Anda di halaman 1dari 11

Muhammad Sidiq Pamungkas

25000119120051
K3/2022
Ujian Tengah Semester Genap TA 2021-2022
Mata Kuliah : Pencegahan Injury
Waktu : 60 Menit
Petunjuk mengerjakan:
Jawablah pertanyaan -pertanyaan berikut secara singkat dan jelas. Apabila
perlku,silakan mensitasi data atau pendapat dari artikel ilmiah dengan
menyertakan bukti link jurnal atau e book tersebut pada bagian sumber Pustaka.

1. Kejadian Injury di tempat kerja perlu dicegah dan diantisipasi agar tidak terjadi
atau berulang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan penerapan
manajemen risiko terhadap kejadian injury. Menurut anda , apa saja substansi
atau subjek manajemen risiko pensegahan injury yang perlu kita analisis?
Jelaskan singkat dan sertakan kepustakaan apabila diperlukan

Berdasarkan Gambar proses yang dilalui dalam manajemen risiko adalah:


1. Perencanaan Manajemen Risiko/Penetapan Konteks, perencanaan
meliputi langkah memutuskan bagaimana mendekati dan
merencanakan aktivitas manajemen risiko.
2. Identifikasi Risiko, tahapan selanjutnya dari proses identifikasi risiko
adalah mengenali jenis-jenis risiko yang mungkin (dan umumnya)
dihadapi oleh setiap pelaku bisnis.
3. Analisis Risiko, merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk
memperoleh perkiraan tingkat risiko. Besarnya perkiraan risiko yang
dihasilkan tergantung pada tingkat keparahan dan kemungkinan dari
suatu risiko. Analisis risiko dapat dilakukan dengan cara kualitatif,
semikuantitatif, kuantitatif maupun kombinasi ketiganya.
(a) Kualitatif
Analisis kualitatif dalam manajemen risiko adalah proses
menilai (assessment) dampak dan kemungkinan dari risiko
yang sudah diidentifikasi. Proses ini dilakukan dengan
menyusun risiko berdasarkan efeknya terhadap tujuan proyek.
Skala pengukuran yang digunakan dalam analisis kualitatif
adalah Australian Standard/New Zealand Standard (AS/NZS)
4360:2004. Skala pengukurannya sebagai berikut:
A : Hampir pasti terjadi dan akan terjadi di semua situasi
(almost certain)
B : Kemungkinan akan terjadi di semua situasi (likely)
C : Moderat, seharusnya terjadi di suatu waktu (moderate)
D : Cenderung dapat terjadi di suatu waktu (unlikely)
E : Jarang terjadi (rare)
Skala pengukuran analisis konsekuensi menurut NA/NZS
4360:2004
 Tidak signifikan (insinigficant): tanpa kecelakaan
manusia dan kerugian materi
 Minor (minor): bantuan kecelakaan awal, kerugian
materi yang medium.
 Moderat (moderate): diharuskan penanganan secara
medis, kerugian materi yang cukup tinggi.
 Major (major): kecelakaan yang berat, kehilangan
kemampuan operasi/ produksi, kerugian materi yang
tinggi.
 Bencana kematian (catastrophic): bahaya radiasi
dengan efek penyebaran yang luas, kerugian yang
sangat besar.
(b) Semikuantitatif
Setelah dilakukan secara kualitatif, kemudian dilakukan
analisis secarasemikuantitatif dengan memberikan nilai-nilai
dari analisis kualitatif. Nilai yang diberikan tersebut tidak
secara tepat menggambarkan besarnya konsekuensi dan
kecenderungan yang sebenarnya, melainkan hanya
menggambarkan besar kecilnya risiko dan hanya memberikan
prioritas yang lebih detail dari analisis kualitatif. Pada tahun
1991 seorang ilmuan bernama W.T Fine merumuskan suatu
nomogram yang digunakan untuk menentukan level secara
semikuantitatif. Selain itu W.T Fine juga merumuskan metode
analisis risiko secara semikuantatif dengan menggunakan skor
pada Tabel yang terdiri dari Consequence, Exposure, dan
Likelihood.
(c) Kuantitatif
Merupakan proses identifikasi secara numeric probabilitas
dari setiap risiko dan konsekuensinya terhadap tujuan proyek
dan mengevaluasi keefektifannya dalam mengurangi risiko.
Kualitas yang dihasilkan dari analisis tersebut tergantung
kepada ketepatan dan kesempurnaan nilai numerik yang
digunakan. Keuntungannya adalah tidak didasarkan pada
pertimbangan subjektif, dapat diterima secara luas, dan secara
detail dipertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya risiko. Sedangkan kekurangannya adalah penilaian
yang dilakukan haruslah berdasarkan model atau rumus
tertentu yang mungkin tidak mewakili dari kenyataan yang
sesungguhnya.

4. Evaluasi Risiko, adalah membandingkan level risiko yang telah


diketahui berdasarkan perhitungan analisis risiko dengan kriteria risiko
yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari evaluasi risiko adalah
daftar prioritas risiko yang memerlukan penanganan lebih lanjut.
Proses yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang
dihadapi sampai batas yang dapat diterima.
5. Pengendalian Risiko, merupakan langkah penting dan menentukan
dalam keseluruhan manajemen risiko. Pengendalian risiko berperan
dalam meminimalisir/mengurangi tingkat risiko yang ada sampai
tingkat terendah atau sampai tingkatan yang dapat ditolerir. Langkah
ini adalah proses mengawasi risiko yang sudah diidentifikasi,
memonitor risiko yang tersisa, dan mengidentifikasikan risiko baru,
memastikan pelaksanaan risk managementCara pengendalian risiko
dilakukan melalui(Soputan, 2014):
(a) Eliminasi: pengendalian ini dilakukan dengan cara
menghilangkan sumber bahaya (hazard).
(b) Substitusi: mengurangi risiko dari bahaya dengan cara
mengganti proses, mengganti input dengan yang lebih rendah
risikonya.
(c) Engineering: mengurangi risiko dari bahaya dengan metode
rekayasa teknik pada alat, mesin, infrastruktur, lingkungan, dan
atau bangunan.
(d) Administratif: mengurangi risiko bahaya dengan cara
melakukan pembuatan prosedur, aturan, pemasangan rambu
(safety sign), tanda peringatan, training dan seleksi terhadap
kontraktor, material serta mesin, cara penyimpanan dan
pelabelan.
(e) Alat pelindung diri: mengurangi risiko bahaya dengan cara
menggunakan alat perlindungan diri misalnya safety helmet,
masker, safety shoes, coverall, kacamata keselamatan, dan alat
pelindung diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang
dilakukan.

Sumber :
Putri, J. I., & Ulkhaq, M. M. (2017). Identifikasi Bahaya Dan Risikopada
Area Produksi CV Mebel Internasional, Semarang Dengan Metode
Job Safety Analysis. Industrial Engineering Online Journal, 6(1).

2. Pencegahan injury terhadap insiden jatuh (fall prevention) sangat diperlukan di


berbagai sektor. Selain kondisi tempat kerja dan APD , hal lain apa saja yang
harus kita persiapkan untuk mencegah kejadian jatuh? Jelaskan singkat dan
tambahkan data dari artikel atau pustaka yang valid apabila diperlukan.

Hirarki Kontrol Bekerja di Ketinggian


Desainer seharusnya mempertimbangkan kebutuhan pencegahan dari
resiko jatuh untuk melindungi pekerja konstruksi, penghuni dari gedung dan
pekerja perbaikan dari bahaya jatuh. Sebuah desain yang aman dapat
membantu mengevaluasi pekerjaan yang dapat membahayakan pekerja.
Desainer dan ahli K3 dapat menggunakan hirarki kontrol untuk mengelola
dan menentukan peralatan/perlengkapan yang dipakai dalam bekerja di
ketinggian. Hal ini berguna untuk mendapatkan langkah pencegahan yang
relevan ketika bekerja di ketinggian (Gambatese et al.2005).
1) Sebisa mungkin pekerjaan dilakukan tanpa harus terpapar
bahaya ketinggian (eliminasi), misalnya dengan pengaturan
desain awal bangunan, tahap perencanaan konstruksi, dan
pemilihan kontraktor.
2) Jika eliminasi tidak mungkin dilakukan, maka hal yang perlu
dilakukan adalah mengisolasi pekerja dari bahaya jatuh. Hal ini
dapat dilakukan dengan penggunaan platform, pagar pembatas,
perancah, pengaman untuk membatasi akses/jalur.
3) Jika eliminasi dan isolasi tidak memungkinkan dilakukan, maka
langkah yang dapat diambil adalah meminimalkan tingkat
keparahan. Seperti penentuan posisi pekerjaan, penggunaan akses
tali, penggunaan sistem penahan jatuh.
Jika merujuk pada hirarki kontrol untuk pencegahan terjadinya
kecelakaan kerja di konstruksi, hal yang lebih mudah dilakukan oleh pihak
manajemen konstruksi ialah mengeliminasi kemungkinan pekerja untuk
melakukan pekerjaan di ketinggian atau membuat desain konstruksi yang
aman. Pada proses inilah sebenarnya diperlukan kesadaran dari arsitek, desainer
maupun pemilik proyek untuk menjamin keselamatan perkerjanya. pencegahan
bahaya jatuh yang paling efektif dan efisien adalah dengan mengaplikasikan
safety design secara permanen pada bangunan. Adapun beberapa alternatif safety
design tersebut ialah sebagai berikut:
a. Sistem pengamanan seperti pagar yang diletakkan pada tepi
lantai bangunan yang tinggi. Guardrails juga dapat
dikombinasikan dengan papan untuk mencegah kemungkinan
adanya material atau pekerja yang bergelinding dan jatuh.
b. Jalur menuju atap yang dibuat secara permanen dapt
membantu pekerja saat tahap perawatan dan pembersihan
struktur atap.
c. Lubang skylight atau penutup skylight dengan material kaca pada
atap, dapat ditutupi dengan material jaring besi.
d. Alternatif lainnya yaitu panel skylight tidak diaplikasikan pada
atap, tetapi pada struktur dinding bangunan
e. Paraphet merupakan struktur dinding menerus pada atap yang
juga dapt melindungi resiko ajtuh dari ketinggian, dengan
ketinggian minimal 39”.
f. Pemasangan titik-titik angker sebagai bagian dari struktur atap
dapat membantu pekerja saat pekerjaan konstruksi dan perawatan
bangunan.
Selain itu juga dapat dilakukan pencegahan kecelakaan yang disebabkan
oleh faktor manusia, seperti: melakukan pelatihan tenaga kerja, penggunaan alat
proteksi diri, disiplin kerja dan lain-lain.

Sumber :
Nurhijrah, N. (2018). Pencegahan Resiko Kecelakaan Jatuh dari Ketinggian
pada Pekerjaan Industri Konstruksi di Indonesia. PENA TEKNIK:
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Teknik, 3(1), 85-92.
3. Perhatikan infografis yang disajikan berikut :
Infografis menyediakan data terkait workplace injury prevention pada industri
otomotif

Pertanyaan

1. Berdasarkan data tersebut , bagaimana cara yang tepat untuk mencegah


insiden di tempat kerja ?
Berdasarkan data yang terdapat diatas maka dapat diberikan
beberapa rekomendasi pengendalian bahaya diantaranya :
1. Menyusun SOP (Standar Operasinal Prosedur) di lingkungan
kerja, SOP pelatihan kerja, SOP penggunaan mesin dan
peralatan, dan SOP lainnya yang menunjang pencegahan injuri
ditempat kerja.
2. Melibatkan pekerja dalam proses penyusunan SOP dan
kegiatan-kegiatan lainnya.
3. Memberikan pelatihan kepada pekerja tentang teknik atau cara
penggunaan alat dan mesin dengan benar serta proses kerja
yang baik dan benar.
4. Memberikan pelatihan tentang pentingnya K3 setiap tahunnya.
5. Memasang rambu-rambu keselamatan seperti safety sign dan
rambu-rambu peringatan bahaya pada setiap proses sehingga
semua pekerja dapat melihatnya.
6. Memasang rambu tata cara atau prosedur penggunaan alat yang
dapat dilihat semua pekerja saat akan menggunakan alat
tersebut.
7. Melakukan safety briefing kepada pekerja sebelum memulai
pekerjaannya.
8. Menggunakan APD sesuai dengan ketentuan pekerjaan
(Masker, Kacamata, Sepatu, Sarung tangan dkk).
9. Menempatkan pekerja sesuai keahliannya dan menciptakan
situasi lingkungan kerja yang mendukung psikososial.
10. Pembuatan jadwal kerja yang sesuai.
11. Memberikan gaji yang sesuai dengan pekerjaan.

2. Menurut data tersebut , bisakah kita gambarkan kecenderungan


terjadinya insiden berdasarkan masa kerja? Jelaskan
Berdasarkan infografis, 57% cedera terjadi pada awal masa kerja
teknisi di tempat kerja baru dan menurun beberapa tahun kemudian.
Cedera pada pekerja dengan masa kerja atau masa jabatan di bawah 1
tahun lebih sering terjadi dibanding pekerja dengan masa kerja atau masa
jabatan lebih dari satu tahun.
Masa kerja berkaitan langsung dengan pengalaman kerja, semakin
lama masa kerja seseorang maka semakin tinggi pula pengalaman dan
jam terbang para pekerja, sehingga para pekerja akan lebih memahami
bagaimana bekerja dengan aman agar tidak terjadi adanya kecelakaan
kerja. Pekerja baru umumnya belum mengetahui seluk beluk pekerjaan
secara mendalam. Sebaliknya dengan bertambahnya masa kerja suatu
angkatan kerja maka pengetahuan dan keterampilan pekerja serta aspek
keselamatan kerja akan semakin meningkat.

3. Menurut anda, adakah keterkaitan kapasitas kerja dengan pencegahan


insiden yang berakibat injury? Jelaskan berdasar infografis tersebut
maupun sumber2 lain yang valid .
Ada. Kapasitas kerja merupakan kemampuan yang dimiliki
pekerja berdasarkan keterampilan yang dimiliki dalam melaksanakan
pekerjaannya. Berdasarkan infografis, 33% cedera dapat diminimalisir
melalui kegiatan pelatihan. Pelatihan merupakan salah satu bentuk
peningkatan kapasitas bagi para pekerja agar lebih kompeten memenuhi
tanggung jawab pekerjaannya dengan tetap mengutamakan keselamatan
dan kesehatan nya selama bekerja.
Kapasitas, beban, dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen
utama dalam kesehatan kerja, di mana hubungan interaktif dan serasi
antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja
yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan
kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima
diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan
baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai (modal) awal
seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian.
Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi
tempat kerja, gizi kerja, dan lain-lain.
Soekidjo Notoatmodjo (2010:50) menyatakan bahwa seseorang
yang melakukan tindakan atau praktik biasanya didasari dengan
pengetahuan dan sikap yang dimilikinya untuk mempertimbangkan
segala sesuatunya. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behaviour). Oleh karena itu kapasitas kerja yang berhubungan dengan
kemampuan pekerja terhadap bidang pekerjaannya akan menjadi
pertimbangan selama bekerja sehingga cenderung bersikap menghindari
hal-hal yang membuat ia celaka.

Sumber :
Endriastuty, Y., & Adawia, P. R. (2018). Analisa Hubungan Antara Tingkat
Pendidikan, Pengetahuan Tentang K3 Terhadap Budaya K3 Pada
Perusahaan Manufaktur. Jurnal Ecodemica Jurnal Ekonomi
Manajemen dan Bisnis, 2(2).
Noviyanti, N., Amaliah, R. U., & Iqbal, M. (2020). Pengetahuan dan Sikap
Pekerja terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
Pekerja Blasting Painting di Kota Batam. Jurnal Abdidas, 1(2), 70-
79.

Anda mungkin juga menyukai