PENYUSUN KELOMPOK 3 :
FAKULTAS PSIKOLOGI
2019
I. Pengertian Emosi
Emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti kata
ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Daniel
Goleman (2002) menyatakan bahwa emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas,
suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi
merupakan manifestasi perasaan atau afek keluar yang disertai banyak komponen fisiologis dan
biasanya berlangsung tidak lama (Sunaryo, 2002 ).
Menurut Chaplin (dalam Safaria & Saputra, 2009) merumuskan emosi sebagai suatu
keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahanperubahan yang disadari, yang
mendalam sifatnya, dan perubahan perilaku. Emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan
perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu. Perilaku
tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian sehingga orang lain dapat
mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi ( Walgito dalam Safaria & Saputra,
2009).
a. Emosi Senang
Emosi senang adalah gambaran rasa senang yang dialami oleh seseorang. Emosi senang
terdiri dari bermacam – macam bentuk misalnya bahagia, riang, gembira, dan cinta.
b. Emosi Sedih
Emosi sedih adalah gambaran rasa tidak senang yang dialami oleh seseorang. Emosi
sedih terdiri dari duka, kecewa, hampa dan putus asa.
c. Emosi Takut
Emosi takut adalah gambaran rasa tidak senang yang dialami oleh seseorang baik
terhadap objek luar diri maupun dalam diri orang tersebut. Objek dari luar misalnya takut
pada hewan buas seperti harimau, sedangkan rasa takut yang objeknya dalam diri orang
tersebut misalnya takut berbuat salah.
d. Emosi Marah
Emosi marah adalah gambaran perasaan tidak senang yang terjadi karena merasa
tersakiti, tidak dihargai, berbeda pandangan dan terdapatnya halangan untuk mencapai
suatu tujuan.
III. Bentuk-Bentuk Emosi
a. Amarah yaitu beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,terganggu,
tersinggung, bermusuhan hingga tindakan kekerasan dan kebencian patologis.
b. Kesedihan yaitu pedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri, kesedihan, ditolak
dan depresi berat.
c. Rasa takut yaitu takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada,
tidak senang, takut sekali, fobia dan panik.
d. Kenikmatan yaitu bahagia, gembira, puas, terhibur, bangga, terpesona, senang sekali
dan manis.
e. Cinta yaitu persahabatan, penerimaan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti,
hormat.
f. Terkejut yaitu terpana dan takjub.
g. Jengkel yaitu hina, jijik, muak, benci.
h. Malu yaitu rasa bersalah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib dan hati hancur lebur.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi emosi dalam Scherer, Schorr & Johnstone
(2001) adalah sebagai berikut :
a. Kepribadian
Kepribadian yang berbeda akan menghasilkan emosi yang berbeda pula. Seperti contoh :
orang yang memiliki kepribadian tipe A cenderung lebih cepat marah. Selain itu, ada
orang-orang yang lebih cepat merasa bersalah dibanding orang lain.
b. Kualitas Tidur
Berdasarkan penelitian, orang yang memiliki kualitas tidur yang baik seperti 7-8 jam per
hari lebih cenderung memiliki emosi yang lebih positif dan stabil.
c. Stress
Orang yang memiliki kadar stress yang tinggi cenderung mengalami emosi negatif lebih
tinggi.
d. Olahraga
Berdasarkan penelitian, rutin berolahraga akan membuat oksigen lancar mengalir ke
seluruh anggota tubuh terutama otak dan produksi hormon oksitosin lebih banyak
sehingga orang yang berpontensi mengalami emosi-emosi yang bersifat positif atau
menyenangkan.
e. Keadaan hidup sehari-hari selama seminggu ataupun per hari.
Tentunya kondisi dan hal-hal yang dilalui setiap hari mempengaruhi emosi manusia.
Seperti contoh ; pada hari Senin sampai Jumat, A mengalami banyak tekanan dalam
pekerjaan sehingga lebih banyak emosi negatif yang dirasakannya dibanding pada hari
Sabtu dan Minggu karena ia dapat bersantai di rumah.
f. Usia
Berdasarkan teori perkembangan, usia memiliki peran dalam membentuk emosi.
Menurut Papalia (dalam Papalia, Olds & Feldman, 1992) usia remaja dan dewasa awal
pada umumnya memiliki emosi yang belum stabil.
Perubahan tersebut misalnya dalam kondisi stres kelenjar adrenalin mengeluarkan hormon
epineprin dan norepineprin. Kedua hormon ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara
epineprin jantung, sedangkan norepineprin akan menyempitkan pembuluh darah sehingga secara
tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Perubahan yang lain yaitu berupa napas
tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi sesak, perubahan raut wajah, intonasi
suara, cara menatap dan perubahan tekanan darah. Pandangan teori kognitif menyebutkan emosi
lebih banyak ditentukan oleh hasil interpretasi terhadap sebuah peristiwa. Seseorang dapat
memandang dan menginterpretasikan sebuah peristiwa dalam persepsi atau penilai negatif, tidak
menyenangkan, menyengsarakan, menjengkelkan, mengecewakan. Persepsi yang lebih positif
seperti sebuah kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang mengharukan, atau membahagiakan.
Interpretasi yang dibuat atas sebuah peristiwa yang mengkondisikan dan membentuk perubahan
fisiologis secara internal, ketika seseorang menilai sebuah peristiwa secara lebih positif maka
perubahan fisiologis menjadi lebih positif.
Sedangkan menurut Lewis dan Rose Blum proses terjadinya emosi dalam diri seseorang
terdapat empat tahapan yaitu :
Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada
rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik,
nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya) namun
jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima di perguruan tinggi favorit-
emosi yang ditimbulkan dinamakan senang. Sebaliknya, jika rangsangannya
membahayakan (misalnya, melihat ular berbisa), emosi yang timbul dinamakan
takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
William James (1884) dari Amerika Serikat dan Carl Lange (1885) dari
Denmark, telah mengemukakan pada saat yang hampir bersamaan, suatu teori
tentang emosi yang mirip satu sama lainnya, sehingga teori ini terkenal dengan
nama teori James-Lange (Effendi & Praja, 1993; Mahmud, 1990; Dirgagunarsa,
1996).
Dalam teori ini disebutkan bahwa emosi timbul setelah terjadinya reaksi
psikologik. Jadi, kita senang karena kita meloncat-loncat setelah melihat
pengumuman dan kita takut karena kita lari setelah melihat ular.
Emosi, menurut kedua ahli ini, terjadi karena adanya perubahan pada
sistem vasomotor (otot-otot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan
perubahan fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi. Dengan kata
lain, James-Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainkan ia senang
karena tertawa.
Perkembangan emosi pada mas ini, anak dapat mengungkapkan konflik emosi yang
dialami dan anak belajar beradaptasi agar ketika emosi muncul dapat dikontrol.
5. Usia 11 – 14 tahun
Pada usia ini mengalami perubahan suasana hati yang sangat fluktuatif dan kemarahan
diekspresikan melalui suasana hati, ledakan tempramental, hinaan lisan, dan memaki.
6. Usia 14 – 17 tahun
Pada uisa ini anak cenderung menarik diri saat merasa kecewa atau terluka, perubahan
emosi dalam waktu dan jangkauan tertentu serta lebih berfokus kepada diri menjadi
introspeksi.
7. Usia 17 – 20 tahun
Pada usia ini emosi menjadi lebih konstan dan cenderung menyimpan kemarahan.
Daftar Pustaka
http://eprints.umm.ac.id/42216/3/jiptummpp-gdl-nurulkhasa-51115-3-babii.pdf
https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/dokumen/emosidanimplikasinya.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64205/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y