Anda di halaman 1dari 8

TATA TERTIB

MUSYAWARAH RAPAT KERJA


A. P. PETTARANI – L. KEUMALA HAYATI
SMK NEGERI 10 MAKASSAR

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Musyawarah Rapat Kerja A. P. PETTARANI – L. KEUMALA HAYATI Gudep 08.131-08.132 SMK Negeri 10
Makassar yang selanjutnya disingkat MRK merupakan Musyawarah yang membahas laporan pertanggungjawaban
dewan selama satu periode kepengurusan.
2. Musyawarah Rapat Kerja diselenggarakan oleh pengurus / Dewan Ambalan A. P. PETTARANI – L. KEUMALA
HAYATI pada tanggal yang belum ditentukan.
3. Musyawarah Rapat Kerja diikuti oleh peserta sebagaimana diatur dalam BAB IV Pasal 6 tata tertib ini.
4. Musyawarah Ambalan dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah lebih satu dari jumlah
peserta yang telah ditetapkan.

BAB II
KELENGKAPAN SIDANG DAN KETENTUAN SIDANG

Pasal 2
KELENGKAPAN SIDANG

Untuk melaksanakan sidang dibutuhkan beberapa kelengkapan, seperti :

1. Pimpinan Sidang
Pimpinan sidang adalah orang yang bertindak memimpin persidangan, ia wajib mengatur jalannya persidangan.
Seorang pemimpin sidang dituntut untuk bersikap adil dan bijaksana dalam menyikapi pendapat-pendapat yang
berkembang dalam persidangan. Ditangannyalah kesepakatan-kesepakatan dalam persidangan ditetapkan.
Jumlah pimpinan sidang haruslah berjumlah ganjil, karena adakalanya forum membutuhkan suara pimpinan sidang
dalam pengambilan keputusan, jumlah minimal 3 orang dan maksimal berapapun asalkan ganjil dan sesuai
kesepakatan peserta sidang. Pimpinan sidang memiliki hak yang sama dengan peserta sidang.

2. Peserta Sidang
Peserta sidang adalah orang yang memiliki kepentingan untuk bersidang, berkewajiban untuk mengikuti dan
menjaga kelancaran jalannya persidangan (mentaati tata tertib). Peserta sidang berhak mengajukan pertanyaan,
pernyataan, penolakan dan meminta penjelasan, klarifikasi mengenai suatu hal. Selain itu peserta sidang berhak
pula untuk menggunakan suaranya dalam pengambilan keputusan. Dengan kata lain segala sesuatu dapat terjadi
dalam persidangan asalkan atas kesepakatan peserta sidang, karena segala keputusan ada ditangan peserta sidang.
3. Peninjau
Peninjau adalah orang yang hadir dalam persidangan kecuali peserta dan pimpinan sidang. Peninjau memiliki
kewajiban yang sama dengan peserta sidang. Peninjau memiliki hak yang sama dengan peserta sidang. Tetapi
peninjau tidak dapat menggunakan hak suaranya dalam pengambilan keputusan.

4. Palu Sidang
Palu sidang adalah palu yang digunakan untuk menetapkan suatu keputusan, palu sidang merupakan nyawa dari
persidangan, karena walaupun keputusan telah disepakati, tidak akan sah apabila tidak ada palu sidang untuk
menetapkannya.

5. Draft Sidang
Draft sidang adalah draft yang berisi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam persidangan.

6. Lembar Konsideran
Lembar konsideran adalah kertas yang berisi lembaran keputusan-keputusan apa saja yang akan diambil dalam
persidangan.

Pasal 3
KETENTUAN SIDANG

Dalam persidangan ada beberapa ketentuan mendasar yang harus dipahami oleh pimpinan, peserta dan peninjau
sidang, diantaranya :

1. Serah Terima Pimpinan Sidang


Dalam serah terima tersebut kedua belah pihak berdiri berhadapan, kemudian pihak yang menyerahkan mengetuk
palu sidang kemeja 1 (satu) kali kemudian berkata “dengan mengucapkan Bismillahirrohmannirrahim pimpinan
sidang yang lama saya serahkan ke pemimpin sidang yang baru” atau “dengan ini palu sidang saya serahkan”.
Kemudian pihak penerima menerima palu sidang lalu mengetuk palu sidang kemeja 1 (satu) kali lalu
berkata “dengan mengucapkan Bismillahirrohmannirrahim pimpinan sidang yang baru saya terima”. Selanjutnya
sidang dapat dilanjutkan kembali.

2. Penggunaan Palu Sidang


a. Cara mengetuk palu sidang
Cara mengetuk palu sidang adalah palu sidang diangkat setinggi kurang lebih 10-15 cm dari meja dengan sudut
kemiringan kira-kira 50°-60°, kemudian diketuk dengan suara kira-kira dapat terdengar oleh seluruh orang yang
hadir.
b. Jumlah ketukan
1) 1 (satu) kali ketukan :
a) serah terima pimpinan sidang
b) Mensahkan keputusan sementara,
c) pencabutan skorsing sidang (jangka pendek),
d) tinjauan kembali
2) 2 (dua) kali ketukan :
a) Menskorsing sidang (jangka lama)
b) pencabutan skorsing sidang (jangka lama)
3) 3 ( tiga ) kali ketukan :
a) pembukaan dan penutupan sidang (ceremonial) secara resmi dan keseluruhan
b) pembukaan dan penutupan sedang pleno
c) pengesahan ketetapan keputusan konsideran (ketetapan hasil sidang)
d) Mensahkan keputusan akhir sidang,
4) Ketukan berulang-ulang: Menenangkan peserta sidang (forum)

3. Interupsi
Interupsi adalah menyela atau meminta waktu kepada pimpinan sidang untuk berbicara dan menemukakan pendapat.
Dalam persidangan, umumnya terdapat beberapa jenis tingkatan interupsi, yaitu :

a. Interupsi point of order:digunakan untuk berbicara (mengemukakan pendapat) bersifat umum mengenai suatu
hal, juga dapat digunakan untuk bertanya dan meminta kejelasan atau jika terdapat disfungsi peserta sidang
(termasuk petugas” sidang) yang dianggap mengganggu jalannya persidangan.

b. Interupsi Point of information : digunakan apabila ingin memberikan suatu informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang dibahas atau untuk menyampaikan informasi tambahan yang dianggap membantu
maupun informasi yang sifatnya tehnis.Interupsi ini memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari yang pertama.

c. Interupsi point of clarification : digunakan apabila ingin mengklarifikasi suatu permasalahan atau jika terdapat
penyampaian pendapat atau informasi yang butuh klarifikasi. Interupsi ini memiliki tingkatan yang lebih
tinggi dari yang kedua.

d. Interupsi point of privillage : digunakan apabila akan mengajukan ketersinggungan terhadap seseorang ataupun
sesuatu hal atau jika terdapat pendapat yang terlalu menyudutkan pihak tertentu, diluar substansi
permasalahan.Interupsi ini memiliki tingkatan yang tertinggi, dengan kata lain siapapun yang mengajukan
interupsi ini harus lebih diperhatikan.

4. Skorsing
Skorsing adalah pengambilan waktu rehat dalam persidangan untuk keperluan tertentu, misalkan terjadi dead lock
(kebuntuan) dalam persidangan dan untuk meencairkan suasana diamblilah langkah skorsing. Lamanya skorsing
ditentukan oleh pimpinan sidang atas persetujuan peserta sidang dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Skorsing terbatas,
Skorsing yang lama waktunya ditentukan, contohnya 2×2,5 menit, 2×5, 2×10 menit, dan seterusnya tergantung
kebutuhannya. Untuk skorsing terbatas ini lazimnya diawali dengan perkataan dengan ini skorsing 2x…menit
dibuka”atau apabila waktu skorsing yang disepakati terhitung lama boleh juga menggunakan skorsing
sampai…dibuka”.
b. Skorsing tak terbatas,
Skorsing diambil disebabkan oleh suatu hal darurat yang terjadi dalam persidangan, sehingga menyebabkan
lamanya waktu skorsing tidak dapat ditentukan. Lazimnya diawali dengan perkataan “dengan ini sidang saya
skorsing sampai waktu yang tidak ditentukan”.

5. Pembekuan Sidang
Langkah yang diambil apabila sidang, dikarenakan suatu hal terus menerus mengalami kebuntuan ( dead lock
terus-menerus) dan setelah melalui jalan skorsing tak terbataspun tetap saja mengalami kebuntuan. Bila hal ini
terjadi, pimpinan sidang atas persetujuan peserta sidang berhak membekukan sidang, dengan catatan ini adalah
langkah terakhir yang diambil setelah semua usaha yang dilakukan tetap tidak membuahkan hasil. Apabila hal ini
dilaksanakan (sidang dibekukan), maka secara otomatis organisasi yang bersangkutan pun akan ikut membeku.

BAB III
PIMPINAN, TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 4
PIMPINAN

1. Pimpinan Musyawarah Rapat Kerja adalah pengurus / Dewan Ambalan A. P. PETTARANI-L. KEUMALA
HAYATI masa bakti 2021-2022
2. Pimpinan Musyawarah Rapat Kerja bertanggung jawab atas terselenggaranya Musyawarah Rapat Kerja.
3. Pimpinan Musyawarah Rapat Kerja membentuk panitia yang terdiri dari panitia pengarah dan panitia pelaksana /
sangga kerja
4. Panitia pengarah adalah unsur dalam Musyawarah Rapat Kerja yang berfungsi merancang materi pelaksana
Musyawarah Rapat Kerja, mengkaji informasi dan aspirasi yang berkembang dalam dinamika Musyawarah Rapat
Kerja yang membantu pimpinan Musyawarah Rapat Kerja dalam mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap
perlu demi lancar, tertib, sukses dan berkualitasnya penyelenggaraan Musyawarah Rapat Kerja
5. Panitia Pelaksana / Sangga Kerja adalah unsur panitia Musyawarah Rapat Kerja yang berfungsi menyiapkan
pelaksanaan dan teknis penyelenggaraan Musyawarah Rapat Kerja.

Pasal 5
TUGAS DAN WEWENANG

Musyawarah Rapat Kerja memiliki tugas dan wewenang untuk :


1. Membahas divisi-divisi beserta tugas dan fungsinya selama satu periode.
2. Membahas dan menetapkan program kerja dewan ambalan selama satu periode.
BAB IV
QUORUM, PESERTA DAN PENINJAU

Pasal 6
QUORUM

1. Musyawarah Rapat Kerja dianggap sah apabila dihadiri oleh setengah lebih satu dari jumlah peserta yang sah
2. Apabila point 1 tidak tercapai maka sidang di Skorsing selama 1 X 5 Menit dan sidang dibuka kembali tanpa
memperhatikan quorum dengan kesepakatan bersama.

Pasal 7
PESERTA DAN PENINJAU

1. Peserta Musyawarah Rapat Kerja terdiri dari :


a. Panitia / Sangga Kerja Musyawarah Rapat Kerja
b. Dewan Ambalan A. P. PETTARANI – L. KEUMALA HAYATI
c. Pengurus / Dewan Ambalan A. P. PETTARANI – L. KEUMALA HAYATI.
d. Anggota aktif ambalan.
2. Peninjau Musyawarah Rapat Kerja adalah tamu Undangan atau pihak-pihak terkait yang disahkan oleh Pengurus /
Dewan Ambalan A. P. PETTARANI – L. KEUMALA HAYATI

Pasal 8

1. Setiap peserta dan peninjau diberikan tanda pengenal dan Wajib dipakai selama Musyawarah Rapat Kerja
berlangsung.
2. Panitia / Sangga Kerja dan Petugas Keamanan yang ditunjuk oleh panitia berhak mencegah kehadiran peserta,
peninjau dan atau orang perorangan yang masuk dalam sidang apabila tidak termasuk sebagai peserta atau peninjau
yang sah.

Pasal 9

Hak dan kewajiban peserta serta peninjau adalah sebagai berikut :


1. Setiap peserta dan peninjau berkewajiban mentaati tata tertib Musyawarah Rapat Kerja
2. Setiap peserta sidang mempunyai hak bicara dan hak suara
3. Setiap Peninjau hanya memiliki hak bicara
4. Setiap peserta dan peninjau hanya boleh bicara setelah mendapat izin dari presidium sidang.
5. Setiap peserta mendapat perlakuan yang sama dari presidium sidang
6. Setiap peserta hanya boleh keluar setelah mendapat izin dari presidium sidang.
Pasal 10

Sanksi-sanksi
1. Sanksi diberikan kepada peserta yang melanggar tata tertib
2. Sanksi berupa peringatan, pencabutan hak suara atau dikeluarkan dari sidang oleh pimpinan sidang atas
persetujuan quorum.

BAB V
TATA CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 11

1. Keputusan diambil secara musyawarah mufakat.


2. Apabila ketentuan pada point 1 tidak tercapai maka keputusan dapat diambil secara pemungutan suara terbanyak
(Votting)
3. Keputusan yang berdasarkan pada pemungutan suara ini dianggap sah apabila disetujui oleh suara terbanyak
4. Apabila hasil pemungutan suara berimbang maka dilakukan lobbying selama 1 X 5 menit, apabila masih
berimbang maka keputusan ini diambil secara musyawarah mufakat
5. Pemungutan suara dilakukan secara lisan atau tulisan.

Pasal 12

Seluruh pelaksanaan sidang harus dicatat dalam berita acara persidangan yang berisi :
1. Waktu, tempat dan tanggal persidangan
2. Jenis persidangan
3. Presidium / Pimpinan sidang
4. Jumlah peserta yang menanda tangani daftar hadir
5. Kesimpulan keputusan Sidang

BAB VI
PERSIDANGAN DAN MUSYAWARAH

Pasal 13

Musyawarah Rapat Kerja terdiri dari :


1. Sidang Pendahuluan yang terdiri dari
a. Pembahasan dan pengesahan manual acara Musyawarah Rapat Kerja
b. Pembahasan dan pengesahan tata tertib sidang
c. Pemilihan Presidium Sidang oleh Steering Committee
2. Pemaparan anggota divisi baru
3. Pemaparan program kerja dewan baru

BAB VII
PRESIDIUM / PIMPINAN SIDANG

Pasal 14

1. Presidium / Pimpinan sidang pleno terdiri dari 3 (Tiga) orang, yaitu seorang ketua berada ditengah yang
didampingi oleh seorang sekretaris samping kanan dan seorang anggota samping kiri.
2. Sidang pleno pertama dipimpin oleh presidium sidang sementara yaitu panitia pengarah.
3. Sidang pleno selanjutnya dipimpin oleh presidium sidang yang dipilih peserta Musyawarah Rapat Kerja
4. Peserta utusan Musyawarah Rapat Kerja berhak dipilih menjadi presidium sidang
5. Musyawarah Rapat Kerja dipimpin oleh pimpian Musyawarah Rapat Kerja yang dipilih oleh anggota Musyawarah
yang terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota.

Pasal 15

Tugas, hak dan kewajiban Presidium / Pimpinan sidang yaitu :


1. Memimpin jalannya sidang agar tertib untuk mencapai mufakat
2. Berusaha mempertemukan pendapat-pendapat yang berbeda, menyimpulkan pembicaraan dan menundukan
persoalan yang sebenarnya serta mengembalikan jalannya sidang kepada pokok pembicaraan.

3. Hak dan Kewajiban Presidium / Pimpinan sidang yaitu :


a. Mengatur urutan pembicaraan
b. Mengatur dan menertibkan pembicara
c. Menetapkan waktu bagi pembicara
d. Menyimpulkan pembicaraan-pembicaraan
e. Mengumumkan tiap-tiap hasil keputusan yang diambil.

Pasal 16

Apabila oleh karena sesuatu dan hal lain pimpinan sidang memandang perlu untuk membicarakan masalah-masalah
yang perlu dirundingkan atau harus berkonsultasi maka sidang diskorsing / dipending.
BAB VIII
KETENTUAN TAMBAHAN

Pasal 17

1. Hal-hal yang belum diatur dalam tata tertib ini akan ditentukan kemudian oleh pimpinan Musyawarah Rapat Kerja
atau presidium sidang berdasarkan musyawarah mufakat
2. Tata tertib ini berlaku sejak waktu dan tanggal ditetapkan

Aturan tambahan sidang musyawarah ambalan


4. Tidak membuat forum dalam forum
5. Tidak menggunakan alat komunikasi kecuali di izinkan oleh pimpinan sidang
6. Posisi duduk siap selama persidangan berlangsung
7. Wajib hadir 5 menit sebelum sidang dimulai
8. Tanda pengenal anggota aktif dan dewan kehormatan mengenakan uniform serta peninjau
menggunakan pakaian rapi dan id card
9. Tidak mengganggu kenyamanan peserta lain

Anda mungkin juga menyukai