Anda di halaman 1dari 10

REGULASI EMOSI

A. Emosi

1. Pengertian Emosi
Emosi adalah suatu konsep yang sangat majemuk sehingga tidak
dapat satu pun definisi yang diterima secara universal. Para ahli
mencoba mendefinisikan teori sehingga didapatkan tiga grand theory
mengenai emosi, yaitu :
a. Teori James-Lange
Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan
tubuh. Salah satu dari toeri paling awal dalam emosi dengan
ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika Wiliam James. James
mengusulkan serangkain kejadian dalam keadaan emosi yaitu kita
menerima situasi yang akan menghasilkan emosi, kita bereaksi ke
situasi tersebut dan kita memperhatikan reaksi kita. Persepsi kita
terhadap reaksi itu adalah dasar untuk emosi yang kita alami.
Sehingga pengalaman emosi atau emosi yang dirasakan terjadi
setelah perubahan tubuh memunculkan pengalam emosional.

b. Teori Cannon-Bard
Teori ini menyatakan bahwa emosi yang dirasakan dan
respon tubuh adalah kejadian yang berdiri sendiri. Menurut teori ini,
kita pertama kali menerima emosi potensial yang dihasilkan dari
dunia luar, kemudian daerah otak yang lebih rendah, seperti
hipotalamus diaktifkan. Otak yang lebih rendah ini kemudian
mengirim out put dalam 2 arah yaitu pertama ke organ-organ tubuh
dalam dan otot-otot eksternal untuk menghasilkan ekspresi emosi
tubuh, kedua ke korteks cerebral diaman pola buangan dari daerah
otak lebih rendah diterima sebagai emosi yang dirasakan.

c. Teori Schachter-Singer (Interpretasi tentang pembangkitan tubuh)


Teori kontemporer ini menyatakan bahwa emosi yang kita rasakan
adalah benar dari interpretasi kita tentang sesuatu yang
membangkitkan keadaan tubuh. Schachter dan Singer berpendapat
bahwa keadaan tubuh dari keterbangkitan emosional adalah sama
pada hampir semua emosi yang kita rasakan dan itu terjadi jika
perbedaan psikologis dalam pola respon tubuh. Orang dikatakan
memiliki perbedaan subjektif dalam emosi karena perbedaan dalam
cara mereka mengartikan atau mempersepsikan keadaan psikologis
mereka.rangkaian kejadian dalam memproduksi emosi menurut
teori ini adalah pertama, persepsi dari situasi potensial yang
menghasilkan emosi kedua, keadaan tubuh yang terbangkitkan
dengan hasil dari persepsi ini yang ambigus dan ketiga, interpretasi
dan menamai keadaan tubuh sehingga cocok dengan situasi yang
diterima.
Franken (Baihaqi dkk, 2007) menjelaskan bahwa emosi
merupakan hasil interaksi antara faktor subyektif (proses kognitif),
faktor lingkungan (hasil belajar), dan faktor biologik (proses
hormonal). Dengan kata lain, emosi muncul pada saat manusia
berinteraksi dengan lingkungan dan merupakan hasil upaya untuk
beradaptasi dengan lingkungannya (Baihaqi dkk, 2007).
Menurut pandangan neurologi, emosi mengandung dua
keadaan yaitu cara bertindak (ekspresi emosional) dan cara merasa
(pengalaman emosional). Sedangkan Bard mengungkapkan bahwa
ekspresi emosional tergantung dari aksi integratif hyphotalamus,
dan bukan oleh kerja thalamus atau cortex cerebri. Sedangkan
menurut pandangan psikologi emosi adalah pengalaman yang sadar
dan kompleks yang memberi pengaruh pada aktivitas-aktivitas
tubuh, menghasilkan sensasi-sensasi organis dan kinestetik, disertai
dengan penjelmaan yang jelas, impuls-impuls yang bersamaan
serta nada perasaan yang kuat (Baihaqi dkk, 2007).
Berdasarkan teori-teori diatas, dapat kita ketahui bahwa
emosi adalah interpretasi kita meliputi aspek fisiologi terhadap
sesuatu yang membangkitkan keadaan tubuh kita, menghasilkan
sensasi-sensasi organis dan kinestetik sehingga kita bereaksi ke
situasi tersebut dan kita memperhatikan reaksi kita.

2. Bentuk-Bentuk Emosi
Goleman (2009) menggolongkan bentuk emosi sebagai berikut:
a. Amarah yaitu beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel,
kesal hati, terganggu, tersinggung, bermusuhan, hingga tindakan
kekerasan dan kebencian patologis.
b. Kesedihan yaitu pedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,
kesedihan, ditolak, dan depresi berat.
c. Rasa takut yaitu takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut
sekali, waspara, tidak senang, ngeri, takut sekali, fobia dan panic.
d. Kenikmatan yaitu bahagia, gembira, puas, terhibur, bangga, takjub,
terpesona, senang sekali dan manis.
e. Cinta yaitu persahabatan, penerimaan, kepercayaan, kebaikan hati,
rasa dekat, bakti, hormat.
f. Terkejut yaitu terpana dan takjub.
g. Jengkel yaitu hina, jijik, muak, benci.
h. Malu yaitu rasa bersalah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan
hati hancur lebur.

3. Macam - Macam Emosi


Goleman (2009) mengemukakan beberapa macam emosi yaitu
amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan
malu. Dia juga menyatakan bahwa perilaku individu yang muncul
sangat banyak diwarnai emosi. Emosi dasar individu mencakup emosi
positif dan emosi negatif. Emosi negatif yaitu perasaan-perasaan yang
tidak diinginkan dan menjadikan kondisi psikologis yang tidak
nyaman.
Menurut Lazarus (1991) emosi-emosi yang terdapat pada seorang
individu, yaitu: anger (marah), anxiety (cemas), fright (takut),
jealously (perasaan bersalah), shame (malu), disgust (jijik), happiness
(gembira), pride (bangga), relief (lega), hope (harapan), love (kasih
sayang), compassion (kasihan).
Sedangkan menurut Descrates (Gunarsa, 2003), ada 6 emosi dasar
pada setiap individu, terbagi atas : desire (hasrat), hate (benci), sorrow
(sedih/duka), wonder (heran atau ingin tahu), love (cinta) dan joy
(kegembiraan).
Jadi, berdasarkan uraian para ahli diatas disimpulkan bahwa
terdapat berbagai macam emosi yaitu amarah, kesedihan, rasa takut,
terkejut, cemas, perasaan bersalah, malu, jijik, hasrat, benci, gembira,
bangga, lega, harapan, kasih sayang, dan mengasihi.

B. Regulasi Emosi
1. Pengertian Regulasi Emosi
Regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar
ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau
mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman
emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat
mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik
positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi
emosinya baik positif maupun negatif (Gross, 2007).
Sementara itu, menurut Shaffer (2005) menyatakan bahwa
regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan
emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai
suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk
mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang berhubungan
dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi.
Sedangkan menurut Gottman dan Katz (Wilson, 1999) regulasi
emosi merujuk pada kemampuan untuk menghalangi perilaku tidak
tepat akibat kuatnya intensitas emosi positif atau negatif yang
dirasakan, dapat menenangkan diri dari pengaruh psikologis yang
timbul akibat intensitas yang kuat dari emosi, dapat memusatkan
perhatian kembali dan mengorganisir diri sendiri untuk mengatur
perilaku yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.
Walden dan Smith (Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie 2000)
juga menjelaskan bahwa regulasi emosi merupakan proses menerima,
mempertahankan dan mengendalikan suatu kejadian, intensitas dan
lamanya emosi dirasakan, proses fisiologis yang berhubungan dengan
emosi, ekspresi wajah serta perilaku yang dapat diobservasi.
Thompson (dalam Eisenberg, Fabes, Reiser & Guthrie 2000)
mengatakan bahwa regulasi emosi terdiri dari proses intrinsik dan
ekstrinsik yang bertanggung jawab untuk mengenal, memonitor,
mengevaluasi dan membatasi respon emosi khususnya intensitas dan
bentuk reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang
efektif meliputi kemampuan secara fleksibel mengelola emosi sesuai
dengan tuntutan lingkungan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
regulasi emosi ialah suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang
bertanggung jawab untuk menerima, mempertahankan dan
mengendalikan emosi yang muncul dalam keadaan sadar ataupun tidak
sadar pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan
yang meliputi kemampuan mengatur perasaan, reaksi fisiologis, cara
berpikir seseorang, dan respon emosi (ekspresi wajah, tingkah laku dan
nada suara) serta dapat dengan cepat menenangkan diri setelah
kehilangan kontrol atas emosi yang dirasakan untuk mencapai suatu
tujuan.
2. Bentuk-Bentuk Regulasi Emosi
Pengendalian emosi sangat penting dalam kehidupan manusia,
khususnya untuk mereduksi ketegangan yang timbul akibat emosi
yang memuncak. Emosi menyebabkan terjadinya keseimbangan
hormonal di dalam tubuh, memunculkan ketegangan psikis, terutama
pada emosi-emosi negatif. Emosi adalah suatu gejala psiko-fisiologis
yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap, dan tingkah laku, serta
dalam bentuk ekspresi tertentu. Emosi dirasakan secara psiko-fisik
karena terkait langsung dengan jiwa dan fisik. Menurut Atwater
(1991), ekspresi pengendalian emosi dapat dilakukan dengan empat
cara, yaitu a. Represi

Represi merupakan suatu proses ketidaksadaran. Pada represi,


diri menyangkal untuk mengetahui perasaan dan jika sengaja
mengajui dapat menjadi ancaman yang besar. Biasanya individu
cenderung untuk melupakan berbagai hal yang merupakan ancaman,
misalnya kegagalan-kegagalan yang memalukan. Pada represi juga
terdapat penipuan terhadap diri sendiri yang meliputi ketidaktahuan
individu pada ancaman atau rasa cemas. Biasanya individu akan
menekan emosi yang belum terselesaikan ke dalam alam
ketidaksadaran.

b. Supresi

Dalam supresi, individu biasanya menyadari emosi-emosi


yang terjadi, individu secara sadar menolak perasaan-perasaan
yang dirasakan dan memikirkan hal yang lain. Namun, kebiasaan
supresi emosi menyebabkan efek-efek yang dapat mempengaruhi
rasio dan tidak tidak berkonsentrasi dengan baik. Supresi kronik
(menahun) dapat menyebabkan tingkah laku yang meledak-ledak
dan dapat memperburuk masalah. Dengan kata lain, supresi
kronik tidak lebih menyehatkan dari pada represi, meskipu secara
umm tidak berbahaya terhadap kesehatan jiwa, karena supresi
terjadi dengan kesengajaan maka individu mengetahui apa yang
dilakukan.

c. Ekspresi Verbal

Jika anda tiba-tiba menjadi marah, takut atau gembira,


mungkin anda tidak berpikir tentang apa yang ingin anda katakan
sebelum anda mengatakannya. Tapi pemikiran itu merupakan
bagian yang penting dalam mengekspresikan emosi yang sehat.
Dalam emosi terdapat elemen kognitif yaitu interpretasi dan
penilaian.Sebaliknya, berpikir juga meliputi proses yang tidak
rasional, seperti : imajinasi, imagery, memori dan intuisi serta
alasan abstrak. Jadi hal itu bukan merupakan hal yang
mengejutkan bahwa individu menginginkan pengendalian secara
rasional untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi
secara verbal. Mengekspresikan emosi secara bebas dan terbuka
biasanya membantu dalam menghadapi situasi-situasi yang
menyakitkan.

d. Ekspresi Wajah dan Tubuh

Emosi biasanya dapat ditunjukkan melalui komunikasi non-


verbal dan komunikasi verbal. Gerakan tubuh berbicara dan
ekspesi wajah yang khas mungkin merupakan indikator yang kuat
mengenai apa yang dirasakan oleh individu. Penelitian antar
budaya dengan menggunakan foto pada beberapa ekspresi wajah
menunjukkan beberapa kesamaan pada beberapa emosi dari
beberapa negara diantaranya Jepang, Brazil, dan Amerika Serikat.
Kesamaan yang terbanyak ditemukan apada beberapa ekspresi
senang, marah, dan takut. Sedangkan ekspresi sedih dan jijik lebih
sedikit ditemukan kesamaannya. Perbedaan komponen-komponen
ekspresi wajah terhadap emosi diantara berbagai kelompok yaitu
a). rangsangan yang sama dapat menimbulkan emosi yang brbeda
pada budaya yang berbeda pula. b) kebudayaan tertentu memiliki
harapan yang berbeda dimana emosi dapat dikendalikan atau
ditunjukkan. c). konseksuensi dari emosi yang berbeda dari
masing-masing budaya.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa emosi dapat


dikendalikan melalui represi, supresi, akspresi verbal, ekspresi wajah,
maupun ekspresi tubuh dan keadaan rileks.

3. Ciri – Ciri Regulasi Emosi

Individu dikatakan mampu melakukan regulasi emosi jika


memiliki kendali yang cukup baik terhadap emosi yang muncul.
Kemampuan regulasi emosi dapat dilihat dalam lima kecakapan yang
dikemukakan oleh Goleman (2004), yaitu :
a. Kendali diri, dalam arti mampu mengelola emosi dan impuls yang
merusak dengan efektif.
b. Memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain.
c. Memiliki sikap hati-hati.
d. Memiliki adaptibilitas, yang artinya luwes dalam menangani
perubahan dan tantangan.
e. Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi.
f. Memiliki pandangan yang positif terhadap diri dan ingkungannya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
individu yang dapat melakukan regulasi emosi ialah memiliki kendali
diri, hubungan interpersonal yang baik, sikap hati-hati, adaptibilitas,
toleransi terhadap frustasi, dan memiliki pandangan yang positif.

4. Aspek-Aspek Regulasi Emosi


Regulasi emosi merupakan faktor yang sulit, mungkin karena
keadaaan dan sumber perasaan tersebut tidak teridentifikasi secara
jelas. Meregulasi emosi berarti mampu mengenali dan memahami
perasaan serta mengelola emosi pada diri sendiri. Menurut Gross
(2007) ada empat aspek yang digunakan untuk menentukan
kemampuan regulasi emosi seseorang yaitu :
a. Strategies to emotion regulation (strategies) ialah keyakinan
individu untuk dapat mengatasi suatu masalah, memiliki
kemampuan untuk menemukan suatu cara yang dapat mengurangi
emosi negatif dan dapat dengan cepat menenangkan diri kembali
setelah merasakan emosi yang berlebihan.
b. Engaging in goal directed behavior (goals) ialah kemampuan
individu untuk tidak terpengaruh oleh emosi negatif yang
dirasakannya sehingga dapat tetap berpikir dan melakukan sesuatu
dengan baik.
c. Control emotional responses (impulse) ialah kemampuan individu
untuk dapat mengontrol emosi yang dirasakannya dan respon
emosi yang ditampilkan (respon fisiologis, tingkah laku dan nada
suara), sehingga individu tidak akan merasakan emosi yang
berlebihan dan menunjukkan respon emosi yang tepat.
d. Acceptance of emotional response (acceptance) ialah kemampuan
individu untuk menerima suatu peristiwa yang menimbulkan
emosi negatif dan tidak merasa malu merasakan emosi tersebut.

Jadi menurut Menurut Gross (2007) bahwa terdapat empat aspek


regulasi emosi yaitu strategi regulasi emosi , tujuan regulasi emosi,
dorongan hati untuk mengontrol emosi, dan penerimaan emosi.

5. Strategi Regulasi Emosi


Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam melakukan
regulasi emosi. Menurut Gross (2007) regulasi emosi dapat dilakukan
individu dengan banyak cara, yaitu:
a. Situation selection
Suatu cara dimana individu mendekati atau menghindari
orang atau situasi yang dapat menimbulkan emosi yang
berlebihan. Contohnya, seseorang yang lebih memilih nonton
dengan temannya daripada belajar pada malam sebelum ujian
untuk menghindari rasa cemas yang berlebihan.
b. Situation modification
Suatu cara dimana seseorang mengubah lingkungan
sehingga akan ikut mengurangi pengaruh kuat dari emosi yang
timbul. Contohnya, seseorang yang mengatakan kepada temannya
bahwa ia tidak mau membicarakan kegagalan yang dialaminya
agar tidak bertambah sedih.
c. Attention deployment
Suatu cara dimana seseorang mengalihkan perhatian
mereka dari situasi yang tidak menyenangkan untuk menghindari
timbulnya emosi yang berlebihan. Contohnya, seseorang yang
menonton film lucu, mendengar musik atau berolahraga untuk
mengurangi kemarahan atau kesedihannya.
d. Cognitive change
Suatu strategi dimana individu mengevaluasi kembali
situasi dengan mengubah cara berpikir menjadi lebih positif
sehingga dapat mengurang pengaruh kuat dari emosi. Contohnya,
seseorang yang berpikir bahwa kegagalan yang dihadapi sebagai
suatu tantangan daripada suatu ancaman.
a. Acceptance
Mengacu pada pola pikir menerima dan pasrah atas
kejadian yang menimpa dirinya.
b. efocus on planning
Mengacu pada pemikiran terhadap langkah apa yang harus
diambil dalam mengahadapi peristiwa negatif yang dialami.
c. Positive refocusing
Kecenderungan individu untuk lebih memikirkan hal-hal
yang lebih menyenangkan dan menggembirakan daripada
memikirkan situasi yang sedang terjadi.
d. Positive reappraisal
Kecenderungan individu untuk mengambil makna positif
dari situasi yang sedang terjadi.
Dari penjelasan strategi-strategi diatas, dapat disimpulkan
bahwa strategi regulasi emosi yang perlu dimiliki seseorang yaitu
situation selection, situation modification, attention
deployment,cognitive change, acceptance, refocus on planning,
positive refocusing, dan positive reappraisal.

6. Faktor - Faktor Regulasi Emosi


Menurut Hurlock (2006), beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi regulasi emosi antara lain :
a. Kondisi kesehatan
Kesehatan yang baik mendorong emosi yang positif
menjadi dominan, sedangkan kesehatan yang buruk menyebabkan
emosi yang negatif menjadi dominan.
b. Suasana rumah
Individu yang tumbuh dalam lingkungan rumah dengan
kondisi yang menyenangkan jauh dari suasan pertengkaran,
cemburu, dendam atau suasana yang tidak menyenangkan akan
mempunya kesempatan yang lebih baik untuk timbul menjadi
individu bahagia.
c. Hubungan dengan anggota keluarga
Hubungan yang tidak rukun dan harmonis diantara orang
tua atau saudara akan banyak menimbulkan kemarahan dan
kecemburuan sehingga emosi ini cenderung menguasai kehidupan
individu.
d. Hubungan dengan teman sebaya
Jika individu meras diterima dengan baik oleh kelompok
teman sebayanya, maka emosi yang positif akan
mendominasi.namun, sebaliknya , jika individu ditolak oleh
kelompok teman sebanyanya maka emosi yang negatif akan
mendominasi.
e. Bimbingan mengendalikan emosi
Bimbingan dengan titik berat pada penanaman pengertian
bahwa mengalami frustasi kadang diperlukan, dapat mencegah
kemarahan dan kebencian menjadi emosi yang dominan.
Selain itu menurut Brener dan Salovey (Salovey & Skufter,
1997) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi regulasi emosi,
yaitu :

a. Usia

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seiring


berjalannya usia, semakin dewasa individu semakin adaptif
strategi regulasi emosi yang digunakan (Gross, Richards, &
John, 2004).
b. Gender
Penelitian dilakukan oleh Karista (2005)
memperlihatkan bahwa perbedaan gender juga berhubungan
dengan perbedaan strategi regulasi emosi yang digunakan.
Karista menemukan bahwa laki-laki dewasa muda lebih banyak
menyalahkan diri sendiri saat meregulasi emosinya, sedangkan
perempuan dewasa muda lebih sering menyalahkan orang lain.

c. Hubungan Interpersonal

Salovey dan Sluyter (1997) juga mengemukakan bahwa


hubungan interpersonal dan individual juga mempengaruhi
regulasi emosi. Keduanya berhubungan dan saling
mempengaruhi, sehingga emosi meningkat bila individu yang
ingin mencapai suatu tujuan berinteraksi dengan lingkungan dan
individu lainnya. Biasanya emosi positif meningkat bila individu
mencapai tujuannya dan emosi negatif meningkat bila individu
kesulitan dalam mencapai tujuannya.

d. Pengetahuan Mengenai Emosi


Pengetahuan mengenai emosi berhubungan dengan bagaimana
orang tua memperkenalkan emosi-emosi tertentu kepada anaknya.
Orang tua yang mengajarkan anaknya mengenai emosi yang ia
rasakan dan memberikan label terhadap emosi yang dirasakan oleh
orang lain , akan dapat membantu mereka melakukan regulasi
emosi secara lebih adaptif (Brener & Salovey dalam Salovey &
Skufter, 1997).
Berdasarkan teori diatas disimpulkan bahwa terdapat 8 faktor
yang mempengaruhi regulasi emosi yaitu usia, gender, kondisi
kesehatan, suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga,
hubungan dengan teman, pengetahuan mengenai emosi dan bimbingan
mengendalikan emosi.

7. Fungsi dan Proses Regulasi Emosi


Menurut Goleman (2002) tujuan dari regulasi emosi ini bukan untuk
menekan emosi yang akan diekspresikan , tetapi mengendalikan
luapanluapan emosi yang dirasa akan hilang kendali agar kestabilan
emosi tetap terjaga. Emosi berlebihan yang meningkat dengan
intensitas terlalu lama akan mengoyak kestabilan diri dari individu.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan individu dalam
meregulasi emosi merupakan salah satu indikator dari kecerdasan
emosionalnya.

Gross dan Thompson (2007) menjelaskan bahwa ada lima point


dalam proses regulasi dengan fungsi yang berbeda-beda pada setiap
penggunaannya, antara lain:

a. Pemilihan kondisi atau situasi, merupakan bentuk dari proses


regulasi dimana individu memilih situasi-situasi tertentu agar
emosi yang di ekpresikan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Tujuannya adalah untuk meminimalisir atau memaksimalkan
ekspresi dari emosi yang dirasakan.

b. Modifikasi situasi, disini regulasi emosi terjadi dengan mengubah


atau memodifikasi situasi yang menjadi stimulus munculnya
emosi. Regulasi emosi yang dilakukan dengan memodifikasi
situasi salah satunya dengan merubah suasana tegang yang dirasa
akan menstimulus emosi negatif menjadi suasana yang lebih
nyaman.

c. Memfokuskan atau menjaga perhatian, dilakukan dengan cara


memfokuskan perhatiannya untuk mempengaruhi emosinya dan
dilakukan saat usaha regulasi emosi dengan mengubah situasi
tidak mungkin dilakukan.

d. Merubah kognitif, adalah bentuk regulasi emosi yang dilakukan


dengan merubah pemahaman individu terhadap stimulus yang
memicu emosinya.e. Modulasi respon, merupakan regulasi
emosi yang dilakukan karena emosi sudah muncul dan
mempengaruhi kognitif serta fisik dari individu.

Jadi, dalam prosesnya terdapat 5 fungsi regulasi emosi yang


berbeda-beda yaitu pemilihan kondisi atau situasi, modifikasi situasi,
menjaga perhatian, merubah kognitif, dan modulasi respon.

Anda mungkin juga menyukai