OLEH :
KELOMPOK IV
Marsella Serliyanti Padjeko P10121012
Siti Tarisa Ali P10121125
Bagas Yanuar Gagarin P10121173
Tiara Awalia Putri P10121207
Imelda P10121220
Stevanny Angelica Tan P10121243
Kadek Widia Pranata P10121272
Intje Prita Miranda P10121313
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Koordinasi Penanganan
Gizi” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah “Gizi Bencana”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aulia Rakhman, S.KM., M.Kes yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami menyusun makalah ini dengan mencari informasi
dari berbagai sumber jurnal. Menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan memberikan kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Dampak akibat bencana adalah timbulnya permasalahan kesehatan dan gizi pada
kelompok masyarakat korban bencana akibat rusaknya sarana pelayanan kesehatan,
terputusnya jalur distribusi pangan, rusaknya sarana air bersih dan sanitasi lingkungan
yang buruk.
Masalah gizi yang bisa timbul akibat bencana alam adalah kurang gizi pada
lansia,ibu hamil,bayi,dan balita. Bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena
terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya status gizi di kelompok masyarakat
dikarenakan bantuan makanan yang sering terlambat, dan terbatasnya ketersediaan pangan
lokasi pengungsian dapat memperburuk kondisi yang ada.
Kesiapsiagaan penanganan gizi pada situasi bencana dan krisis kesehatan
merupakan salah satu kunci dalam upaya pengurangan risiko bencana dan krisis
kesehatan. Letak geografis wilayah Indonesia yang rawan bencana serta adanya
permasalahan gizi menuntut kesiapan dari setiap pemangku kepentingan untuk dapat
melakukan penanganan gizi yang tepat ketika bencana. Peraturan Menteri Kesehatan
(PMK) No 75 tahun 2019 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan, serta PMK no 4
tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimum bidang Kesehatan telah mengatur bahwa
penanggulangan gizi pada situasi bencana dan krisis kesehatan menjadi tanggung jawab
bersama, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serta masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, upaya penanganan gizi dalam situasi bencana merupakan
rangkaian kegiatan yang dimulai sejak sebelum terjadinya bencana (pra bencana), pada
situasi bencana yang meliputi tahap tanggap darurat awal, tahap tanggap darurat lanjut dan
pasca bencana. Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan
pemberian makanan agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status gizinya,
1
sementara penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut adalah untuk
menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui aktivitas mekanisme koordinasi penanganan gizi
2. Untuk mengetahui pertemuan koordinasi sub klaster gizi
3. Untuk mengetahui pertemuan koordinasi kelompok kerja (pokja)
4. Untuk mengetahui penugasan tim gerak cepat (tdg)
5. Untuk mengetahui koordinasi lintas program dan lintas sektor
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Pertemuan Koordinasi Sub Klaster Gizi
• Pertemuan koordinasi berfungsi untuk memastikan agar mitra sub klaster gizi memiliki
gambaran yang sama tentang prioritas respon gizi, serta langkah-langkah operasional
yang perlu dilakukan.
• Pertemuan koordinasi dipimpin oleh koordinator sub klaster gizi di masing-masing
tingkatan dan diikuti oleh mitra sub klaster gizi.
• Pertemuan koordinasi sub klaster gizi dilaksanakan secara rutin selama masa tanggap
darurat.
• Topik-topik pembahasan pada pertemuan koordinasi sub klaster gizi, antara lain:
− Identifikasi pelaku penanggulangan bencana di bidang gizi serta memetakan
sumber daya dan wilayah kerja mitra sub klaster gizi;
− Koordinasi pengkajian cepat dan analisa kebutuhan;
− Penyusunan rencana respon gizi;
− Koordinasi dan kerjasama dengan sektor/sub klaster/klaster lain yang terkait
dengan upaya pelaksanaan pelayanan gizi;
− Pedoman dan standar yang digunakan;
− Peningkatan kapasitas SDM;
− Pemantauan, evaluasi pelaporan dan pembelajaran; dan
− Advokasi untuk mendukung respon gizi.
• Memfasilitasi penyusunan rencana tindak lanjut, termasuk
menyepakati jadwal pertemuan berikutnya.
• Memastikan isu-isu terkait anak dan perempuan penyandang disabilitas dan
dukungan untuk kelompok tersebut dimasukkan ke dalam rencana kerja.
4
2.2.3 Diseminasi notulensi pertemuan Sub Klaster Gizi dan tindak lanjut
5
dimobilisasi secara cepat guna mendukung upaya penanganan gizi di wilayah
terdampak.
• TGC Gizi bertugas untuk memberikan dukungan teknis/pendampingan kepada Dinkes
terdampak di dalam mengelola kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana,
termasuk dukungan koordinasi maupun intervensi teknis yang mencakup:
− Kajian Kebutuhan Dampak Bencana dan Analisis kebutuhan Gizi;
− Intervensi PMBA;
− Intervensi Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk;
− Intervensi Suplementasi Gizi;
− Intervensi gizi bagi kelompok rentan lainnya;
− Pengelolaan Logistik Gizi; dan
− Pengelolaan informasi dan surveilans gizi.
• TGC Gizi dapat dimobilisasi untuk bencana tingkat Provinsi maupun tingkat
Kabupaten/Kota berdasarkan kebutuhan dan arahan dari Pusat Krisis Kesehatan.
• TGC Gizi dapat dimobilisasi ke lokasi bencana segera setelah terjadinya bencana atau
sejak fase siaga darurat.
• Dinkes Provinsi bertugas untuk memfasilitasi mobilisasi TGC Gizi pada bencana
tingkat Kabupaten/Kota.
• Kemenkes bertugas untuk memfasilitasi mobilisasi TGC Gizi pada bencana tingkat
Provinsi atau Kabupaten.
• Langkah-langkah penugasan tim pendukung terdiri dari:
- Demobilisasi; dan
- Evaluasi.
• Tim TGC Gizi diaktifkan pada status siaga darurat dimana potensi ancaman bencana
sudah mengarah pada terjadinya bencana atau krisis kesehatan. Hal tersebut ditandai
dengan adanya informasi peningkatan ancaman berdasarkan sistem peringatan dini
yang diberlakukan dan pertimbangan dampak yang akan terjadi di
masyarakatAktivasi TGC gizi mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
6
1. Menunjuk koordinator yang bertanggung jawab untuk memfasilitasi proses
mobilisasi TGC Gizi. Mobilisasi untuk mendukung respon bencana tingkat provinsi
dan tingkat nasional dilakukan oleh Kemenkes, sedangkan mobilisasi untuk bencana
tingkat Kabupaten/Kota dilakukan oleh Dinkes Provinsi Berkoordinasi dengan Pusat
Krisis Kesehatan (PKK) untuk merencanakan mobilisasi tim pendukung.
2. Memilih ketua tim dan komposisi anggota yang akan dimobilisasi berdasarkan
spesialisasi yang dibutuhkan, serta memberikan pemberitahuan kepada anggota
TGC Gizi yang akan dimobilisasi. Persyaratan personel TGC gizi antara lain:
- Berbadan sehat;
• Tahap mobilisasi TGC Gizi terdiri dari kegiatan penyiapan tim yang telah terpilih
untuk dapat sampai ke daerah bencana yang mencakup:
− Memberikan pengarahan dan memberikan data pendukung (data status gizi
sebelum bencana, peta wilayah bencana, narahubung Dinkes wilayah setempat
serta informasi yang relevan lainnya) kepada tim yang akan ditugaskan; dan
− Memfasilitasi perjalanan/transportasi TGC Gizi ke daerah bencana.
• Periode penugasan TGC Gizi disesuaikan berdasarkan kebutuhan dan kesepakatan
antara Dinkes terdampak dan Dinkes Provinsi/Kemenkes.
• Selama masa penugasan, TGC Gizi perlu membuat laporan situasi harian kepada
PKK
2.4.3 Demobilisasi
• Prosedur demobilisasi TGC Gizi dilakukan pada saat pergantian personel/rotasi tim
dan atau ketika penugasan TGC Gizi akan segera berakhir.
7
• Prosedur demobilisasi bertujuan untuk memastikan agar serah terima penugasan di
antara personel maupun tim yang baru datang dengan tim yang akan digantikan
dapat berjalan dengan lancar tanpa mengganggu kegiatan penanganan gizi yang
sedang berjalan.
• Pergantian personel/rotasi TGC Gizi dilakukan apabila durasi penugasan telah
mencapai batas waktu yang ditentukan dan dukungan TGC Gizi masih dirasa perlu.
Koordinator TGC Gizi perlu memastikan berakhirnya masa penugasan ataupun
perpanjangan durasi penugasan dengan Dinkes Provinsi/Kemenkes.
• Masa berakhirnya penugasan TGC Gizi dilakukan berdasarkan kesepakatan antara
Penanggung jawab Gizi Dinkes setempat dengan koordinator TGC Gizi dan Dinkes
Provinsi/Kemenkes, dengan mempertimbangkan:
− Kebutuhan kegiatan penanganan gizi di lapangan.
− Kapasitas pelayanan gizi dan pelayanan kesehatan esensial terkait gizi di daerah
terdampak.
− Kapasitas koordinasi penanganan gizi di wilayah terdampak (apakah
mekanisme koordinasi penanganan gizi telah dapat berjalan tanpa dukungan
TGC Gizi).
• Prosedur demobilisasi TGC Gizi mencakup:
− Pelaksanaan evaluasi internal TGC Gizi
− Melakukan serah terima tugas kepada tim pengganti (apabila ada)
− Membuat laporan akhir.
− Menyerahkan data, laporan, dan produk-produk informasi yang dihasilkan
kepada penanggung jawab gizi Dinkes terdampak.
2.4.4 Evaluasi
• Evaluasi dilaksanakan setelah penugasan berakhir untuk meningkatkan
efektivitas
2.5 Koordinasi Lintas Program dan Lintas Sektor
• Koordinasi lintas program dan lintas sektor bertujuan untuk mengoptimalkan
intervensi gizi bagi kelompok rentan di wilayah bencana.
• Termasuk untuk memastikan agar dukungan bagi anak-anak dan perempuan
penyandang disabilitas dapat diberikan. Misalnya dengan klaster pendidikan, dan
klaster pengungsian dan perlindungan untuk memastikan agar intervensi gizi di
8
sekolah dan layanan ruang ramah ibu dan anak memperhatikan dukungan bagi anak-
anak dan perempuan penyandang disabilitas.
2.5.1 Melakukan Koordinasi dengan program dan sektor yang terkait
• Kegiatan koordinasi lintas program dan lintas sektor berdasarkan klaster
penanggulangan bencana yang terkait dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sub klaster gizi adalah bagian dari mekanisme koordinasi klaster kesehatan
dalam penanggulangan bencana dan krisis kesehatan. Pendekatan klaster adalah
pendekatan koordinatif yang menyatukan semua pihak terkait baik pemerintah maupun
non-pemerintah dalam upaya penanggulangan bencana. penanggung jawab gizi di
Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, yang ditunjuk oleh pejabat
yang berwenang pada masing-masing tingkatan, dan dapat diaktifkan pada setiap
tingkat pemerintahan untuk memfasilitasi koordinasi vertikal antara kesehatan tingkat
nasional. Idealnya sub gizi telah dibentuk pada masa kesiapsiagaan untuk kemudian
daktifkan segera setelah ada peringatan dini bencana atau krisis.
Pertemuan koordinasi sub klaster gizi dilaksanakan secara rutin selama masa tanggap
darurat. Adapun Topik-topik pembahasannya adalah identifikasi pelaku
penanggulangan bencana di bidang gizi, menyebarkan undangan pertemuan, dan
memastikan isu-isu terkait anak dan perempuan penyandang disabilitas dan dukungan
untuk kelompok tersebut dimasukkan ke dalam rencana kerja. Memfasilitasi
penyusunan rencana tindak lanjut, termasuk menyepakati jadwal pertemuan berikutnya,
dan diseminasi notulensi pertemuan Sub Klaster Gizi.
Penugasan Tim Gerak Cepat (TGC) Gizi merupakan tim yang dibentuk oleh
Kemenkes, Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten/Kota. TGC Gizi dapat dimobilisasi
untuk memberikan dukungan teknis/pendampingan kepada Dinkes terdampak di dalam
mengelola kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana. Kemenkes bertugas untuk
memfasilitasi mobilisasi TGC GIZi pada bencana tingkat Provinsi maupun Kota
berdasarkan kebutuhan dan arahan dari Pusat Krisis Kesehatan. TGC Gizi memilih
ketua tim dan komposisi anggota yang akan dimobilisasi berdasarkan spesialisasi yang
dibutuhkan, serta memberikan pemberitahuan kepada anggota. Persyaratan personel
TGC gizi antara lain memiliki berbadan sehat, mampu bekerja dengan dukungan dan
kondisi yang serba terbatas, telah mengikuti pelatihan penanganan gizi pada situasi
bencana, memiliki latar belakang/pengalaman dalam menjalankan satu atau lebih lebih
fungsi TGC, dan memiliki kelengkapan administrasi dan logistik yang diperlukan
termasuk prosedur keselamatan dan keamanan selama periode mobilisasi.Pelaksanaan
evaluasi internal TGC Gizi melakukan serah terima tugas kepada tim pengganti,
membuat laporan akhir, dan menyerahkan data, laporan, dan produk-produk informasi
10
yang dihasilkan kepada penanggung jawab gizi Dinkes terdampak. Koordinasi Lintas
Program dan Lintas Sektor bertujuan untuk mengoptimalkan intervensi gizi bagi
kelompok rentan di wilayah bencana, dan memastikan agar dukungan bagi anak-anak
dan perempuan penyandang disabilitas.
3.2 SARAN
Kami menyadari bahwa penulisan makalah masih jauh dari kata sempurna.
kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan makalah tentang
koordinasi penanganan gizi dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya
dapat di pertanggung jawabkan. Kami juga mengharapkan kritik dan saran
yangmembangun serta berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
11
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. Pedoman Pelaksanaan Respon Gizi pada Masa Tanggap Darurat Bencana.
Jakarta : Kemenkes RI. 2020.
Pedoman Pelaksanaan Respon Gizi Pada Masa Tanggap Darurat Bencana. Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. 2020
12