pada hipotesis
Kuantum Planck yang menyatakan bahwa energi getaran molekul dari benda yang
meradiasikan energy yang terkuantisasi dengan energi nhf, seperti telah diberikan
pada Persamaan 𝐸 = 𝑛ℎ𝑓
Dengan: 𝑛 =1, 2, 3,..
ℎ = konstanta Placnk = 6,63 × 10−34 Js, dan
𝑓 = frekuensi radiasi (Hz).

Persamaan ini dikenal sebagai Hipotesis Kuantum Planck. Menurut


Einstein, ketika osilator molekul meradiasikan cahaya, energi osilator tersebut
berkurang sebesar hf, 2hf, atau 3hf, dan seterusnya. Oleh karena energi bersifat
kekal, cahaya yang dipancarkan osilator tersebut haruslah tersusun atas paket-
paket energi yang terkuantisasi. Paket-paket energi yang terkuantisasi ini disebut
kuanta atau foton dan memiliki energi sebesar

ℎ𝑐
𝐸 = ℎ𝑓 =
𝜆

Dengan: 𝐸 = energi foton (J


ℎ = konstanta placnk = 6,63 × 10−34 Js,
𝑓 = frekuensi cahaya (Hz)
𝑐 = kecepatan cahaya = 3,0 × 108 m/s, dan
𝜆 = panjang gelombang cahaya (m)
Melalui teori foton, Einstein berhasil menjelaskan fenomena yang terjadi pada efek fotolistrik yang
selama ini tidak dapat dijelaskan menggunakan teori gelombang. Menurut teori, ketika cahaya
dijatuhkan pada logam, foton-foton yang berinteraksi dengan elektron akan memberikan seluruh
energinya pada elektron. Sebuah foton hanya berinteraksi dengan sebuah elektron. Dengan kata
lain, energi yang diterima sebuah elektron hanya berasal dari sebuah foton. Dengan demikian,
energi kinetik maksimum sebuah foto elektron tidak bergantung pada frekuensi cahaya.
Intensitas cahaya atau jumlah foton hanya akan meningkatkan arus fotoelektron karena semakin
banyak foton yang berinteraksi dengan elektron, semakin banyak pula elektron yang terlepas dari
logam.

Ketika elektron logam menerima energi dari foton, elektron akan melepaskan diri dari logam. Jika
masih ada sisa energi, elektron akan bergerak dengan energi kinetik maksimum tertentu. Energi
foton minimum untuk melepaskan elektron dari logam disebut energi ambang atau fungsi kerja.
Sesuai dengan Hukum Kekekalan Energi, energi kinetik maksimum fotoelektron sama dengan
energi foton dikurangi energi ambang, atau secara matematis

𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 = ℎ𝑓 − 𝑊

Dengan:

𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 = energi kinetik maksimum fotoelektron (J)


ℎ𝑓 = energi foton (J)
𝑊 = energi ambang atau fungsi kerja (J)
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa ketika foton hanya mampu melepaskan electron
(𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 = 0) maka berlaku

ℎ𝑐
𝑊 = ℎ𝑓0 =
𝜆0

Dengan:

𝑓0 = frekuensi ambang atau frekuensi foton minimum (Hz)

𝜆0 panjang gelombang ambang atau panjang gelombang maksimum (m).

Einstein mempostulatkan bahwa energi yang dibawa oleh cahaya terdistribusi secara
diskret dalam bentuk paket-paket energi, bukan terdistribusi secara kontinu sebagaimana
dinyatakan oleh teori gelombang. Paket-paket energi ini akan tetap terlokalisir (tidak memudar)
ketika bergerak menjauhi sumbernya. Dengan demikian, paket-paket energi ini berperilaku
sebagai partikel: kehadirannya terlokalisir, artinya pada saat tertentu akan menempati ruangan
yang sangat terbatas dan tertentu pula.
Gambar 3.5Gambaran Paket energi foton

Selanjutnya, paket energi bakpartikel ini disebut foton. Karena foton selalu bergerak
dengan laju c, maka menurut teori relativitas, massa foton haruslah nol. Energi tiap foton
tergantung pada frekuensinya, yaitu

𝜀=ℎ𝑣

dengan h menyatakan tetapan Planck. Interaksi foton dengan partikel, misalnya dengan elektron
seperti pada gejala efek fotolistrik, dipostulatkan sebagai berikut. Setiap foton berinteraksi hanya
dengan satu elektron tunggal. Tidak pernah suatu foton membagi energinya kepada lebih dari
satu elektron. Lebih lanjut, karena elektron pada gejala efek fotofolistrik dalam keadaan terikat
kuat, maka agar tidak melanggar hukum kekekalan energi dan hukum kekekalan momentum,
proses transfer energi dari foton ke elektron ini memiliki sifat sebagai berikut:

• Jika energi foton cukup untuk melepas elektron dari ikatannya maka ada peluang bagi foton
untuk memberikan energinya.
• Tetapi, jika energi foton tidak cukup maka foton tidak memberikan energinya. Jadi, hanya
ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu foton memberikan seluruh energinya, atau sama
sekali tidak memberikan energinya kepada elektron.
• Jika energi foton melebihi energi untuk melepaskan elektron dari ikatannya maka sisa energi
itu akan diubah menjadi energi gerak (energi kinetik) elektron.
• Sebaliknya, jika energinya tidak cukup untuk melepaskan elektron, maka foton tadi tidak akan
memberikan energinya kepada elektron yang bersangkutan.

Persamaan Hukum Kekekalan Energi juga dapat menunjukkan bahwa efek fotolistrik hanya akan
terjadi jika energi foton lebih kecil dari pada energi ambang, efek fotolistrik tidak akan terjadi.
Gambar 3.6 Grafik hubungan energi kinetic maksimum dan frekuensi cahaya

Gambar diatas memperlihatkan grafik hubungan antara energi kinetik maksimum fotoelektron
dan frekuensi cahaya yang digunakan. Grafik memotong sumbu frekuensi (f) pada frekuensi
ambang (𝑓0). Jika grafik tersebut diekstrapolasikan (garis putus-putus) ke sumbu energi kinetik
maksimum (𝐸𝐾𝑚𝑎𝑘𝑠 ), diperoleh energi ambang W. gradient dari grafik tersebut tidak lain adalah
konstanta Planck (h). Grafik ini juga menunjukkan bahwa efek fotolistrik terjadi untuk 𝑓 ≥ 𝑓0.

3.2 Radiasi benda hitam


Sinar matahari dapat memancar ke bumi melalui gelombang elektromagnetik, pancaran
tersebut dapat disebut dengan radiasi. Radiasi dapat berlangsung dalam ruang hampa oleh benda
sebagai akibat dari radiasi termalnya. Secara umum, radiasi yang terpancarkan dapat berupa
spektrum benda panas yang bergatung pada komposisi benda itu yang disebut dengan benda
hitam (black body). Benda hitam merupakan suatu benda yang dapat menyerap semua radiasi
yang mengenainya. Kemampuan untuk memancarkan atau menyerap energi radiasi yang dimiliki
oleh benda hitam berdasarkan nilai emisivitasnya. Nilai emisivitas suatu benda yaitu antara 0 dan
1, dapat ditulis dengan 0 ≤ e ≤ 1. Setiap benda yang memiliki suhu di atas nilai emisivitas 0,
maka benda tersebut mampu meradiasikan energi termal. Energi termal dapat dijelaskan dengan
konsep radiasi benda hitam yang telah diselidiki oleh Stefan-Boltzmann. Sedangkan untuk
spektrum radiasi benda hitam diselidiki oleh Wien. Energi yang dimiliki oleh suatu benda yang
berhubungan dengan suhu mutlaknya dapat disebut dengan energi radiasi kalor dan energi
radiasi termal.
Gejala fenomena radiasi benda hitam pada akhir abad ke 19 merupakan salah satu sebab
kelahiran fisika kuantum. Konsep klasik tidak dapat menjelaskan fenomena tersebut sehingga
muncul sebuah rombakan pemikiran mengenai konsep energi. Energi yang awalnya diyakini
bersifat kontinu, dirubah menjadi pernyataan bahwa energi itu bersifat diskret (munculnya
konsep pengkuantuman energi) dan tetapan Planck yang menjadi ciri khas fisika kuantum juga
dapat ditemukan dalam rangka perumusan teori radiasi benda hitam tersebut.
Benda hitam dapat didefinisikan sebagai benda dimana radiasi yang jatuh akan diserap
secara keseluruhan, tidak ada yang dipantulkan. Adapun definisi lain menjelaskan bahwa benda
hitam ideal dianggap sebagai sesuatu benda yang dapat menyerap semua radiasi elektromagnet
yang mengenainya atau mengemisikan semua radiasi elektromagnet yang dimilikinya. Emisivitas
(daya pancar) yang dimiliki benda hitam sebesar (e) = 1,0. Benda hitam tersebut dapat didekati
dengan sebuah kavitas yang berlubang sangat kecil. Adapun gambar yang dapat menggambarkan
suatu lubang kecil yang menuju ke sebuah rongga yaitu sebagai berikut.

Gambar 3.7. Lubang kecil yang berada di permukaan benda panas berongga yang dapat
menyerap semua radiasi yang mengenainya (nafiun.com).

Suatu lubang kecil yang terdapat pada sebuah dinding berongga dapat dianggap sebagai
suatu benda hitam sempurna. Sinar yang masuk pada dinding berongga dengan lubang kecil,
maka sinar tersebut akan dipantulkan berkali-kali oleh dinding berongga. Setiap kali dipantulkan
intensitasnya selalu berkurang karena sebagian sinarnya diserap oleh dinding berongga tersebut.
Jadi, dapat dikatakan bahwa sinar yang mengenai lubang kecil tersebut tidak dapat keluar
kembali. Semakin kecil lubang tersebut maka lubang itu hampir sama dengan benda hitam
sempurna karena semakin sedikit peluang keluarnya sinar tersebut. Jika lubang dibuat sedemikian
kecil sehingga seluruh radiasi yang masuk tidak dapat ke luar maka lubang tersebut dapat
dikatakan menyerap seluruh radiasi yang mengenainya. Dengan demikian, lubang tersebut
berperilaku sebagai benda hitam

Ketika benda hitam dipanaskan, misalnya adalah suhu T maka dinding disekeliling rongga
akan memancarkan radiasi dan memantulkan sebagian radiasi yang datang dan menyerap
sisanya. Peristiwa penyerapan dan pemancaran oleh setiap bagian dinding berongga yang akan
berlangsung secara terus menerus sehingga dapat terjadi suatu kesetimbangan termal. Pada
keadaan kesetimbangan termal, suhu pada bagian dinding yang sama besar, maka radiasi yang
dipancarkan sama dengan energi yang diserap. Dalam keadaan tersebut, didalam rongga telah
dipenuhi oleh gelombang-gelombang yang dipancarkan oleh setiap titik pada rongga itu. Radiasi
yang terdapat didalam rongga tersebut bersifat uniform. Jika dinding rongga tersebut diberi
sebuah lubang, maka radiasinya akan keluar dari lubang radiasi yang keluar, hal ini dapat
dinamakan sebagai radiasi benda hitam. Ketika benda berongga dipanaskan, elektron atau
molekul-molekul pada dinding rongga akan mendapatkan energi sehingga dapat bergerak
dipercepat. Menurut teori elektromagnetik muatan yang dipercepat akan dapat memancarkan
energi radiasi. Radiasi ini yang dipercaya orang sebagai sumber radiasi benda hitam
Adapun sifat-sifat radiasi benda hitam diantaranya yaitu sebagi berikut.
1. Benda hitam yang lebih panas akan memancarkan cahaya yang lebih banyak, yang dapat
memenuhi seluruh panjang gelombang. Hal ini berarti apabila kita membandingkan dua
benda hitam tanpa melihat panjang gelombangnya, maka benda hitam yang lebih panas
akan mengeluarkan lebih banyak cahaya daripada benda hitam yang lebih dingin.
2. Spektrum benda hitam bersifat tetap dan memiliki puncak pada panjang gelombang tertentu.
Puncak benda hitam pada sebuah spektrum akan bergerak menuju panjang gelombang yang
lebih pendek untuk benda yang lebih panas.

3.2.1. Data Eksperimen Radiasi Benda Hitam


Data eksperimen yang membahas mengenai radiasi benda hitam terbagi menjadi tiga
bagian yaitu distribusi radiansi spektral (spectral radiancy distribution), hukum Pergeseran Wien
dan hukum Stefan-Boltzmann. Adapun penjelasannya mengenai data eksperimen radiasi benda
hitam yaitu sebagai berikut.
1. Distribusi Radiansi Spektral
Distribusi radiansi spektral merupakan fungsi distribusi yang digunakan untuk menyelidiki
spektrum radiasi benda hitam. Radiansi merupakan banyaknya energi yang dipancarkan oleh
setiap satu satuan luas permukaan benda tiap satu satuan waktu. Energi per satuan waktu
disebut dengan daya, maka radiansi dapat pula disebut sebagai daya pancar per satuan luas.
Sedangkan spektral dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa distribusi radiansi tersebut dapat
dirumuskan untuk mendeskripsikan radiansi yang diberikan oleh masing-masing komponen
spektrum. Komponen spektrum memiliki panjang gelombang atau frekuensi. Apabila frekuensi
yang telah dipilih, maka distribusi radiansi spektral tersebut menyatakan bahwa distribusi radiansi
yang diberikan oleh komponen spektrum yang berfrekuensi tertentu. Radiansi pada komponen
spektrum itu bergantung pada temperatur benda hitam, maka fungsi distribusi radiansi spektral
juga akan bergantung pada temperatur benda hitam.
Apabila fungsi distribusi radiansi spektral dilambangkan dengan RT (V), maka RT (V) dV
menyatakan radiansi benda hitam yang memiliki temperatur T dan diberikan oleh komponen
spektrum yang berfrekuensi dari V sampai dengan V + dV. Data eskperimen radiasi benda hitam
yaitu distribusi radiansi spektral secara kualitatif terdapat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.8. Distribusi spektral radiansi benda hitam pada temperatur T5 > T4 > T3 >
T2 > T1. Beda antara dua temperatur yang berdekatan adalah tetap

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa spektrum radiasi benda hitam dapat berupa
spektrum kontinu dengan radiansi yang beragam bagi masing-masing komponen spektrum.
Komponen spektrum yang berfrekuensi sangat rendah memiliki radiansi sangat lemah. Semakin
naik frekuensinya, maka radiansi akan semakin naik sampai mencapai batas tertentu dan akan
turun kembali. Pada temperatur tertentu akan terdapat satu komponen spektrum yang
radiansinya paling kuat.

2. Hukum Pergeseran Wien


Hukum pergeseran wien dapat menjelaskan tentang bagaimana spektrum radiasi benda hitam
pada suhu tertentu dengan spektrum pada suhu yang lainnya. Apabila benda padat dipanaskan
pada suhu yang tinggi, maka benda tersebut akan tampak memijar dan gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan benda pada spektrum cahaya tampak. Kemudian, jika benda
tersebut terus dipanaskan, maka intensitas relatif dari spektrum cahaya yang dipancarkan dapat
berubah-ubah. Gejala pergeseran nilai panjang gelombang maksimum dengan berkurangnya
suatu suhu disebut dengan pergeseran wien. Jika suhu suatu benda terus ditingkatkan maka,
intensitas relatif dari spektrum cahaya yang dipancarkan dapat berubah. Hal ini dapat
menyebabkan pergeseran dalam warna-warna spektrum yang diamati. Suhu suatu benda dapat
dilihat melalui gambar dibawah ini.
Gambar 3.9. Grafik distribusi intensitas radiasi benda hitam (wikipedia.com)

Pada gambar diatas menunjukkan hubungan antara benda dan panjang gelombang yang
dipancarkan. Pada spektrum cahaya tampak warna mempunyai frekuensi terendah, sedangkan
untuk spektrum cahaya yang tidak tampak mempunyai frekuensi tertinggi. Perubahan warna pada
benda menunjukkan perubahan intensitas radiasi benda. Apabila suhu benda berubah, maka
intensitas benda akan berubah. Hukum Wien menyatakan bahwa apabila suhu suatu benda yang
dapat memancarkan cahaya semakin tinggi, maka panjang gelombang untuk intensitas
maksimum akan semakin kecil. Apabila diketahui bentuk spektrum pada suatu suhu, maka bentuk
spektrum pada suhu yang lainnya dapat dihitung. Intensitas dari spektrum dapat dinyatakan
sebagai fungsi panjang gelombang ataupun fungsi frekuensi. Pergeseran Wien dapat dirumuskan
sebagai berikut :
𝐶
λmaks = 𝑇

Keterangan :
λmaks = panjang gelombang ketika intensitas radiasi maksimum (m)
T = suhu mutlak benda (K)
C = tetapan pergeseran Wien (2,898 x 10-3 m.K)

Radiasi yang dipancarkan benda hitam dapat dilewatkan melalui celah agar dapat diperoleh
berkas gelombang yang sempit. Gelombang tersebut kemudian terdispersi menurut panjang
gelombang masing-masing. Untuk mengukur intensitas dan panjang gelombang setiap spektrum
dapat menggunakan detektor yang dapat digeser menurut sudut deviasi berkas gelombang
terdispersinya
Gambar 3.10. Distribusi spektral radiansi benda hitam pada temperatur T5 > T4 > T3
> T 2 > T1
Pada gambar distribusi radiansi spektral diatas juga dapat menunjukkan bahwa pada setiap
temperatur tertentu terdapat suatu komponen spektrum yang radiansinya paling besar. Apabila
temperatur benda semakin tinggi, maka frekuensi komponen spektrum yang radiansinya paling
besar juga akan semakin tinggi. Jika frekuensi komponen spektrum dengan radiansi terbesar
dapat dilambangkan dengan Vmaks, maka dari grafik tersebut dapat menjelaskan hubungan Vmaks
∞ T atau
𝑉𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝛼 𝑇
Keterangan :
𝛼 = tetapan distribusi radiasi spektral (5,87 x 1010 K-1 s-1)
𝑇 = suhu mutlak (K)

Rumusan tersebut merupakan bentuk lain dari rumusan λmaks 𝑇 = 2,898 x 10-3 m.K yang pertama
kali ditemukan oleh Wien.

3. Hukum Stefan-Boltzmann
Istilah benda hitam telah diperkenalkan oleh Gustav Robert Kirchoff pada tahun 1862 ketika
mengamati adanya cahaya yang terpancar dari benda yang berwarna hitam. Menurut fisika klasik,
benda hitam mampu menyerap semua radiasi, namun juga harus dapat memancarkan seluruh
panjang gelombang energi. Hukum II Termodinamika Kirchoff menunjukkan bahwa besarnya
radiasi benda hitam sebagai radiasi termal dari benda yang tidak bersuhu nol kelvin akan
memancarkan energi dalam bentuk elektromagnet, ia mengatakan bahwa emisivitas pada suatu
benda sama dengan absorbsivitasnya. Absorbsivitas permukaan adalah perbandingan antara
cahaya yang dapat diserap dan cahaya yang datang dari permukaan itu.
Radiasi termal adalah radiasi elektromagnet yang dipancarkan oleh suatu benda sebagai akibat
dari suhu benda itu sendiri. Walaupun suatu benda memiliki suhu yang sama, maka benda
tersebut akan tetap memancarkan gelombang elektromagnetik dengan berbagai macam
gelombang. Total radiasi dapat meningkat dari pada peningkatan suhu benda. Secara matematis
besar radiasi yang dapat memancar dari suatu benda sebanding dengan pangkat empat dari
suhunya. Pernyataan ini dapat dijelaskan dengan Hukum Stefan-Boltzman menyatakan bahwa
radiasi total suatu benda hitam sempurna berbanding lurus dengan pangkat empat suhu
mutlaknya.
Secara matematis Hukum Stefan-Boltzmann dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut.
I = σ T4
Keterangan :
I = intensitas radiasi pada permukaan benda hitam
σ = tetapan Stefan-Boltzman (5,67 x 10-8 W/m2K4)
T = suhu mutlak permukaan benda (K)

Sedangkan untuk benda yang bukan merupakan benda hitam akan memiliki hukum yang sama
apabila ditambahkan suatu koefisien emisivitas yang lebih kecil dari pada I, sehingga dapat
diperoleh :
Itot = e σ T4
Intensitas merupakan daya per satuan luas, maka persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut.
𝑃
I= = e σ T4
𝐴

Keterangan :
P = daya radiasi (laju energi yang dipancarkan) (Watt)
A = luas permukaan benda (m2)
e = emitivitas benda
σ = tetapan Stefan-Boltzman (5,67 x 10-8 W/m2K4)
T = suhu mutlak permukaan benda (K)

Hubungan antara radiasi total dengan suhu pada tahun 1865 oleh Tydall yang menyatakan bahwa
energi total yang dipancarkan oleh kawat platina yang dipanaskan pada suhu 1200°C (1473 K)
adalah 11,7 kali energi yang dipancarkan pada suhu 525°C (798 K). Josef Stefan memperhatikan
bahwa rasio (1473 K) terhadap (798 K) adalah 11,6. Dengan demikian, ia dapat menyimpulkan
bahwa energi yang dipancarkan sebanding dengan T4. Kesimpulan yang didapatkan oleh Stefan
tersebut dibuktikan secara teori oleh Boltzmann sehingga dapat dihasilkan hukum Stefan-
Boltzmann tersebut.

3.3 Hamburan Compton


Dalam peristiwa efek foto listrik, cahaya yang dijatuhkan pada keeping logam diperlakukan
sebagai paket energy yang disebut foton . Foton itu mengalami peristiwa tumbukan dengan
electron. Biasanya tumbukan selalu dikaitkan dengan momentum. Pada peristiwa tersebut akan
berlaku Hukum Kekelan Momentum dan Hukum Kekekalan Energi.
Penelitian hamburan sinar-X yang dilakukan Arthur H. Compton (1892 – 1962) menghasilkan
fenomena baru, yaitu pergesaran panjang gelombang atau perubahan frekuensi sebelum dan
sesudah tumbukan. Gejala ini dijelaskan oleh Compton dengan menganggap bahwa yang terjadi
adalah tumbukan anatara kuantum cahaya ( foton ) dan electron bebas.
“ Ketika foton menumbuk elektron , sebagian energi foton akan diberikan kepada
elektron sehingga elektron memiliki energi kinetik”

Gambar 3.11 Hamburan foton


Adapau energy foton setelah tumbukan akan berkurang. Menurut teori klasik ,
pengurangan energi tidak akan diikuti oleh perubahan frekuensi dan panjang gelombang. Namun
menurut teori kuantum, perubahan energy berarti akan terjadi perubahan frekuensi dan
perubahan panjang gelombang. Ini dibuktikan dengan hasil pengamatan yang menunjukkan
bahwa setelah tumbukan , panjang gelombang foton bertambah besar ( lamda’ > lamda ). Oleh
karena energi foton dirumuskan sebagai h c/ lamda , jelaslah bahwa energy foton setelah
tumbukan akan berkurang. Didapat dengan hasil perhitungan persamaan hamburan foton :

𝜆′ − 𝜆 = (1 − 𝑐𝑜𝑠𝜃)
𝑚0 𝐶
Keterangan:
λ = panjang gelombang foton setelah tumbukan (m)
λ = panjang gelombang foton setelah tumbukan (m)
h = tetapan planck (6,63 x 10−34 Js)
m
c = cepat rambat cahaya (3x108 )
s
θ = sudut penyimpanan foton

Latihan
1. sinar x dengan energi 300 keV mengalami hamburan Compton oleh target. Jika
sinar x terhambur dideteksi pada sudut 30 derajat dari arah sinar datang
,tentukanlah (a) pergeseran Compton, (b) energi berkas sinar x yang dihamburkan
,(c) energi recoiling electron.
2. Sinar-x dengan panjang gelombang 0,15 nm menumbuk electron diam , sinar-x
terhambur dan hamburannya dideteksi pada sudut 45 derajat dari arah semula.
Tentukanlah frekuensi sinar-x yang terhambur
2.1 Efek Bremsstrahlung dan Produksi Sinar-X
Pada tahun 1895, inar-x ditemukan pertamakali oleh Roentgen. Sifat-sifat sinar-x tidak langsung
dapat diketahui. Sifat-sifat alamiah sinar-x baru secara pasti ditentukan pada tahun 1912 seiring
dengan penemuan difraksi sinar-x oleh kristal. Difraksi sinar-x ini dapat “melihat” atau
“membedakan” objek yang berukuran kurang lebih 1 angstrom. Sifat-sifat sinar-x tersebut
adalah:

a. tidak dapat dilihat oleh mata, bergerak dalam lintasan lurus, dan dapat mempengaruhi
film fotografi sama seperti cahaya tampak.
b. daya tembusnya lebih tinggi dari pada cahaya tampak, dan dapat menembus tubuh
manusia,kayu, beberapa lapis logam tebal.
c. dapat digunakan untuk membuat gambar bayangan sebuah objek pada film fotografi
(radiograf).
d. sinar-x merupakan gelombang elektromagnetik dengan energi E = hf.
e. orde panjang gelombang sinar-x adalah 0,5-2,5 Å (sedangkan orede panjang gelombang
untuk cahaya tampak = 6000 Å). Jadi letak sinar-x dalam diagram spektrum gelombang
elektromagnet adalah antara sinar ultraviolet dan sinar gama.
f. satuan Panjang gelombang sinar-x sering dinyatakan dalam dua jenis satuan
yaitu angstroom (Å) dan satuan sinar-x (X Unit = XU). 1 kXU = 1000 XU = 1,00202
Å.
g. persamaan gelombang untuk medan listrik sinar-x yang terpolarisasi bidang adalah 𝐸 =
𝐴 sin 2𝜋(𝑥𝜆 − 𝑓𝑡) = 𝐴 sin(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡). Intensitas sinar-x adalah dE/dt (rata-rata aliran energi
per satuan waktu) persatuan luas yang tegak lurus arah rambat. Nilai rata- rata intensitas
𝑒𝑟𝑔𝑠
sinar-x ini adalah berbanding lurus dengan 𝐴2 . Satuan intensitas adalah 𝑑𝑒𝑡.𝑐𝑚2

Gambar 2.10. Arah vektor medan listrik dan medan magnet dari sebuah gelombang
yang terpolarisasi bidang.
Salah satu cara untuk membangkitkan sinar-x adalah dengan cara menembakan elektron yang
berenergi kinetik (berkecepatan) tinggi pada suatu target (anoda). Pembangkit (sumber) sinar-x
jenis ini berdasarkan keadaan target (anoda) dapat dibedakan menjadi dua jenis sumber sinar-x,
yaitu sumber sinar-x yang beranoda diam (fixed anode x-ray source) dan sumber sinar-x dengan
anoda berputar (rotating anode x-ray source). Kedua jenis sumber sinar-x ini akan dijelaskan
pada bagian berikut ini. Sumber sinar-x beranoda diam. Komponen utama sumber sinar-x yang
beranoda diam adalah sebuah anoda, sebuah katoda (K), sebuah filamen (F) sebagai sumber
elektron, sebuah sumber tegangan tinggi (HV) untuk anoda dan katoda, dan sebuah tegangan
rendah (V) untuk filamen. Sumber sinar-x jenis ini secara skema ditunjukkan pada gambar 2.11

Gambar 2.11. Skema sumber sinar-x beranoda tetap.

Filamen yang diberi catu daya dari sumber tegangan rendah (V) akan mengeluarkan elektron
secara termal. Elektron-elektron ini selanjutnya dipercapat oleh tegangan tinggi (HV) yang timbul
antara anoda dan katoda, sehingga mereka memperoleh energi kinetik yang sangat besar. Pada
saat menumbuk anoda elektron-elektron ini akan melepaskan energi kinetiknya. Sebagian kecil
dari energi tersebut berubah menjadi energi gelombang elektromagnetik yang kita sebut sinar-
x, sedangkan sebagian besar dari energi kinetik itu berubah menjadi panas yang numpuk pada
anoda. Berkas sinar-x yang dihasilkan dapat terdiri atas dua jenis sinar-x. Jenis pertama adalah
sinar-x polikhromatik, yaitu sinar-x yang berasal dari akibat pengereman elektron oleh anoda.
Berkas sinar-x jenis ini sering disebut sinar-x bremsstrahlung (sebuah kata dalam bahasa Jerman
yang berarti pengereman). Jenis kedua adalah sinar-x monokhromatik, yaitu sinar-x yang
berasal dari adanya transisi eksitasi di dalam anoda.

Berkas sinar-x yang dihasilkan oleh sebuah sumber dapat terdiri atas dua jenis spektrum, yaitu
spetrum kontinyu dan spektrum diskrit. Spektrum kontinyu dan spektrum diskrit masing-masing
sering juga disebut polikhromatik dan monokhromatik. Spektrum kontinyu sinar-x timbul akibat
adanya pengereman elektron-elektron yang berenergi kinetik tinggi oleh anoda. Pada saat terjadi
pengereman tersebut, sebagian dari energi kinetiknya diubah menjadi sinar-x. Proses
pengereman ini dapat berlangsung baik secara tiba-tiba ataupun secara perlahan-lahan, sehingga
energi sinar-x yang dihasilkannya akan memiliki rentang energi yang sangat lebar. Jika elektron-
elektron tersebut direm secara tiba-tiba, maka seluruh energi kinetiknya akan diubah seketika
menjadi energi sinar-x dan energi panas yang numpuk pada anoda. Energi sinar-x ini merupakan
energi tertinggi tertinggi yang dapat dihasilkan oleh sebuah sumber sinar-x. Atau dengan kata
lain panjang gelombang sinar-x ini merupakan panjang gelombang terpendek (λmin) yang dapat
dihasilkan oleh sebuah sumber. Tetapi jika elektron-elektron itu direm secara perlahan, maka
energi kinetiknya akan diubah secara perlahan pula menjadi energi sinar-x dan energi panas,
sehingga sinar-x yang dihasilkannya akan berenergi yang bervariasi sesuai dengan besarnya
energi kinetik yang diubahnya. Sinar-x ini akan memiliki panjang gelombang (energi) yang
berbeda, sehingga karena itulah sinar-x ini sering disebut sinar-x polikhromatik. Sinar-x yang
dihasilkan oleh adanya pengereman elektron baik secara tiba-tiba atau pun secara perlahan
sering disebut sinar-x bremsstrahlung. Spektrum sinar-x bremsstrahlung ini ditunjukkan di
dalam Gambar 4. Gambar 4. menunjukan spektrum sinar-x bremstrahlung untuk beberapa harga
tegangan tinggi yang digunakan. Dari Gambar 4 tersebut dapat kita lihat bahwa makin besar
tegangan tinggi yang digunakan makin kecil harga λmin yang dihasilkan. Nilai λmin ini secara
matematik dapat ditentukan sebagai barikut. Jika elektron yang berenergi kinetik tinggi itu direm
secara tiba-tiba oleh anoda maka seluruh energi kinetiknya akan secara tiba-tiba pula diubah
menjadi energi sinar-x tertinggi (hfmax) dan energi panas (Q). Jadi jika energi kinetik elektron
yang bergerak di dalam medan listrik yang ditimbulkan oleh tegangan tinggi dinyatakan oleh eV,
maka:
𝑒𝑉 = ℎ𝑓𝑚𝑎𝑥 + 𝑄
Atau
ℎ𝑐
𝑒𝑉 = +𝑄
λmin
Sehingga,
𝑒𝑉 − 𝑄
𝜆𝑚𝑖𝑛 =
ℎ𝑐
dimana h adalah konstanta Planck, c adalah cepat rambat cahaya, e adalah muatan listrik
elektron, dan V adalah nilai tegangan tinggi yang digunakan. Dalam prakteknya, spektrum
bremstrahlung ini jarang digunakan untuk kegiatan eksperimen dan bahkan sering dihindari
karena ia memiliki panjang gelombang yang bermacam-macam. Posisi puncak spektrum
2 3
bremsstrahlung terletak pada 𝐸𝑚𝑎𝑥 atau pada 𝜆𝑚𝑖𝑛 , karena Emax berbanding terbalik dengan
3 2

λmin. Untuk menghidari penumpukan panas (Q) pada anoda, setiap sumber sinar-x yang berdaya
besar biasanya selalu dilengkapi dengan aliran air dingin untuk membuang panas (Q) yang timbul.

Gambar 4. Spektrum sinar-x bremstrahlung untuk tegangan tinggi beberapa harga tegangan
tinggi. V3 > V2 > V1.
Sinar-x yang lebih bermanfaat dan sering digunakan dalam setiap kegiatan eksperimen adalah
sinar-x monokhromatik dan sering disebut sinar-x karakteristik. Sinar-x monokhromatik
(sinar-x karakteristik) ini timbul akibat adanya proses transisi eksitasi elektron di dalam
anoda. Sinar-x ini timbul secara tumpang tindih dengan spektrum bremstrahlung. Disamping
panjang gelombangnya yang monokhromatik, inensitas sinar-x monokhromatik ini jauh lebih
besar dari pada intensitas sinar-x bremstrahlung. Proses
terjadinya sinar-x monokhromatik ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika energi kinetic elektron
itu sama dengan atau lebih besar dari pada energi eksitasi atom-atom di dalam anoda maka pada
saat elektron-elektron tersebut menumbuk anoda, atom-atom tersebut akan tereksitasi sehingga
pada saat atom-atom tersebut kembali ke kaadaan ekuilibriumnya mereka akan melepaskan
energinya dalam bentuk foton gelombang elektromagnetik yang kita sebut sinar-x sinar-x
karakteristik. Karena tingkat-tingkat energi di dalam atom-atom itu terkuantisasi maka sinar-x
yang dipancarkannya akan memiliki panjang gelombang atau energi yang tertentu, sehingga
sinar-x ini disebut sinar-x monokhromatik. Sebagai contoh, apabila sinar-x ini timbul akibat
transisi elektron dari kulit L ke kulit K maka sinar-x ini akan memiliki energi 𝐸 = 𝐸𝐿 − 𝐸𝐾. Garis
spektrum sinar-x tersebut lazim dinamai 𝐾𝛼, sehingga panjang gelombangnya sering disebut 𝜆 −
𝛫𝛼. Nama-nama garis spektrum lainnya adalah 𝐾𝛽 (untuk transisi dari kulit M ke kulit K), Kγ
(untuk transisi dari kulit N ke kulit K), dan seterusnya. Jika transisi itu terjadi dari tingkat-tingkat
energi yang lebih tinggi ke kulit L, maka nama-nama untuk garis-garis spektrum sinar-x yang
dihasilkannya adalah 𝐿𝛼, 𝐿𝛽, 𝐿𝛾, .... dst., untuk transisi yang terjadi masing masing dari kulit M,
N, O, ...., dst. Apabila kita bandingkan dengan sinar-x bremsstrahlung, sinar-x karakteristik
tersebut muncul secara tumpang tindih di dalam spektrum bremsstrahlung (secara mendalam
dipelajari pada mata kuliah karakterisasi material/ mata kuliah fisika murni).

2.2 Kreasi dan Anihilasi Pasangan


Produksi pasangan (kreasi) adalah proses yang dapat terjadi apabila foton menumbuk
atom,dimana seluruh energy foton hilang dan dalam proses ini dua partikel terciptakan,yakni
sebuah electron dan sebuah positron.( positron adalah sebuah partikel yang massanya sama
dengan massa electron,tetapi memiliki muatan positif ).proses ini merupakan contoh penciptaan
energy massa.elektronnya tidak ada sebelum foton menumbuk atom ( electron ini bukanlah
electron milik atom ). Telah diterangkan bahwa pada efek foto listrik, foton bila ditembakkan
kepada logam, maka dapat menyerahkan seluruh energinya atau sama sekali tidak. Kalau
menyerahkan seluruh energinya, berarti untuk mengeluarkan elektron dari dalam logam dan
untuk tenaga elektron meninggalkan logam.
Juga telah diterangkan pada Compton, foton yang mempunyai frekuensi tinggi ditembakkan
langsung pada elektron terluar maka energinya untuk menghamburkan foton baru. Pada produksi
pasangan, bila sebuah foton dengan frekuensi tinggi mendekati inti atom berat maka foton
tersebut lenyap dan menjelma menjadi sebuah elektron dan sebuah positron (elektron positif).
Jadi ada perubahan energi elektromagnit menjadi energi diam.
h v = -e0 + +e0

Jumlah muatan elektron (-e) dan positron (+e) adalah nol. Energi kinetik elektron maupun
positron masing-masing adalah:
E = m0C2 = 0,51 MeV
Produksi pasangan ditunjukkan untuk membuat pasangan partikel dan anti-partikelnya, terutama
pasangan elektron dan positron. Untuk menciptakan antiproton, O. Chamberlain dan Emilio Segre
menumbukkan dua proton dalam kecepatan tinggi, begitu juga ketika Bruce Cork menemukan
antineutron. Hal yang berbeda terjadi pada produksi pasangan elektron dan positron. Elektron
dan positron tecipta saat sebuah photon yang melewati inti atom yang pasif dan energinya
dikonversikan ke dalam materi. Kehadiran inti atom diperlukan sehingga hukum kekekalan
momentum dapat terpenuhi. Elektronnya tercipta sendiri, bukan milik atom. Lalu, muncullah
positron dan elektron dari ketiadaan. Reaksinya dituliska:
𝛾 + 𝛾 → 𝑒– + 𝑒 +
Energi foton yang hilang dalam proses ini dirubah menjadi energi relativistik positron E+ dan
elektron E– dengan persamaan:
ℎ𝑣 = 𝐸 + + 𝐸–
= 2𝑚𝑜𝑐2 + [𝐸 + + 𝐸– ]

Karena K+ dan K- selalu positif maka untuk melakukan produksi pasangan, photon harus memiliki
energi sekurang-kurangnya 2moc2=1,02 MeV atau 1,64 X 10-13 J. agar dapat mendekati inti berat
sehingga terjadi produksi pasangan berupa elektron dan positron. Foton tersebut termasuk dalam
sinar gamma inti atom. secara perlambang:
Foton = electron + positron
Proses diatas hanya dapat terjadi jika terdapat sebuah atom di sekitar electron yang memasok
momentum pental yang diperlukan, proses kebalikannya,
Electron + positron = foton
Elektron bila bertemu dengan positron maka keduanya musnah (anihilasi) dan menjelma menjadi
foton sinar gamma. Pada proses produksi pasangan maupun kebalikannya ini tetap berlaku
hukum kekekalan energi dan hukum kekekalan momentum. Kembali pada produksi pasangan
tersebut di atas, karena foton berubah menjadi elektron dan positron, maka dengan sendirinya
foton yang ditembakkan harus mempunyai energi lebih tinggi dari 1,02 MeV. Setelah terjadi
produk pasangan ini, maka mengalami penurunan intensitas. Perubahan ini tergantung dari sifat
dan tebal bahan dengan analisis sebagai berikut:

𝑥𝐷 𝐼 = −𝑘 𝐼 𝐷
𝑑𝐼 = −𝑘 𝐼 𝑑𝑥
𝐼 = 𝐼0 𝑒 − 𝑘𝑥
Dengan: 𝐼0 = intensitas awal foton
I = intensitas setelah menembus bahan tebal x
𝑥 = tebal bahan
k = tetapan absorbsi bahan terhadap foton tertentu

Berarti selama perjalanan dalam media, energinya turun secara eksponensial. Apabila tebal media
x dipilih sedemikian rupa sehingga intensitasnya tinggal separo yaitu, maka tebal ini disebut tebal
lapisan separo harga (Half Value Layer = H.V.L). Teori ini banyak digunakan dalam perhitungan
pelindung radiasi.
Anihilasi (Pemusnahan Pasangan) terjadi karena setiap partikel yang bertemu antipartikelnya,
mereka akan dikonversikan dalam energi murni 100%, hal ini disebut pemusnahan pasangan.
Antiproton dengan proton, antineutron dengan neutron dan positron dengan elektron yang
bertemu akan ter-annihilated (musnah). Berikut ini proses pemusnahan elektron-positron.
Positron yang kehilangan energi kinetiknya oleh proses ionisasi, menyatu dengan elektron dan
musnah. Total massa mereka dirubah menjadi energi dan 2 photon yang bergerak ke arah
berlawanan, berkebalikan dengan proses produksi pasangan. Reaksinya:

e– + e+→ γ + γ

Mustahil pemusnahan pasangan elektron-positron hanya menghasilkan 1 photon karena seluruh


energi dan momentumnya tidak akan dirubah hanya ke dalam satu photon. Jika hvmin=moc2, maka
energi yang dihasilkan adalah 1,64 X 10-13 J atau 1,02 MeV dan untuk mengkoservasikan
momentum, setiap quantum mempunyai energi 8,2 X 10-14 J. Jika positron-elektron dimusnahkan,
akan muncul radiasi gamma sampai 511 keV dihitung dari massa elektron. Sementara
pemusnahan proton-antiproton menghasilkan energi setara massa proton, sekita 1 GeV. Namun,
satuan yang dipakai adalah rentang sinar X, bukan sinar Gamma.
BAB 3 SIFAT GELOMBANG DARI PARTIKEL

F
isika klasik mencirikan partikel sebagai entitas fisik yang memiliki massa. Pencirian ini
sekarang tidak lagi benar. Sebab ada partikel yang tidak bermassa, yaitu foton. Sebelum
teori efek fotolistrik berhasil dirumuskan, orang berkeyakinan bahwa sekali suatu entitas
dikenali sebagai gelombang, selamanya ia tetap sebagai gelombang. Sebaliknya, sekali suatu
entitas dikenali sebagai partikel, selamanya ia tetap sebagai partikel. Keyakinan itu tidak lagi
dapat dipertahankan sejak berhasilnya perumusan teori efek fotolistrik. Bahwa cahaya yang
semula diyakini sebagai gelombang ternyata pada saat tertentu juga dapat berperilaku sebagai
partikel. Kenyataan itu mengisyaratkan perlunya meninjau kembali penggolongan secara
dikotomis atau pembagian dua hal yang berbeda antara partikel dengan gelombang.

3.1 Hipotesis De Broglie


Keseluruhan entitas fisis di alam semesta ini dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar,
yaitu partikel dan gelombang. Kedua golongan entitas itu dapat dikenali secara mudah
berdasarkan kehadirannya. Partikel bersifat terlokalisir (tidak dapat bergerak bebas) sedangkan
gelombang bersifat menyebar. Perbedaan kedua golongan entitas itu juga dapat dikenali dari
gejala interferensi. Sebagaimana diketahui, gejala interferensi hanya dapat ditunjukkan oleh
gelombang. Jadi, jika suatu entitas dapat menunjukkan gejala interferensi maka dapat dipastikan
bahwa entitas tersebut tergolong gelombang. Sebaliknya, jika suatu entitas tidak dapat
menunjukkan gejala interferensi maka entitas tersebut tergolong partikel.

Hipotesis tentang gelombang materi berasal dari gagasan foton Einstein. Kemudian diterapkan
Louis de Broglie pada tahun 1922, sebelum Compton membuktikannya, untuk menurunkan
Hukum Wien (1896). Ini menyatakan bahwa "bagian tenaga elektromagnet yang paling banyak
dipancarkan benda hitam adalah yang frekuensinya sekitar 100 milyar kali suhu mutlak (273° +
suhu Celsius) benda itu". Pekerjaan ini ternyata memberi dampak yang berkesan bagi de Broglie.

Pada musim panas tahun 1923, de Broglie menyatakan gagasan untuk memperluas perilaku
dualisme cahaya mencangkup alam partikel. Ia kemudian memberanikan diri dengan
mengemukakan bahwa partikel seperti elektron juga berperilaku sebagai gelombang.
Gagasannya ini ia tuangkan dalam tiga makalah ringkas yang diterbitkan pada tahun 1924.
Menurut de Broglie, setiap partikel yang berenergi E dan bergerak dengan momentum linear p
terdapat gelombang yang diasosiasikan dengannya. Gelombang yang diasosiasikan dengan
partikel yang bergerak itu disebut gelombang materi, atau gelombang de Broglie. Dalam konteks
yang demikian dapat dikatakan bahwa gelombang elektromagnet adalah gelombang de Broglie
yang diasosiasikan dengan foton. Frekuensi dan panjang gelombang bagi gelombang de Broglie
dapat diturunkan dengan argumen sebagai berikut. Telah diketahui bahwa momentum linear dan
energi foton berkaitan dengan panjang gelombang dan frekuensi gelombang elektromagnet
menurut kaitan Planck-Einstein:𝑝 = ℎ/𝜆 dan 𝐸 = ℎ𝑓. Jika hubungan itu dipostulatkan berlaku
untuk sebarang partikel (tidak hanya foton), maka gelombang de Broglie memiliki panjang
gelombang 𝜆 = ℎ/𝑝 dan frekuensi sebesar 𝑓 = 𝐸/ℎ, dengan p dan E berurutan menyatakan
momentum linear dan energi partikel yang diasosiasikan dengan  sebesar gelombang de Broglie.

Untuk mendeskripsikan suatu gelombang, seringkali menggunakan besaran frekuensi sudut 𝜔 =


2𝜋𝑓 dan bilangan gelombang 𝑘 = 2𝜋/𝜆. Untuk gelombang de broglie, kaitan antara frekuensi
sudut dengan energi partikel, dan bilangan gelombang dengan momentum linier partikel
mengikuti rumusan Planck-Einstein:

𝜔
𝐸 = ℎ𝑓 = ℎ 2𝜋 = ћ𝜔 (3.1)

ℎ 𝑘
Dan 𝑝 = 𝜆 = ℎ 2𝜋 = ћ𝑘 (3.2)


Dengan ћ = untuk kasus tiga dimensi, menjadi 𝑝 = ћ𝑘 dengan k = vektor gelombang.
2𝜋

Untuk menyelidiki sifat gelombang materi, diperlukan perangkat eksperimen yang dapat
mendeteksi gejala interferensi dan atau difraksi untuk gelombang materi tersebut. Ini disebabkan
karena gejala itu hanya dapat ditunjukkan oleh gelombang.
Efek difraksi hanya dapat diamati jika peralatan yang digunakan memiliki ukuran karakteristik
(apertur) seorde atau kurang dari panjang gelombang. Sebagai contoh bagi apertur adalah luas
lensa, lebar celah, dan tetapan kisi sebagaimana telah kita kenal dalam optika.
Jika a dan λ berurutan menyatakan ukuran apertur dan panjang gelombang, maka efek difraksi
hanya dapat diamati jika 𝜆⁄𝑎 ≥ 1.Jika 𝜆⁄𝑎sangat kecil (≪ 1) maka efek difraksi tidak dapat
diamati. Dalam optika, jika 𝜆⁄𝑎 ≥ 1 maka kita berada pada wilayah optika fisik. Sebaliknya jika
𝜆⁄𝑎 ≪ 1 kita berada pada wilayah optika geometri. Sebagaimana kita ketahui, dalam optika
geometri cahaya cukup digambarkan sebagai sinar yang arahnya sama dengan arah rambat
cahaya. Dalam optika geometri sebenarnya kita telah mengidentikkan cahaya sebagai partikel:
arah sinar identik dengan trayektori partikel. Jika sinar menjumpai bidang pantul maka akan
dipantulkan pada arah tertentu persis seperti trayektori bola tenis yang dipantulkan lantai.
Mengingat kecilnya nilai tetapan Planck (6,6 × 10−34 𝐽. 𝑠) maka panjang gelombang de Broglie
pada umumnya juga sangat pendek. Oleh karena itu diperlukan apertur yang sangat kecil untuk
menyelidiki munculnya watak gelombang materi tersebut. Apertur terkecil yang dapat dibuat
dewasa ini memiliki ukuran sekitar 1 Å (yaitu jarak rata-rata antarbidang atom pada kristal).

𝜆= (3.3)
𝑝

Keterangan: 𝜆 = panjang gelombang (m/s)


H = tetapan planck (6,6 × 10−34 𝐽. 𝑠)

P = momentum (kg m/s)


Partikel bebas adalah partikel yang tidak dipengaruhi oleh gaya apapun. Jadi momentum
linear (p = m v) dan energi totalnya (E) konstan, artinya tidak bergantung waktu maupun
tempat. Dengan demikian, gelombang de Broglie yang diasosiasikan dengannya haruslah
𝑝
memiliki frekuensi dan vektor gelombang yang konstan, yaitu 𝜔 = 𝐸/ℎ dan 𝑘 = di

mana-mana.
Untuk penyederhanaan, kita andaikan partikel tersebut bergerak searah sumbu X positif.
Pertimbangan rasional mengharuskan bahwa gelombang yang diasosiasikan dengannya
juga bergerak searah sumbu X positif. Selanjutnya, karena gelombang tersebut memiliki
frekuensi dan bilangan gelombang yang sudah tertentu nilainya, maka wujudnya dapat
dinyatakan sebagai gelombang monokromatis
𝜓(𝑥, 𝑡) = 𝐴0 sin(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) (3.4)
Untuk sementara kita tidak perlu membicarakan apa arti fisis dari A0 maupun 𝜓. Yang perlu
segera kita amati adalah cepat rambatnya. Kecepatan gelombang tersebut dapat diketahui
𝜙
sebagai berikut. Ambillah sebarang titik x yang memiliki fase tertentu: 𝑘𝑥 − 𝜔𝑡 = 𝜙, jadi 𝑥 = 𝑘
+
𝜔𝑡
𝑘
. Titik x yang berfase 𝜙 ini bergerak dengan kecepatan v = dx/dt = 𝜔/k. Kecepatan seperti ini

disebut kecepatan fase. Kecepatan fase merupakan satu-satunya kecepatan yang dimiliki
gelombang monokromatis. Jadi, gelombang tersebut bergerak dengan kecepatan.

𝑉𝑡 = 𝜔/𝑘

Substitusi persamaan sehingga menghasilkan


𝐸
𝑉𝑡 = (3.5)
𝑝
1
Jika kecepatan partikel cukup kecil sehingga kinematika klasik dapat digunakan, maka 𝐸 = 2 𝑚𝑣 2

(Ep dapat diberi nilai nol sebab partikel dalam keadaan bebas), dan p = mv. Dengan subtitusi
nilai-nilai ini ke dalam Persamaan diperoleh kesimpulan bahwa vf = ½v. Jadi kecepatan
gelombang separoh kecepatan partikel. Kenyataan ini akan menimbulkan kesulitan penafsiran
tentang bagaimana gelombang tersebut diasosiasikan dengannya.
Jika kehadiran gelombang tersebut dikaitkan dengan suatu partikel, maka haruslah memiliki
kecepatan yang sama dengan kecepatan partikel. Dengan pertimbangan ini maka dapatlah
disimpulkan bahwa gelombang monokromatis seperti yang dinyatakan dalam
Persamaan 𝜓(𝑥, 𝑡) = 𝐴0 sin(𝑘𝑥 − 𝜔𝑡) tidak layak digunakan sebagai gelombang materi.
Jika kecepatan partikel mendekati kecepatan cahaya c, maka menurut teori relativitas, 𝐸 = 𝛾𝑚𝑐 2
𝑣 2 −1 𝐸
dan 𝑝 = 𝛾𝑚𝑣, dengan 𝛾 ≡ (1 − ) 2. Subtitusi nilainilai ini ke dalam Persamaan 𝑉𝑡 =
𝑐2 𝑝

𝑐2
menghasilkan 𝑣𝑡 = 𝑣
. Karena laju partikel material selalu kurang dari laju cahaya dalam vakum

c, maka kecepatan gelombang tadi akan selalu lebih dari c. Ini tentu saja bertentangan dengan
asas relativitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mengasosiasikan gelombang
monokromatis bidang dengan gerakan partikel adalah tidak mungkin.
Ketidaktepatan penggunaan gelombang monokromatis sebagai gelombang materi juga dapat
dilihat dari kehadiran spasial gelombang tersebut. Gelombang monokromatis menyebar ke
seluruh ruang. Karena gelombang materi harus dapat mendeskripsikan partikel, maka seharusnya
gelombang tersebut tidak terlalu menyebar. Idealnya harus terlokalisir di sekitar titik di mana
partikel berada. Artinya, amplitudo gelombang tersebut harus bernilai nol kecuali di sekitar titik
di mana partikel yang bersangkutan berada. Lihat Gambar 3.1

Gambar 3.1 superposisi gelombang


Gelombang yang serupa dengan yang dilukiskan pada Gambar 3.1 paling bawah dapat dibentuk
dengan memadukan sejumlah besar gelombang monokromatis yang memiliki bilangan
gelombang dan frekuensi yang berbeda-beda. Paduan beberapa gelombang monokromatis
membentuk pola gelombang baru yang disebut grup gelombang. Sebagai contoh, marilah kita
padukan dua gelombang monokromatis 𝜓1(𝑥, 𝑡) dan 𝜓2(𝑥, 𝑡) yang masing-masing berbentuk:
1 1
𝜓1 (𝑥, 𝑡) = 𝐴0 𝑠𝑖𝑛 [(𝑘0 + 𝑑𝑘) 𝑥 − (𝜔0 + 𝑑𝜔) 𝑡]
2 2
𝑑𝑎𝑛
1 1
𝜓2 (𝑥, 𝑡) = 𝐴0 sin[( 𝑘0 − 𝑑𝑘)𝑥 − (𝜔0 − 𝑑𝜔) 𝑡]
2 2
Dengan menggunakan identitas trigonometri
1 1
𝑠𝑖𝑛𝛼 + 𝑠𝑖𝑛𝛽 = 2 cos (𝛼 − 𝛽) sin (𝛼 + 𝛽)
2 2
Superposisi kedua gelombang di atas menghasilkan
1 1
𝜓(𝑥, 𝑡) = 𝜓1 (𝑥, 𝑡) + 𝜓2 (𝑥, 𝑡) = {2 𝐴0 𝑐𝑜𝑠 ( 𝑑𝑘 𝑥 − 𝑑𝜔 𝑡)} sin(𝑘0 𝑥 − 𝜔0 𝑡). (3.6)
2 2
Gelombang resultan ini dapat dipandang sebagai gelombang monokromatis termodulasi.
Amplitudonya berubah secara periodik sehingga membentuk semacam paket atau selubung
gelombang. Dalam Persamaan (3.6), selubung ini dinyatakan oleh faktor yang ditulis dalam tanda
1
kurung besar, yaitu 2𝐴0 cos 2 (𝑑𝑘 𝑥 − 𝑑𝜔 𝑡). Setiap selubung terdiri atas sejumlah gelombang

komponen yang memiliki rata-rata bilangan gelombang k0 dan rata-rata frekuensi sudut ω0
(dinyatakan oleh factor kedua). Gambar 3.2 berikut menyajikan plot contoh grup gelombang
𝜓(x,0) sebagai fungsi x yang dibentuk oleh perpaduan fungsi sin 6x dan sin 4x. Menurut
Persamaan (3.6), hasil paduan kedua fungsi tersebut adalah 𝜓(x,0) = 2 cos x sin 5x.
Gambar 3.2 grup gelombang
Grup gelombang beserta gelombang-gelombang komponennya bergerak pada arah yang sama
tetapi dengan kecepatan yang berbeda. Gelombang komponen bergerak dengan kecepatan 𝑣 =
𝜔0 /𝑘0 . Ini disebut kecepatan fase. Di pihak lain, grup gelombang bergerak dengan kecepatan.
𝑑𝜔
𝑣𝑡 = (3.7)
𝑑𝑘
Rumusan kecepatan tersebut diturunkan sebagai berikut. Ambillah sebarang titik x yang
memenuhi hubungan (𝑑𝑘 𝑥 − 𝑑𝜔 𝑡) = konstanta. Jika ungkapan ini dideferensialkan, diperoleh
𝑑𝑘 𝑑𝑥 = 𝑑𝜔𝑑𝑡, atau dx/dt = d𝜔/dk. Karena dx/dt adalah kecepatan, maka ungkapan (3.7) tadi
juga sebagai kecepatan. Ini disebut kecepatan grup. Meskipun Persamaan (3.7) di atas
diturunkan dari grup gelombang yang dibentuk oleh dua gelombang monokromatis, rumusan
kecepatan grup tersebut berlaku umum. Jadi kecepatan grup merupakan derivatif ω terhadap k;
sedangkan kecepatan fase merupakan perbandingan ω terhadap k. Dengan mengganti 𝜔 dan k
menurut Persamaan (3.1) dan (3.2), kecepatan grup di atas dapat diubah menjadi
𝐸 𝑝2
𝑑 ( ) 𝑑𝐸 𝑑 (2𝑚) 𝑝
𝑉𝑔 = ℎ = = =
𝑝
𝑑 ( ) 𝑑𝑝 𝑑𝑝 𝑚

Jika v menyatakan kecepatan partikel maka p = mv, sehingga vg = v. Jadi kecepatan grup sama
dengan kecepatan partikel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gelombang yang
diasosiasikan dengan partikel bebas haruslah berbentuk grup gelombang. Uraian tadi sekaligus
menunjukkan bahwa agar kecepatan grup sama dengan kecepatan partikel maka hubungan
antara E dan , serta antara k dan p harus memenuhi Persamaan (3.1) dan (3.2). Sekarang kita
simak sekali lagi plot grup gelombang (Persamaan 3.6) pada Gambar 3.2. Grup gelombang seperti
itu tentu saja masih kurang layak untuk mendeskripsikan partikel karena masih sangat menyebar.
Masih menyebarnya grup gelombang itu disebabkan karena hanya dibentuk oleh dua gelombang
sehingga interferensi konstruktif dengan cepat dapat berulang. Kejadian ini tidak akan muncul
jika grup gelombang tersebut dibentuk oleh perpaduan sejumlah besar gelombang monokromatis
yang berbeda frekuensi dan bilangan gelombangnya. Jika ini dilakukan, maka interferensi
konstruktif baru terulang lagi pada jarak yang sangat jauh. Semakin banyak gelombang yang
berinterferensi semakin jarang pengulangan terjadi. [Ingat bahwa interferensi konstruktif terjadi
jika gelombang-gelombang tersebut semuanya sefase. Akibatnya semakin banyak gelombang
yang berinterferensi, semakin jarang semuanya akan sefase].

Dengan demikian, dapatlah dideduksi bahwa pengulangan benar-benar tidak akan terjadi jika
jumlah gelombang yang dipadukan tak berhingga banyak. Jadi, secara prinsip, kita dapat
membuat grup gelombang yang nilainya tidak nol hanya disekitar titik tertentu. Grup gelombang
seperti inilah yang idealnya digunakan untuk mendeskripsikan partikel. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa wujud gelombang materi haruslah berupa grup gelombang. Pada bagian
berikutnya, secara bertahan akan kita pelajari sifat-sifat lain yang harus dipenuhi oleh gelombang
materi

3.1.1 Penafsiran Fungsi Gelombang


Menurut deskripsi gelombang, radiasi dapat digambarkan sebagai entitas kolektif medan listrik
dan medan magnet yang merambat bersama dalam ruang. Pada medium dielektrik isotropik,
medan listriknya merambat dalam bentuk gelombang bidang 𝐸(𝑟, 𝑡) = 𝐸0 exp {𝑖(𝑘. 𝑟 − 𝜔𝑡)}, yang
diperoleh dari penyelesaian persamaan Maxwell. Rata-rata (terhadap waktu) rapat energi medan
persatuan volume pada suatu tempat, dilambangi < 𝑤𝑒 > adalah
1 1
< 𝑤𝑒 ≥ 𝜀𝐸. 𝐸 ∗ = |𝐸0 |2
4 4
Pada deskripsi partikel (foton), rata-rata rapat energi didefinisikan sebagai hasil kali energi foton
𝑁
(ћ𝜔) dengan cacah rata-rata foton tiap satuan volume ( 𝑉 ). Jika rata-rata rapat energi foton ini

dilambang < 𝑊𝑓 > , maka


𝑁
< 𝑊𝑓 ≥ ( ) ћ𝜔
𝑉
Kita harus menggunakan kata rata-rata karena proses pancaran foton dari sumbernya merupakan
proses statistik (acak) sehingga tidak ada cara untuk memastikan berapa cacah foton yang berada
dalam suatu volume pada suatu saat. Dengan demikian N/V tersebut dapat diartikan sebagai
rapat peluang mendapatkan foton di suatu titik pada saat tertentu. Jika kedua rumusan rapat
energi di atas kita samakan, kita peroleh hubungan
1 𝑁
< 𝑤 ≥ 𝜀𝐸. 𝐸 ∗ = ћ𝜔
4 𝑉
Jadi |𝐸(𝑟, 𝑡)|2 = 𝐸. 𝐸 ∗ sebanding dengan N/V. Dengan kata lain jika 𝐸(𝑟, 𝑡), merupakan
gelombang yang diasosiasikan dengan foton maka |𝐸(𝑟, 𝑡)|2 , yaitu kuadrat modulus fungsi
gelombang bagi foton, menyatakan peluang mendapatkan foton dalam suatu unsur volume di
sekitar titik r pada saat t. Dengan demikian, melalui telaah rapat energi radiasi ini kita telah
berhasil memadukan dualisme gelombang-partikel untuk radiasi.
Kesimpulan tersebut selanjutnya dipostulatkan juga berlaku untuk gelombang materi. Jika
gelombang materi diungkapkan sebagai fungsi gelombang Ѱ(𝑟, 𝑡), yang dapat berupa fungsi
kompleks variabel real r dan t, maka Ѱ(r, t) adalah suatu fungsi yang kuadrat modulusnya,
|Ѱ(r, t)|2 sebanding dengan rapat peluang (per satuan volume) untuk mendapatkan partikel di
titik r pada saat t.
Penafsiran probabilistik terhadap fungsi gelombang seperti itu pertama kali diajukan oleh Max
Born pada tahun 1926. Oleh sebab itu, ungkapan tersebut dikenal sebagai penafsiran Born
tentang fungsi gelombang.
Selanjutnya |Ѱ(𝑟, 𝑡)|2 didefinisikan sebagai rapat peluang kehadiran partikel di titik r pada saat t,
dan biasanya dilambangi ℘(𝑟, 𝑡) artinya
℘(𝑟, 𝑡)𝑑3 𝑟 = |Ѱ(𝑟, 𝑡)|2 𝑑 3 𝑟 = Ѱ∗ (𝑟. 𝑡)Ѱ(𝑟, 𝑡)𝑑2 𝑟
menyatakan besarnya peluang pada saat t partikel berada di dalam unsur volume 𝑑2 𝑟 = 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑧
di sekitar titik r.
Jika partikel yang dibicarakan benar-benar ada, maka pelacakan partikel ke seluruh ruang pasti
dapat menemukannya. Ini berarti bahwa peluang total mendapatkan partikel haruslah 1. Jadi

∫ ℘ (𝑟, 𝑡)𝑑3 𝑟 = 1
−∞

membawa konsekuensi bahwa integral |Ѱ(r, t)|2 ke seluruh ruang harus berhingga. Dengan kata
lain, Ѱ(r, t) harus merupakan fungsi yang kuadrat modulusnya dapat diintegralkan dalam arti:

∫ ℘ (𝑟, 𝑡)𝑑 3 𝑟 = 𝑁 < ∞
−∞

Fungsi-fungsi seperti itu dikatakan bersifat square integrable (SI). Cara sederhana untuk
mengenali apakah suatu fungsi termasuk SI atau tidak adalah dengan mengamati sebaran
nilainya. Jika fungsi tersebut menyebar ke seluruh ruang, artinya nilainya tidak nol dari -∞ sampai
+∞ maka fungsi tersebut tidak termasuk SI. Sebaliknya, jika tidak terlalu menyebar, artinya
bernilai nol di ± ∞, maka fungsi tersebut termasuk SI.
Uraian tadi menambah satu lagi sifat yang harus dipenuhi oleh gelombang materi,yaitu harus
bersifat SI.
Untuk memahami penafsiran probabilistik tersebut, untuk sementara kita batasi pembicaraan kita
dalam kasus 1 dimensi. Jika Ѱ (𝑥, 𝑡) menyatakan gelombang materi yang dibicarakan, dan Ѱ (𝑥, 𝑡)
ternormalkan, maka
1. Rapat peluang posisi partikel:
℘(𝑥, 𝑡) = |Ѱ(𝑥, 𝑡)|2 = Ѱ∗ (𝑥. 𝑡)Ѱ(𝑥, 𝑡)
2. Peluang pada saat t partikel berada dalam interval x dan x + dx:
℘(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = |Ѱ(𝑥, 𝑡)|2 𝑑𝑥 = Ѱ∗ (𝑥. 𝑡)Ѱ(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥
3. Peluang pada saat t partikel berada antara x1 dan x2:
𝑥2 𝑥2
∫ ℘(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = ∫ Ѱ∗ (𝑥. 𝑡)Ѱ(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥
𝑥1 𝑥1

4. Peluang pada saat t partikel berada di sebarang titik dari - ∞ s/d + ∞:


∞ ∞
∫ ℘(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = ∫ Ѱ∗ (𝑥. 𝑡)Ѱ(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥 = 1
−∞ −∞

Rumusan-rumusan tadi didasarkan atas asumsi bahwa Ѱ (𝑥, 𝑡) ternormalkan.Jika Ѱ (𝑥, 𝑡) belum

ternormalkan, maka rumusan tersebut harus dibagi dengan ∫−∞ ℘(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥
Kembali ke sifat SI bagi fungsi gelombang. Menurut teori integral Fourier, sebarang fungsi SI,
misalnya f(x), selalu dapat dinyatakan dalam bentuk integral

1
𝑓(𝑥) = ∫ 𝑔(𝑘)𝑒 𝑖𝑘𝑥 𝑑𝑘
√2𝜋 −∞

dengan g(k) adalah inversi transformasi Fourier dari f(x):



1
𝑔(𝑘) = ∫ 𝑓(𝑥)𝑒 −𝑖𝑘𝑥 𝑑𝑘
√2𝜋 −∞

Pada kedua persamaan di atas, k adalah bilangan gelombang dan x adalah koordinat (posisi).
Variabel k dan x merupakan pasangan variabel yang saling berkonjugasi. Contoh lain pasangan
besaran yang saling berkonjugasi adalah waktu (t) dan frekuensi sudut (𝜔). Fungsi f(x) dan g(k)
sering disebut pasangan transformasi Fourier. Secara fisik keduanya mendeskripsikan gejala yang
sama tetapi dari sudut pandang yang berbeda: f(x) mendeskripsikan dalam ruang koordinat
(ruang x), sedangkan g(k) mendeskripsikan dalam ruang k.
Berdasarkan teori di atas, maka fungsi gelombang pada t tertentu, misalnya t = 0, yaitu Ѱ (𝑥, 0)
juga dapat disajikan dalam ruang momentum. Jika penyajian dalam ruang momentum dilambangi
Ѱ (𝑝, 0) maka kedua fungsi tersebut harus memenuhi hubungan:

1
Ѱ(𝑥, 0) = ∫ Ѱ(𝑝, 0)𝑒 𝑖𝑝𝑥/ћ 𝑑𝑝
√2𝜋ћ −∞

Dan

1
Ѱ(𝑝, 0) = ∫ Ѱ(𝑥, 0)𝑒 −𝑖𝑝𝑥/ћ 𝑑𝑝
√2𝜋ћ −∞

Karena kedua fungsi Ѱ (x,0) dan Ѱ (p,0) tersebut merupakan pasangan Fourier maka keduanya
secara fisik sama, artinya keduanya diasosiasikan dengan partikel yang sama. Ѱ(x,0) adalah
wujud fungsi gelombang jika disajikan dalam ruang koordinat, sedangkan Ѱ (p,0) adalah wujud
fungsi gelombang jika disajikan dalam ruang momentum.
Selaras dengan penafsiran Born untuk Ѱ(x,t) , maka penafsiran Born untukѰ (p,0)dirumuskan
sebagai berikut
1. Rapat peluang pada saat t partikel memiliki momentum p:
℘(𝑝, 𝑡) = |Ѱ(𝑝, 𝑡)|2 = Ѱ∗ (𝑝. 𝑡)Ѱ(𝑝, 𝑡)
2. Peluang pada saat t partikel memiliki momentum antara p sampai p + dp:
℘(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝 = |Ѱ(𝑝, 𝑡)|2 𝑑𝑝 = Ѱ∗ (𝑝. 𝑡)Ѱ(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝
3. Peluang pada saat t partikel memiliki momentum antara p1 dan p2:
𝑝2 𝑝2
∫ ℘(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝 = ∫ Ѱ∗ (𝑝. 𝑡)Ѱ(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝
𝑝1 𝑝1

4. Peluang pada saat t partikel memiliki sebarang momentum dari -∞ sampai + ∞


sebesar 1, jadi
∞ ∞
∫ ℘(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝 = ∫ Ѱ∗ (𝑝. 𝑡)Ѱ(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝 = 1
−∞ −∞

3.2 Prinsip Ketidakpastian Heisenberg


Salah satu asas yang dihasilkan fisika kuantum adalah Asas Ketakpastian Heisenberg. Asas ini
menyatakan bahwa pengukuran serempak terhadap posisi dan momentum linear tidak mungkin
dapat dilakukan dengan ketelitian mutlak. Ketelitian terbaik yang mungkin dicapai adalah ∆𝑥∆𝑝 =
ℎ⁄ dengan ∆𝑥 dan ∆𝑝 berurutan menyatakan ketakpastian posisi dan ketakpastian momentum
2
linear. Asas ketakpastian ini biasanya dinyatakan dengan ungkapan ∆𝑥∆𝑝 ≥ ℎ⁄2.
Pada bagian ini kita akan menelaah munculnya asas tersebut berdasarkan prinsip penafsiran Born
dan asas ketidakpastian Heisenberg.

Berdasarkan penafsiran Born, dari fungsi gelombang Ψ


~(𝑥,
𝑡)dapat didefinisikan

fungsi rapat peluang kehadiran (posisi) partikel ℘ (𝑥, 𝑡) dan dari fungsi gelombang Ψ
~(𝑝,
𝑡) dapat
didefinisikan fungsi rapat peluang momentum linear partikel ~
℘ 𝑝, 𝑡 . Dengan demikian, dari kedua
fungsi rapat peluang tersebut dapat dihitung nilai harap (expectation value) posisi dan
momentum linear beserta ketakpastiannya. Prosedur penghitungannya dilakukan sebagai berikut.

Dari fungsi rapat peluang posisi, ℘ (𝑥), dapat dihitung nilai harap posisi, dilambangi <x>, dan
variansi posisi, dilambangi 𝜎𝑥2 , sebagai berikut.


〈𝑥〉 = ∫ 𝑥℘ (𝑥)𝑑𝑥
−∞

𝜎𝑥2 = ∫−∞(𝑥−< 𝑥 >)2 ℘ (𝑥)𝑑𝑥 persamaan tersebut dapat diubah menjadi 𝜎𝑥2 = < 𝑥 2 > −< 𝑥 >2

dengan 〈𝑥 2 〉 = ∫−∞ 𝑥 2 ℘(𝑥)𝑑𝑥

Ketakpastian posisi partikel, yang tidak lain adalah standard deviasi, diperoleh dengan mengambil
akar varian. Dengan demikian dari fungsi gelombang 𝜓(𝑥) dapat diperoleh nilai ketakpastian
posisi sebesar

∆𝑥 = √< 𝑥 2 > −< 𝑥 >2


dengan <x> dan < 𝑥 2 > masing-masing dihitung dengan menggunakan
Persamaan

〈𝑥〉 = ∫ 𝑥℘ (𝑥)𝑑𝑥
−∞

Dan 〈𝑥 2 〉 = ∫−∞ 𝑥 2 ℘(𝑥)𝑑𝑥
Dengan argumen yang sama, ketidakpastian momentum linear sebesar

∆𝑝 = √< 𝑝2 > −< 𝑝 >2



Dengan ~(𝑝)𝑑𝑝
〈𝑝〉 = ∫−∞ 𝑝 ℘

Dan 〈𝑝2 〉 = ∫−∞ 𝑝2 ℘
~(𝑝)𝑑𝑝

Prinsip ketidakpastian Heisenberg adalah salah satu prinsip matematis dalam fisika kuantum
(cabang ilmu fisika yang mengkususkan kajiannya pada struktur dan dinamika materi berukuran
atom) yang menyatakan bahwa tingkat keakurasian (ketepatan) kita dalam mengukur posisi
suatu benda akan berbanding terbalik dengan tingkat keakurasian kita dalam mengukur
kecepatan benda itu sendiri: semakin akurat posisi koordinat suatu benda kita ukur, maka akan
semakin tidak akuratlah kita mengukur tingkat kecepatannya, dan sebaliknya, senakin akurat kita
mampu mengukur tingkat kecepatan suatu benda, maka akan semakin tidak akuratlah kita
mengukur posisi koordinatnya. Sejak ketidakakurasian dalam pengukuran tersebut akan
membuat kita tidak dapat mengetahui secara pasti posisi dan kecepatan benda secara
bersamaan, maka prinsip ketidakpastian Heisenberg dapat juga didefinisikan secara singkat
sebagai prinsip yang menyatakan bahwa semakin pasti posisi suatu benda kita ketahui, akan
semakin tidak pastilah kita mengetahui tingkat kecepatannya, dan sebaliknya.
Prinsip ketidakpastian Heisenberg ditemukan oleh Werner Heisenberg pada tahun 1927 (oleh
sebab itulah dinamakan prinsip ketidakpastian Heisenberg, berdasarkan nama penemunya) dan
telah menjadi salah satu postulat pilar dalam fisika kuantum. Berkat penemuannya itu, Werner
Heisenberg sendiri meraih penghargaan Nobel bidang fisika pada tahun 1932.
Albert Einstein berupaya mati-matian untuk membuktikan bahwa prinsip ketidakpastian
Heisenberg sebenarnya salah dan upayanya itu terungkap salah satunya dalam pernyataannya
yang paling sering dikutip:”Tuhan tidak bermain dadu dengan alam semesta.” terposisikannya
prinsip ketidakpastian Heisenberg sebagai salah satu pilar dalam fisika modern merupakan salah
satu faktor yang membuat Einstein mengucilkan dirinya dari kajian-kajian fisika modern, lalu
memusatkan 30 tahun sisa hidupnya dalam upaya penciptaan teori medan bersatu/teori segala
hal (unified field theory).
Pertanyaannya kemudian adalah: mengapakah Albert Einstein, sang fisikawan jenius yang berjasa
merubah cara pandang manusia terhadap ruang-waktu dengan teori relativitasnya bersikap
antipati terhadap prinsip ketidakpastian Heisenberg dan bahkan berupaya membuktikan bahwa
prinsip itu salah?.
Jawaban dari pertanyaan di atas terletak pada implikasi filosofis yang dimunculkan prinsip
ketidakpastian Heisenberg. Implikasi filosofis tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: jauh
sebelum prinsip ketidakpastian Heisenberg tercipta, para fisikawan percaya bahwa kenyataan
objektif (materi fisis beserta hukum-hukum yang mengaturnya) merupakan sesuatu yang
bersifat fixed (tetap), bergerak sesuai dengan hukum-hukum yang rigid dan pasti, serta dapat
diprediksi arahnya berdasarkan pengetahuan manusia akan hukum-hukum tersebut.
Kepercayaan ini terutama mewujud dalam prinsip determinasi Laplace yang menyatakan bahwa
arah gerak materi fisik dapat diramalkan berdasarkan kecepatan dan posisinya: bila saja manusia
dapat mengetahui secara bersamaan kecepatan dan posisi tiap benda yang ada di alam semesta
ini, maka manusia pastilah sanggup meraih pengetauan paripurna mengenai totalitas kenyataan
beserta tujuannya.
Sejak prinsip ketidakpastian Heisenberg menunjukkan bahwa manusia tak akan mungkin
mengetahui posisi dan kecepatan materi secara bersamaan (semakin manusia tahu kecepatan
suatu benda akan semakin tidak tahulah ia posisi benda itu, dan sebaliknya), maka kepercayaan
para fisikawan terhadap adanya kenyataan objektif yang bersifat fixed dan rigid berubah.
Optimisme mereka terhadap kemampuan manusia untul memprediksi arah kenyataan objektif
runtuh: prinsip ketidakpastian Heisenberg telah membuktikan bahwa alam semesta bukanlah
sesuatu yang bersifat rigid dan pasti, selalu ada energi yang dapat merubah kecepatan dan posisi
tiap materi, sehingga selalu ada peluang bagi terjadinya proses-proses fisis, kimiawi, biologis
yang bersifat random, menghasilkan bangun kenyataan yang semata-mata terjadi
akibat chance (kebetulan belaka), bukannecessity (keniscayaan).
Bagi Einstein, implikasi filosofisyang dibawa prinsip ketidakpastian Heisenberg di atas merupakan
sesuatu yang sama sekali bertentangan dengan iman pantheistik yang dianutnya: Einstein
mengimani Tuhan sebagai personalisasi bangun kenyataan objektif yang bersifat tetap, pasti,
selalu sama untuk selamanya, serta tidak tergantung keberadaannya pada ada tidaknya manusia.
Iman pantheistik ini membuat Einstein hingga akhir hayatnya tetap menganggap bahwa pastilah
ada perhitungan matematis yang salah dalam lahirnya prinsip ketidakpastian Heisenberg,
sehingga ia menolak kebenaran prinsip tersebut.

Rangkuman
1. Berdasarkan telaah efek fotolistrik dan radiasi benda-hitam disimpulkan bahwa cahaya yang
semula diyakini sebagai gelombang ternyata juga berwatak sebagai partikel. Dengan kata
lain, cahaya memiliki watak ganda: sebagai partikel dan juga sebagai gelombang. Watak
ganda yang dimiliki cahaya ini oleh de Broglie diberlakukan pula pada partikel. Menurut de
Broglie, setiap entitas yang dalam kehidupan sehari-hari kita kenal sebagai partikel juga dapat
memiliki watak gelombang.
2. Hipotesis de Broglie menyatakan bahwa terhadap setiap partikel yang memiliki momentum
linear p dan energi total E terdapat gelombang yang diasosiasikan dengannya. Gelombang ini
disebut gelombang materi, atau gelombang de Broglie. Gelombang ini memiliki panjang
gelombang sebesar 𝜆 = ℎ⁄𝑝 dan frekuensi sebesar 𝑣 = 𝐸 ⁄ℎ, dengan h menyatakan tetapan
Planck yang nilainya 6,634 × 10−34 𝐽. 𝑠.
3. Gelombang de Broglie akan signifikan jika gelombang tersebut memiliki panjang gelombang
minimal dalam orde angstrom. Hal ini tidak mungkin dicapai untuk partikel makroskopis, atau
partikel yang kita kenal seharihari. Tetapi, bagi partikel mikroskopik (yang berskala atomik),
seperti elektron, proton, inti, dan partikel-partikel elementer lainnya, pemunculan watak
gelombang itu sangat dimungkinkan. Percobaan Davisson dan Germer membuktikan
kebenaran munculnya watak gelombang ini.
4. Gelombang de Broglie dapat diungkapkan sebagai fungsi gelombang. Berdasarkan hipotesis
de Broglie, fungsi gelombang tersebut mestinya berbentuk gelombang monokromatis dengan
panjang gelombang dan frekuensi seperti dinyatakan pada butir 2 di atas. Namun demikian,
berdasarkan berbagai pertimbangan yang sangat masuk akal, kita menyimpulkan bahwa
fungsi gelombang tersebut tidak mungkin berupa gelombang monokromatis; melainkan harus
berupa grup gelombang.
5. Fungsi gelombang dapat disajikan dalam ruang posisi (koordinat) maupun dalam ruang
momentum linear. Bentuk eksplisit fungsi gelombang dalam kedua penyajian tersebut saling
1 ∞
berkait menurut hubungan 𝜓(𝑥) = ∫ ~(𝑝)𝑒 𝑖 𝑝𝑥⁄ℏ 𝑑𝑝 dan ~
𝜓(𝑝) =
√2𝜋ℎ −∞ 𝜓
1 ∞
2𝜋ℎ
∫−∞ 𝜓(𝑥)𝑒 −𝑖 𝑝𝑥⁄ℏ 𝑑𝑥.

6. Fungsi gelombang yang mendeskripsikan gelombang de Broglie tidak memiliki arti fisis secara
langsung. Artinya, tidak ada besaran fisis yang bergelombang terkait dengan fungsi
gelombang itu. Oleh karena itu perlu cara tertentu untuk menafsirkan fungsi gelombang
secara fisis.
7. Max Born menafsirkan fungsi gelombang secara statistik sebagai berikut. Dari fungsi
gelombang Ψ(𝑥, 𝑡) didefinisikan fungsi rapat peluang posisi partikel, dilambangi ℘(𝑥, 𝑡 ,
sebagai ℘(𝑥, 𝑡) = Ψ ∗ (𝑥, 𝑡)Ψ(x, t). Fungsi rapat peluang posisi memberikan informasi tentang
berapa peluang pada saat t partikel berada di posisi x. Pernyataan ini identik dengan
ungkapan: ℘(𝑥, 𝑡)𝑑𝑥menyatakan besarnya peluang bahwa pada saat t partikel berada dalam
interval x sampai x + dx.
8. Penafsiran Born tentang fungsi gelombang yang disajikan dalam ruang momentum linear
serupa dengan butir 7 di atas. Dari fungsi gelombang ~
Ψ(𝑝, 𝑡) didefinisikan fungsi rapat
peluang momentum linear partikel Sebagai ~
℘(𝑝, 𝑡)
~ (𝑝,
=Ψ∗ ~
𝑡) Ψ(p, t). Fungsi rapat peluang ini
memberikan informasi tentang berapa peluang pada saat t partikel memiliki momentum
linear sebesar p. Pernyataan ini identik dengan ungkapan: ~
℘(𝑝, 𝑡)𝑑𝑝 menyatakan besarnya
peluang bahwa pada saat t partikel memilikimomentum linear antara p sampai p + dp.
9. Berdasarkan penafsiran Born dapat dideduksi Asas Ketakpastian Heisenberg.
Asas ini menyatakan bahwa pengukuran serempak terhadap posisi dan momentum linear
tidak mungkin menghasilkan ketelitianmutlak secara serempak. Ketelitian terbaik adalah yang
menghasilkan nilai ∆𝑥∆𝑝 = ℏ⁄2 dengan ℏ menyatakan tetapan Planck dibagi 2𝜋. Ketelitian
terbaik ini dicapai jika fungsi gelombangnya berupa fungsi Gaussan.
Fisika Modern
Mekanika kuantum
Outline:
• Fungsi dan Persamaan Gelombang
• Persamaan Schrodinger
• Partikel dalam kotak
• Osilator harmonic
Pendahuluan Mekanika Kuantum

• Mekanika kuantum dikembangakan melalui pendekatan-pendekatan


oleh Erwin Schrodinger, Warner Heisenberg dan lain-lain pada tahun
1952-1926 di tempat yang terpisah.

• Mekanika kuantum timbul saat mekanika klasik dianggap tidak mampu


menjelaskan banyaknya fakta eksperimen yang menyangkut perilaku sistem
yang berukuran atom, bahkan teori mekanika klasik memberi distribusi
spektral yang salah radiasi dari suatu rongga yang dipanasi

• Mekanika kuantum menghasilkan hubungan antara kuantitas yang teramati,


tatapi prinsip ketidaktentuan menyebutkan bahwa kuantitas teramati
bersifat berbeda dalam kawasan atomik. Dalam mekanika kuantum
kedudukan dan momentum awal partikel tidak dapat diperoleh dengan
ketelitian yang cukup.
Perbedaan mekanika Newton dan Mekanika Newton:

Mekanika Newton
1.Kedudukan awal dapat ditentukan
2.Momentum awal
3.Gaya – gaya yang bereaksi padanya
4.Kuatitas teramati dengan teliti
5.Keadaan awal dan akhir dapat ditentukan dengan teliti

Mekanika Kuantum:
1.kuantitas dapat teramati
2.Kuantitas teramati bersifat berbeda dengan atomic
3.Kedudukan dan momentum awal tidak dapat dipereoleh dengan ketelitian
yang cukup
Persamaan Gelombang

Kuantitas yang diperlukan dalam mekanika kuantum ialah fungsi


gelombang Ψdari benda itu. Walaupun Ψ sendiri tidak mempunyai
tafsiran fisis, kuadrat besar mutlak |Ψ|^2 (atau sama dengan ΨΨ* jika Ψ
kompleks) yang dicari pada suatu tempat tertentu pada suatu saat
berbanding lurus dengan peluang untuk mendapatkan benda itu di tempat
itu pada saat itu.
Momentum, momentum sudut, dan energi dari benda dapat diperoleh dari Ψ.
Persoalan mekanika kuantum adalah untuk menentukan Ψ untuk benda
itu bila kebebasan gerak dibatasi oleh aksi gaya eksternal. Biasanya untuk
memudahkan kita ambil |Ψ|^2 sama dengan peluang P untuk mendapatkan
partikel yang diberikan oleh Ψ, hanya berbadinng lurus dengan P. Jika |Ψ|^2
sama dengan P, maka betul bahwa :

ialah suatu pernyataan matematis bahwa partikel itu ada di suatu tempat untuk setiap saat, jumlah semua peluang
yang mungkin harus tertentu. Selain bisa dinormalisasi , Ψ harus berharga tunggal, karena P hanya berharga tunggal
pada tempat dan waktu tertentu , dan kontinu
Persamaan Schrodinger yang merupakan persamaan pokok dalam mekanika
kuantum serupa dengan hukum gerak kedua merupakan persamaan pokok
dalam mekanika newton, adalah persamaan gelombang dalam variabel Ψ.

Persamaan gelombang yang menentukan gelombang dengan kuantitas


variabel y yang menjalar dalam arah x dengan kelajuan v.

Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu Dalam mekanika kuantum,


fungsi gelombang Ψ bersesuaian dengan variabel gelombang y dalam
gerak gelombang umumnya. Namun, Ψ bukanlah suatu kuantitas yang
dapat diukur, sehingga dapat berupa kuantitas kompleks. Karena itu, kita
akan menganggap Ψ dalam arah x dinyatakan oleh :
Persamaan di samping merupakan penggambaran
matematis gelombang ekuivalen dari partikel bebas
yang berenergi total E dan bermomentum p yang
bergerak dalam arah +x. Namun, pernyataan fungsi
gelombang Ψ hanya benar untuk partikel yang
bergerak bebas.

• Sedangkan untuk situasi dengan gerak partikel yang dipengaruhi berbagai pembatasan untuk
memecahkan Ψ dalam situasi yang khusus, kita memerlukan persamaan Schrodinger. Pendekatan
Schrodinger disebut sebagai mekanika gelombang.
• Persamaan Schrodinger dapat diperoleh dengan berbagai cara, tetapi semuanya mengandung
kelemahan yang sama yaitu persamaan tersebut tidak dapat diturunkan secara ketat dari prinsip fisis
yang ada karena persamaan itu sendiri menyatakan sesuatu yang baru dan dianggap sebagai satu
postulat dari mekanika kuantum, yang dinilai kebenarannya atas dasar hasil-hasil yang diturunkan
darinya.
• Persamaan Schrodinger diperoleh mulai dari fungsi gelombang partikel yang bergerak bebas.
• Perluasan persamaan Schrodinger untuk kasus khusus partikel bebas (potensial V = konstan) ke kasus
umum dengan sebuah partikel yang mengalami gaya sembarang yang berubah terhadap ruang dan
waktu merupakan suatu kemungkinan yang bisa ditempuh, tetapi tidak ada satu cara pun yang
membuktikan bahwa perluasan itu benar.
• Yang bisa kita lakukan hanyalah mengambil postulat bahwa persamaan Schrodinger berlaku untuk
berbagai situasi fisis dan membandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen.
• Jika hasilnya cocok, maka postulat yang terkait dalam persamaan Schrodinger sah, jika tidak cocok,
postulatnya harus dibuang dan pendekatan yang lain harus dijajaki.
Dalam kenyataanya, persamaan Schrodinger telah menghasilkan
ramalan yang sangat tepat mengenai hasil eksperimen yang diperoleh.
Pada rumus terakhir diatas hanya bisa dipakai untuk persoalan non
relativistik dan rumusan yang lebih rumit jika kelajuan partikel yang
mendekati cahaya terkait.

Karena persamaan itu bersesuaian dengan eksperimen dalam batas – batas berlakunya, kita harus
mengakui bahwa persamaan Schrodinger menyatakan suatu postulat yang berhasil mengenai aspek
tertentu dari dunia fisis. Betapapun sukses yang diperoleh persamaan Schrodinger, persamaan ini
tetap merupakan postulat yang tidak dapat diturunkan dari beberapa prinsip lain, dan masing –
masing merupakan rampatan pokok, tidak lebih atau kurang sah daripada data empiris yang
merupakan landasan akhir dari postulat itu.
Persamaan Schrodinger Tak Bergantung Waktu

Dalam banyak situasi energi potensial sebuah partikel tidak bergantung dari
waktu secara eksplisit, gaya yang bereaksi padanya, jadi juga V, hanya berubah
terhadap kedudukan partikel. Jika hal itu benar, persamaan Schrodinger dapat
disederhanakan dengan meniadakan ketergantungan terhadap waktu t. Fungsi
gelombang partikel bebas dapat ditulis

ini berarti, Ψ merupakan perkalian dari fungsi bergantung waktu e-


(iE/h)tdan fungsi yang bergantung kedudukan ψ. Kenyataanya,
perubahan terhadap waktu dari semua fungsi partikel yang mengalami
aksi dari gaya jenuh mempunyai bentuk yang sama seperti pada partikel
bebas.
Pada umumnya kita dapat memperoleh suatu fungsi gelombang Ψ yang tidak saja memenuhi
persamaan dan syarat batas yang ada tetapi juga turunannmya jenuh, berhingga dan berharga
tunggal dari persamaan keadaan jenuh Schrodinger.
Jika tidak, sistem itu tidak mungkin berada dalam keadaan jenuh.
Jadi kuantitas energi muncul dalam mekanika gelombang sebagai unsur wajar dari teori dan
kuantitas energi dalam dunia fisis dinyatakan sebagai jejak universal yang merupakan ciri dari
semua sistem yang mantap.
Harga En supaya persamaan keadaan tunak Schrodinger dapat dipecahkan disebut harga
eigen dan fungsi gelombang yang bersesuaian ψndisebut fungsi eigen.
Tingkat energi diskrit atom hidrogen :
Dalam atom hidrogen , kedudukan elektron tidak terkuantitasi, sehingga kita bisa
memikirkan elektron berada disekitar inti dengan peluang tertentu |Ψ|^2 per satuan
volume tetapi tanpa ada kedudukan tertentu yang diramalkan atau orbit tertentu menurut
pengertian klasik.
Pernyataan peluang ini tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa eksperimen yang
dilakukan pada atom hidrogen selalu menunjukkan bahwa atom hidrogen selalu
mengandung satu elektron, bukan 27 persen elektron dalam satu daerah dan 73 persen
di daerah lainnya; peluang itu menunjukkan peluang untuk mendapatkan elektron , dan
walaupun peluang ini menyebar dalam ruang, elektronnya sendiri tidak
Harga Ekspestasi

ψ(x,y,z,t): Mengandung semua informasi tentang partikel itu yang


diizinkan oleh prinsip ketidaktentuan.Informasi ini dinyatakan
dalam satu peluang dan bukan merupakan kuantitas yang sudah
pasti. Misal, mencari kedudukan rata-rata x dari sejuml;ah partikel
identik yang terdistribusi sehingga terdapat N1 partikel X1 dan
seterusnya.
Partikel Dalam Kotak

Daerah bebas : partikel tersebut bergerak dalam medan potensial


V = 0, dalam koordinat kartesis memenuhi persamaan harga eigen.
Fungsi Gelombang dan
Persamaan Schrodinger
Fungsi Gelombang, 

1. Fungsi gelombang merupakan sebuah fungsi matematika


2. Fungsi gelombang mengandung semua informasi yang
mungkin diketahui tentang lokasi dan gerak dari
partikel
3. Jika sebuah fungsi gelombang memiliki nilai yang besar,
maka semakin besar kemungkinan menemukan partikel
pada posisi tersebut. Jika memberikan nilai 0, maka
tidak ada kemungkinan untuk menemukan partikel pada
posisi tersebut
4. Perubahan fungsi gelombang yang lebih cepat dari satu
tempat ke tempat lain membutuhkan energi kinetik
partikel yang lebih besar
Persamaan Schrodinger
 2 d 2
− 2
+ V ( x) = E
2m dx
V(x) adalah energi potensial dari partikel, yang
tergantung pada posisi (x)
h
= = 1.05457 x10 −34 Js
2

Modifikasi konstanta Planck (h)


Interpretasi dari fungsi gelombang

Interpretasi Born dari fungsi


gelombang pada ruang tiga
dimensi, memungkinkan
untuk menemukan partikel
pada volume d=dxdydz,
pada posisi yang sama, r
adalah sebanding dengan
hasil d dan nilai dari *
pada lokasi tersebut
Normalisasi Fungsi Gelombang
Fungsi gelombang yang
ternormalisasi N,
kemungkinan partikel untuk
berada pada daerah dx N 2  *dx = 1
senilai dengan (N*)(N)dx.
1
N= 1
Jumlah dari semua kemungkinan (  *dx) 2
(probability) pada semua
tempat harus bernilai 1
Normalisasi

 dx = 1
 *

 dxdydz = 1
*

 d = 1 d = dxdydz
 *

x = r sin  cos 
y = r sin  sin 
Koordinat Sperik
z = r cos 
d = r 2 sin drdd
Prinsip Mekanika Kuantum
Partikel dalam satu dimensi
Persamaan Schrodinger untuk sebuah partikel
dengan massa m, dapat bergerak bebas sejajar
dengan sumbu x, dengan nilai “zero potential energy”
(V=0) di setiap posisi. Sehingga energi partikel tidak
dipengaruhi oleh posisinya):
 2 d 2
− 2
= E
2m dx
Penyelesaian dari persmaan tersebut :
 = Aeikx + Be −ikx
k 2 2 Dengan a dan b adalah konstanta
E=
2m
Operator dan abservables
Persamaan Schrodinger :

H = E
2 d 2
H =− 2
+ V ( x)
2m dx

H merupakan operator, yang sering digunakan


untuk persamaan gelombang 
H adalah Operator HAMILTONIAN
Nilai dan Fungsi Eigen
Persamaan Nilai Eigen :
Persamaan tersebut memiliki bentuk :
(Operator)(fungsi)=(Konstanta)x(fungsi yang sama)

F adalah fungsi,  adalah operator


dan  ada;ah konstanta

Nilai  adalah Nilai Eigen dari operator 

Fungsif adalah Fungsi Eigen


Operators
Operator momentum linear, pada sumbu x:

 d
= p
i dx
Kesimpulan
1. Untuk menentukan suatu nilai dari fungsi
gelombang, maka fungsi gelombang tersebut di
operasikan sesuai dengan yang diinginkan. Jika
memberikan sebuah fungsi eigen, maka hasilnya
adalah nilai eigen.
2. Fungsi gelombang untuk partikel yang bergerak
pada +x senilai dengan eikx dan fungsi gelombang
untuk partikel yang bergerak pada –x senilai
dengan e-ikx. Dengan nilai momentum linear pada
masing – masing gerakan adalah k
Aplikasi Persamaan Schrodinger :
http://boscoh.com/protein/the-schrodinger-
equation-in-action
Software komputer untuk kimia kuantum :
http://en.wikipedia.org/wiki/Quantum_chemi
stry_computer_programs
MEKANIKA KUANTUM

5.1 Pendahuluan Mekanika Kuantum

Mekanika kuantum dikembangakan melalui pendekatan-pendekatan oleh Erwin


Schrodinger, Warner Heisenberg dan lain-lain pada tahun 1952-1926 di tempat
yang terpisah.
Mekanika kuantum timbul saat mekanika klasik dianggap tidak mampu
menjelaskan banyaknya fakta eksperimen yang menyangkut perilaku sistem yang
berukuran atom, bahkan teori mekanika klasik memberi distribusi spektral yang
salah radiasi dari suatu rongga yang dipanasi.

Mekanika kuantum menghasilkan hubungan antara kuantitas yang teramati, tatapi


prinsip ketidaktentuan menyebutkan bahwa kuantitas teramati bersifat berbeda
dalam kawasan atomik. Dalam mekanika kuantum kedudukan dan momentum
awal partikel tidak dapat diperoleh dengan ketelitian yang cukup.

Perbedaan mekanika Newton dan Mekanika Newton:


Mekanika Newton
1. Kedudukan awal dapat ditentukan
2. Momentum awal
3. Gaya – gaya yang bereaksi padanya
4. Kuatitas teramati dengan teliti
5. Keadaan awal dan akhir dapat ditentukan dengan teliti
Mekanika Kuantum:
1. kuantitas dapat teramati
2. Kuantitas teramati bersifat berbeda dengan atomik
3. Kedudukan dan momentum awal tidak dapat dipereoleh dengan
ketelitian yang cukup

Untuk suatu partikel (elektreon proton). Kedudukannya tidak terukur dengan


pasti.
∆p> Xo≥ h2 ∆p≥ 2 ∆hXo
∆p
∆p= m ∆V ∆V = m = h
2 m∆Xo

∆X=∆V t

5.2 Persamaan Gelombang

Kuantitas yang diperlukan dalam mekanika kuantum ialah fungsi gelombang Ψ


dari benda itu. Walaupun Ψ sendiri tidak mempunyai tafsiran fisis, kuadrat besar
mutlak Ψ2 ( atau sama dengan ΨΨ* jika Ψ kompleks ) yang dicari pada suatu
tempat tertentu pada suatu saat berbanding lurus dengan peluang untuk
mendapatkan benda itu di tempat itu pada saat itu.
Momentum, momentum sudut, dan energi dari benda dapat diperoleh dari Ψ.
Persoalan mekanika kuantum adalah untuk menentukan Ψ untuk benda itu bila
kebebasan gerak dibatasi oleh aksi gaya eksternal.

Biasanya untuk memudahkan kita ambil Ψ2 sama dengan peluang P untuk
mendapatkan partikel yang diberikan oleh Ψ, hanya berbadinng lurus dengan P.
Jika Ψ2 sama dengan P, maka betul bahwa :

x

−x
Ψ 2 dV = 1 normalisasi
karena

x

−x
Ρ dV = 1

ialah suatu pernyataan matematis bahwa partikel itu ada di suatu tempat untuk
setiap saat, jumlah semua peluang yang mungkin harus tertentu. Selain bisa
dinormalisasi , Ψ harus berharga tunggal, karena P hanya berharga tunggal pada
tempat dan waktu tertentu , dan kontinu.

Persamaan Schrodinger yang merupakan persamaan pokok dalam mekanika


kuantum serupa dengan hukum gerak kedua merupakan persamaan pokok dalam
mekanika newton, adalah persamaan gelombang dalam variabel Ψ.

∂ 2Υ 1 ∂ 2Υ
= ( persamaan gelombang )
∂Χ 2 V 2 ∂t 2
Persamaan gelombang yang menentukan gelombang dengan kuantitas variabel y
yang menjalar dalam arah x dengan kelajuan v.

Untuk gelombang monokromatik


−iω (t − vx )
Y= A e = A cos ω ( t − vx ) − iA sin ω ( t − vx )

y merupakan kuantitas kompleks

5.3 Persamaan Schrodinger Bergantung Waktu

Dalam mekanika kuantum, fungsi gelombang Ψ bersesuaian dengan variabel


gelombang y dalam gerak gelombang umumnya. Namun, Ψ bukanlah suatu
kuantitas yang dapat diukur, sehingga dapat berupa kuantitas kompleks. Karena
itu, kita akan menganggap Ψ dalam arah x dinyatakan oleh :

Ψ = Ae-2πI(Vt-x/λ)
sehingga :

Ψ = Ae-(i/ħ)(Et-px)

Persamaan di atas merupakan penggambaran matematis gelombang ekuivalen dari


partikel bebas yang berenergi total E dan bermomentum p yang bergerak dalam
arah +x. Namun, pernyataan fungsi gelombang Ψ hanya benar untuk partikel yang
bergerak bebas.

Sedangkan untuk situasi dengan gerak partikel yang dipengaruhi berbagai


pembatasan untuk memecahkan Ψ dalam situasi yang khusus, kita memerlukan
persamaan Schrodinger.

Pendekatan Schrodinger disebut sebagai mekanika gelombang. Persamaan


Schrodinger dapat diperoleh dengan berbagai cara, tetapi semuanya mengandung
kelemahan yang sama yaitu persamaan tersebut tidak dapat diturunkan secara
ketat dari prinsip fisis yang ada karena persamaan itu sendiri menyatakan sesuatu
yang baru dan dianggap sebagai satu postulat dari mekanika kuantum, yang dinilai
kebenarannya atas dasar hasil-hasil yang diturunkan darinya.

Persamaan Schrodinger diperoleh mulai dari fungsi gelombang partikel yang


bergerak bebas. Perluasan persamaan Schrodinger untuk kasus khusus partikel
bebas (potensial V = konstan) ke kasus umum dengan sebuah partikel yang
mengalami gaya sembarang yang berubah terhadap ruang dan waktu merupakan
suatu kemungkinan yang bisa ditempuh, tetapi tidak ada satu cara pun yang
membuktikan bahwa perluasan itu benar.

Yang bisa kita lakukan hanyalah mengambil postulat bahwa persamaan


Schrodinger berlaku untuk berbagai situasi fisis dan membandingkan hasilnya
dengan hasil eksperimen. Jika hasilnya cocok, maka postulat yang terkait dalam
persamaan Schrodinger sah, jika tidak cocok, postulatnya harus dibuang dan
pendekatan yang lain harus dijajaki.

∂Ψ h 2 ∂ 2Ψ (Persamaan Schrodinger bergantung


ih =− + VΨ
∂t 2m ∂x 2 waktu dalam satu dimensi)

∂Ψ h 2  ∂ 2Ψ ∂ 2Ψ ∂ 2Ψ 
ih =−  + 2 + 2  + VΨ (Persamaan Schrodinger
∂t 2m  ∂x 2 ∂y ∂z  bergantung waktu dalam tiga
dimensi)
dimana energi potensial partikel V merupakan fungsi dari x, y, z dan t.

Dalam kenyataanya, persamaan Schrodinger telah menghasilkan ramalan yang


sangat tepat mengenai hasil eksperimen yang diperoleh. Pada rumus terakhir
diatas hanya bisa dipakai untuk persoalan non relativistik dan rumusan yang lebih
rumit jika kelajuan partikel yang mendekati cahaya terkait.
Karena persamaan itu bersesuaian dengan eksperimen dalam batas – batas
berlakunya, kita harus mengakui bahwa persamaan Schrodinger menyatakan suatu
postulat yang berhasil mengenai aspek tertentu dari dunia fisis.

Betapapun sukses yang diperoleh persamaan Schrodinger, persamaan ini tetap


merupakan postulat yang tidak dapat diturunkan dari beberapa prinsip lain, dan
masing – masing merupakan rampatan pokok, tidak lebih atau kurang sah
daripada data empiris yang merupakan landasan akhir dari postulat itu. Penjabaran
Persamaan Schrodinger bergantung waktu

ψ ~ (identik) dengan y dalam gerak gelombang umum


ψ : menggambarkan keadaan gelombang kompleks yang tak dapat terukur

−iω(t−vx )
ψ= A e , ω= 2πf, V =λf

−2πi ( ft − λx )
maka ψ=A e ,

energi totalnya

hc h 2πh 2πh
E=hν = , dengan λ= = , p=
λ p p λ
E E
F= =
h 2πh

Persamaan gelombangnya menjadi

− ( hih )( Et − px )
ψ= Ae

∂ 2Ψ ∂2 − ( hi )( Et − px ) p2 − ( i )( Et − px )
= ( Ae ) = − [ Ae h ]
∂x 2
∂x 2
h 2

∂Ψ p −( i )( Et − px ) ∂ 2Ψ p2
= iA e h jadi = − Ψ
∂x h ∂x 2 h2

∂Ψ ih
=− Ψ
∂t h
Kita tahu bahwa energi total

E= Ek+Ep (non relativistik)


p2
= + V ; dikali dengan ψ
2m

p2Ψ ∂Ψ iE
Eψ= + VΨ , karena = − Ψ , maka
2m ∂t h

h ∂Ψ
Eψ=
i ∂t

∂ 2Ψ p2Ψ
= −
∂x 2 h2

∂ 2Ψ
p Ψ = −h
2 2

∂x 2

h ∂Ψ h2 ∂ 2Ψ
-− =− + VΨ
i ∂t 2m ∂x 2
i i
sehingga menjadi : i 2 = −1 → =
− (1) 2
1

∂Ψ h2 ∂ 2Ψ
ih =− + VΨ
∂t 2m ∂x
(persamaan schrodinger bergantung waktu dalam satu dimensi)

5.4 Persamaan Schrodinger Tak Bergantung Waktu

Dalam banyak situasi energi potensial sebuah partikel tidak bergantung dari waktu
secara eksplisit, gaya yang bereaksi padanya, jadi juga V, hanya berubah terhadap
kedudukan partikel.

Jika hal itu benar, persamaan Schrodinger dapat disederhanakan dengan


meniadakan ketergantungan terhadap waktu t. Fungsi gelombang partikel bebas
dapat ditulis

Ψ = Ae-(i/ħ)(Et – px) = Ae-( iE/ħ )te+(ip/ħ)x


= ψ e-(iE/ħ)t

ini berarti, Ψ merupakan perkalian dari fungsi bergantung waktu e-(iE/h)t dan
fungsi yang bergantung kedudukan ψ . Kenyataanya, perubahan terhadap waktu
dari semua fungsi partikel yang mengalami aksi dari gaya jenuh mempunyai
bentuk yang sama seperti pada partikel bebas.
Persamaan keadaan jenuh schrodinger dalam satu dimensi

∂ 2ψ 2m
+ (E − V )ψ = 0
∂x 2 h 2
Persamaan keadaan jenuh schrodinger dalam tiga dimensi

∂ 2ψ ∂ 2ψ ∂ 2ψ 2m
+ + + (E − V )ψ = 0
∂x 2 ∂y 2 ∂z 2 h 2

Pada umumnya kita dapat memperoleh suatu fungsi gelombang Ψ yang tidak saja
memenuhi persamaan dan syarat batas yang ada tetapi juga turunannmya jenuh,
berhingga dan berharga tunggal dari persamaan keadaan jenuh Schrodinger. Jika
tidak, sistem itu tidak mungkin berada dalam keadaan jenuh.

Jadi kuantitas energi muncul dalam mekanika gelombang sebagai unsur wajar dari
teori dan kuantitas energi dalam dunia fisis dinyatakan sebagai jejak universal
yang merupakan ciri dari semua sistem yang mantap.

Harga En supaya persamaan keadaan tunak Schrodinger dapat dipecahkan disebut


harga eigen dan fungsi gelombang yang bersesuaian ψ n disebut fungsi eigen.
Tingkat energi diskrit atom hidrogen :

me 4  1 
En = -   n = 1,2,3……
32π ε h  n 2 
2 2
0
2

Dalam atom hidrogen , kedudukan elektron tidak terkuantitasi, sehingga kita bisa
memikirkan elektron berada disekitar inti dengan peluang tertentu Ψ2 per
satuan volume tetapi tanpa ada kedudukan tertentu yang diramalkan atau orbit
tertentu menurut pengertian klasik.

Pernyataan peluang ini tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa eksperimen


yang dilakukan pada atom hidrogen selalu menunjukkan bahwa atom hidrogen
selalu mengandung satu elektron, bukan 27 persen elektron dalam satu daerah dan
73 persen di daerah lainnya; peluang itu menunjukkan peluang untuk
mendapatkan elektron , dan walaupun peluang ini menyebar dalam ruang,
elektronnya sendiri tidak.

Persamaan gelombang partikel bebas

− ( hi )( et − px )
Ψ = Ae
ip
− ( hi ) Et
+e
( h )x
= Ae
− ( iEh ) t
= Ψe , dengan ψ= Ae
Ambil persamaan Schrodinger yang bergantung waktu,

∂Ψ h2 ∂2Ψ
ih =− + vΨ
∂t 2m ∂x 2

h 2 −( h )t ∂ 2 Ψ
iE iE
h 2 − ( iEh )t
− ( iEh ) t −( )t
EΨ e e =− =− e 2
+ VΨ e h
2m 2m 2x
h ∂ Ψ
2 2
2m
EΨ = − + VΨ → X 2
2m ∂x 2
h

∂ 2 Ψ 2m
+ 2 ( E − V )Ψ = 0 , tidak bergantung waktu
∂x 2 h

Analog terhadap persamaan schrodinger adalah tali terbentang yang


panjangnya L yang keduanya terikat.
∂ 2Ψ 1 ∂ 2Ψ
= ,Ψ = Y
∂x 2 V 2 ∂t 2
2L
λn = , n=0,1,2,…
n +1

Dengan tingkat energi diskrit atom Hidrogen

me 4 1
En = − ( 2 ), n=1,2,3…..
32π to h n
2 2 2

Momentum sudut ditentukan

Li = (l (l + 1))
1/ 2
h , l = 0,1,2,…..

dengan harga ekspektasi

~
< G > ∫ GΙΨΙ 2 dx, Ψ
−~

5.4 Harga Ekspestasi

ψ(x,y,z,t): Mengandung semua informasi tentang partikel itu yang diizinkan


oleh prinsip ketidaktentuan.Informasi ini dinyatakan dalam satu peluang dan
bukan merupakan kuantitas yang sudah pasti.

Misal, mencari kedudukan rata-rata x dari sejuml;ah partikel identik yang


terdistribusi sehingga terdapat N1 partikel X1 dan seterusnya.
− N1XI + N 2 X 2 + ..... ∑ NiXi
x= =
N1 + N 2 + ..... ∑ Ni

Ganti bil;angan Ni dari partikel Xi dengan pelung Pi yang bisa diperoleh


dalam selang dx di Xi .

Pi = ΙΨΙ 2 dx, sehinggaP( x)dx = ΙΨ( x ) Ι 2 dx

Probabilitas untuyk menemukan partikel antara X1 dengan X2

x2 x2

∫ p( x)dx = ∫ ΙΨ ( x)Ι
2
dx1
x1 x1

Jika suatu partikel dapat tentukan 100% maka;

x2

∫ ΙΨ ( x)Ι dx = 1
2

x1

Harga ekspestasi kedudukan partikel tunggal

~
∫ xΙΨΙ dx
2
−~
<x>= ~
∫ ΙΨΙ dx
2
−~

∫ ΙΨΙ
2
dari persamaan dx partikel akan ditemukan antara x=-~ dan x=~
−~
sehingga;

∫ ΙΨΙ
2
dx =1
−~
~ ~
< x > av = ∫ xΙΨΙ dx = ∫ ΙΨΙ xdx,
2 2

−~ −~

Harga ekspensi dari suatu kuatitas seperti energi potensial

~
<G(x)>= ∫ G ( x)ΙΨΙ 2 dx
−~
5.6 Partikel Dalam Kotak

Daerah bebas : partikel tersebut bergerak dalam medan potensial V = 0, dalam


koordinat kartesis memenuhi persamaan harga eigen.

ÔΨ=λψ, dimana : Ô = Operator eigen


Ψ = Fungsi eigen
λ = Nilai eigen dari Ô terhadap ψ

h2 ∂2Ψ ∂Ψ h2 ∂ 2Ψ ∂Ψ
− + V Ψ = i h → + + ih =0
2m ∂x 2
∂t 2m 2 x 2
∂t

∂ 2 Ψ 2m
+ 2 EΨ = 0
∂x 2 h

Solusi umumnya berbentuk

Ψ ( x, t ) = ΨE ( x)e − iEt / h

Solusi persamaan harga eigen ΨE ( X )


ΨE ( X ) = e IKX

Energinya
h2K 2 1
E= , k= (2moE )1 / 2
2mo h

Hal ini dapat dibuktikan

E= K + V =0
2
= ½ mV 2 = 2Pm
h h h 2L
P= , λ = atauv = denganλ =
λ mv mλ n

h 2
Jadi K= ½ mv2=1/2 m ( )

h2 2L n 1
K= , λ= → =
2mλ 2
n 2L λ
2 2
n h n (2πh )
2 2
(2πh ) 2
k= = =
8mL 8mL2 2mλ2
(2πh ) 2 2π
E=k= , dengank =
2mλ 2
λ
k 2h 2
E=
2m
1
Jadi k = (2mE )1 / 2
h

Menurut Einstein
E=hv, maka bentuk fungsi gelombang geraknya
ψ = ( xt ) = e i ( kx −ωt ) , untuk t = 0

ψ ( x) = e ikx

2me 2me
= A cos x + b sin x
h h
Pada x = 0 ψ ( x) = 0 , tetapi suku kedua tidak sama dengan nol maka b
sama dengan nol
Tetapiψ hanya akan enjadi nol di X = L hanya jika :
2me
L = nπ : dimana n:1,2,3……….
h
Energi yang dapat diiliki partikel mempunyai harga tertentu yaitu eigen
yang membentuk tingkat energi system besar yaitu

n 2π 2 h 2
En = , dengan n= 1,2,3….(partikel dalam kotak)
2mL2
Jadi tingkat energi yang dimiliki oleh partikel yang terperangkap dalam
kotak adalah
E=n2Eo, jadi E1=Eo, E2 =4E0, E3=9Eo dst

Fungsi gelombang sebuah partikel dalam kotak yang berenrgi En adalah


2mE n n 2π 2 h 2
ψ n = A sin X En =
h 2mL2
nπx
ψ n = A sin
L
Dengan ψ n adalah fungsi eigen yang sesuai dengan harga eigen E n

Jika keadaan suatu partikel berada x= 0 samapai x=L , maka


2
 nπx 
L L

∫ ψ n dx = A ∫ sin  dx
2 2

O O  L 
2
A=
L

Anda mungkin juga menyukai