KHUTBAH JUM’AT
Disusun Oleh :
Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif, karena selain
merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan persiapan yang lebih matang,
penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat perhatian. Selain khutbah Jum’at,
ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha,
khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan
sebelum akad nikah. Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah
Jum’at.
Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah. Dalam makalah ini yang akan
dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.
Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif, karena selain
merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan persiapan yang lebih matang,
penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat perhatian.
Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah
‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah
nikah dilaksanakan sebelum akad nikah. Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus
tentang khutbah Jum’at.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari
Jum’at (shalat Jum’at), maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah
urusan jual beli (urusan duniawi). Yang demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahui”. (QS. Al-Jumu’ah : 9)
“Adalah Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at dengan berdiri, kemudian beliau
duduk dan lalu berdiri lagi sebagaimana dijalankan oleh orang-orang sekarang”.
3. Riwayat Bukhari, Nasai dan Abu Daud dari Yazid bin Sa’id r.a.:
“Adalah seruan pada hari Jum’at itu awalnya (adzan) tatkala Imam duduk di atas
mimbar, hal demikian itu berlaku pada masa Rasulullah SAW. hingga masa khalifah
Umar r.a. Setelah tiba masa khalifah Usman r.a. dan orang semakin banyak, maka
beliau menambah adzan ketiga (karena adzan dan iqomah dipandang dua seruan) di
atas Zaura (nama tempat di pasar), yang mana pada masa Nabi SAW. hanya ada
seorang muadzin”.
"Pada suatu ketika Nabi SAW. sedang berkhutbah, tiba-tiba datang seorang laki-laki,
lalu Nabi bertanya kepadanya: Apakah Anda sudah shalat? Hai Fulan! Jawab orang
itu : Belum wahai Rasulullah! Sabda beliau: Berdirilah! Shalatlah lebih dahulu (dua
raka’at) (HR. Muslim).
C. Persyaratan Khotib
1. Ikhlas, terhindari dari pamrih, riya dan sum’ah (popularitas). Perhatikan firman Allah
SWT. dalam menceritakan keikhlasan Nabi Hud AS:
“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, ucapanku tidak
lain hanyalah dari Allah yang menciptakan aku. Tidakkah kamu memikirkannya?”.
(QS. Hud:51).
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
lakukan? Amat besar kemurkaan di sisi Allah terhadap orang yang mengatakan apa
yang tidak kamu kerjakan”. (QS. As-Shaf : 2-3).
“Bahwa sesungguhnya aku terhadap kamu semua laksana seorang ayah terhadap
anaknya”. (HR. Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu
Hurairah).
“Jadilah kamu sebagai seorang yang wara’, maka kamu adalah manusia yang paling
tekun beribadah”. (HR. Baihaqi dari Abi Hurairah)
5. ‘Izzatun Nafsi (tahu harga diri untuk menjadi khairunnas), Allah SWT. berfirman:
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami ketika mereka sabar (dalam menegakkan kebenaran), dan
adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. (QS. As-Sajdah : 24).
D. Fungsi Khutbah
Tahdzir (peringatan, perhatian)
Taushiyah (pesan, nasehat)
Tadzkir/mau’idzoh (pembelajaran, penyadaran)
Tabsyir (kabar gembiran, harapan)
Bagian dari syarat sahnya sholat Jum’at
Berkenaan dengan fungsi khutbah tersebut di atas, maka khutbah disampaikan dengan bahasa
yang mudah difahami oleh jama’ah (boleh bahasa setempat), kecuali rukun-rukun khutbah.
Allah SWT. berfirman:
“Dan tidaklah Kami mengutus Rasul, melainkan dengan bahasa yang difahami oleh
kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan kepada mereka”. (QS. Ibrahim : 4).
E. Syarat Sahnya Khutbah
1) Dilaksanakan sebelum sholat Jum’at. Ini berdasarkan amaliyah Rasulullah
SAW.
2) Telah masuk waktu Jum’at, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Anas bin
Malik r.a. ia berkata:
“Sesungguhnya Nabi SAW. apabila keluar pada hari Jum’at, beliau duduk
yakni di atas mimbar hingga muadzin diam, kemudian berdiri lalu
berkhutbah”. (HR. Abu Daud).
9) Duduk antara dua khutbah dengan tuma’ninah, berdasarkan hadits Nabi SAW.
dari Ibnu Umar r.a. ia berkata:
“Adalah Nabi SAW. berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk, dan berdiri
lagi sebagaimana kamu semua melakukannya sekarang ini”. (HR. Bukhari dan
Muslim).
F. Rukun Khutbah
1) Hamdalah, yakni ucapan “Alhamdulillah” , berdasarkan hadits Nabi SAW.
dari Jabir r.a.:
“Sesungguhnya Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at, maka (beliau)
memuji Allah (dengan mengucap Alhamdulillah) dan menyanjung-Nya”. (HR.
Imam Muslim).
Hamdalah Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz
yang memuji Allah SWT. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda
lillah, atau ahmadullah. Pendeknya, minimal ada kata alhamd dan lafaz Allah,
baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
2) Syahadat (Tasyahud), yaitu membaca “Asyhadu anla ilaaha illallah wahdahu
laa syarikalahu wa Asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluhu”,
berdasarkan hadits Nabi SAW:
“Tia-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang
terpotong”. (HR. Ahmad dan Abu Dauwd).
3) Shalawat
4) Wasiyat Taqwa, antara lain ucapan “Ittaqullah haqqa tuqaatih”.
5) Membaca ayat Al-Qur’an, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir bin
Samurah r.a.:
“Adalah Rasulullah SAW. berkhutbah (dalam keadaan) berdiri dan duduk
antara dua khutbah, membaca ayat-ayat Al-Qur’an serta memberikan
peringatan kepada manusia”. (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
6) Berdo’a
Semua rukun khutbah diucapkan dalam bahasa Arab. Empat rukun yang
pertama (Hamdalah, Syahadat, Shalawat dan wasiyat) diucapkan pada khutbah
yang pertama dan kedua, sedangkan ayat Al-Qur’an boleh dibaca pada salah
satu khutbah (pertama atau kedua) dan do’a pada khutbah yang kedua.
G. Sunnah-sunnah Khutbah
1. Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar)
2. Memberi salam, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir ra.:
“Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau) memberi salam”.
(HR. Ibnu Majah).
3. Menghadap Jama’ah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Adi bin Tsabit dari
ayahnya dari kakeknya: “Adalah Nabi SAW. apabila telah berdiri di atas mimbar,
shahabat-shahabatnya menghadapkan wajah mereka ke arahnya”. (HR. Ibnu
Majah).
4. Suara jelas penuh semangat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a: “Adalah
Rasulullah SAW. apabila berkhutbah kedua matanya menjadi merah, suaranya
lantang/tinggi, berapi-api bagaikan seorang panglima (yang memberi komando
kepada tentaranya) dengan kata-kata “Siap siagalah di waktu pagi dan petang”.
(HR. Muslim dan Ibnu Majah).
5. Singkat, padat, akurat dan memikat, Rasulullah SAW. bersabda :
6. Gerakan tangan tidak terlalu bebas, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari
Abdurrahman bin’ Sa’ad bin ‘Ammar bin Sa’ad ia berkata: “Adalah Nabi SAW.
apabila berkhutbah dalam suatu peperangan beliau berkhutbah atas anak panah,
dan bila berkhutbah di hari Jum’at belaiu berpegangan pada tongkat”. (HR. Ibnu
Majah dan Baihaqi).
7. Seusai khutbah kedua segera turun dari mimbar, berdasarkan hadits Nabi SAW.
“Adalah shahabat Bilal itu menyerukan adzan apabila Nabi SAW. telah duduk di
atas mimbar, dan ia iqomah apabila Nabi SAW. telah turun”. (HR. Imam Ahmad
dan Nasai).
8. Tertib dalam membacakan rukun-rukun khutbah, yaitu: Hamdalah, Syahadat,
Shalawat, wasiyat, Ayat Al-Qur’an dan Do’a.
Dalam melaksanakan khutbah sering terjadi peristiwa yang Menimbulkan kekecewaan pra
pendengar, yakni para pengunjung Jum’at misalnya :
Khutbah sangat panjang dan dalam khutbah bukan menganjurkan amal ibadat,
melainkan berkisar pada persoalan politik yang tidak dimengerti oleh sebagian para
pengunjung Jum’at.
Diwaktu berkhutbah kadang-kadang dipakai kata-kata bahasa asing yang tidak
dimengerti oleh sebagian besar para pengunjung Jum’at.
Khutbah Jum’at sering dipakai memberikan jawaban suatu masalah pertentangan
khilafiyah, yang akibatnya pada Jum’at berikutnya dilanjutkan lawannya untuk
membalas dan memberikan penjelasan yang tidak ada habis-habisnya. Atau setidak-
tidaknya membuat ketegangan dikalangan para pengunjung Jum’at setelah selesainya
shalat.
Peristiwa semacam ini hendaklah diperhatikan benar-benar oleh para khatib sebab kejadian
demikian itu dapat menggemparkan masyarakat, karena tindak-tanduk para khatib yang
kadang-kadang tidak sengaja.