Anda di halaman 1dari 18

Pengertian Khutbah

Posted on Juli 13, 2010

Khutbah adalah pesan atau nasihat-nasihat agama yang


disampaikan dengan memperlihatkan rukun dan tatacara
tertentu. Orang yang menyampaikan khutbah disebut
khatib.
Macam-macam khutbah adalah sebagai berikut :
1. Khutbah Jumat
2. Khutbah Idul Fitri
3. khutbah Idul Adha
4. Khutbah Istisqa
5. Khutbah gerhana
6. Khutbah nikah.
A. PENGERTIAN KHUTBAH JUMAT
Secara etimologis (harfiyah), khuthbah artinya : pidato,
nasihat, pesan (taushiyah). Sedangkan menurut terminologi
Islam (istilah syara); khutbah (Jumat) ialah pidato yang
disampaikan oleh seorang khatib di depan jamaah sebelum
shalat Jumat dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun
tertentu, baik berupa tadzkiroh (peringatan, penyadaran),
mauidzoh (pembelajaran) maupun taushiyah (nasehat).
Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato
normatif, karena selain merupakan bagian dari shalat Jumat
juga memerlukan persiapan yang lebih matang, penguasaan
bahan dan metodologi yang mampu memikat perhatian.
Selain khutbah Jumat, ada pula khutbah yang dilaksanakan
sesudah sholat, yaitu: khutbah Idul Fitri, Idul Adha, khutbah
sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah
dilaksanakan sebelum akad nikah. Dalam makalah ini yang
akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jumat.

B. DALIL-DALIL TENTANG KHUTBAH JUMAT


1. Firman Allah SWT dalam surat Al-Jumuah ayat 9 :
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat pada hari Jumat (shalat Jumat), maka
segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah urusan jual
beli (urusan duniawi). Yang demikian itu lebih baik bagi kamu
jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumuah : 9)
2. Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a.:
Adalah Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jumat dengan
berdiri, kemudian beliau duduk dan lalu berdiri lagi
sebagaimana dijalankan oleh orang-orang sekarang.
3. Riwayat Bukhari, Nasai dan Abu Daud dari Yazid bin Said
r.a.:
Adalah seruan pada hari Jumat itu awalnya (adzan) tatkala
Imam duduk di atas mimbar, hal demikian itu berlaku pada
masa Rasulullah SAW. hingga masa khalifah Umar r.a. Setelah
tiba masa khalifah Usman r.a. dan orang semakin banyak,
maka beliau menambah adzan ketiga (karena adzan dan
iqomah dipandang dua seruan) di atas Zaura (nama tempat di
pasar), yang mana pada masa Nabi SAW. hanya ada seorang
muadzin.
4. Riwayat Muslim dari Jabir r.a.:
Pada suatu ketika Nabi SAW. sedang berkhutbah, tiba-tiba
datang seorang laki-laki, lalu Nabi bertanya kepadanya: Apakah
Anda sudah shalat? Hai Fulan! Jawab orang itu : Belum wahai
Rasulullah! Sabda beliau: Berdirilah! Shalatlah lebih dahulu
(dua rakaat) (HR. Muslim).
C. PERSYARATAN KHATIB
1. Ikhlas, terhindari dari pamrih, riya dan sumah (popularitas).
Perhatikan firman Allah SWT. dalam menceritakan keikhlasan
Nabi Hud AS:
Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi
seruanku ini, ucapanku tidak lain hanyalah dari Allah yang
menciptakan aku. Tidakkah kamu memikirkannya?. (QS.
Hud:51).
2. Amilun biilmihi (mengamalkan ilmunya), Allah SWT.
berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan


apa yang tidak kamu lakukan? Amat besar kemurkaan di sisi
Allah terhadap orang yang mengatakan apa yang tidak kamu
kerjakan. (QS. As-Shaf : 2-3).
3. Kasih sayang kepada jamaah, Rasulullah SAW. bersabda:
Bahwa sesungguhnya aku terhadap kamu semua laksana
seorang ayah terhadap anaknya. (HR. Abu Dawud, An-Nasai,
Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
4. Wara (menghindari yang syubhat), perhatikan sabda Nabi
SAW:
Jadilah kamu sebagai seorang yang wara, maka kamu adalah
manusia yang paling tekun beribadah. (HR. Baihaqi dari Abi
Hurairah)
5. Izzatun Nafsi (tahu harga diri untuk menjadi khairunnas),
Allah SWT. berfirman:
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin
yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
sabar (dalam menegakkan kebenaran), dan adalah mereka
meyakini ayat-ayat Kami. (QS. As-Sajdah : 24).
D. FUNGSI KHUTBAH
1. Tahdzir (peringatan, perhatian)
2. Taushiyah (pesan, nasehat)
3. Tadzkir/mauidzoh (pembelajaran, penyadaran)
4. Tabsyir (kabar gembiran, harapan)
5. Bagian dari syarat sahnya sholat Jumat
Berkenaan dengan fungsi khutbah tersebut di atas, maka
khutbah disampaikan dengan bahasa yang mudah difahami
oleh jamaah (boleh bahasa setempat), kecuali rukun-rukun
khutbah. Allah SWT. berfirman:
Dan tidaklah Kami mengutus Rasul, melainkan dengan bahasa
yang difahami oleh kaumnya, agar ia dapat memberi
penjelasan kepada mereka. (QS. Ibrahim : 4).
E. SYARAT SAHNYA KHUTBAH
1. Dilaksanakan sebelum sholat Jumat. Ini berdasarkan
amaliyah Rasulullah SAW.

2. Telah masuk waktu Jumat, berdasarkan hadits Nabi SAW.


dari Anas bin Malik r.a. ia berkata:
Sesungguhnya Nabi SAW. melaksanakan shalat Jumat
setelah zawal (matahari condong ke Barat). (HR. Bukhari).
3. Tidak memalingkan pandangan
4. Rukun khutbah dengan bahasa Arab, ittiba kepada
Rasulullah SAW.
5. Berturut-turut antara dua khutbah dan shalat
6. Khatib suci dari hadats dan najis, karena berkhutbah
merupakan syarat sahnya shalat Jumat.
7. Khatib menutup aurat, sama dengan persyaratan shalat
Jumat.
8. Dilaksanakan dengan berdiri kecuali darurat, berdasarkan
hadits Nabi SAW. dari Ibnu Umar r.a:
Sesungguhnya Nabi SAW. apabila keluar pada hari Jumat,
beliau duduk yakni di atas mimbar hingga muadzin diam,
kemudian berdiri lalu berkhutbah. (HR. Abu Daud).
9. Duduk antara dua khutbah dengan tumaninah, berdasarkan
hadits Nabi SAW. dari Ibnu Umar r.a. ia berkata:
Adalah Nabi SAW. berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk,
dan berdiri lagi sebagaimana kamu semua melakukannya
sekarang ini. (HR. Bukhari dan Muslim).
10. Terdengar oleh semua jamaah
11. Khatib Jumat adalah laki-laki
12. Khatib lebih utama sebagai Imam sholat
F. RUKUN KHUTBAH
1. Hamdalah, yakni ucapan Alhamdulillah , berdasarkan
hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a.:
Sesungguhnya Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jumat, maka
(beliau) memuji Allah (dengan mengucap Alhamdulillah) dan
menyanjung-Nya. (HR. Imam Muslim).
2. Syahadat (Tasyahud), yaitu membaca Asyhadu anla ilaaha
illallah wahdahu laa syarikalahu wa Asyhadu anna
Muhammadan abduhu warasuluhu, berdasarkan hadits Nabi
SAW:
Tia-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti
tangan yang terpotong. (HR. Ahmad dan Abu Dauwd).
3. Shalawat

4. Wasiyat Taqwa, antara lain ucapan Ittaqullah haqqa


tuqaatih.
5. Membaca ayat Al-Quran, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari
Jabir bin Samurah r.a.:
Adalah Rasulullah SAW. berkhutbah (dalam keadaan) berdiri
dan duduk antara dua khutbah, membaca ayat-ayat Al-Quran
serta memberikan peringatan kepada manusia. (HR. Jamaah,
kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
6. Berdoa
Semua rukun khutbah diucapkan dalam bahasa Arab. Empat
rukun yang pertama (Hamdalah, Syahadat, Shalawat dan
wasiyat) diucapkan pada khutbah yang pertama dan kedua,
sedangkan ayat Al-Quran boleh dibaca pada salah satu
khutbah (pertama atau kedua) dan doa pada khutbah yang
kedua.
G. SUNNAH-SUNNAH KHUTBAH
1. Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar)
2. Memberi salam, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir ra.:
Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau)
memberi salam. (HR. Ibnu Majah).
3. Menghadap Jamaah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Adi
bin Tsabit dari ayahnya dari kakeknya: Adalah Nabi SAW.
apabila telah berdiri di atas mimbar, shahabat-shahabatnya
menghadapkan wajah mereka ke arahnya. (HR. Ibnu Majah).
4. Suara jelas penuh semangat, berdasarkan hadits Nabi SAW.
dari Jabir r.a: Adalah Rasulullah SAW. apabila berkhutbah
kedua matanya menjadi merah, suaranya lantang/tinggi,
berapi-api bagaikan seorang panglima (yang memberi
komando kepada tentaranya) dengan kata-kata Siap siagalah
di waktu pagi dan petang. (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
5. Singkat, padat, akurat dan memikat, Rasulullah SAW.
bersabda :
Adalah Rasulullah SAW. biasa memanjangkan shalat dan
memendekkan khutbahnya. (HR. Nasai dari Abdullah bin Abi
Auf).
6. Gerakan tangan tidak terlalu bebas, berdasarkan hadits Nabi
SAW. dari Abdurrahman bin Saad bin Ammar bin Saad ia
berkata: Adalah Nabi SAW. apabila berkhutbah dalam suatu

peperangan beliau berkhutbah atas anak panah, dan bila


berkhutbah di hari Jumat belaiu berpegangan pada tongkat.
(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).
7. Seusai khutbah kedua segera turun dari mimbar,
berdasarkan hadits Nabi SAW. Adalah shahabat Bilal itu
menyerukan adzan apabila Nabi SAW. telah duduk di atas
mimbar, dan ia iqomah apabila Nabi SAW. telah turun. (HR.
Imam Ahmad dan Nasai).
8. Tertib dalam membacakan rukun-rukun khutbah, yaitu:
Hamdalah, Syahadat, Shalawat, wasiyat, Ayat Al-Quran dan
Doa.
H. HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN DALAM KHUTBAH
1. Membelakangi Jamaah
2. Terlalu banyak bergerak
3. Meludah
I. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIAKAN OLEH KHOTIB
1. Melakukan persiapan, mental, fisik dan naskah khutbah
2. Memilih materi yang tepat dan up to date
3. Melakukan latihan seperlunya
4. Menguasai materi khutbah
5. Menjiwai isi khutbah
6. Bahasa yang mudah difahami
7. Suara jelas, tegas dan lugas
8. Pakaian sopan, memadai dan Islami
9. Waktu maksimal 15 menit
10. Bersedia menjadi Imam shalat Jumat
J. MATERI KHUTBAH
1. Tegakkan akidah, murnikan ibadah, perluas ukhuwwah
2. Evaluasi amaliah (ummat) mingguan
3. Kaji masalah secara cermat dan singkat
4. Berikan solusi yang tepat
5. Tema-tema lokal peristiwa keseharian lebih diutamakan
6. Hindari materi yang menjenuhkan atau persoalan tanpa
pemecahan

K. KESIMPULAN
Khutbah Jumat adalah pidato yang normatif disampaikan
berkenaan dengan ibadah sholat Jumat, maka para khatib
harus mampu mengemas materi dengan singkat, padat, akurat
dan memikat, dan harus mampu menjadi Imam shalat.

Maasyiral Muslimin Rohimakumullah

Pada pagi ini kita berkumpul melantunkan Takbir membesarkan Allah


Swt, MemujiNya, Bertasbih kepadaNya. Tiada yang layak dipuji kecuali
hanya Dia, Dia yang menghidupkan, Dia yang mematikan, Dia yang
memberi rezeki. Saudara-saudara kita pagi ini berangkat menuju Mina
untuk melempar Jamratul Aqabah. Semalam mereka bermalam di
Muzdalifah. Kemarin mereka seharian penuh berwuquf di Arafah,
menadahkan tangan kepada Robb memohon ampunnya, membukakan
pintu rahmatnya. Kita yang berada di tanah air, diganti Allah dengan
puasa Arafah tanggal 9 Zulhijjah yang Fadhilahnya dapat
menghapuskan dosa tahun kemarin dan dosa pada tahun ini.

Allahu Akbar Allahu Akbar

Bukan suatu hal kebetulan Allah Swt menetapkan kewajiban Haji


kepada ummat Muhammad Shallahu alaihi Wasallam walau sekali
dalam seumur hidup. Haji adalah Ibadah yang mengandung makna
penghambaan yang luar biasa kepada Allah Subhanah. Sementara

Hakikat kehidupan ini adalah penghambaan itu sendiri. Sebagaimana


yang ditegaskan oleh Al-Mawla Azza Wajalla :


(Tidaklah Kuciptakan Jin dan Manusia, melainkan untuk mengabdi
kepadaKu). (Surat az-Zariyaat: 56) Bahkan setiap praktik Ibadah
Manasik Haji itu mengandung makna penghambaan. Ketika seseorang
thawaf, Sai, wuquf, Mabit, melempar Jamroh, semua kegiatan itu
merupakan wujud penghambaan manusia kepada al-Mabud
Subhanahu. Hal ini sering dilupakan umat Islam termasuk mereka
yang melaksanakan Haji. Mereka umumnya melakukan manasik itu
begitu saja tanpa disertai penghayatan atas penghambaan kepada
Allah Azza wajalla. Bahkan tak sedikit mereka yang melaluinya sebagai
formalitas belaka, tanpa mendalami dan merasakan manisnya berhaji.
Seorang yang memulai rangkaian Ibadah Manasik, memulainya
dengan Ihram dan membaca lafazh Talbiyah. Kalau kita perhatikan
ucapan Talbiyah itu, isinya semua berupa penghambaan kepadaNya.

. .

Aku datang memenuhi panggilanMu, Ya Allah. Aku datang memenuhi
PanggilanMu. Tiada Sekutu bagiMu. Sesungguhnya segala pujian,
kenikmatan hanya milikmu, dan juga kerajaan. Tiada Sekutu bagiMu.

Betapa jelasnya ikrar/pengakuan akan penghambaan itu keluar dari


mulut orang yang berihram haji dan umroh. Pengakuan bahwa
kedatangannya dari negeri jauh, melintas samudera dan benua,
hanyalah memenuhi panggilan Allah semata. Pengakuan bahwa Allah
itu hanya Satu, tidak ada sekutu bagiNya. Inilah esensi Tawhid.
Pengakuan bahwa pujian hanya pantas untuk Allah. Karenanya pujianpujian berlebihan tak pantas diberikan kepada manusia, apalagi
manusianya pernah memusuhi Allah, memperjuangkan bukan hukum
Allah. Pengakuan bahwa nikmat adalah kepunyaan Allah semata. Kita
sebagai manusia, hanya diberi amanah secuil dari nikmat itu untuk
dirasakan oleh sebagian kita, dan sekaligus menjadi ujian. Karenanya
kita harus banyak mensyukurinya dan tidak mabuk dalam nikmat itu.
Jika Allah berkehendak, nikmat itu dicabutNya, kita suka atau tidak
suka. Pengakuan bahwa kerajaan adalah milik Allah Azza Wajalla.
Kekuasaan yang diberikanNya kepada sebagian manusia, hanyalah
sedikit dan bersifat sementara. Kita hanyalah hamba yang tidak
memiliki apapun dan tak berkuasa sedikitpun. Segala-segalanya hanya
milik Allah dan tunduk pada kekuasaanNya. Pengakuan sekali lagi
bahwa Allah tidak bersekutu dengan sesuatu makhluq apapun. Dia
satu-satunya Ilah (Tuhan) yang berhak menerima penyembahan dari
makhluq. Begitulah isi dan makna Talbiyah.

Ikrar yang begitu tegas dan diteriakkan berkali-kali sepanjang hari


Arafah, malam hari di muzdalifah, hingga sampai di Mina pada pagi 10
zulhijjah, seharusnya meninggalkan bekas pada diri kaum Muslimin.
Kalau kita renungkan haji, ia sungguh merupakan wisata ruhany yang
kental dengan muatan aqidah. Ketika wukuf di Arafah, diharuskan
memperbanyak zikir kepada Allah, menjauhkan diri dari perbuatan

yang tak bermanfaat, seperti berfoto ria, jalan ke sana kemari,


mencari teman, mengunjungi handai tolan, seperti kebiasaan banyak
jemaah haji kita. Bukan seperti itu. Arafah diisi dengan penghayatan,
pematangan Aqidah, membulatkan penghambaan diri kepada AlAziz
al-Jabbar. Bila haji dilaksanakan dengan pola seperti ini, ia akan
melahirkan sosok manusia baru dengan akidah yang tangguh.
Komitmen kepada Islam yang sangat tinggi. Kecintaan kepda ALLAH
yang mengalahkan segala-galanya. Siapapun yang kembali dari
mengerjakan haji akan berubah. Bukankah yang pergi haji itu banyak
petinggi negara, pejabat pemerintah, politisi wakil rakyat, pebisnis,
disamping rakyat biasa. Apa pengaruh haji pada kehidupan mereka?

Seharusnya mereka itu menampakkan perubahan drastis, karena


aqidah sudah terbina. Penyelewengan jabatan, praktik korupsi,
memperkaya diri, curang dan menipu, seharusnya sudah berhenti
total. Ya, kita bisa terima, sebelum haji mereka banyak melakukan
perbuatan-perbuatan di atas, tetapi setelah menjalani pelatihan super
intensive, materi super canggih, prilaku-prilaku mereka harus berubah
total, sekembalinya dari haji. Seharusnya lahir pejabat Negara, politisi,
dan aparat pemerintahan yang bersih, soleh, takut menyalah gunakan
uang rakyat, bahkan lahirlah politisi dan negarawan yang wala
(loyalitas/keberpihakan)nya kepada hukum Allah. Partai/ormas boleh
beda tetapi akidah harus sama, berwala kepada Allah dan bertahkim
kepada Syariat Allah Swt.

Apakah Hukum Jahiliyah yang lebih mereka sukai. Dan hukum siapa
yang lebih baik dari hukum buatan Allah, bagi kaum yang yakin. (AlMaidah:50)

Tidak ada tempat bagi sekularisme, Pluralisme, dan demokrasi ala


kuffar. Karena apa saja yang kita butuhkan dalam mengatur Negara,
ada konsep dan teorinya di dalam Syariat Allah yang agung itu.
Betapa tidak, Zat Yang Maha Mengetahui akan melahirkan konsep
yang maha canggih.


Ketahuilah. Yang mengetahui adalah yang mencipyakan. Dan Dia
Maha lembut dan Maha Mengetahui. (Surat al-Mulk: 14)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamd.

Apa yang menimpa ekonomi Amerika akhir-akhir ini, berupa


hancurnya dunia usaha, yang berawal dari credit crunch dalam bisnis
perumahan di Amerika, salah satu pertanda kuat kehancuran sistem
ekonomi Kapitalis. Sistem Ekonomi yang berlandaskan pada Riba,
uang melahirkan uang, bisnis yang menggelembungkan angka-angka

padahal tidak sesuai dengan nilai riilnya, akhirnya sampai pada angka
yang tak terbayang dalam otak pebisnis $600,000,000,000,000.
(enam ratus trilyun Dollar US). Maka dari kasus hancurnya dunia
finance di AS, dan negara-negara yang berkiblat kepadanya, apakah
manusia tidak juga mau belajar bahwa sistem yang diciptakan oleh
manusia untuk menandingi sistem yang diturunkan oleh Allah
Subhanahu Wataala, pada gilirannya akan berujung pada kehancuran,
malapetaka dan kesengsaraan. Syariat Islam mengajarkan bahwa riba
adalah haram dan jual beli itu halal. Firman Allah: .
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Jual beli harus
memperlihatkan wujud barang yang dijual dan harga yang masuk akal
atas barang. Bukan seperti membeli kucing dalam karung. Riba lah
yang menghancurkan perekonomian Kapitalis, sebagaimana telah
hancur sebelumnya sistem sosialis di Eropa Timur. Allah Swt ingin
memperlihatkan kepada manusia, bahwa sistem yang mereka bangun
bertentangan dengan sistem yang diturunkanNya, cepat atau lambat
akan hancur sekuat apapun tiang penyangga sistem itu. Allah juga
ingin memperlihatkan bahwa kesombongan dan keangkuhan hanya
berakhir dengan kehancuran. Kesombongan dan arogansi yang
dipertontonkan oleh AS di dunia Islam, wabil Khusus di Afghanistan,
Iraq, Somalia, Sudan dan lainnya tidak luput dari perhitungan Allah
Tabaraka wataala. Berapa nyawa bangsa Afghanistan yang hilang
tanpa alasan? Berapa nyawa bangsa Irak dan kekayaaan negeri itu
yang musnah akibat kekejaman Negara yang sombong itu? Semuanya
tercatat dalam perhitungan Allah Azza wa Jalla. Krisis financial
Amerika adalah mukaddimah kehancuran Negara besar itu.

Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamu. Problem manusia


sebenarnya adalah problem aqidah. Mayoritas manusia tidak
menuhankan Allah Azza wajalla. Mereka mengambil Tuhan selain Allah.
Ada yang menuhankan manusia dan leluhur. Ada pula yang
menuhankan benda dan hawa nafsu, seperti roh, seks, akal, teknologi,
uang, jabatan, popularitas, dan sebagainya. Firman Allah Tabaraka
wataala:



.
Apakah tidak engkau ketahui orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya dan Allah sesatkan dia dengan sadar, dan Allah
mencap pendengarannya dan hatinya. Dan Ia jadikan penglihatannya
menjadi tertutup, maka siapakah yang menunjukinya selain Allah?
Apakah kamu tidak berfikir? (al-Jatsiyah 23).

Sebagian mereka ada yang sudah menjadi Muslim tetapi tidak


menyerahkan wala (loyalitas)nya kepada Allah. Mulut mereka
mengucapkan La Ilaaha illallah, namun hati mereka dan praktik
hidupnya jauh dari makna Laa Ilaaha illallah itu. Penyebabnya karena
merekapun tidak paham hakikat makna Syahadat itu. Konsekuensi
Syahadat adalah tunduk sepenuhnya kepada Allah Swt. Bukan hanya
tunduk dalam soal Ibadah ritual dan aturan-aturan yang menyangkut

dien (agama) saja. Tetapi kepatuhan total dan ketundukan mutlak


kepada Allah Swt. Para Ulama Tawhid menjelaskan maknanya adalah :
Tidak ada yang disembah dengan sah selain dari Allah.
Jadi hawa nafsu, manusia, nenek moyang, teknologi, kecantikan, seni,
ideologi, faham, benda, roh, apapun selain Allah tidak boleh
diTuhankan, disembah, dikultuskan, didewa-dewakan, dianggap sakti,
dan seterusnya.

Dalam kenyataan sebagian umat Islam masih terjerumus dalam


menuhankan faham/ideologi yang dibuat oleh umat di luar mereka,
seperti sekularisme, nasionalisme, materialisme, demokrasi,
liberalisme, humanisme, feminisme, dan isme-isme lain. Berarti
mereka belum menuhankan Allah dalam arti yang sesungguhnya,
karena Allah tidak menerima falsafah-falsafah yang dibuat oleh
manusia, lalu dianut sebagai kebenaran, selain apa yang diturunkan
oleh Allah, yakni al-Islam. Mereka mengekor begitu saja kepada umat
di luar mereka yang tidak memiliki petunjuk hidup. Sungguh ironi,
kaum yang memiliki petunjuk hidup (hidayah) mengekor kepada kaum
yang sesat. Seharusnya, kaum yang sesat mengikuti kaum yang
mendapat petunjuk, agar mereka ikut selamat. Umat Islam di dunia ini
rata-rata hidupnya mengekor kepada umat lain. Mereka menjadi
pengekor setia kaum di luar mereka, di semua bidang dan sektor;
mulai dari ideologi, faham, hobbi, idola, model, brand, trend, gaya,
penilaian, dan yang lainnya. Umat Islam tidak hanya menjadi pasar
produk teknologi saja, tetapi juga sudah menjadi pasar bagi produk
ideologi dan faham kaum kuffar. Faham apa saja yang muncul di barat,
akan didapatkan pengikutnya di tengah kaum Muslimin. Ini

mengingatkan kita benarnya prediksi Nabi Saw empat belas abad


silam yang mengatakan :

)
.(
Kalian akan mengikuti ummat sebelum kamu, sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga kalau mereka masuk ke
lubang biawak, niscaya kamupun ikuti mereka.

Dalam soal penilaianpun, umat islam mengekor dan berkiblat kepada


Barat kaum Kuffar. Apa saja yang dianggap buruk oleh kuffar, juga
dianggap buruk oleh ummat Islam. Sebaliknya apa yang dianggap
mereka sebagai kewajaran dan baik, juga dianggap wajar dan baik
oleh ummat Islam. Akhir-akhir ini banyak isu dilemparkan oleh musuhmusuh Islam melalui media massa dan disambut oleh ummat ini
dengan sikap membeo dan mengekor, seperti murid dengan gurunya.
Barat melemparkan isu terorisme dan menuduhkan perbuatan
terorisme kepada Islam dan ummatnya, maka umat Islampun ikutikutan seperti beo. Ada Orang yang dituduh oleh Barat sebagai teroris,
kitapun ikut-ikutan menuduhnya teroris. Padahal mereka itulah
induknya teroris. Israel dan Amerika itulah yang membuat kerusuhan
dahsyat di muka bumi ini. Mereka lah yang menjadi kaum perusak
nomor wahid di dunia ini. Tapi, dia bisa mengalihkan opini dunia,
kerusuhan dahsyat yang dia buat menjadi tidak kelihatan/hilang,
sementara orang Muslim yang soleh yang difitnahnya sebagai pembuat

kerusuhan, dihukum oleh public secara zalim. Umat islam sekali lagi
membeo kepada mereka. Pornografi, homoseks, dan penyimpangan
seksual yang bejat, kotor, dan bertentangan dengan fitrah manusia,
baik Muslim atau non Muslim, menjadi indah dan wajar dalam
pandangan mereka. Sebagian Ummat Islam pun ikut-ikutan menilai
yang bejat itu menjadi wajar. Ajaran yang dianggap sesat di dalam
islam, mereka anggap Hak Azasi Manusia dan merupakan kebebasan
untuk meyakini ajaran apa saja. Nauzu Billah min zalik.

Jika Barat menganggap poligami itu buruk dan aib, di mana seorang
lelaki mempunyai isteri yang sah lebih dari satu, maka umat Islampun
ikut-ikutan menilai poligami itu buruk dan penindasan terhadap
perempuan. Bahkan menghukum orang yang melakukannya. Tapi,
jika seorang lelaki atau perempuan berganti-ganti pasangan tanpa
nikah, melakukan hubungan zina dengan siapa saja yang dia sukai,
mereka anggap wajar dan kebebasan sebagai manusia. Beginilah nasib
ummat Islam sekarang. Menilai sesuatu dengan mengikuti standar
penilaian kaum Kuffar. Menikahi anak belasan tahun dianggap oleh
Barat sebagai pelecehan terhadap anak, maka ummat Islampun ikut
mencelanya. Sementara anak-anak jalanan belasan tahun yang
melakukan hubungan seks, tidak pernah diributkan oleh media. Di
Barat, anak umur 14 tahun sudah diajari gurunya di sekolah cara
berhubungan badan yang aman. Dan anak-anak sekolah
mempraktikkannya dengan teman-temannya. Itu tidak dianggap tabu,
karena tidak menikah. Jika menikah dengan sah, akan menjadi aib dan
malu.

Lalu pertanyaannya sampai kapan kita sebagai pengekor? Apakah


tidak tiba saatnya, ummat Islam ini hidup dewasa, merdeka, mandiri
dengan kebijakan sendiri, tidak bergantung kepada bangsa lain
manapun. Padahal mereka mempunyai aqidah. Mereka memiliki kitab
suci sebagai petunjuk. Mereka mempunyai sunnah Nabinya Saw yang
dijadikan pedoman dalam memahami jalan yang benar. Kapankah
saatnya, ummat Islam kembali kepada kesadarannya untuk
menjalankan hukum Agamanya untuk mengatur dunia dan akhiratnya?
Sadarkah mereka bahwa solusi tidak pernah datang dari luar mereka,
melainkan dari dalam mereka sendiri? Marilah kita berdoa kepada
Allah Swt agar ummat ini diberiNya petunjuk dan Hidayah untuk
menapaki jalanNya yang lurus, jalan orang-orang yang beriman.
Amiin.


.
. .


.

Anda mungkin juga menyukai