Kelompok 9 Naila Fira Roudlatul Janah (B/22325251028) Jeklin Hutagaol (B/22325251033)
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2022 “History of Science”
Mikrobiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang
mempelajari tentang organisme. Seperti ilmu pengetahuan lainnya, sejarah mikrobiologi pun diawali dengan rasa ingin tahu manusia untuk mengenal sifat dan aktivitas mikroorganisme. Pada mulanya mikroorganisme dianggap tidak perlu untuk dipelajari karena ukurannya yang sangat kecil dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Terbukanya dunia mikroorganisme tersebut pun diawali dari ditemukannya mikroskop oleh Anthony Van Leeuwenhoek (1633-1732). Pada mulanya mikroskop temuan tersebut masih sangat sederhana hanya dilengkapi dengan satu lensa dengan jarak fokus yang sangat pendek, tetapi dapat menghasilkan bayangan jelas yang setara dengan perbesaran 50-300 kali. Pengamatan yang dilakukan oleh Leeuwenhoek diantaranya pengamatan terhadap struktur mikroskopis biji, jaringan tumbuhan, dan invertebrta kecil. Hasil penemuan Leeuwenhoek pun kemudian disampaikan kepada “royal society” di Inggris tahun 1674-1783. Robert Hooke sebagai salah satu anggota royal society menyatakan bahwa penemuan tersebut pada zamannya diketahui sebagai dunia mikroorganisme yang disebut animalculus (hewan kecil). Animalculus adalah berbagai jenis mikroorganisme yang sekarang diketahui sebagai protozoa, algae, khamir, dan bakteri. Semenjak penemuan tersebut banyak ahli yang berpendapat mengenai bagaimana asal-usul dari sel kecil tersebut, berikut beberapa tokoh ahli yang ikut andil dalam perkembangan sejarah mikrobiogi : 1. Konflik Genaratio Spontanea Penemnuan leeuwenhoek tentang hewan kecil tersebut menjadi sebuah perdebatan sangat serius di kalangan ahli mikrobiologi. Berkaitan dengan temuan Leeuwenhoek munculah dua silang pendapat yaitu ada yang mengatakan bahwa munculnya hewan kecil tersebut berasal dari benda mati (teori abiogenesis) dan ada yang menyatakan bahwa hewan kecil tersebut berasal dari hewan itu juga yang hidup sebelumnya (teori biogenesis). 2. Pembuktian ketidakbenaran teori abiogenesis Franscesco Redi (1626-1697) dengan hasil eksperimennya membuktikan bahwa ulat yang terdapat pada daging busuk adalah larva yang berasal dari telur lalat, bukan berasal dari benda mati. Selanjutnya pada tahun 1769, Lazzarro Spalanzani (1729-1799) melakukan eksperimen engan cara merebus kaldu daging selama 1 jam dan menempatkannya pada toples yang ditutup rapat. Hasil pecobaan menunjukkan tidak ditemukannya mikroorganisme dalam kaldu tersebut. Sehingga eksperimen dari Lazzarro Spalanzani dapat mentang teori abiogenesis. Theodore Schwann pada tahun 1837 juga melakukan eksperimen dengan cara mengalirkan udara melalui pipa panas ke dalam tabung tertutup yang berisi kaldu. Keduanya tidak menemukan adanya organisme sebab mikroorganisme telah mati oleh adanya asam kuat dan panas. Periode yang sama muncul seorang ilmuan baru dari Perancis Louis Pasteur (1822-1895). Pasteur melakukan berbagai eksperimen untuk mematahkan teori abiogenesis salah satunya yaitu menggunakan bejana leher panjang yang dibengkokkan dan dikenal dengan leher angsa. Bejana ini diisi dengan kaldu kemudian dipanaskan, pada kondisi tersebut udara dapat dengan bebas memlewati tabung atau pipa leher bejana tetapi di daerah kaldu tidak ditemukan adanya mikrorganisme. Hasil pengamatan menunnjukkan bahwa mikroorganisme beserta debu akan mengendap pada bagian tabung yang berbentuk U, sehingga tdak dapat mencapai kaldu. 3. Teori Fermentasi Tahun 1850-an Pasteur memecahkan masalah yang muncul dalam industri anggur, yakni dengan melakukan penelitian terhadap anggur yang baik dan anggur kurang bagus maka ditemukan mikroorganisme yang berbeda. Mikroorganisme tertentu mendominasi anggur yang bagus, sementara mikroorganisme tipe lain mendominasi anggur kurang bagus. Pasteur menyimpulkan bahwa pemilihan mikroorganisme yang sesuai akan menghasilkan produk anggur bagus. Berdasarkan analisis tersebut Pasteur memusnahkan mikroorganisme yang terdapat dalam sari buah anggur dengan cara memanaskannya. Setelah dingin ke dalam sari buah tersebut diinokulasikan anggur yang berkualitas baik dengan kandungan mikroorganisme sesuai yang diinginkan. Hasilnya menunjukkan bahwa anggur yang diperoleh memiliki kualitas baik dan tidak mengalami perubahan aroma selama disimpan karena sebelumnya telah dipanasi pada suhu 50-60ºC. Proses ini dikenal dengan pasteurisasi yang saat ini sudah digunakan secara luas di bidang industri makanan. 4. Penemuan Bakteri Berspora John Tyndall (1820-1893), juga mendukung pendapat Pasteur, melalui eksperimennya dengan menggunakan cairan bahan organik yang sudah dipanaskan dalam air garam mendidih selama 5 menit dan diletakkan di dalam ruangan bebas debu, ternyata cairan bahan organik tidak membusuk walaupun disimpan dalam waktu berbulan-bulan. Apabila tanpa dilakukan pemanasan maka akan terjadi pembusukan. Tyndall dalam percobaannya menemukan adanya fase termolabil (bakteri saat melakukan pertumbuhan tidak tahan pemanasan) dan termoresisten pada bakteri (tahan terhadap pemanasan). Hasil penyelidikan seorang ahli botani Jerman bernama Ferdinand Cohn, dapat diketahui secara mikroskopis bahwa pada fase termoresisten, bakteri dapat membentuk endospora. Berdasarkan penemuan tersebut, maka dicarilah cara untuk sterilisasi bahan yang mengandung bakteri pembentuk spora. 5. Mikroorganisme penyebab penyakit Davaine (1863-1868) membuktikan bahwa bakteri hanya terdapat pada hewan sakit, melalui penularan buatan dengan menggunakan darah hewan sakit yang diinfeksikan pada hewan sehat sehingga kemudian hewan sehat akan terjangkit penyakit yang sama. Pembuktian bahwa antraks disebabkan oleh bakteri juga dilakukan oleh Robert Koch (1876), sampai ditemukannya postulat Koch yang merupakan langkah-langkah untuk pembuktian bahwa suatu mikroorganisme merupakan penyebab penyakit. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Postulat Koch dalam bentuk umum adalah sebagai berikut : a. Suatu mikroorganisme yang diduga sebagai penyebab penyakit harus ada pada setiap tingkatan penyakit. b. Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi dari jasad yang sakit dan ditumbuhkan dalam bentuk biakan murni. c. Apabila biakan murni tersebut disuntikkan pada hewan sehat dan peka, maka akan dapat menimbulkan penyakit yang sama. d. Mikroorganisme dapat diisolasi kembali dari jasad yang telah dijadikan sakit tersebut.
Semakin berkembangnya ilmu mikrobiologi di industri dunia
memberikan berbagai dampak pada aspek kehidupan manusia, seperti pada bidang industri makanan, pertanian dan kesehatan. Pengembangan produk yang semakin banyak dikembangkan yaitu pembuatan berbagai macam produk makanan fermentasi yang memanfaatkan berbagai mikroorganisme, penciptaan tanaman varietas unggul yang tahan hama, stres dan kekeringan melalui pembuatan vitamin, hormon dan senyawa aktif serta pengembangan obat-obatan, antibiotik, insulin, dan vaksin dalam bidang kesehatan. Berikut akan dikaji lebih lanjut mengenai bagaimana perkembangan penemuan dan mekanisme antibiotik khususnya pada Staphylococcus aereus yang resistant terhadap antibiotik Vancomycin. 1) Bakteri Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus adalah bakteri gram posistif yang sering ditemukan pada kulit dan selaput lendur manusia atau hewan sebagai bakteri flora normal. Staphylococcus aureus bersifat patogen dan menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan (Faidiban et al., 2020). Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif dengan diameter 0,5-1,0 mm, berbentuk serangkaian anggur, tidak membentuk spora dan tidak bergerak. Bakteri ini juga berpasangan dan kadang beranti pendek. Staphylococcus aureus gram posistif berwarna ungu disebabkan kompleks zat warna kristal violet-yodium tetap dipertahankan meskipun diberikan larutan pemucat. Pada akhir perwarnaan gram perbedaan warna terjadi karena perbedaan struktur luar dinding sel bakteri gram negative dan positif. Dinding sel terluar bakteri Staphylococcus aureus memiliki peptidoglikan yang tebal tanpa lapisan lipoprotein lipopolisakarida (Karimela et al., 2017). 2) Antibiotik Antibiotik adalah senyawa antimikroba yang digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Senyawa antibiotik dihasilkan oleh mikroorganisme (Faidiban et al., 2020). Mikroorganisme bahan senyawa antibiotik adalah bakteri dan jamur yang dapat mengganggu mikroorganisme lain. Senyawa ini dapat membunuh bakteri (bakterisidal) atau menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Beberapa antibiotik bersifat aktif terhadap spesies bakteri (berspektrum luas) sedangkan antibiotik lain bersifat yeng lebih spesifik terhadap spesies bakteri tertentu. Resistensi bakteri Staphylococcus aureus terhadap antibiotik semakin meningkat. Hal ini dapat terjadi karena penggunaanya yang terus menerus meningkat. Antibiotik bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel (Hidayah et al., 2016). a) Penemuan Awal Mula Antibiotik Tahun 1920-an adalah awal mula penemuan antibiotik, bermula dari penelitian yang dilakukan oleh Fleming. Pada saat Fleming melakukan peneltian Fleming tidak menyimpan bakteri yang dia teliti dengan baik, sehingga bakteri yang Fleming teliti terkontaminasi dengan mikroba jamur. Fleming membuang beberapa piringan yang berisi bakteri yang telah terkontaminasi oleh jamur dan menyimpan Sebagian piringan. Fleming memperhatikan perkembangan mikroba pada piringan terhambat pada daerah yang terkontaminasi oleh jamur. Fleming memutuskan mengambil sampel contoh dari jamur yang mengkontaminasi bakteri dan meneliti jamur tersebut. Fleming menemukan bahwa jamur tersebut telah menghambat pertumbuhan dari bakteri yang diteliti dan jamur tersebut berasal dari genus Penicillium, sehingga Fleming memberi nama antibiotik pertama dengan Penicillin. b) Penemuan Antibiotik di Zaman Modern Awal penemuan antibiotik diawali dengan ketidaksengajaan penelitian Fleming, tetapi perkembangan ilmu penemuan obat atau antibotik pada zaman modern juga mengalami perkembangan. Berikut adalah cara penemuan antibiotik pada zaman modern: Menemukan target seleksi, untuk menenrukan efek terapi obat yang berikatan dengan molekul Menentukan senyawa pemimpin agar dapat berikatan dengan reseptor Menggunakan kmia medisunal untuk perancangan senyawa terapeutik baru dan pengembangan menjadi obat yang berguna (Structure-Activity- Studies, and in Silico Screening) Study in-vitro (Drug Affinity & selectivity, Celluker Dsease Models, Mechanism of Action, and Lead Candidat Refinement) Study in –vivo (Animal Models, Behavioural Studies Trial klinik dan terapeutik untuk menetukan jangka Panjang dalam penggunaan obat
c) Mekanisme Kerja Antibiotik pada Sel Bakteri
Sejak ditemukannya antibiotik pada tahun 1920-an antibiotik memiliki peran yang sangat penting dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Jumlah variasi antibiotik memberi kesempatan para ilmuan di dalam pemakaiannya. Namun, perkembangan ini membuat para ilmuan sulit untuk menentukan pengobatan penyakit infeksi. Sehingga perlu diketahui mekanisme kerja antibiotik terhadap sel bakteri penyebab infeksi. Secara umum mekanisme kerja antibiotik pada sel bakteri adalah sebagai berikut: Menghambat sintesis dinding sel bakteri Dinding sel bakteri gram positif salah satunya Staphylococcus aureus mempunyai struktur sel yang mengandung peptidoglikan dan teikhoat dengan atau tanpa envelop yang terdiri dari protein dan polisakarida. Tempat kerja antibiotik pada dinding sel bakteri adalah pada lapisan peptidoglikan. Lapisan sangat penting dalam mempertahankan kehidupan bakteri dari lingkungan yang hipotonik, sehingga rusak atau hilangnya lapisan peptidoglikan menyebabkan hilangnya kekakuan dinding sel dan mengakibatkan kematian pada bakteri. Tahap awal kerja antibiotik dimulai dari pengikatan obat pada reseptor sel bakteri yaitu protein pengikat penicillin. Setelah obat melekat pada satu atau lebih reseptor maka reaksi transpeptidase dan sisntesis peptidoglikan akan dihambat. Contoh antibiotic yang menghambat sintesis dinding sel bakteri adalah basitrasin, teicoplanin, vankomisin, ristosetin dan novobiosin. Menghambat fungsi membrane plasma Sitoplasma pada sel hidup berikatan dengan membrane sitoplasma berperan dalam barrier permeabilitas selektif, yang berfungsi dalam transport aktif dan mengontrol komposisi internal dari sel. Fungsi integritas membrane sel tergganggu sehingga ion dan makromolekul akan keluar dari sel akan menghasilkan kerusakan dan kematian sel. Membran sitoplasma bakteri dan jamur memiliki struktur yang berbeda dengan sel-sel hewan dan dapat lebih mudah dirusak oleh beberapa bahan kimia atau obat. Contoh antibiotik yang bekerja melalui mekenisme adalah amfoterisin B, kolistin, imidazole, polien dan polimiksin. Menghambat sintesis asam nukleat Mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat sintesis asam nukleat adalah melalui pengikatan pada DNA dependent RNA polymerase. Antibiotik berikatan secara nonkovalen dan kuat pada subunit RNA polymerase yang mempengaruhi proses inisiasi dan mengakibatkan hambatan pada sintesis RNA bakteri. Contoh antibiotik yang meknisme kerjanya menghambat sintesis asam nukleat adalah Rifampin. Menghambat sintesis protein melalui penghambatan pada tahap translasi dan transkripsi material genetik Menghambat metabolism folat Mekanisme kerja antibiotik ini adalah dengan cara mempengaruhi metabolism folat melalui penghambatan kompetitif biosintesis tetrahidrofolat sebagai pembawa 1 fragmen karbon yang diperlukan untuk sintesis DNA, RNA, dan protein dinding sel. d) Resistensi Staphylococcus aureus terhadap Antibiotik Resistensi adalah kemampuan bakteri untuk menahan, melawan dan menghentikan efek dari obat aintibiotik. Resistensi terjadi Ketika bakteri mengubah mekanisme dalam menghadapi sarangan antibiotik. Resistensi antibiotik adalah tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri walaupun sudah diberikan antibiotik dengan dosis normal atau kadar hambat minimalnya. Penyebab resistensi antibiotik dikarenakan penggunaan obat yang tidak rasional, penggunaan antibiotik yang terlalu sering, penggunaan antibiotik yang berlebihan dan penggunaan antibiotik dalam jangkan waktu yang Panjang (Humaida, 2014). Staphylococcus aureus memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi sehingga Staphylococcus aureus memiliki kamampuan resistensi yang tinggi terhadap banyak antibiotik (Afifurrahman et al., 2014). Berikut adalah proses perkembangan Staphylococcus aureus terhadap antibiotik: Penemuan antibiotik tahun 1920-an Awal mula ditemukannya antibiotik Penicillin oleh Fleming Tahun 1940 Antibiotik Penicillin digunakan sebagai obat penyakit yang disebabkan infeksi Staphylococcus aureus, dan pada waktu 10 tahun kemudian dilaporkan Staphylococcus aureus resistant terhadap Penicillin. Tahun 1950-1960 Antibiotik Penicillin tidak efektif untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan resistant. Kemudian antibiotik Penicillin digantikan oleh antibiotik Meticillin sebagai penanganan Staphylococcus aureus resistant terhadap antibiotik Penicillin, tetapi 2 tahun kemudian dilaporkan Kembali Staphylococcus aureus resistant terhadap Meticillin. Antibiotik Vancomycin menjadi antibiotik pilihan untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri Staphylococcus aureus. Tahun 1966 Tahun 1966 di Jepang untuk pertama kalinya dilaporkan Staphylococcus aureus resistant Vancomycin. Sejak itu, Staphylococcus aureus intermediate terhadap Vancomycin di Eropa, Amerika Serikat dan Asia. Tahun 1972 Kasus pertama Staphylococcus aureus resistant Vancomycin di Amerika. Tahun 2011 Staphylococcus aureus resistant Vancomycin di Indonesia. REFERENSI Afifuhrahman, dkk. 2014. Pola Kepekaan Bakteri Staphylococcus aureus terhadap Antibiotik Vancomycin di RSUO Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal MKS, 46(4):266-270. Agustina, Dewi. Dasar Biomedik 3. Medan. FKM UIN Sumatera Utara. Faidihan, Aqualine., dkk. 2020. Uji Efek Antibakteri Choromodoris annae terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Medical Scope Journal, 1(2):67-70. Hidayah, N., Hisan, K. A., Solikin, A., Irawati, & Mustikaningtyas, D. (2016). Uji Efektivitas Ekstrak Sargassum muticum sebagai Alternatif Obat Bisul Akibat Aktivitas Staphylococcus aureus. Journal of Creativity Student, 1(1), 1–9. Humaida, R. (2014). Strategy To Handle Resistance Of Antibiotics. Jurnal Majority, 3(7), 113–120. Karimela, E. J., Ijong, F. G., & Dien, H. A. (2017). Karakteristik Staphylococcus aureus Yang Di Isolasi Dari Ikan Asap Pinekuhe Hasil Olahan Tradisional Kabupaten Sangihe. JPHPI, 20(1), 188–198. Ngajow, Mercy., dkk. 2013. Pengaruh Antibakteri Ektrak Kulit Batang Matoa (Pometia pinnata) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus secara In- vitro. Pratiwi, Rina. 2017. Mekanisme Pertahanan Bakteri Patogen Terhadap Antibiotik. Jurnal Pro-lite. 4(3). Sari, Retno. 2019. Sejarah Penemuan Obat. Majalah Farmasetika, 4(1):6-10.