Tugas-20103232 - Ni PT Ulan Pragantari Yasmin
Tugas-20103232 - Ni PT Ulan Pragantari Yasmin
Oleh :
A. Latar Belakang
Agama merupakan way of life dalam perjalanan hidup umat manusia di dalam alam
semesta ini. Sehingga nilai-nilai yang dipunyainya akan selalu dibahas dan tak pernah usang
untuk dibicarakan. Ahli sejarah mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa Sansekerta,
yang bermakna haluan, peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan. Pendapat lain
mengatakan bahwa kata agama tersusun dari dua kata “a” yang berarti tidak dan “gama” yang
berarti pergi atau kacau. Adapula yang berpendapat bahwa agama berarti tuntunan. Hal ini
dapat dibenarkan karena ajaran agama memang menjadi tuntunan hidup bagi pemeluknya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa agama merupakan pedoman hidup bagi umat manusia
dalam rangka memperoleh kebahagiaan hidup, baik kehidupan dimensi jangka pendek di dunia
maupun pada kehidupan dimensi jangka panjang di akhirat kelak [1]. Agama adalah sarana
bagi manusia dalam menanamkan kebaikan dan amal soleh selama hidupnya didunia ini,
sehingga masalah keagamaan sering kali hadir dalam sejarah kebudayaan manusia. Hal ini
dikarenakan agama telah mendasari alam pikiran dan tingkah laku manusia baik sebagai
makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat [2]. Agama secara universal
merupakan elemen yang paling mendasar dalam kehidupan manusia. Agama mampu
memberikan makna dan tujuan hidup manusia berupa moral dan nilai. Agama bukan saja
membicarakan persoalan menyangkut dunia luar. Hubungan manusia dengan yang gaib yakni
Tuhan dan sikap terhadapnya, juga implikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan
timbal balik antara agama sebagai kenyataan batiniah dengan kenyataan sosial yang empirik,
ide dan nilai mempengaruhi perbuatan, pengaruh timbal balik terjadinya interaksi agama dan
masyarakat. Dengan demikian penghayatan dan pengalaman agama tergantung pada
masyarakat pemeluknya [3]. Agama dan manusia, merupakan dua hal yang tak terpisahkan
keduanya memiliki hubungan totalitas dan hampir semua masyarakat manusia mempunyai
agama [4]. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk baik dari sisi budaya,
etnis, bahasa, dan agama. Dari sisi agama di negara ini hidup berbagai agama besar yaitu Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Selain itu, tumbuh dan berkembang pula
berbagai aliran atau kepercayaan lokal yang jumlahnya tidak kalah banyak [5].
Pemerintah Indonesia memberikan kebebasan dalam beragama hal ini terdapat dalam Pasal
22 UU No. 39 tahun 1999 tetang hak asasi manusia: setiap orang bebas memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Negara
menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu”, dan pasal 55 UU No. 39 Tahun 1999 “setiap anak
berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkah
intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan atau wali” [6]. Bebas disini
berarti bebas memeluk agama apapun yang ada di Indonesia yaitu agama Islam, Hindu,
Buddha, Kristen dan Khonghucu. Dari beberapa agama besar tersebut agama yang paling tua
di Indonesia adalah Agama Hindu [7]. Dengan adanya banyak agama di Indonesia maka setiap
agama memiliki definisi dan pengertian agama masing-masing. Dalam Agama Hindu sendiri
kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya datang mendekat, maksud datang
mendekat ialah datang mendekat kepada tujuan agama yaitu kebahagiaan dan bersatu dengan
Hyang Widhi atau Nining Bhatara (Tuhan Yang Maha Esa) [8].
Agama yang bermakna tidak pergi atau langgeng [9], menekankan kepada sifat Agama
Hindu yang ajarannya adalah kebenaran yang kekal abadi [10]. Agama Hindu merupakan suatu
fase perkembangan agama di India yang berkembang dan dikenal sampai sekarang. Agama ini
dapat dikatakan suatu hasil evolusi dari agama yang dibawa oleh bangsa Aria dengan
peradaban bangsa Dravida yang dalam perkembangannya mengalami proses yang sangat
panjang hingga sampailah ke Indonesia. Menurut penelitian para ahli sejarah, Agama Hindu
di Indonesia berasal dari India. Agama ini masuk secara damai dan bertahap melalui kontak
perhubungan dan perdagangan. Proses tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang amat
panjang. Diawali dengan tukar menukar barang dagangan, kemudian kontak kebudayaan yang
menyebar secara perlahan-lahan dari daerah pesisir hingga mendirikan kerajaan-kerajaan
Hindu di Indonesia. Perkembangan Agama Hindu semakin lama semakin meningkat di
berbagai daerah diantaranya di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Pulau Bali, bahkan
sampai ke Pulau Kalimantan yaitu Kalimantan Timur (Kutai) [11]. Pengaruh Agama Hindu di
Kalimantan secara jelas dapat diketahui sekitar tahun 400 Masehi dengan ditemukannya batu
bertulis dalam bentuk Yupa di tepi Sungai Mahakam Kalimantan Timur, yang menyebutkan
tentang kerajaan Kutai. Yupa tersebut berupa tiang batu korban yang dipergunakan untuk
mengikatkan binatang korban saat dilaksanakan upacara. Dari sisi Yupa tersebut memberikan
bukti-bukti kehidupan yang tertua di Indonesia. Yupa itu menggunakan huruf Pallawa, bahasa
Sanskerta [12]. Berdasarkan bentuk hurufnya para ahli sejarah yakin bahwa Yupa dibuat
sekitar abad ke-5 dalam prasasti juga menyebutkan silsilah raja-raja Kutai [13]. Agama Hindu
juga tersebar di daerah Kalimantan Selatan yang terdapat bukti peninggalan sejarah berupa
Candi yang bernama Candi Agung, candi ini terletak di kawasan Sungai Malang, Kecamatan
Amuntai Tengah Kalimantan Selatan. Diketahui awal mula masuknya Hindu ke Kalimantan
Selatan melalui jalur perdagangan yang dipimpin oleh Ampu Jatmika yang berasal dari Pulau
Jawa dan melalui jalur pernikahan antara Putri Junjung Buih Negara Dipa dan Pangeran
Suryanata (Raden Putra) dari kerajaan Majapahit. Mereka adalah tokoh yang telah mendirikan
Kerajaan Negara Dipa dan Candi Agung di Amuntai, Ampu Jatmika adalah golongan Hindu
atau Hindu Jawa [14]. Hanya saja, agama dan pengaruh Hindu kemudian memudar dan
tenggelam seiring dengan kehadiran Agama Islam yang kemudian menjadi agama resmi di
Kesultanan Banjarmasin yang menggantikan Kerajaan Nagara Daha. Agama Hindu pun
mengalami kemunduran dan kekuatan politiknya pun menghilang. Kondisi ini berlangsung
hingga beberapa abad.
BAB II
PEMBAHASAN
4) Jaman Buddha
Pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama
“Sidharta”, menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga
dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Agama
Hindu makin lama semakin menyebar mulai dari India Selatan hingga keluar dari
India dengan berbagai cara, terutama melalui perdagangan bebas Internasional.
Dalam suatu penggalian di Mesir ditemukan sebuah inskripsi yang diketahui
berangka tahun 1200 SM. Isinya adalah perjanjian antara Ramses II dengan Hittites.
Dalam perjanjian ini “Maitra Waruna” yaitu gelar manifestasi Sang Hyang Widhi
Wasa menurut agama Hindu yang disebut- sebut dalam Weda dianggap sebagai
saksi.
Gurun Sahara yang terdapat di Afrika Utara menurut penelitian Geologi
adalah bekas lautan yang sudah mengering. Dalam bahasa Sanskerta Sagara artinya
laut; dan nama Sahara adalah perkembangan dari kata Sagara. Diketahui pula
bahwa penduduk yang hidup di sekelilingnya pada jaman dahulu berhubungan erat
dengan Raja Kosala yang beragama Hindu dari India.
Penduduk asli Mexico mengenal dan merayakan hari raya Rama Sinta, yang
bertepatan dengan perayaan Nawa Ratri di India. Dari hasil penggalian di daerah
itu didapatkan patung- patung Ganesa yang erat hubungannya dengan agama
Hindu. Di samping itu penduduk purba negeri tersebut adalah orang- orang Astika
(Aztec), yaitu orang- orang yang meyakini ajaran- ajaran Weda. Kata Astika ini
adalah istilah yang sangat dekat sekali hubungannya dengan “Aztec” yaitu nama
penduduk asli daerah itu, sebagaimana dikenal namanya sekarang ini.
Penduduk asli Peru mempunyai hari raya tahunan yang dirayakan pada saat-
saat matahari berada pada jarak terjauh dari katulistiwa dan penduduk asli ini
disebut Inca. Kata “Inca” berasal dari kata “Ina” dalam bahasa Sanskerta yang
berarti “matahari” dan memang orang- orang Inca adalah pemuja Surya. Uraian
tentang Aswameda Yadnya (korban kuda) dalam Purana yaitu salah satu Smrti
Hindu menyatakan bahwa Raja Sagara terbakar menjadi abu oleh Resi Kapila.
Putra- putra raja ini berusaha ke Patala loka (negeri di balik bumi= Amerika di balik
India) dalam usaha korban kuda itu. Karena Maha Resi Kapila yang sedang bertapa
di hutan (Aranya) terganggu, lalu marah dan membakar semua putra- putra raja
Sagara sehingga menjadi abu. Pengertian Patala loka adalah negeri di balik India
yaitu Amerika. Sedangkan nama Kapila Aranya dihubungkan dengan nama
California dan di sana terdapat taman gunung abu (Ash Mountain Park). Di
lingkungan suku- suku penduduk asli Australia ada suatu jenis tarian tertentu yang
dilukiskan sebagai tarian Siwa (Siwa Dance). Tarian itu dibawakan oleh
penaripenarinya dengan memakai tanda “Tri Kuta” atau tanda mata ketiga pada
dahinya. Tandatanda yang sugestif ini jelas menunjukkan bahwa di negeri itu telah
mengenal kebudayaan yang dibawa oleh agama Hindu.
- Teori Ksatria
Teori Ksatria menyatakan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-
Buddha ke Indonesia dibawa orang-orang India dari kasta Ksatria. Teori yang
dikemukakan Prof. Dr. J.L. Moens ini berargumen bahwa sekitar abad 4-6 M kerap
terjadi peperangan sehingga kasta Ksatria, yang terdiri dari kaum bangsawan dan
prajurit mengalami kekalahan.
Kekalahan sebagian kasta Ksatria dalam peperangan, menurut teori Ksatria,
mendorong orang Ksatria melarikan diri dan mencari daerah baru hingga ke
nusantara.
- Teori Waisya
Teori Waisya menyatakan bahwa golongan Waisya yang punya peran besar
dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Orientalis Prof. Dr.
N.J. Krom, pengusung teori Waisya berpendapat, golongan yang terdiri dari
pedagang, petani, dan pemilik tanah tersebut sudah mengenal agama Hindu-
Buddha. Kedatangan golongan Waisya ke Indonesia, kata Krom, juga
memperkenalkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha pada rakyat Indonesia di
samping berdagang. Golongan ini diyakini menetap sementara waktu dan tidak
jarang juga menetap permanen di nusantara, lalu menikah dengan penduduk
setempat.
- Teori Sudra
Teori Sudra dikemukakan oleh Van Faber. Teori ini menjelaskan bahwa
penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia diawali oleh kaum
sudra atau budak yang bermigrasi ke Indonesia.
Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal Tarikh Masehi, dibawa
oleh para Musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya yang di Jawa terkenal dengan
sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para Musafir dari Tiongkok yakni Musafir
Budha Pahyien. Ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda
purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan
kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan
mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: “Yupa itu
didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman”. Keterangan
yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci
untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan “Vaprakeswara“.
Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar,
misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam
kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan
juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai
(Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan
diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir
Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan
memakai huruf Pallawa.
Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai
Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi
Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti
seperti:
Prasasti Dinoyo (Jawa Timur): Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja
yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud
memohon kekuatan suci dari Beliau.
Prasasti Porong (Jawa Tengah) Prasasti yang bertahun Caka 785, juga
menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi
Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah:
Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi.
Dari prasasti-prasasti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja
Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah
berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu” Bukti lain
yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan
atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan
data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan
memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama
Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di
lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan
bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut
Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar,
diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta
dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun
654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala. Isinya memuat tentang pemujaan
terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti. Adanya
kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari
abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan
pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di
Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang
dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa
sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno.
Pada akhir abad ke-13 saat berakhirnya masa Singosari, muncul kerajaan
Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit
merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa
Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
A. KESIMPULAN
Kehadiran agama Hindu ke Indonesia sekaligus juga menandai pergeseran besar dengan
berakhirnya zaman prasejarah Indonesia. Peralihan zaman prasejarah misalnya saja mulai
dikenalnya tulisan yang dibuktikan dari sejumlah prasasti yang ditemukan. Lalu, adanya
perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa
dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah.
Selain Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat, ada pula
Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah yang termasuk di antara Kerajaan Hindu awal yang didirikan
di wilayah Nusantara. Beberapa kerajaan Hindu kuno Nusantara yang menonjol adalah Mataram,
yang terkenal karena membangun Candi Prambanan yang megah, diikuti oleh Kerajaan Kediri dan
Singhasari.
Sejak itu agama Hindu bersama dengan Buddhisme menyebar di seluruh nusantara dan
mencapai puncak pengaruhnya pada abad ke-14. Kerajaan yang terakhir dan terbesar di antara
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha Jawa, Majapahit, menyebarkan pengaruhnya di seluruh
kepulauan Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
[2] Masliana, Perkembangan Agama Hindu Kaharingan di Desa Labuhan Kecamatan Batang Alay Selatan
HST, Skripsi (Banjarmasin: Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari, 2003), 1.
[3] Mirhan, Agama dan Beberapa Aspek Sosial (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014), 2.
[4] Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Pt Remaja Rosda. 2006), 119.
[5] Kementerian Agama RI, Toleransi Beragam Mahasiswa, (Jakarta: Malohan Jaya Abadi Press, 2010), 1.
[6] Departemen Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puskitbang Kehidupan Keagamaan : Kompilasi
Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Umat Beragama (Jakarta:Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, 2009), 20.
[7] Agama Hindu adalah agama pagan yang dianut oleh penduduk India. Agama ini telah melewati
perjalanan sangat panjang yang bermula dari abad ke-15 SM hingga kini. Sejatinya Hindu merupakan
sebuah agama yang memadukan nilai-nilai ruhani dan etika. Sami bin Abdul alMaghlouth, Atlas Agama-
Agama, (Jakarta Timur : Almahira) 2011, 483.
[8] Agama Hindu merupakan salah satu agama yang dianut oleh sebagian manusia di jagat raya ini.
Eksistensi agama ini masih ada sampai sekarang. Agama Hindu adalah suatu agama yang lahir dan
berkembang di India, jauh bearatus tahun sebelum Masehi. Dipandang dari sudut etnology (ilmu
bangsa-bangsa), penduduk asli yang disebut dengan bangsa Dravida dengan suku pendatang yang
berasal dari sebelah Utara, yaitu bangsa Arya yang merupakan rumpun dari Jerma yang di sebut juga
Indo Jerman. Jirhannuddin, Perbandingan Agama:Pengantar Studi Memahami Agama-Agama,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 2010, 63
[9] Antara 2000 dan 1000 tahun sebelum masehi masuklah ke India dari sebelah utara kaum “Arya”,
yang memisahkan diri dari kaum sebangsanya di Iran dan memasuki India melalui jurangjurang di
pegunungan, setelah datang ke India mereka menetap di dataran sungai Sindu yang pada zaman itu
masih sangat subur. A. G. Honig Jr, Ilmu Agama, (Jakarta: Pt BPK Gunung Mulia) 2005, 78.
[10] Gde Rudia Adiputra, Gita Saraswati : Mengenal Agama Hindu, (Banjarmasin: 1995), 9.
[12] I Gusti Made Ngurah dkk., Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi (Surabaya :
Paramita. 1998), 23.
[13] Sudrajat, Sejarah Indonesia Masa Hindu Budha,” Diktat Kuliah (Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial
UNY, 2012), 4
[14] Ita Syamtasiyah Ahyat, Kesultanan Banjarmasin Pada Abad ke-19, (Tangerang Selatan:Serat Alam
Media) 2012, 36.
https://www.asumsi.co/post/57847/perjalanan-agama-hindu-hingga-diakui-di-indonesia/