Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya Dosen Pengampu: Silvia Riskha Fabriar, M. S. I
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya Dosen Pengampu: Silvia Riskha Fabriar, M. S. I
Disusun Oleh :
2023
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cultural Encounter mengacu pada interaksi antara orang-
orang dari budaya yang berbeda, yang dapat mengarah pada
pertukaran ide, nilai, dan praktik. Interaksi ini dapat terjadi dalam
berbagai setting, termasuk melalui perjalanan, migrasi, atau bahkan
komunikasi virtual. Cultural Encounter telah menjadi bahan kajian
bagi banyak sarjana, dan terdapat beberapa teori yang mencoba
menjelaskan dinamika perjumpaan budaya.
Salah satu teori Cultural Encounter yang paling menonjol
adalah relativisme budaya. Teori ini menunjukkan bahwa budaya
harus dipahami dalam istilah mereka sendiri dan tidak dinilai dengan
standar budaya lain. Teori lain adalah imperialisme budaya, yang
menunjukkan bahwa budaya yang lebih kuat dapat memaksakan
nilai dan praktik mereka ke budaya yang lebih lemah.
Teori penting lainnya adalah akulturasi, yang mengacu pada
proses perubahan budaya yang terjadi ketika dua budaya atau lebih
bersentuhan. Akulturasi dapat mengambil banyak bentuk, dari
asimilasi (di mana satu budaya menyerap yang lain) hingga integrasi
(di mana dua budaya berbaur).
Teori lain termasuk hipotesis kontak, yang menunjukkan
bahwa peningkatan kontak antara anggota budaya yang berbeda
dapat mengurangi prasangka dan diskriminasi, dan hibriditas, yang
menekankan penciptaan bentuk budaya baru melalui pencampuran
elemen budaya yang berbeda.
Secara keseluruhan, studi tentang perjumpaan budaya
penting untuk memahami kompleksitas interaksi manusia dan cara-
cara di mana budaya yang berbeda dapat saling mempengaruhi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa probabilitas yang muncul dalam peristiwa komunikasi lintas
budaya?
2. Apa sajakah teori-teori komunikasi antar budaya?
3. Apa sajakah teori-teori lintas budaya?
PEMBAHASAN
A. Probabilitas dalam Komunikasi Lintas Budaya
Kebutuhan untuk mempelajari komunikasi lintas budaya ini semakin terasa karena
semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang dari berbagai budaya,
disamping kondisi bangsa indonesia yang majemuk dengan berbagai ras, suku, agama,
latar belakang daerah, dan sebagainya.
Kebutuhan manusia dapat terpenuhi jika manusia berkomunikasi dengan orang lain,
jika dia dapat berkomunikasi dengan baik maka dapat mencapai kebutuhannya. Di era
kekinian, optimalisasi teknologi memang terus dilakukan dalam upaya berkomunikasi.
Meski demikian, komunikasi tatap muka tetap urgen dan sangat dibutuhkan dalam
interaksi antar manusia.
Contoh dari komunikasi lintas budaya yang ada disekitar kita adalah seperti
kehidupan di pondok pesantren. Persaingan hidup di kota membuat sebagian para orang
pindahan khususnya para mahasiswa atau mahasiswi lebih memilih tinggal di pesantren,
karena pondok pesantren di samping sebagai lembaga pendidikan dan dakwah Islam
ternyata telah banyak yang berfungsi dan berperan sebagai lembaga pengembangan
msyarakat. Pada umumnya pondok pesantren memiliki potensi untuk maju dan
berkembang memberdayakan diri dan masyarakat lingkunganya. Selain itu kehidupan
di pondok pesantren juga biasanya dapat menjalin ikatan persaudaraan yang kuat
sehingga dapat mengurangi tingkat kekhawatiran hidup di kota orang. Sekelompok
orang yang pindah dari satu lingkungan budaya ke lingkungan budaya yang lain
mengalami proses sosial budaya yang dapat menpengaruhi mode adaptasi dan
pembentukan identitasnya.
Perlu diingat bahwa setiap individu memiliki keunikan budaya dan pengalaman
hidup yang berbeda, sehingga ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kemungkinan keberhasilan komunikasi lintas budaya. Beberapa faktor tersebut
meliputi pengetahuan tentang budaya target, kemampuan beradaptasi dengan
perbedaan, kepekaan terhadap isu-isu budaya yang sensitif, dan kemampuan
membangun hubungan yang saling menghormati.
Departemen Agama RI. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Jakarta.
Rejeki, MC Ninik Sri. (2007). “Perbedaan Budaya dan Adaptasi Antar Budaya dalam Relasi
Kemitraan Inti-Plasma”. Jurnal Ilmu Komunikasi, volume 4, nomor 2. Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya Yogyakarta