Anda di halaman 1dari 21

Refrat

SOLUSIO PLASENTA

Oleh:
Maldina Rianli
2011901025

Pembimbing
dr. Ratih Sari Putri Sp.OG

HALAMAN JUDUL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD BANGKINANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta
memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Refrat yang berjudul “Solusio Plasenta”. Shalawat beriringkan
salam kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga dan sahabatnya yang telah
membawa umat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing sehingga kami dapat mencapai tujuan pembelajaran dan
menyelesaikan laporan kasus ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan
kasus ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
masukan dari pembimbing ataupun dari rekan mahasiswa/i untuk kesempurnaan
pembuatan referat ini.

Dumai, 7 Juli 2021

Maldina Rianli
2011901025
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. 1


KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 5
2.1 Solutio Plasenta........................................................................................... 5
2.1.1 Definisi ...................................................................................................... 5
2.1.2 Klasifikasi .................................................................................................. 5
2.1.3 Etiologi ...................................................................................................... 5
2.1.4 Patofisiologi............................................................................................... 5
2.1.5 Manifestasi Klinis.................................................................................... 10
2.1.6 Penegakan Diagnosis............................................................................... 11
2.1.7 Komplikasi .............................................................................................. 14
2.1.8 Penatalaksanaan ...................................................................................... 18
2.1.9 Prognosis ................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 21

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Solusia plasenta atau disebut juga abruption placenta atau ablasio placenta
adalah separasi prematur premature plasenta dengan implantasi normalnya di uterus
(korpus uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir.
Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memunkinkan pengantaran
zat nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya
dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat.
Hebatnya perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 kelahiran. Intensitas
solusio plasenat sering bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat
pertolongan. Angka kematian perinatal sebesar 25%. Ketika angka lahir mati akibat
kausa lain telah berkurang secara bermakna, angka lahir mati akibat solusio
plasenta masih tetap ada.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa, oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar
dari melalui vagina hampir tidak ada atau tidak sebanding dengan perdarahan yang
berlangsung internal yang sangat banyak. Penyebab solusio plasenta tidak diketahui
dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit
yang diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah
makin bertambahnya usia ibu.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Solutio Plasenta


2.1.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum janin lahir¹.

2.1.2 Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus
marginalis), dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa
seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis).
Perdarahan yang terjadi dalam banyak keiadian akan merembes antara plasenta
dan miometrium untuk setemsnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan
akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan ke luar melalui vagina
(revealed hemorrhage). Akan tetapi, ada kalanya, walaupun jarang, perdarah
tersebut tidak keluar melalui vagina (concealed hemorrhage) jika:
• Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim.
• Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim.
• Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah
karenanya.
• Bagian terbawah janin umumnya kepala, menempel ketat pada segmen
bawah rahim.
Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran
klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio
plasenta ringan, solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat. Yang
ringan biasanya baru diketahui setelah plasenta lahir dengan adanya hematoma
yang tidak luas pada permukaan maternal atau ada rupture sinus marginalis.
Pembagian secara klinik ini baru definitive bila ditinjau retrospektif karena
solusio plasenta sifatnya berlangsung progresif yang berarti solusio plasenta

5
yang ringan bisa berkembang menjadi lebih berat dari waktu ke waktu. Keadaan
umum penderita bisa menjadi buruk apabila perdarahannya cukup banyak pada
kategori concealed hemorrhage.¹

Gambar 1. Perdarahan dari


Gambar 2. Solusio plasenta
solusio plasenta
total dengan perdarahan
tersembunyi dan kematian
janin

Gambar 3. Solusio plasenta


parsial dengan bekuan melekat

2.1.3 Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi.²
A. Faktor kardio reno vaskuler
Glomerulonephritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan
eklamsia. Pada penelitian ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada
separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya

6
hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta
cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.
B. Faktor trauma
o Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemelli
o Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau Tindakan pertolongan persalinan
o Trauma langsung, seperti jatuh, terkena tendangan, Riwayat urut dan
lain lain.
C. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer
mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45
kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara.
D. Faktor usia ibu
Dalam penelitian dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio
plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
E. Leimioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan
solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang
mengandung leiomyoma.
F. Faktor penggunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas
terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat
terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitive.
Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunaan kokain
dilaporkan berkisar 13-35%.
G. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio
plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok <1 bungkus perhari.
Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis,
diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.

7
Risiko terjadinya solusi plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu
merokok sampai terjadinya kehamilan.
H. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan Riwayat
solusio plasenta adalah bahwa risiko berulangnya kejadian ini pada
kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil
lainnya yang tidak memiliki Riwayat solusio plasenta sebelumnya.
I. Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada
vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya
kehamilan, dan lain-lain.²

2.1.4 Patofisiologi
Sesungguhnya solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses
yang bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis
plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi
perdarahan. Oleh karena itu patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada
trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah di desidua.²
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis)
yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat
menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau
dalam vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang
menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai
hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali
selapisan tipis yang tetap melekar pada miometrium. Dengan demikian, pada
tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang
bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada
bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum
ada gejala kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang baru
lahir. Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta
disebabkan oleh putusnya arteri spiralis dalam desidua. Hematoma
retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi

8
maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat
meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya
sehingga darah yang keluar merembes antara selaput ketuban dan miometrium
untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina (revealed bemorbage).
Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi mengandung tidak
mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteri spiralis yang terputus.
Walaupun jarang, terdapat perdarahn tinggal terperangkap di dalam uterus
(concealed hemorrhage).²
Terdapat beberapa keadaan yang secara teoritis dapat berakibat kematian
sel karena iskemia dan hipoksia pada desidua. (1) Pada pasien dengan
korioamnionitis, misalnya pada ketuban pecah premature, terjadi pelepasan
lipopolisakarida dan endotoksin lain yang berasal dari agensia yang infeksius
dan menginduksi pembentukan dan penumpukan sitokin, eisikanoid, dan
bahan-bahan oksidan lain seperti superoksida. Semua bahan ini mempunyai
daya sitotoksis yang menyebabkan iskemia dan hipoksia yang berujung dengan
kematian sel. Salah satu kerja sitotoksis dari endotoksin adalah terbenruknya
NOS (Nitric Oxide Synthase) yang berkemampuan menghasilkan NO (Nitric
Oxide) yaitu suatu vasodilator kuat dan penghambat agregasi trombosit.
Metabolisme NO menyebabkan pembentukan peroksinitrit suatu oksidan tahan
lama yang mampu menyebabkan iskemia dan hipoksia pada sel-sel endotelium
pembuluh darah. OIeh karena NO terlampaui oleh peradangan yang kuat, maka
sebagai hasil akhir terjadilah iskemia dan hipoksia yang menyebabkan kematian
sel dan perdarahan. Ke dalam kelompok penyakit ini termasuk autoimun
antibodi, antikardiolipin antibodi, lupus antikoagulan, semuanya telah lama
dikenal berakibat buruk pada keha- milan termasuk melatarbelakangi kejadian
solusio piasenta. (2) Kelainan genetik berupa defisiensi protein C dan protein S
keduanya meningkatkan pembentukan trombosis dan dinyatakan terlibat dalam
etiologi pre-eklampsia dan solusio plasenta. (3) Pada pasien dengan penyakit
trombofilia di mana ada kecenderungan pembekuan berakhir dengan
pembentukan trombosis di dalam desidua basalis yang mengakibatkan iskemia
dan hipoksia. (4) Keadaan hyperhomocysteinemia dapat menyebabkan

9
kerusakan pada endotelium vaskular yang berakhir dengan pembentukan
trombosis pada vena atau menyebabkan kerusakan pada arterta spiralis yang
memasok darah ke plasenta dan menjadi sebab lain dari solusio plasenta.
Pemeriksaan PA plasenta dari penderita hiperhomosisteinemia menunjukkan
gambaran patologik yang mendukung hiperhomosisteinemia sebagai faktor
etiologi solusio plasenta. Meningkatkan konsumsi asam folat dan piridoksin
akan mengurangi hiperhomosisteinemia karena kedua vitamin ini berperan
sebagai kofaktor dalam metabolisme metionin menjadi homosistein. Metionin
mengalami remetilasi oieh enzim metilentetrahidrofolat reduktase (MTHFR)
menjadi homosistein. Mutasi pada gen MTHFR mencegah proses remetilasi dan
menyebabkan kenaikan kadar homosistein dalam darah. Oleh sebab itu,
disarankan melakukan pemeriksaan hiperhomosisteinemia pada pasien solusio
plasenta yang penyebab lainnya tidak jelas. 5) Nikotin dan kokain keduanya
dapat menyebabkan vasokonstriksi yang bisa menyebabkan iskemia dan pada
plasenta sering dijumpai bermacam lesi seperti infark, oksidatif stres, apoptosis,
dan nekrosis, yang kesemuanya ini berpotensi merusak hubungan uterus dengan
plasenta yang berujung kepada solusio plasenta. Dilaporkan merokok berperan
pada 15% sampai 25% dari insiden solusio plasenta. Merokok satu bungkus per
hari menaikkan insiden menjadi 40%. ¹

2.1.5 Manifestasi Klinis


a. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga rupture sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak.
Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman
dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang
sifatnya terus menerus. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang
sifatnya terus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja
menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu
tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini
adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.1,2

10
b. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu perempat bagian, tetapi
belum dua pertiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan
lahan seperti solusi plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak
dengan gejala skait perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat
sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih
hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba
tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sukar
untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat. 1,2
c. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas dari dua pertiga permukaanya. Terjadi sangat tiba-
tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan
pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang
perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-
keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan
darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal. 1,2

2.1.6 Penegakan Diagnosis


Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, kontraksi tetanik pada
uterus, dan pada solusio plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung
janin pada pemeriksaan dengan KTG. Namun, adakalanya pasien datang
dengan gejala mirip persalinan prematur, ataupun datang dengan perdarahan
tidak banyak dengan perut tegang, tetapi janin telah meninggal. Diagnosis
definitif hanya bisa ditegakkan secara retrospekrif yaitu setelah partus dengan
melihat adanya hematoma retroplasenta. 1

11
A. Anamnesis
• Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat
menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
• Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan tiba-tiba (non-
recurrent) terdiri dari darah segar dan beku-bekuan darah yang berwarna
kehitaman.
• Pergerakan janin mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya
berhenti (janin tidak bergerak lagi)
• Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu
terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar
pervaginam.
• Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain. 1
B. Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi
o Pasien gelisah, sering mengerang kesakitan
o Pucat, sianosis dan berkeringat dingin
o Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu). 1
• Palpasi
o TFU tidak sesuai dengan usia kehamilan
o Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois
(wooden uterus) baik waktu his maupun diluar his.
o Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
o Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.1
• Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar
biasanya di atas 140, kemudian turun dibawah 100 dan akhirnya hilang
bila plasenta yang terlepas lebih dari satu pertiga bagian.1
• Pemeriksaan dalam
o Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup
o Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang,
baik sewaktu his maupun diluar his.

12
o Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta
ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus
placenta, ini sering meragukan dengan plasenta pervia.1
• Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam
keadaan syok. Nadi cepat dan kuat angkat lemah. 1
C. Pemeriksaan Laboratorium
• Darah: Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibronegenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation
Test) tiap 1 jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif
fibrinogen (kadar normalnya 150mg%).1
D. Pemeriksaan Plasenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan
cekung dibagian plasenta yang terlepas dan terdapat koagulum atau darah
beku yang biasanya menempel di belakang plasenta yang disebut
hematoma retroplacenter. 1
E. Pemeriksaan USG
• Terlihat daerah terlepasnya plasenta
• Janin dan kandung kemih ibu
• Darah
• Tepian plasenta
Pemeriksaan dengan ultrasonografi berguna untuk membedakannya
dengan plasenta previa, tetapi pada solusio plasenta pemeriksaan dengan
USG tidak memberikan kepastian berhubung kompleksitas gambaran
retroplasena yang normal mirip dengan gambaran perdarahan retroplasenta
pada solusio plasenta. Kompleksitas gambaran normal retroplasenta,
kompleksitas vaskular rahim sendiri, desidua dan mioma semuanya bisa
mirip dengan solusio plasenta dan memberikan hasil pemeriksaan positif
palsu. Di samping itu, solusio plasenta sulit dibedakan dengan plasenta itu

13
sendiri. Pemeriksaan ulang pada perdarahan baru sering bisa membantu
karena gambaran ultrasonografi dari darah yang telah membeku akan
berubah menumt waktu n-renjadi lebih ekogenik pada 48 jam kemudian
menjadi hipogenik dalam waktu 1 sampai 2 minggu.1
Penggunaan color Doppler bisa membantu diagnosis solusio plasenta di
mana tidak terdapat sirkulasi darah yang aktif padanya, sedangkan pada
kompleksitas lain, baik kompleksitas retroplasenta yang hiperekoik maupun
yang hipoekoik seperti mioma dan kontraksi uterus, terdapat sirkulasi darah
yang aktif padanya. Pada kontraksi uterus terdapat sirkulasi aktif di
dalamnya, pada mioma sirkulasi aktif terdapat iebih banyak pada bagian
perferi daripada di bagian tengahnya.1
Pulsed-wave Doppler dinyatakan tidak menjadi alat yang berguna untuk
menegakkan diagnosis solusio plasenta berhubung hasil pemeriksaan yang
tidak konsisten.
MRI bisa mendeteksi darah melalui deteksi methemogiobin, tetapi dalam
situasi darurat sepeni pada kasus solusio plasenta tidaklah merupakan
perangkat diagnosis yang tepat.
Alfa-feto-protein serum ibu (MSAFP) dan hCG serum ibu ditengarai bisa
melewati plasenta dalam keadaan di mana terdapat gangguan fisiologik dan
keutuhan anatomik dari plasenta. Peninggian kadar MSAFP tanpa sebab lain
yang meninggikan kadarnya terdapat pada solusio plasenta. Adapun sebab-
sebab lain yang dapat meninggikan MSAFP adalah kehamilan dengan
kelainan-kelainan kromosom, neural tube defect, juga pada perempuan yang
berisiko rendah terhadap kematian janin, hipertensi karena kehamilan,
plasenta previa, ancaman persalinan prematur, dan hambatan pertumbuhan
janin. Pada perempuan yang mengalami persalinan prematur dalam trimester
ketiga dengan solusio plasenta dijumpai kenaikan MSAFP dengan
sensitivitas 67 % bila tanpa perdarahan dan dengan sensitivitas 100 % bila
disertai perdarahan. Nilai ramal negatif (negative predictive value) pada
keadaan ini bisa mencapai 94% pada tanpa perdarahan dan 100% pada
perdarahan.

14
Uji-coba Kleihauer-Betke untuk mendeteksi darah atau hemoglobin janin
dalam darah ibu tidak merupakan uji-coba yang berguna pada diagnosis
solusio plasenta karena perdarah pada solusio plasenta kebanyakan berasal
dari belakang plasenta, bukan berasal dari ruang intervillus di mana darah
janin berdekatan sekali dengan darah ibu.1

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang
terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti
anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan
pembekuan darah, gagai ginjal mendadak, dan uterus Couvelaire di samping
komplikasi sindroma insufisiensi fungsi plasenta pada janin berupa angka
kematian perinatal yang ringgi. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa
penderita yang terhindar dari kematian setelah menderita syok yang
berlangsung lama yang menyebabkan iskemia dan nekrosis adenohipofisis
sebagai akibat solusio plasenta.1
Kematian janin, kelahiran premature dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah
menderita soiusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan
juga terjadi di mana proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti
tanpa dijelang oleh persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai
berikut. Hematoma retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan
tromboplastin ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja
mempercepat perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin yang
terbentuk dipakai untuk mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk
membentuk lebih banyak bekuan darah terutama pada solusio plasenta berat.
Melalui mekanisme ini apabila pelepasan tromboplastin cukup banyak dapat
menyebabkan terjadi pembekuan darah intravaskular yang luas
(disseminated intravascular coagulation) yang semakin menguras persediaan
fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain. Akibat lain dari pembekuan

15
darah intravaskular ialah terbentuknya plasmin dari plasminogen yang
dilepaskan pada setiap kerusakan jaringan. Karena kemampuan fibrinolisis
dari plasmin ini maka fibrin yang terbentuk dihancurkannya. Penghancuran
butir-butir fibrin yang terbentuk intravaskular oleh plasmin berguna untuk
menghancurkan bekuan-bekuan darah dalam pembuluh darah kecil dengan
demikian berguna mempertahankan keutuhan sirkulasi mikro. Namun, di
lain pihak penghancuran fibrin oleh plasmin memicu perombakan lebih
banyak fibrinogen menjadi fibrin agar darah bisa membeku. Dengan jalan ini
pada solusio plasenta berat di mana telah terjadi perdarahan melebihi 2.000
ml dapat dimengerti kalau akhirnya akan terjadi kekurangan fibrinogen
dalam darah sehingga persediaan fibrinogen lambat laun mencapai titik kritis
(<150 mg/100 ml darah) dan terjadi hipofibrinogenemia. Pada kadar ini telah
terjadi gangguan pembekuan darah (consumptive coagulopathy) yang secara
laboratoris terlihat pada memanjangnya waktu pembekuan melebihi 6 menit
dan bekuan darah yang telah terbentuk mencair kembali. Pada keadaan yang
lebih parah darah tidak mau membeku sama sekali apabila kadar fibrinogen
turun di bawah 100 mg%. Pada keadaan yang berat ini telah terjadi kematian
janin dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai kadar hancuran faktor-
faktor pembekuan darah dan hancuran fibrinogen meningkat dalam serum
mencapai kadar yang berbahaya yaitu di atas 100 g per ml. Kadar
fibrinogen normal 450 mg% turun menjadi 100 mg% atau lebih rendah.
Untuk menaikkan kembali kadar fibrinogen ke tingkat di atas nilai kritis
lebih disukai memberikan transfusi darah segar sebanyak 2.000 ml sampai
4.000 ml karena setiap 1.000 ml darah segar diperkirakan mengandung 2
gram fibrinogen. Kegagalan fungsi ginjal akut bisa terjadi apabila keadaan
syok hipovolemik yang berlama-lama terlambat atau tidak memperoleh
penanganan yang sempurna. Penyebab kegagalan fungsi ginjal pada solusio
plasenta belum jelas, tetapi beberapa faktor dikemukakan sebagai pemegang
peran utama dalam kejadian itu. Curahan jantung yang menurun dan
kekejangan pembuluh darah ginjal akibat tekanan intrauterina yang
meninggi keduanya menyebabkan perfusi ginjal menjadi sangat menurun

16
dan menyebabkan anoksia. Pembekuan darah intravaskular dalam ginjal
memberi kontribusi tambahan kepada pengurangan perfusi ginjal
selanjutnya. Penyakit hipertensi akut atau kronik yang sering bersama atau
bahkan sebagai penyebab solusio plasenta berperan memperburuk fungsi
ginjal pada waktu yang sama. Keadaan yang umum terjadi adalah nekrosis
tubulus-tubulus ginjal secara akut yang menyebabkan kegagalan fungsi
ginjal (acute tubular renal failure). Apabila korteks ginjal ikut menderita
anoksia karena iskemia dan nekrosis yang menyebabkan kegagalan fungsi
ginjal (acute cortical renal failure) maka prognosisnya sangat buruk karena
pada keadaan yang demikian angka kematian (case specific modiry rate) bisa
mencapai 60%. Transfusi darah yang cepat dan banyak serta pemberian infus
cairan elektrolit seperti larutan Ringer laktat dapat mengatasi komplikasi ini
dengan baik. Pemantauan fungsi ginjal melalui pengamatan diuresis dalam
rangka mengatasi oliguria dan uji coba fungsi ginjal iain sangat berperan
dalam menilai kemajuan penyembuhan. Pengeluaran urin 30 ml atau lebih
dalam satu jam menunjukkan perbaikan fungsi ginjal.1
Couvelaire dalam permulaan tahun 1900 menamakan komplikasi ini
apoplexie uteroplacentaire. Pada keadaan ini perdarahan retroplasenta
menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela serabut miometrium dan
bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan pengikat
ligamentum latum, ke bawah perisalping dan ke dalam ovarium bahkan bisa
mengalir sampai ke rongga peritonei. Keadaan miometrium yang telah
mengalami infiltrasi darah ini dilaporkan jarang mengganggu kontraksinya
sampai menjadi atonia yang bisa menyebabkan perdarahan berat
pascapersalinan. Keadaan uterus yang demikian kemudian disebut uterus
Couvelaire. Uterus Couvelaire yang tidak sangat berat masih dapat
berkontraksi dengan baik jika isinya telah keluar, dan akan berkontraksi jika
diberi oksitosin. Dengan perkataan lain, uterus Couvelaire umumnya tidak
akan menyebabkan perdarahan berat dalam kala tiga dan kala empat dan oleh
karena itu bukan semua uterus Couvelaire merupakan indikasi histerektomi.
1

17
Fungsi plasenta akan terganggu apabila peredaran darah ke plasenta
mengalami penurunan yang berarti. Sirkulasi darah ke plasenta menumn
manakala ibu mengalami perdarahan banyak dan akut seperti pada syok.
Peredaran darah ke plasenta juga menurun apabila telah terbentuk hematom
retroplasenta yang luas. Pada keadaan yang begini darah dari arteriola
spiralis tidak lagi bisa mengalir ke dalam ruang intervillus. Kedua keadaan
tersebut menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah janin yang berada
dalam kapiler vili berkurang yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia
janin. Sirkulasi darah ke plasenta juga menurun disertai penurunan rekanan
perfusi pada penderita hipertensi kronik atau preklampsia. Semua perubahan
tersebut sangar menurunkan permeabilitas plasenta yang punya kontribusi
besar dalam proses terjadinya sindroma insufisiensi fungsi plasenta yang
mengakibatkan gawat janin dan kematian janin tanpa terduga. Gawat janin
oleh hipoksia disebabkan oleh insufisiensi fungsi plasenta yang umumnya
sudah terjadi pada solusio plasenta sedang dan pada solusio plasenta berat
umumnya telah terjadi kematian janin.1

Fetal- to-Maternal Hemorrhage


Pada solusio plasenta perdarahan yang terjadi umumnya berasal dari
peredaran darah ibu. Namun, pada sekitar 20 % solusio plasenta terutama
bila solusio plasenta terjadi akibat trauma tumpul pada abdomen
menyebabkan kerusakan demikian rupa sampai sejumlah kapilar vili ikut
rusak dan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi janin masuk ke dalam
ruang intervillus dari plasenta untuk seterusnya masuk ke dalam sirkulasi
maternal.
Syok pada solusio plasenta diperkirakan terjadi akibat pelepasan
tromboplastin dari desidua dan plasenta masuk ke dalam sirkulasi maternal
dan mendorong pembentukan koagulasi intravaskular beserta gambaran
klinik lain sindroma emboli cairan ketuban termasuk hipotensi. 1

18
2.1.8 Penatalaksanaan
A. Solusio Plasenta Ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin
hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.2
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan.3
B. Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfuse darah, amnitomi, infus
oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.1
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah
harus segera diberikan. Amniotomy akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterine. Keluarnya cairan amnion juga dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan
faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya
pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat
dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki
kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.²

2.1.9 Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu
hamil dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta
previa. Solusio plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi
ibu dan janin karena tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio

19
plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap
janinnya karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi di samping
morbiditas ibu, yang lebih berat. Solusio plasenta berat mempunyai
prognosis paling buruk baik terhadap ibu lebih-lebih terhadap janinnya.
Umumnya pada keadaan yang demikian janin telah mati dan mortalitas
maternal meningkat akibat salah satu komplikasi. Pada solusio plasenta
sedang dan berat prognosisnya juga bergantung pada kecepatan dan
ketepatan bantuan medik yang diperoleh pasien. Transfusi darah yang
banyak dengan segera dan terminasi kehamilan tepat waktu sangat
menurunkan morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal.1

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, dkk. 2013. Obstetri Williams Volume 1 Edisi 23.
Jakarta: EGC
2. Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3. WHO. Managing Complication in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO,
2003.

21

Anda mungkin juga menyukai