Apakah rukun khutbah Jum’at? Apa saja itu? Berbicara tentang rukun khutbah Jumat,
ternyata, ada perbedaan pendapat. Di kalangan ulama berselisih apakah Khutbah
Jumat itu memiliki rukun ataukah tidak.
Lalu, manakah pendapat yang dipandang lebih kuat tentang rukun khutbah Jumat?
Tulisan ini hadir untuk mendudukkan permasalahan rukun khutbah dengan referensi
yang jelas. Artikel ini merupakan salah satu serial fikih khutbah jum’at yang kami
hadirkan dengan referensi yang jelas yang dapat dirujuk oleh pembaca.
Pengertian Rukun
Hal pertama yang perlu dimengerti adalah tentang makna kata rukun baik ditinjau
dari segi bahasa maupun dari perspektif para ahli ilmu ushul fikih.
1. Secara bahasa
Secara bahasa kata ( الركنrukun) berarti ( العمودtiang). Bila kita berkata: ‘ ركن البيتruknul
baiti’ itu berarti ( عموده الذي يقوم عليهtiang rumah yang rumah itu berdiri di atasnya).
2. Secara istilah
Dalam istilah para ahli ushul fikih yang dimaksud dengan rukun adalah sesuatu di
dalam amal yang keberadaannya mengharuskan ada dan dengan ketiadaannya
mengharuskan tidak ada.
Misalnya, ruku’ di dalam shalat merupakan bagian dari rukun shalat berdasarkan
ijma’ yang menyakinkan.
Apabila terpenuhi seluruh rukun shalat maka shalat tersebut sah. Dan jika tidak ada
satu rukun dari sekian rukun shalat maka shalat itu menjadi tidak sah.
Berdasarkan keterangan Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah Al-Hujailan,
ada tiga pendapat dalam hal ini:ii
Inilah pendapat yang masyhur dari madzhab Syafi’iv dan ini merupakan pendapat
madzhab Hanbali.vi
Imam Abu Hanifah berpendapat seperti ini.vii Imam Malik dalam sebuah riwayat
darinya juga demikian.viii
Rukun Khutbah Jumat Menurut Madzhab Syafi’i dan Hanbali
Berikut ini penjelasan dari Markaz Al-Fatwa yang berada di bawah pengawasan Dr.
Abdullah Al-Faqih tentang rukun khutbah menurut madzhab Syafi’i dan Hanbali.
Penjelasan ini untuk memberikan gambaran tentang rukun -rukun khutbah Jumat
bagi yang meyakini bahwa khutbah Jumat ada rukun-rukunnya.ix
Rukun-rukun khutbah Jumat berikut ini berdasarkan penjelasan Abu Zakariya An-
Nawawi dari madzhab Syafi’i dan Abu Muhammad Ibnu Qudamah dari Madzhab
Hanbali:
كانت خطبته صلى هللا عليه وسلم يوم الجمعة يحمد هللا ويثني عليه بما هو
أهله
”Dahulu khutbah Rasulullah ﷺ pada hari Jumat dengan memuji dan menyanjung-
nyanjung Allah dengan apa yang layak bagi-Nya.”
Imam Ahmad berkata:
لم يزل الناس يخطبون بالثناء على هللا والصالة على رسوله صلى هللا عليه
وسلم.
”Orang-orang senantiasa berkhutbah dengan memuji Allah Ta’ala dan mengucapkan
shalawat kepada Rasulullah ﷺ.”
2. Mengucapkan shalawat kepada Nabi ﷺ
Sisi pendalilannya, menurut mereka, setiap ibadah itu sangat membutuhkan dzikir
kepada Allah Ta’ala, butuh kepada mengingat Rasulullah ﷺ, sebagaimana adzan. Hal
ini masih perlu kajian lebih lanut.
يقرأ آيآت من القرآن ويذكر الناس-صلى هللا عليه وسلم- كان رسول هللا
”Dahulu Rasulullah ﷺbiasa membaca ayat-ayat dari Al-Quran dan mengingatkan
orang-orang.”
Ibnu Qudamah berdalil dengan hadits ini. Di dalam shahih Muslim disebutkan bahwa
Nabi ﷺdahulu biasa membaca (surat) Qaaf di atas mimbar pada hari Jumat.
Pendapat yang shahih dalam madzhab Syafi’i dan pendapat inilah yang ditetapkan
oleh Imam Asy-Syafi’i di dalam kitab Al-Umm adalah wajib membaca ayat-ayat pada
salah satu dari dua khutbah.
Dalil mereka adalah perbuatan ini terus dilakukan sejak masa salaf. An-nawawi
menyatakan bahwa madzhab Ahmad bin Hanbal menyatakan lima hal ini merupakan
rukun dalam khutbah Jumat. Perkataannya ini perlu dikali lebih jauh.
Al-Muwaffaq telah menetapkan di dalam Al-Mughni dan selain beliau dari kalangan
ulama Hanbali bahwa mendoakan orang-orang mukmin itu mustahab.
Apabila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu karena Rahmat Allah semata. Dan
bila ada kesalahan dan penyimpangan di dalamnya maka itu dari kami dan dari
setan.
i https://www.alukah.net/sharia/0/102016/
ii Lihat: Khuthbatul Jumu’ah wa ahkamuha al fiqhiyyah, Dr. Abdul Azis bin
Muhammad Al-Hujailan, hal. 77-78
iii Lihat: Al-Mabsuth 2/30; Badai’ush shanai’ 1/262, Tabyinul haqaiq 2/220
iv Lihat: Al-Isyraf 1/131; Bidayataul Mujathid 1/161, Al-Kafi li-Ibni Abdil Barr 1/251,
al-qawanin al fiqhiyyah hal. 86
v Lihat: al-wajiz 1/63; Hilyatul ‘Ulama’ 2/277; Al-Majmu’ 4/522; Raudhatuth-Thalibin
2/24; Mughnil Muhtaj 1/285
vi Al-Hidayah li Abi Khathab 1/52; Al-Furu’ 2/109; Al-Muharrar 1/146; al-Mughni
3/173; Syarh Az-Zarkasyi 2/ 175; Al-Inshaf 2/387-388.
vii Lihat: Al-Mabsuth 2/30; Bada’iush shanai’ 1/262; Tabyiinul haqaiq 1/220.
viii Lihat: Al-Isyraf 1/131
ix https://www.islamweb.net/ar/fatwa/
x https://islamqa.info/ar/answers/115854/
xiIbid
xii Ibid