DOSEN PENGAMPU :
Likdanawati, S.E.,M.Si
DISUSUN
OLEH :
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita
curahkan kepada baginda Habibillah Muhammad Saw yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempunya dengan bahasa
yang sangat indah.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Dan penulis memahami jika
makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami
butuhkan guna memperbaiki karya- karya kami dilain waktu.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Organisasi yang mampu bersaing adalah organisasi yang mampu belajar
dan kreatif, hal ini hanya mungkin terlaksana apabila interaksi berupa aktivitas
berbagai pengetahuan (knowledge sharing) di dalam institusi terlaksana dengan
baik.
2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tantangan SDM dalam lingkungan global ?
2. Jelaskan Metode-metode utama penyusunan staf organisasi global ?
3. Jelaskan dimensi budaya nasional ( national culture ) ?
4. Mengidentifikasi keterkaitan budaya nasional dalam praktek manajemen
SDM ?
Tujuan Penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
menciptakan lingkungan kerja yang nyaman sehingga kinerja karyawan tetap
dapat terlaksana secara efektif. Upaya membentuk sumber daya manusia yang
handal dan berkompetensi dalam menghadapi perubahan global ini, tentunya
membutuhkan waktu dan proses yang tidak singkat.
Proses pembentukan karyawan dalam menghadapi perubahan ini sangat
membutuhkan kecerdasan emosional dalam pelaksanaan tugas kerja. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa kecerdasan emosional memainkan peran penting
dalam pelaksanaan kinerja. Penelitian Chiva dan Alegre (2008) menjelaskan
bahwa kecerdasan emosional / emotional intelligence (EI) pada tingkat yang
paling umum mengacu pada kemampuan untuk mengenali dan mengatur emosi
dalam diri kita sendiri dan orang lain. Memahami EI sebagai kemampuan untuk
memonitor emosi sendiri dan orang lain, untuk membedakan antara mereka, dan
menggunakan informasi untuk membimbing pemikiran dan tindakan seseorang.
Tantangan SDM dalam lingkungan global :
Penyebaran yaitu mudah menempatkan keterampilan yang tepat di tempat
yang dibutuhkan , dengan mengabaikan lokasi geografisnya.
Diseminasi pengetahuan dan inovasi yaitu menyebarkan pengetahuan dan
praktik yang paling canggih ke seluruh organisasi dengan mengabaikan
dari mana asalnya.
Mengenali dan mengembangkan bakat secara global, siapa yang dapat
berfungsi secara efektif dalam sebuah organisasi global dan
mengembangkan kemampuannya.
5
melihat kecenderungan kebutuhan tenaga keda pada masamasa mendatang,
nampaknya pendidikan professional, termasuk pendidikan program diploma,
merupakan alternatif yang tepat bagi pengembangan kualitas SDM yang sesuai
dengan tuntutan kerja di masa-masa yang akan datang. Upaya-upaya
meningkatkan kualitas SDM harus lebih ditingkatkan, baik meialui jalur
pendidikan formal, jalur latihan keda maupun meialui jalur pengalaman kerja.
Karena dimasa-masa mendatang dibutuhkan SDM yang memiliki keahlian dan
yang professional. Untuk lebih meningkatkan kinerja organisasi penyelenggara
pendidikan, karena dengan pengelolaan organisasi yang baikiah yang dapat
menjamin hasil kerja yang bermutu yakni menghasilkan SDM yang berkualitas.
Bagi setiap individu harus lebih berusaha meningkatkan kemampuannya baik
dalah hal bahasa asing maupun penggunaan alat-alat teknologi, agar dapat
bersaing dalam memperoleh pekerjaan.
6
dicabang Tokyo dari sebuah bank multinasional AS. Ekspatriat masih
mewakili minoritas dari manajer multinasional. Jadi sebagian besar posisi
manajerial diisi oleh orang lokal dari pada ekspatriat baik dalam operasi
kantor pusat atau cabang luar negeri.
Offshoring/Sub Kontrak
Offshoring/SubKontrak-menugaskan karyawan lokal luar negeri untuk
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh karyawan
domestik negaranya-yang tumbuh dengan pesat. Pekerjaan offshoring sangat
kontroversial. Terdapat pro dan kontra dalam pekerjaan ini, tetapi tidak ada
7
keraguan bahwa offshoring adalah masalah yang harus dihadapi oleh para manajer
SDM. Satu hal, offshoring cenderung menjadi kegiatan yang menggantung pada
SDM secara khusus. Terutama saat perusahaan membuka cabang diluar negeri
sehingga mereka harus mengembangkan pasar yang baru atau membuka fasilitas
manufaktur yang baru untuk melayani pasar-pasar lokal.
Offshoring hampir seluruhnya melibatkan SDM.satu hal yang harus
dilakukan dengan hati-hati oleh manajer SDM ketika melakukan offshoring
adalah bahwa menemukan kota diluar negeri yang memberikan tenaga kerja yang
murah dengan kompetensi yang tinggi secara teknis adalah salah satu tugas yang
menentukan keberhasilan offshoring. Hal lainnya, adalah manajer SDM harus
memastikan adanya stuktur manajemen dan pengawasan yang berjalan dengan
baik untuk mengelola para pekerja, dan semua karyawan tersebut mendapatkan
penyaringan dan pelatihan yang mereka butuhkan. Selanjutnya, dengan adanya
jarak yang jauh, manajer SDM harus memastikan bahwa kebijakan kompensasi
dan kondisi kerja yang memuaskan. Akhirnya. Offshoring adalah industri yang
tumbuh dengan cepat, dan semua karyawan lokal ini adalah bagian dari talenta
bergerak yang dapat dengan mudah berpindah pada pengusaha lainnya.
8
Maksudnya dalam penyusunan staf geosentril, mencari orang terbaik untuk
pekerjaan kunci diseluruh organisasi,dengan mengabaikan kewarganegaraannya.
Hal ini membantu membangun budaya yang lebih kuat dan lebih konsisten dan
menetapkan nilai-nilai diantara seluruh tim manajemen global.
9
akan merasa tidak suka atau terganggu bila diminta oleh manajemen untuk
bertindak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budayanya. Salah satu pendekatan
yang paling banyak digunakan untuk menganalisis variasi kultur dibuat pada
tahun 1970-an, Hofstede melakukan penelitian komprehensif di lebih dari lima
puluh negara untuk meneliti struktur budaya tiap negara (Hofstede, 2010).
Penelitian Hofstede menghasilkan empat dimensi budaya, yaitu
individualisme/kolektivitas, jarak kekuasaan lebar/jarak kekuasaan pendek,
penghindaran ketidakpastian kuat/penghindaran ketidakpastian lemah, dan
maskulinitas/feminitas.
Pada tahun 1988, Hofstede memasukkan dimensi ke lima, yaitu orientasi
jangka pendek/orientasi jangka panjang berdasarkan penelitian terhadap nilai-nilai
yang berlaku di China, menemukan bahwa negara-negara Asia dengan hubungan
yang kuat dalam filsafat Konfusianisme berbeda dari budaya barat (Hofstede,
2010). Kerangka struktur nilai budaya Hofstede sedikit banyak menunjukkan nilai
budaya universal yang ada untuk tiap masyarakat dan negara.
Pada tahun 2008, Hofstede merilis Value Survey Module (VSM 08)
dengan tambahan dua dimensi yang berasal dari Michael Minkov (Hofstede,
Hofstede, Minkov & Vinken, 2008, hal 2) yaitu dimensi monumentalism vs
konsistensi diri (self effacement) dan dimensi Pengikutsertaan (Indulgence) vs
pengekangan (Restraint).
10
mencerminkan dari anggota yang kurang berkuasa dalam masyarakat
maupun mereka yang mempunyai kekuasaan lebih.
Individualism Index (IDV)
Individualisme merupakan sifat kultur nasional yang mendeskripsikan
tingkatan dimana orang lebih suka bertindak sebagai individu daripada
sebagai kelompok. Hubungan antara satu individu dengan individu lain
tidak terlalu mengikat atau longgar. Setiap individu menjaga diri sendiri
dan keluarga langsung mereka saja, seperti keluarga inti atau yang
memiliki hubungan darah. Sedangkan kolektivisme menunjukkan sifat
kultur nasional yang mendeskripsikan kerangka sosial yang kuat dimana
individu mengharap orang lain dalam kelompok mereka untuk menjaga
dan melindungi mereka. Individu dari lahir terus terintegrasi dengan kuat,
bersatu didalam kelompok, yang mana sepanjang hidup anggota
masyarakat terus melindungi satu sama lain dengan kesetiaan yang tidak
diragukan lagi. Hofstede menyatakan bahwa citra seseorang dalam
masyarakat di dalam dimensi ini tercermin dalam kata “Saya”
(individualisme) atau “Kami” (kolektivisme). (Hostede,2001)
Maskulinity Index (MAS)
Penilaian maskulinitas yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat peran
yang terpisah untuk pria dan waniya, dengan pria yang mendominasi
masyarakat.Berlawanan dengan dimensi maskulin, dimensi femininitas
menyinggung mengenai preferensi untuk kerja sama, kerendahan hati,
menjaga yang lemah, dan kualitas hidup. Masyarakat luas di dimensi
femininitas ini lebih berorientasi kepada konsensus atau permufakatan
bersama (Hofstede, 2001). Hofstede telah mengkarakteristikkan dimensi
feminin sebagai semua orang seharusnya sopan, simpati untuk yang
lemah, dan resolusi konflik dilakukan dengan kompromi dan perundingan.
Selain itu pada dimensi ini lebih mengutamakan solidaritas antar sesama
serta pentingnya menjalin hubungan yang hangat terhadap sesama.
Sedangkan pada budaya maskulinitas dikarakteristikkan sebagai seorang
yang tegas, ambisius, tangguh, dan simpati untuk yang kuat. Dalam
11
menghadapi konflik sebisa mungkin resolusi konflik dilakukan dengan
memerangi mereka, terjadinya kompetisi di antara rekan kerja, dan uang
merupakan hal yang penting.
Uncertainty Avoidance Index (UAI)
Penghindaran ketidakpastian didefinisikan sebagai sejauh mana orang
merasa terancam dengan situasi yang tidak pasti, tidak diketahui, ambigu
dan tidak terstruktur. Perasaan ini menunjukkan adanya kekhawatiran dan
keinginan masyarakat untuk dapat memprediksi situasi yang akan datang.
Penghindaran ketidakpastian mengukur tingkat kegelisahan anggota
masyarakat atau institusi mengenai ketidakpastian atau ketidaktahuan
mengenai masa depan (Hofstede,2001). Individu dengan budaya
penghindaran ketidakpastian yang rendah memiliki karakteristik toleran
terhadap aturan atau hal yang tabu. Individu tersebut lebih menyukai
inovasi dan ide-ide maupun perilaku yang menyimpang serta memiliki
ketertarikan terhadap suatu hal yang berbeda. Selain itu, bagi individu
dengan penghindaran ketidakpastian yang rendah memiliki agresi dan
emosi yang tidak diperlihatkan. Individu akan lebih di motivasi oleh suatu
prestasi dan harga diri (Hofstede, 2005). Sebaliknya, karakteristik
seseorang dengan budaya penghindaran ketidakpastian yang tinggi antara
lain takut terhadap sesuatu yang tidak pasti atau ambigu dan tidak
menyukai ide-ide serta perilaku yang menyimpang atau berbeda. Individu
akan lebih menerima resiko yang sudah dikenalnya. Selain itu mereka
jarang melakukan inovasi dikarenakan bagi mereka sesuatu yang baru
merupakan hal yang ditakuti. Individu akan lebih dimotivasi oleh harga
diri dan keamanan. Mereka memiliki prinsip yakni waktu adalah uang atau
‘time is money’ (Hofstede, 2005).
Long Term Orientation (LTO)
Hofstede dan Bond (1988) mengembangkan satu dimensi lagi yang
disebut “Confusian Dynamism” seperti orientasi waktu, kebenaran, kehati-
hatian dan hemat. Dengan kata lain dimensi ini melihat dari perspektif
waktu yakni bagaimana masyarakat memahami waktu secara berbeda-
12
beda. Sebagian masyarakat berorientasi terhadap masa lalu, masa kini dan
masa depan. Dimensi konfusianisme kemudian berganti nama menjadi
Long Term Orientation yang memberikan penjelasan mengenai
kecenderungan masyarakat untuk lebih memperhatikan pada jangka
panjang atau jangka pendek dalam kehidupan mereka.Orientasi jangka
panjang (LTO) mengembangkan kebaikan-kebaikan dengan orientasi
reward di masa mendatang dalam bentuk ketekunan dan penghematan.
Sebaliknya, orientasi jangka pendek, mewakili mengembangkan kebaikan-
kebaikan berhubungan dengan masa lalu, menghormati tradisi,
pemeliharaan citra diri dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosial”
Indulgence vs Restrain
Indulgence diartikan sebagai masyarakat yang memberikan kebebasan
mengekspresika hasrat dan perasaan, terutama yang terkait dengan
kesenangan, hubungan persahabatan, berbelanja, konsumsi dan juga seks.
Lawan dari indulgence adalah restraint, dimana masyarakat tidak dapt
merasa bebas untuk menikmati hidup mereka, karena terikat dengan
aturan-aturan seperti adat, agama. Tentunya, bagi masyarakat kita, agama
adalah sebuah hal penting yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Monumentalism Index (MON)
Monumentalism yaitu sifat masyarakat yang secara kiasan itu seperti
monument – tinggi, penuh kebanggaan dan sifatnya sulit diubah. Lawan
dari monumentalism adalah self- effacement yaitu masyarakat yang
menghargai kerendahan hati dan fleksibilitas.
13
Gambar 2.3.1.1
Perbandingan Negara
Indonesia dan Malaysia
Menurut Geert Hofstede
Sumber : https://geert-hofstede.com/indonesia.html
Indonesia memiliki nilai tinggi dalam dimensi ini (skor 78) yang berarti
bahwa karakter-karakter berikut adalah ciri khas gaya Indonesia: bergantung
pada hierarki, hak yang tidak setara antara pemegang kekuasaan dan bukan
pemegang kekuasaan, atasan yang tidak dapat diraih, pemimpin yang direktif,
kontrol manajemen dan pendelegasian.Nilai Malaysia sangat tinggi pada
dimensi ini (skor 100) yang berarti bahwa orang menerima tatanan hirarkis di
mana setiap orang memiliki tempat dan tidak memerlukan justifikasi lebih
lanjut.
14
2. Individualism
Indonesia, dengan skor rendah (14) adalah masyarakat kolektivis. Ini berarti
ada preferensi tinggi untuk kerangka kerja sosial yang sangat jelas di mana
individu diharapkan untuk menyesuaikan diri dengan cita-cita masyarakat dan
kelompok-kelompok di mana mereka berada.Malaysia, dengan skor 26 juga
merupakan masyarakat kolektivis. Hal ini terwujud dalam komitmen jangka
panjang yang dekat dengan kelompok "anggota", baik itu keluarga, keluarga
besar atau hubungan jangka panjang.Kesetiaan dalam budaya kolektivis
sangat penting dan mengesampingkan sebagian besar peraturan dan peraturan
masyarakat lainnya. Masyarakat semacam itu memupuk hubungan yang kuat,
di mana setiap orang bertanggung jawab atas sesama anggota kelompok
mereka. Dalam masyarakat kolektif, pelanggaran menyebabkan rasa malu dan
kehilangan muka.
3. Maskulinity
Nilai Indonesia (46) pada dimensi ini dan dengan demikian maskulin
dianggap rendah. Di negara-negara Feminine, fokusnya adalah pada "bekerja
untuk hidup", para manajer berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan
konsensus, orang menghargai kesetaraan, solidaritas dan kualitas dalam
kehidupan kerja mereka. Konflik diselesaikan dengan kompromi dan
negosiasi. Insentif seperti waktu luang dan fleksibilitas disukai. Fokus adalah
pada kesejahteraan, status tidak ditunjukkan. Malaysia memiliki skor (50),
yang mana menurut Hofstede keunggulan tidak dapat ditentukan.
4. Uncertainty Advoidance
Nilai Indonesia (48) pada dimensi ini sehingga dapat dikatakan bahwa pada
dimensi ini, masyarakat Indonesia memiliki preferensi rendah untuk
menghindari ketidakpastian. Nilai Malaysia (36) pada dimensi ini sehingga
15
dapat dikatakan bahwa pada dimensi ini, masyarakat Malaysia memiliki
preferensi rendah untuk menghindari ketidakpastian.
16
makin menyadarkan kita bahwa praktek manajemen dan budaya adalah hal tak
terpisahkan dalam meningkatkan kinerja organisasi.
Salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini
adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah
sumber daya manusia yang besar apabila dapat di daya gunakan secara efektif dan
efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional
yang berkelanjutan (Koesmono: 2005). Sumber daya manusia merupakan sebuah
proses perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan individu dan tujuan organisasi (Lolowang, Adolfina, Lumintang: 2016).
Perencanaan sumber daya manusia dirancang untuk menjamin bahwa kebutuhan
organisasi mengenai kebutuhan pegawai akan terpenuhi secara tepat. Manajemen
SDM yang berbasis kompetensi merupakan salah satu konsep manajemen yang
mengaitkan aktivitas SDM di dalam organisasi dengan kompetensi dasar yang
akan diunggulkan (Noer, Trang, dan Uhing: 2017).
17
dibangun dari kesamaan misi, visi, dan tujuan organisasi, bukan sekedar
ikatan kerja. Ikatan mereka untuk bekerja diinstansi pemerintah bukan
sekedar gaji, namun lebih pada ikatan batin misalnya ingin menjadi abdi
negara dan abdi masyarakat, status sosial, dan sebagainya (Hakim dan
Hadipapo: 2015).
Inisiatif individual
Toleransi terhadap risiko
Arah sasaran yang jelas
Integrasi yang terkoordinasi
Dukungan manajemen
Pengawasan perilaku karyawan
Identitas organisasi
Sistem penghargaan
Toleransi terhadap konflik.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
19
Pertanyaan Antar Kelompok :
6. Nofianti ( kelompok 2)
Pertanyaan : bagaimana departemen sdm untuk bisa beroperasi di
lingkungan intrnasional dan bagaimana cara mengatasi sdm
yang tidak memadai dalam perdagangan internasional?