Perencanaan Pengkajian
R/
Monev Permintaan
Evaluasi
PIO
Penggunaan
Pengendalian Penyimpanan
Sumber:
https://www.slideshare.net/AdamFitzGerald/what-
metrics-matter-in-developer-relations
Proses Manajemen
4.9%
death
13.7%
permanent
disability
5% permanent
disability
MODEL MANAJEMEN STRATEGIS
PERUMUSAN STRATEGI IMPLEMENTASI STRATEGI EVALUASI &
PENGAMAT PENGENDALI
AN AN
LINGKUNG MISI
AN
EKSTERNAL TUJUAN
LINGKUNG
AN SOSIAL
STRATEGI
PROGRAM
LINGKUNG
AN TUGAS
LINGKUNG ANGGARAN
AN
INTERNAL
PROSEDUR
STRUKTUR
BUDAYA
SUMBER
DAYA
KINERJA
Definisi
• Indikator adalah sebuah kriteria yang digunakan untuk mengukur
adanya perubahan, baik langsung maupun tidak langsung, dan untuk
menilai kesesuaian dengan tujuan dan target dari program yang
dilaksanakan (Quick 1997)
• Indikator adalah suatu alat ukur kuantitatif yang digunakan untuk
monitoring, evaluasi dan mengubah atau meningkatkan mutu
pengelolaan obat di suatu pelayanan kesehatan (Nadzam, 1996)
Evaluasi
• Evaluasi adalah penilaian secara pereodik kemajuan yang dapat dicapai
dari perjalanan program dalam mencapai tujuan jangka panjang
• Evaluasi adalah proses dimana aktivitas-aktivitas dan hasil kinerja
sesungguhnya dibandingkan dengan kinerja yang diinginkan.
• Pengukuran kinerja dengan indikator → output
• Selain itu dapat berupa indikator input, dan proses
Key Performance Indicator
•Generally there are two approaches
KPI based on Strategic themes
KPI Based on Critical success factors
15
What are
KPIs?
• KPI berfokus pada aspek kinerja organisasi yang paling penting bagi
kesuksesan organisasi saat ini dan masa depan.
16
Characteristics of good
KPIs
• People often use the acronym “SMART” to refer to
the characteristics of good performance indicators.
Relevant: Time-bound
19
https://doi.org/10.21315/mjms2019.26.4.13
Malays J Med Sci. 2019;26(4):110–121
16
26 indikator pengelolaan obat dan 19 indikator
Pelayanan Farmasi Klinik
Beberapa penelitian yang terkait signifikansi kinerja
Apoteker di Puskesmas:
1. Developing Consensus Indicators to Assess Pharmacy Service Quality at Primary Health
Centres in Yogyakarta, Indonesia
2. Kinerja Apoteker di Puskesmas Kota Y, Br dan Kota Bm (2016,2017)
3. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Di
Kota S (2018)
4. Evaluasi Peranan Tenaga Kefarmasian Dalam Pelayanan Dan Pengelolaan Obat, BMHP, dan
Alkes Program Poned Di Puskesmas Kota Semarang dan Brebes (2017,20180
5. Analisis Mutu Pengelolaan Obat dan Farmasi Klinik DI Puskesmas (Yogyakarta, Bantul,
Sleman, OKI Sumatra Selatan, Kota Mataram, Maluku Tengah, Garut, Kupang, Tulung
Agung (dilakukan 2018,2019)
6. Penelitian Lain yang terkait
Gambaran ketersediaan obat dan nilai ITOR di
beberapa kabupaten Propinsi di Indonesia
1/26/2023 19
Satibi, dkk., 2019
Gambaran ketersediaan obat dan nilai ITOR di
beberapa kabupaten Propinsi di Indonesia
Hanya Puskesmas Kabupaten Brebes yang belum terakreditasi → dokumentasi Standar Operasional Prosedur, Laporan Penggunaan Obat Generik
dan Penggunaan Obat Rasional, Konseling, dan lain-lain tidak dikerjakan → keterbatasan baik dari segi kualitas maupun kuantitas sumber daya
manusia dalam hal ini adalah tenaga kefarmasian (apoteker dan tenaga teknis kefarmasian) yang menyebabkan terjadinya overload beban kerja
sehingga ada beberapa elemen yang terbengkalai/tidak dikerjakan seperti dokumentasi dan konseling.
Status Puskesmas yang berbentuk BLUD holding disisi lain juga menuntut apoteker untuk membuat dokumen tersendiri yang
dilaporkan ke PPK-BLUD sehingga makin menambah daftar panjang beban kerja yang dimiliki oleh apoteker.
Hal inilah yang menyebabkan kinerja apoteker yang bekerja di Puskesmas Kabupaten Brebes berada di urutan terakhir walaupun
memiliki fleksibilitas dalam mengelola keuangan dan penyediaan barang dan/atau jasa
Uji Statistik Kinerja Apoteker Antar Daerah
Nilai p (α = 0,05)
Kinerja Apoteker
Keseluruhan* Antar Puskesmas**
Yogyakarta vs Brebes 0,003***
Yogyakarta vs Banjarmasin 0,004*** 0,012***
Banjarmasin vs Brebes 0,754
Keterangan:
*Uji Kruskal Wallis
**Uji Mann-Whitney
***Nilai p < 0,05
1. Terdapat perbedaan
Ada perbedaan kinerja yang signifikan antara
apoteker dalam pelayanan kinerja apoteker yang
Seharusnya tidak ada farmasi klinik yang bekerja di Yogyakarta
signifikan antara Puskesmas dengan Banjarmasin
perbedaan kinerja secara Yogyakarta, Brebes, dan dan Brebes
statistik karena walaupun Banjarmasin yang memiliki 2. Tidak ada perbedaan
berbeda status hukum, status hukum yang berbeda yang signifikan antara
apoteker menggunakan kinerja apoteker yang
Standar yang sama bekerja di Banjarmasin
dan Brebes
Faktor jenis kelamin memberikan pengaruh terhadap kinerja Apoteker di Puskesmas. Kinerja
Apoteker perempuan lebih tinggi dari kinerja laki-laki (Khaliq dkk., 2005; Green dkk., 2009;
Penm dan Chaar, 2009; Schafheutle dkk., 2011).
Skor
Faktor Kategori n (N=18) Nilai p
Mean SD
< 30 tahun 3 8,39 0,34
Usia** 30-40 tahun 13 8,20 0,54 0,761
> 40 tahun 2 8,04 0,72
Keterangan:
*One Way ANOVA
Faktor usia tidak mempengaruhi kinerja apoteker di puskesmas (p=0,761). Rerata skor pada
kategori usia <30 tahun lebih tinggi dibandingkan pada kategori usia >40 tahun. Pekerja yang
lebih muda lebih mudah beradaptasi, fleksibel dan mudah menerima teknologi baru
(Robbins dan Judge, 2015; Schafheutle dkk., 2011; Szeinbach dkk., 2007).
Skor
Faktor Kategori n (N=18) Nilai p
Mean SD
Apoteker 17 8,18 0,51
Pendidikan Terakhir* 0,333
Strata 2 1 8,71
Keterangan:
*Independent sample t-test
Faktor tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh pada kinerja apoteker di puskesmas,
meskipun skor kategori Strata 2 lebih tinggi dari Apoteker. Tingkat pendidikan tidak
mempengaruhi kinerja pegawai pemerintah (Ng dan Feldman, 2009; Shaffril dan Uli, 2010)
Skor
Faktor Kategori n (N=18) Nilai p
Mean SD
< 3 tahun 4 8,13 0,59
Lama Bekerja* 3-7 tahun 9 8,38 0,37 0,392
>7 tahun 5 7,99 0,67
Keterangan:
*One Way ANOVA
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara lama bekerja dan kinerja apoteker di Puskesmas, lama
bekerja pada kategori lama kerja <3 tahun dan lama kerja 3-7 tahun memiliki rerata yang lebih tinggi
dibandingkan dengan lama kerja >7 tahun. Apoteker dengan lama bekerja lebih pendek memiliki
kinerja yang lebih baik, terkait dengan kemampuan adaptasi (Austin dkk., 2004; Robbins dan Judge,
2015; Schafheutle dkk., 2011).
Skor
Faktor Kategori n (N=18) Nilai p
Mean SD
< Rp. 1.500.000,00 2 7,70 0,48
Rp. 2.600.000,00 - Rp. 3.500.000,00 4 8,43 0,37
Penghasilan* 0,189
Rp. 3.600.000,00 - Rp. 5.000.000,00 10 8,32 0,52
> Rp. 5.000.000,00 2 7,76 0,34
Keterangan:
*One Way ANOVA
Faktor penghasilan tidak memberikan pengaruh (nilai p < 0,05) pada kinerja apoteker di
puskesmas. Penghasilan tidak memberikan pengaruh signifikan pada personel yang bekerja di
fasilitas publik (Lee dan Sabharwal, 2016).
Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi
Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Di Kota Semarang (2018)
Peran SDM Farmasi terhadap
Pelayanan Kefarmasian
35
Ketersediaan Anggaran
HASIL PENELITIAN Farmasi Klinik
• Tenaga teknis kefarmasian (TTK) belum melakukan semua kegiatan pelayanan farmasi klinis.
Peran TTK sebatas pengkajian administratif resep, penyiapan obat berdasarkan permintaan
resep dan penyerahan obat disertai pemberian informasi obat.
No Tenaga Kefarmasian Rata-Rata Persentase Kegiatan Uji Statistika Mann Whitney (Sig. 2-
Pelayanan Farmasi (%)±SD tailed
1 Apoteker 44,05±10,56
0,009
2 TTK 20,24±23,73
Peran apoteker dalam pelayanan farmasi klinis dan evaluasi mutu pelayanan
kefarmasian di Puskesmas PONED lebih baik daripada tenaga teknis kefarmasian,
sehingga bisa mendorong untuk pemenuhan apoteker di Puskesmas PONED oleh
Dinas Kesehatan Kota Semarang baik melalui CPNS dan BLUD.
38
Ketersediaan dan Kecukupan
Obat: BMHP:
Ketersediaan 26,50 ±30,73 bulan Ketersediaan 23,24 ±38,35 bulan
Kecukupan 77,09 ± 6,46% Kecukupan 57,47 ± 2,46%
Analisa Statistika
Obat PONED BMHP PONED
▰Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
ketersediaan
ketersediaan
peran tenaga kefarmasian dalam pengelolaan
Kecukupan
Kecukupan
Tingkat
Tingkat
Tingkat
Tingkat
N Puskesma
±SD ±SD ±SD ±SD
o s PONED
(Bulan) (%) (Bulan) (%) ketersediaan dan kecukupan obat dan BMHP
PONED di Puskesmas PONED Kota
1 Apoteker 26,86 28,86 79,17 4,78 20,99 36,65 56,32 17,35 Semarang.
2 TTK 26,14 32,60 75,00 8,27 25,50 40,05 58,62 9,12
Uji Statistika
T-Test (Sig. 2- 0,623 0,492 0,421 0,849
tailed)
39
Analisis Mutu Pengelolaan Obat dan Farmasi
Klinik Di Puskesmas
40
Rekapan Hasil
• Dari 9 kabupaten dan Kota, Puskesmas yang memiliki apoteker
pelaksanaan pelayanan Farmasi klinik lebih baik dibandingkan
dengan yang tidak ada apotekernya
• Pengelolaan obat antara yang memiliki apoteker dan Tidak,
tidak banyak perbedaan secara statistic, namun dari penilian
sedikit lebih baik Apoteker. Indikator yng masih jauh dari
standar adalah Inventory Turn Over Ratio masih sangat kecil
dan ketersesediaan obat cenderung berlebih (> 18 bulan)
41
Relationship of The Availability of Phamacist with Characteristics of
Primary Health Center and Pharmacy Practice in Health Center)