Anda di halaman 1dari 4

KHUTBAH JUM’AT 4) Suci dari hadas dan najis pada tubuhnya, pakaiannya, dan

tempatnya,
Islam memberikan ketentuan masing-masing dari ibadah yang 5) Khatib harus menutup aurat,
telah diwajibkan. Dan agar ibadah yang dikerjakan diterima, maka hal 6) Suara khatib harus terdengar kira-kira oleh 40 orang dari orang-
yang harus diperhatikan adalah mengetahui ketentuan dari ibadah yang orang yang sah Jum’at dengan kehadiran mereka atau orang-orang
akan dikerjakan. Shalat Jum’at juga demikian, memiliki beberapa yang memenuhi syarat wajib shalat Jum’at,
ketentuan yang juga harus diketahui dan dilaksanakan dengan baik. 7) Khutbah harus dilakukan pada bangunan yang dipakai untuk
Terutama khutbah Jum’at yang memang menjadi bagian tidak sholat,
terpisahkan saat pelaksanaan shalat Jum’at. Salah satu syarat sah 8) Muwalat (berturut-turut) antara khutbah pertama dengan khutbah
pelaksanaan shalat Jumat adalah didahului dua khutbah jum’at. kedua, dan antara khutbah kedua dengan shalat Jum’at,
Khutbah secara bahasa berarti ceramah atau pidato. Khutbah
Jum’at yaitu ceramah yang disampaikan oleh seorang khatib di depan b. Rukun khutbah Jum’at
jama’ah sebelum shalat Jum’at dilaksanakan dengan syarat-syarat dan Khutbah dalam fungsinya sebagai ibadah, maka terikat oleh beberapa
rukun tertentu. Isi khutbah dapat berupa tadzkirah (peringatan, rukun. Rukun khutbah adalah hal-hal yang harus dipenuhi dalam
penyadaran), mau’idzah (pembelajaran), maupun taushiyah (nasehat). materi khutbah yang disampaikan oleh khatib dan menentukan sah
Khutbah Jum’at dilakukan dalam 2 kali, yaitu khutbah pertama dan tidaknya khutbah. Khutbah Jum’at memiliki 5 rukun yang harus
khutbah kedua, dimana antara khutbah pertama dan kedua dipisah dipenuhi. Sejumlah rukun tersebut disyaratkan menggunakan bahasa
dengan duduk sejenak. Arab dan harus dilakukan dengan tertib (berurutan) serta
berkesinambungan (muwâlah). Berikut ini 5 rukun khutbah Jumat
Khutbah Jum’at sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya. beserta penjelasannya.
a. Syarat khutbah Jum’at 1) Memuji kepada Allah di kedua khutbah
Syarat khutbah yaitu hal-hal yang harus dipenuhi oleh seorang khatib Rukun khutbah pertama ini disyaratkan menggunakan kata
agar sah khutbahnya dimana syarat ini di luar materi khutbah yang “hamdun” dan lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya,
disampaikan. Khutbah Jum’at tidak sah apabila tidak memenuhi misalkan “alhamdu”, “ahmadu”, “nahmadu”. Demikian pula
syaratnya, yaitu : dalam kata “Allah” tertentu menggunakan lafadh jalalah, tidak
1) Khutbah Jum’at harus disampaikan pada waktu Dhuhur. Sebab cukup memakai asma Allah yang lain. Contoh pelafalan yang
shalat Jum’at itu dilaksanakan pada waktu shalat Dhuhur. benar misalkan: “alhamdu lillâh”, “nahmadu lillâh”, “lillahi al-
2) Khatib harus berdiri bagi yang mampu, hamdu”, “ana hamidu Allâha”, “Allâha ahmadu”.
3) Duduk diantara dua khutbah dengan tuma’ninah, disunahkan
membaca Surah Al-Ikhlas, bagi khatib yang duduk karena udzur Contoh pelafalan yang salah misalkan: “asy-syukru lillâhi”
(tidak kuat berdiri), ia wajib memisahkan dua khutbah itu dengan (karena tidak memakai akar kata “hamdun”), “alhamdu lir-rahmân
diam sebentar, (karena tidak menggunakan lafadh jalalah “Allah”).
2) Membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Karena khutbah Jumat adalah tempat di mana asma Allah disebut
dan dipuji, maka di situ pula shalawat Nabi wajib dilafalkan
Pembacaannya harus dilakukan di kedua khutbah. Dalam seperti adzan dan tasyahud. Tetapi mungkin juga shalawat Nabi
pelaksanaannya harus menggunakan kata “al-shalatu” dan lafadh tidak wajib karena Nabi Muhammad SAW sendiri tidak
yang satu akar kata dengannya. Sementara untuk asma Nabi menyebutkan dalam khutbahnya. (Ibnu Qudamah, 1997 M/1417
Muhammad, tidak tertentu menggunakan nama “Muhammad”, H: 174).
seperti “al-Rasul”, “Ahmad”, “al-Nabi”, “al-Basyir”, “al-Nadzir”
dan lain-lain. Adapun ulama yang tidak memasukkan shalawat Nabi sebagai
rukun khutbah adalah mazhab Hanafi dan mayoritas mazhab
Hanya saja, penyebutannya harus menggunakan isim dhahir, tidak Maliki. Bagi mazhab Hanafi, khutbah Jumat cukup berisi lafal
boleh menggunakan isim dlamir (kata ganti) menurut pendapat dzikir sebagaimana perintah umum Surat Al-Jumuah ayat 9, tanpa
yang kuat, meskipun sebelumnya disebutkan marji’nya. menyebut shalawat Nabi secara spesifik. Khutbah sekurangnya
Sementara menurut pendapat lemah cukup menggunakan isim berlangsung selama pembacaan tiga ayat, menurut Al-Karkhi. Ada
dlamir. Contoh membaca shalawat yang benar: “ash-shalâtu ‘alan- lagi yang mengatakan, minimal durasi khutbah berlangsung
Nabi”, “ana mushallin ‘alâ Muhammad”, “ana ushalli ‘ala ‘selama pembacaan tasyahhud mulai, ‘at-tahiyyatu lillahi’ hingga
Rasulillah”. Contoh membaca shalawat yang salah: “sallama- ‘abduhu wa rasuluh’ dengan niat khutbah Jumat. (Ibnu Abidin,
Llâhu ‘ala Muhammad”, “Rahima-Llâhu Muhammadan (karena 2003 M/1423 H: 20). Adapun shalawat Nabi dalam khutbah Jumat
tidak menggunakan akar kata ash-shalâtu), “shalla-Llâhu ‘alaihi” bersifat sunnah, bukan rukun, menurut Mazhab Maliki. Ada
(karena menggunakan isim dlamir). pandangan minoritas Mazhab Maliki yang menyebut shalawat
Perihal kedudukan shalawat Nabi dalam khutbah Jumat, tidak ada Nabi sebagai rukun. Tetapi pandangan ini merupakan pendapat
keseragaman pendapat di kalangan ulama. Yang kami garis pinggiran di kalangan Mazhab Maliki.
bawahi, pandangan ulama terbelah dua. Sebagian ulama Khutbah Jumat dinilai sah hanya semata membaca Al-Qur’an
memasukkan shalawat Nabi sebagai rukun khutbah. Sementara yang mencakup peringatan dan kabar gembira seperti Surat Qaf.
sebagian ulama lainnya tidak menganggap shalawat Nabi sebagai Tetapi sebagian ulama mengatakan sekurang-kurangnya khutbah
rukun khutbah. Ulama yang menganggap shalawat Nabi sebagai berisi tahmid dan shalawat Nabi. Tetapi pandangan ini
rukun khutbah Jumat adalah Mazhab Syafi’i dan mayoritas bertentangan dengan yang masyhur. Pandangan ini lemah.
Mazhab Hanbali. Sebagaimana kita tahu, penduduk Indonesia
bermazhab Syafi’i yang tentu ingat akan lima rukun khutbah Lalu bagaimana dengan kasus khutbah Jumat tanpa pembacaan
Jumat, termasuk shalawat Nabi. Sedangkan Mazhab Hanbali shalawat Nabi? Kami menyarankan para khatib dan imam–siapa
mewajibkan shalawat Nabi dalam khutbah Jumat karena asma pun dia–yang ingin mendemonstrasikan pandangan mazhab lain di
Allah disebut dalam khutbah sebagaimana keterangan ulama luar Mazhab Syafi’i yang menjadi pegangan mayoritas Muslim di
mazhab Hanbali, Indonesia ketika praktik sebaiknya menginformasikan lebih awal
kepada pengurus masjid dan jamaah Jumat agar tidak c. Sunnah Khutbah Jum’at
menimbulkan kegaduhan. Khutbah Jum’at sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya. Agar
menjadi sempurna, maka hendaknya ditambah dengan
3) Berwasiat dengan Ketakwaan melaksanakan sunnah-sunnahnya. Adapun sunnah khutbah Jum’at
Hal tersebut juga disampaikan di kedua khutbah. Dan rukun adalah :
khutbah ketiga ini tidak memiliki ketentuan redaksi yang paten. 1) Khutbah dilaksanakan di atas mimbar atau tempat yang tinggi.
Prinsipnya adalah setiap pesan kebaikan yang mengajak ketaatan 2) Khutbah disampaikan dengan kalimah yang fasih, terang, dan
atau menjauhi kemaksiatan. Seperti “Athi’ullaha, taatlah kalian mudah dipahami.
kepada Allah”, “ittaqullaha, bertakwalah kalian kepada Allah”, 3) Mengucapkan salam sebelum muadzin mengumandangkan
“inzajiru ‘anil makshiat, jauhilah maksiat”. adzan.
4) Khatib hendaklah duduk di kursi mimbar sesudah memberi
Tidak cukup sebatas mengingatkan dari tipu daya dunia, tanpa ada salam dan mendengarkan adan.
pesan mengajak ketaatan atau menjauhi kemaksiatan. 5) Durasi khutbah tidak terlalu pendek atau panjang.
4) Membaca Ayat Suci Al-Qur’an pada salah satu dari dua khutbah 6) Khatib memegang tongkat dengan tangan kirinya.
7) Khatib membaca surah Al Ikhlas ketika duduk di antara dua
Hal ini juga dilakukan di salah satu dua khutbah. Standarnya khutbah.
adalah ayat Al-Qur'an yang dapat memberikan pemahaman makna 8) Khatib menghadap ke jamaah salat Jumat.
yang dimaksud secara sempurna. Baik berkaitan dengan janji-
janji, ancaman, mauizhah, cerita dan lain sebagainya. d. Tata cara khutbah
1) Setelah adzan pertama selesai, para jama’ah melakukan shalat
5) Berdoa untuk semua muslimin
sunnah qabliyah jum’at.
Hal ini dilakukan di khutbah terakhir, dan mendoakan kaum 2) Setelah selesai, bilal kembali berdiri menghadap jama’ah dan
mukminin dalam khutbah Jumat disyaratkan isi kandungannya membaca bacaan bilal
mengarah kepada nuansa akhirat. Seperti “allahumma ajirnâ 3) Setelah itu, bilal memberikan tongkatnya kepada khatib. Di
minannâr, ya Allah semoga engkau menyelamatkan kami dari saat khatib menaiki mimbar, bilal mengiringi dengan membaca
neraka”, “allâhumma ighfir lil muslimîn wal muslimât, ya Allah shalawat Nabi dan do’a
ampunilah kaum muslimin dan muslimat”. 4) Kemudian khatib memberi salam dan kemudian duduk
5) Muadzin mengumandangkan adzan keduanya
Tidak mencukupi doa yang mengarah kepada urusan duniawi, 6) Khatib berdiri lagi dan memulai khutbah pertamanya dengan
seperti “allâhumma a’thinâ mâlan katsîran, ya Allah semoga mengucap hamdalah, membaca shalawat, wasiat takwa,
engkau memberi kami harta yang banyak” membaca Al Qur’an)
7) Khatib duduk di antara dua khutbah dan saat ini bilal membaca 4) Berdo’a di dalam hati
shalawat Sebagaimana dijelaskan banyak hadits Nabi, terdapat satu
8) Kemudian khatib berdiri lagi melanjutkan khutbah keduanya waktu di antara satu kali 24 jam di hari Jum’at yang sangat
dengan mengucap hamdalah, shalawat, wasiat takwa, dan mustajab untuk dibuat berdo’a. Ulama mengistilahkan waktu
berdo’a) tersebut dengan sa’atul ijabah atau waktu terkabulnya do’a.
9) Muadzin berdiri dan iqamah Barangsiapa berdo’a di waktu tersebut, maka segala
permintaannya akan terkabul. Menurut pendapat yang kuat
e. Adab saat mendengarkan khutbah dalam madzab Syafi’i, waktu ijabah yang paling diharapkan
1) Menghadap khatib adalah waktu di antara duduknya khatib di atas mimbar saat
Jama’ah dianjurkan untuk menghadap khatib dengan wajahnya. pertama kali ia naik, sampai salamnya imam shalat Jum’at.
Ada dua alasan kenapa hal ini dianjurkan. Pertama, karena Waktu yang dimaksud sangat sebentar, oleh karenanya jama’ah
menjalankan etika berkomunikasi. Kedua, agar jama’ah diajurkan untuk berdo’a di dalam hati selama
memperoleh keutamaan menghadap kiblat dan juga ilmu khutbahberlangsung.
agama. 5) Membaca shalawat ketika khatib menyebut nama atau sifat
2) Diam dan mendengarkan Nabi
Jama’ah disunnahkan untuk diam dan mendengarkan secara Saat khatib menyebut nama atau sifat Nabi, maka jama’ah
seksama pesan khutbah yang disampaikan khatib. Anjuran ini dianjurkan untuk membaca shalawat.
berlandaskan firman Allah : 6) Mendo’akan taraddhi untu para sahabat ketika nama mereka
Artinya : disebut
“Apabila dibacakan Al-Qur’an (khutbah), maka dengarkanlah Di bagian akhir khutbah kedua biasanya khatib menyebut nama
baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu para sahabat seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Maka
mendapat rahmat.” QS. Al-A’raf ayat 204 disunnahkan membaca taraddhi, yaitu mendo’akan ridho untuk
Sabda Nabi Saw. : mereka, misalnya dengan kata, “Radliyallahu ‘anhum” (semoga
Artinya : Allah meridhoi mereka).
“Apabila khatib telah naik mimbar, janganlah salah seorang di 7) Mengamini do’anya khatib
antara kamu berbicara. Barangsiapa yang berbicara, maka sia- Ketika khatib berdo’a, jama’ah dianjurkan untuk membaca
sialah dia (yakni tidak mendapat pahala).” (HR. Abu Dawud) aamiin.
3) Menghindari hal-hal yang dapat melalaikan dari mendengarkan
khutbah
Saat khutbah berlangsung, jama’ah hendaknya tidak
mengobrol, bermain gadget, bergurau dan hal-hal lain yang
dapat menghilangkan fokus dalam menyimak khutbah.

Anda mungkin juga menyukai