Anda di halaman 1dari 38

TB3002 LABORATORIUM TEKNOLOGI BIOENERGI DAN KEMURGI

SEMESTER II - 2022/2023

MODUL FEB

(FERMENTASI BIOETANOL)

LAPORAN SINGKAT

Oleh: Kelompok TB.2223.B2.05

Resti Maulani (14520008)

Rondonuwu, Angelica Aprillia (14520022)

Pembimbing:

Elvi Restiawaty, S.T., P.D.Eng., Ph.D.

PROGRAM STUDI TEKNIK BIOENERGI DAN KEMURGI


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2023
ABSTRAK

Konsumsi BBM di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 680.000 barel per hari, namun
ketersediaan sumber bahan bakar fosil di alam semakin menipis. Untuk mengatasi hal
tersebut, perlu ada pengembangan bahan bakar alternatif yang renewable dan ramah
lingkungan, salah satunya bioetanol, yang dihasilkan dari fermentasi biomassa
menggunakan bantuan mikroorganisme. Saccharomyces cerevisiae merupakan jenis
mikroorganisme yang paling banyak digunakan, karena banyak ditemukan di alam,
memiliki ketahanan hidup tinggi, serta dapat menghasilkan alkohol dalam jumlah tinggi.
Pada percobaan modul Fermentasi Bioetanol (FEB) ini, fermentasi dilakukan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae pada temperatur 40°C serta 100 rpm dengan
variasi konsentrasi glukosa 10% dan glukosa 20%. Sampel hasil fermentasi diambil
setiap 3 jam sekali selama 24 jam untuk dianalisis laju produksi etanol, laju konsumsi
glukosa, serta laju pertumbuhan biomassa. Dari percobaan yang telah dilakukan didapat
laju produksi etanol untuk variasi glukosa 10% dan glukosa 20% berturut-turut yaitu
0,0179 dan 0,0257 (v/v)/jam. Laju konsumsi glukosa untuk variasi glukosa 10% dan
20% berturut-turut yaitu 0,01476 g/mL/jam dan 0,02435 g/mL/jam. Serta laju
pertumbuhan biomassa untuk variasi glukosa 10% dan 20% berturut-turut yaitu 11,97%
dan 13,83%.

Kata kunci: etanol, glukosa, biomassa, fermentasi, konsentrasi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan produksi serta industri yang semakin meningkat menyebabkan


semakin tingginya tingkat kebutuhan energi termasuk konsumsi BBM. Diperkirakan,
konsumsi BBM di Indonesia pada tahun 2023 mencapai 680.000 barel per hari
(konsultan Rystad Energy, 2023). Berkebalikan dengan hal tersebut, ketersediaan sumber
bahan bakar fosil di alam semakin menipis. Hal ini membawa Indonesia menuju
persoalan energi yang serius. Maka, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi energi dalam
negeri, perlu ada pengembangan bahan bakar alternatif yang renewable dan ramah
lingkungan, salah satunya yaitu bioetanol.

Bioetanol merupakan etanol yang dihasilkan dari fermentasi biomassa


menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan baku bioetanol dapat berupa bahan
berpati (amilum), bahan bergula, dan bahan berselulosa. Jenis mikroorganisme yang
paling banyak digunakan yaitu Saccharomyces cerevisiae, karena banyak ditemukan di
alam, memiliki ketahanan hidup tinggi, serta dapat menghasilkan alkohol dalam jumlah
tinggi (Jeffries dan Jin, 2000). Oleh karena itu, percobaan pada modul Fermentasi
Bioetanol (FEB) ini menggunakan bahan baku berupa gula dengan bantuan
Saccharomyces cerevisiae.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan Modul FEB ini adalah sebagai berikut.


1. Menentukan keberadaan etanol pada hasil fermentasi secara kualitatif;
2. Menentukan jumlah glukosa yang terkonsumsi tiap waktu; dan
3. Menentukan laju pertumbuhan spesifik maksimum biomassa.

1.3 Sasaran Percobaan

Sasaran dari percobaan Modul FEB ini adalah sebagai berikut.


1. Membuat kurva baku glukosa;
2. Membuat kurva baku biomassa;
3. Melakukan analisis etanol secara kualitatif menggunakan uji iodin;
4. Membuat kurva pertumbuhan biomassa; dan
5. Membuat kurva konsumsi glukosa.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam percobaan Modul Fermentasi Bioetanol
(FEB) yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.1 Daftar alat dan bahan percobaan modul FEB

Alat Bahan

Sterilisasi Alat

1 Autoclave H2O
12 tabung reaksi
12 erlenmeyer
2 jarum ose
2 mikropipet
2 batang pengaduk
12 glass beaker

Media Ekstrak Cair

Neraca analitik Ekstrak ragi


Labu ukur 250 mL Pepton
Erlenmeyer 250 mL Ekstrak malt
Hotplate ZnSO4.7H2O 0,01 g/L
magnetic stirrer MgSO4.7H2O 0,05 g/L
Kapas minyak KH2PO4 0,05 g/L
Aqua dm

Perbanyak Saccharomyces cerevisiae

Kultur Saccharomyces cerevisiae


Media agar miring

Pembuatan Saccharomyces cerevisiae

1 Autoclave Glukosa
1 pipet volume 20 mL Media ekstrak cair
1 jarum ose 3 ose kultur Saccharomyces cerevisiae
1 erlenmeyer 200 mL
1 shaker
1 kapas minyak
Tali
Kertas reuse
Fermentasi

Erlenmeyer Glukosa
pH meter Inokulum
Kapas minyak HCl 1 M
Gelas ukur
Shaker
Gelas ukur 10 mL

Kurva Baku Saccharomyces cerevisiae

Spektrofotometer Inokulum
Labu ukur 10 mL Aquadest
Tabung reaksi
Falcon tube
Centrifuge

Kurva Baku Bioetanol

1 spektrofotometer Larutan standar etanol 99,5%


1 labu takar 25 mL Na₂Cr₂O₇
Cawan conway H₂SO₄
Tabung reaksi 100 mL Aquadest
Tabung reaksi 500 mL
Labu takar 10 mL

Analisa Kadar Glukosa

1 gelas ukur 10 mL Acetonitrile


1 gelas ukur 500 mL H2O
1 gelas beaker 1000 mL Glukosa standar
1 botol kaca coklat 1000 mL Larutan hasil fermentasi
4 labu ukur 10 mL
1 HPLC
8 vial
8 microtube
2.2 Skema Alat

Set alat yang digunakan dalam percobaan Modul Fermentasi Bioetanol (FEB) ini
yaitu sebagai berikut.

2.2.1 Skema Alat Incubator Shaker

Gambar 2.2.1 Skema alat incubator shaker


(Sumber: https://shopee.co.id/)

2.2.2 Skema Alat Sentrifugasi

Gambar 2.2.2 Skema alat sentrifugasi


(Sumber: http://batavialab.com/ dan https://www.kompas.com/)
2.2.3 Skema Alat Spektrofotometer

Gambar 2.2.3 Skema alat spektrofotometer


(Sumber: https://wanibesak.wordpress.com/ dan https://farmasiindustri.com/)

2.2.4 Skema Alat HPLC

Gambar 2.2.4 Skema alat HPLC


(Sumber: https://farmasiindustri.com/)

2.2.5 Skema Alat Autoclave

Gambar 2.2.4 Skema alat HPLC


(Sumber: https://devilsbats.blogspot.com)
2.3 Prosedur Percobaan

2.3.1 Sterilisasi Alat

1. Alat-alat seperti tabung reaksi, jarum ose, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur
menggunakan autoclave selama 15 menit pada temperatur 120℃.

2.3.2 Pembuatan Media Cair

1. Labu erlenmeyer dan hot plate disiapkan.


2. Ragi dan pepton ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer.
3. Ragi dan pepton dilarutkan dengan aqua dm.
4. Labu erlenmeyer dipanaskan dengan hot plate, hingga larutan homogen.
5. Labu erlenmeyer ditutup dengan kapas minyak, dilapisi kertas, dan diikat
dengan tali.
6. Labu erlenmeyer disterilisasi menggunakan autoclave.
7. Langkah 1-6 diulangi untuk membuat larutan glukosa

2.3.3 Pembuatan Inokulum

1. Larutan glukosa dan medium cair disiapkan.


2. Larutan gula ditambahkan ke dalam medium cair secara aseptik.
3. Jarum ose disiapkan dan disterilisasi menggunakan api spirtus.
4. Mikroba dari agar miring ditambahkan ke dalam medium cair yang telah
ditambahkan glukosa menggunakan jarum ose sebanyak tiga kali secara
aseptik.
5. Labu erlenmeyer kembali ditutup menggunakan kapas minyak, dilapisi kertas,
lalu diikat dengan tali.
6. Inokulum diaduk di dalam incubator shaker selama 15 jam dengan putaran
100 rpm pada suhu 30°C.

Catatan : Sebelum dan sesudah penambahan pembuatan inokulum, ujung labu


erlenmeyer dan tabung reaksi dipanaskan dengan api bersumber
spritus.

2.3.4 Pembuatan Kurva Baku Biomassa

1. Tabung falcon kosong disiapkan, lalu diberi label, dan diukur massanya.
2. Sisa larutan inokulum diambil dan diencerkan dengan enam variasi
pengenceran dalam tabung reaksi.
3. Larutan inokulum dimasukkan ke dalam kuvet untuk diukur absorbansinya
dengan panjang gelombang 600 nm menggunakan spektrofotometer (hasil
Absorbansi harus berada dalam rentang 0,2-0,8 A).
4. Larutan inokulum dimasukkan ke dalam tabung falcon dan disentrifugasi pada
6000 rpm selama 20 menit.
5. Fasa berat dipisahkan dari fasa ringan dan dikeringkan menggunakan oven
untuk dikeringkan untuk memperoleh sel kering.
6. Sel kering yang dihasilkan ditimbang untuk memperoleh berat sel kering.
7. Data absorbansi dan konsentrasi inokulum dialurkan untuk memperoleh kurva
baku biomassa.

2.3.5 Pembuatan Medium Fermentasi

1. Yeast extract, pepton, dan aqua DM disiapkan dan dicampurkan ke dalam labu
erlenmeyer sambil dipanaskan menggunakan hot plate.
2. Glukosa dan air disiapkan dan dicampurkan menurut konsentrasi yang telah
ditentukan untuk membuat larutan gula dengan volume yang sebanding
dengan volume medium fermentasi yang telah dibuat, sambil dilakukan
dengan pemanasan menggunakan hot plate.
3. Kedua labu erlenmeyer masing-masing ditutup dengan kapas minyak, bagian
atasnya dilapisi kertas, dan diikat dengan tali.
4. Medium disterilisasi menggunakan autoclave pada temperatur 121°C tekanan
15 psi selama 10 menit.
5. Medium yang telah disterilisasi disimpan pada suhu ruang selama 24 jam
untuk memastikan ada atau tidaknya kontaminan pada medium fermentasi
(ditandai dengan terbentuknya endapan). Jika terdapat endapan, maka
pembuatan medium harus diulang.

2.3.6 Tahap Fermentasi

1. Media cair, larutan glukosa, dan inoculum disiapkan dan dicampurkan dengan
rasio 1:1 secara aseptik pada suatu wadah fermentor.
2. Inokulum ditambahkan sebanyak 10% terhadap volume medium fermentasi
yang telah ditambahkan larutan glukosa
3. Labu erlenmeyer ditutup menggunakan kapas minyak dan diaduk
menggunakan incubator shaker pada temperatur 30°C, kecepatan pengadukan
100 rpm, dan dengan waktu 24 jam.
4. Sampel diambil setiap 3 jam sebanyak 1 mL pada 6 microtube menggunakan
mikro pipet secara aseptis, kemudian diencerkan untuk dianalisis
pertumbuhan mikroba, kadar etanol, dan kadar glukosanya.
5. Sampel yang diperoleh disentrifugasi.
6. Fasa supernatan yang diperoleh dari proses sentrifugasi disimpan pada lemari
es untuk kemudian dianalisis.
2.3.7 Analisis Pertumbuhan Sel

1. Sampel diambil dari fermentor sebanyak 1 mL, lalu diencerkan dengan


pengenceran 10 kali.
2. Sampel dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 600 nm.
3. Data absorbansi yang diperoleh dikonversi menjadi konsentrasi menggunakan
persamaan yang didapat dari kurva baku biomassa.
4. Konsentrasi biomassa dilakukan terhadap waktu pengambilan sampel untuk
memperoleh kurva pertumbuhan biomassa.

2.3.8 Pembuatan Kurva Baku Etanol

1. Sebanyak 15 gram kalium dikromat dilarutkan ke dalam 50 mL asam sulfat 5


M untuk membuat larutan reagen K₂Cr₂O₇.
2. Enam buah variasi konsentrasi larutan standar etanol dibuat di tabung reaksi
3. Larutan standar ditambahkan reagen Jones dan dipanaskan hingga mengalami
perubahan warna menjadi kebiru-biruan.
4. Masing-masing larutan standar dan blanko dimasukkan ke dalam kuvet untuk
dianalisis menggunakan spektrofotometri UV - Vis pada panjang gelombang
578 nm.
5. Kurva baku etanol dibuat dari hasil absorbansi yang diperoleh.

2.3.9 Analisis Kuantitatif Etanol

1. Fasa ringan sampel disiapkan dan ditambahkan reagen K₂Cr₂O₇ sambil


dilakukan pemanasan.
2. Sampel dimasukkan ke dalam kuvet dan dianalisis dengan spektrofotometri.
3. Data absorbansi yang diperoleh dikonversi menjadi data konsentrasi etanol
dengan menggunakan kurva baku etanol.

2.3.10 Pembuatan Kurva Baku Glukosa dan Analisis Kuantitatif Glukosa

2.3.10.1 Persiapan Fasa Gerak HPLC

1. Larutan asetonitril serta aquades disiapkan dan difiltrasi


menggunakan kertas saring. Untuk mempercepat proses filtrasi,
digunakan alat pembuat vakum.
2. Asetonitril dan air dicampurkan dengan perbandingan 70:30 (v:v),
lalu dibuat homogen.
3. Fasa gerak yang telah difiltrasi dipisahkan sebanyak 100 mL dari 1
L untuk digunakan sebagai pelarut sampel.

2.3.10.2 Persiapan Sampel Hasil Fermentasi

1. Sampel hasil fermentasi disiapkan, disentrifugasi, lalu disaring


dengan filter.
2. Sampel dilarutkan dengan fasa gerak asetonitril 70%-v/v dengan
perbandingan 1 gram sampel per 10 mL fasa gerak.
3. Glukosa disiapkan dan dilarutkan dengan asetonitril 70%-v/v
dengan variasi konsentrasi glukosa berada di angka antara 0,2-1
gram sampel per 10 mL fasa gerak.
4. Larutan sampel masing-masing difiltrasi menggunakan filter 0,22
µm.
5. Larutan dimasukkan ke dalam syringe dan kembali dipasang filter
0.22 µm.
6. Larutan dimasukkan ke dalam vial hingga tingginya menyentuh
garis ketiga.

2.3.10.3 Persiapan HPLC

1. Instrumen alat HPLC dinyalakan, kemudian, folder dan detektor


yang akan digunakan ditentukan.
2. Valve dibuka untuk mengalirkan aquades yang telah difiltrasi agar
pompa dapat dibersihkan.
3. Pompa dibersihkan dengan aquades pada laju 5 mL/menit selama
2 menit dengan ramp time selama 2 menit.
4. Valve ditutup setelah pembersihan dan aquades dialirkan ke
detektor dengan laju 0,6 mL/menit.
5. Detektor dibilas dengan air selama minimal 30 menit.
6. Kolom HPLC dipasang dengan posisi yang tepat. Bagian bawah
dipasang terlebih dahulu agar kebocoran dapat diantisipasi.
7. Pompa dibilas pada laju 5 mL/menit selama 2 menit dengan
mengalirkan fasa gerak yang telah difiltrasi.
8. Instrument method yang sudah ditentukan dipilih dan di-set up.
9. Pada bagian kolom dialirkan fasa gerak selama 30 menit.
10. Vial yang telah diisi dengan sampel dimasukkan ke dalam tray alat
HPLC.
11. Seluruh sampel dianalisis dengan menggunakan HPLC hingga
konsentrasi glukosa pada tiap sampel dapat ditentukan.
2.4 Diagram Alir Percobaan

2.4.1 Sterilisasi Alat


2.4.2 Pembuatan Media Cair
2.4.3 Pembuatan Inokulum
2.4.4 Pembuatan Kurva Baku Biomassa
2.4.5 Pembuatan Medium Fermentasi
2.4.6 Tahap Fermentasi
2.4.7 Analisis Pertumbuhan Sel

2.4.8 Pembuatan Kurva Baku Etanol


2.3.9 Analisis Kuantitatif Etanol

2.4.10 Pembuatan Kurva Baku Glukosa dan Analisis Kuantitatif Glukosa

2.4.10.1 Persiapan Fasa Gerak HPLC


2.4.10.2 Persiapan Sampel Hasil Fermentasi
2.3.10.3 Persiapan HPLC
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, fermentasi dilakukan dengan mikroorganisme berupa Saccharomyces


cereviceae. Percobaan dilakukan dengan variasi pada bahan fermentasi, yaitu glukosa 10%
dan glukosa 20%. Fermentasi dilakukan di dalam incubator shaker pada 100 rpm 40°C
selama 24 jam. Kemudian, sampel hasil fermentasi diambil setiap 3 jam sekali selama 24 jam
untuk dianalisis produksi etanol, konsumsi glukosa, serta pertumbuhan biomassanya.
3.1 Analisis Etanol
Larutan standar etanol untuk kurva baku etanol dibuat dengan enam faktor pengenceran
per 10 mL larutan etanol-air. Setelah itu, larutan standar ditambahkan 20 tetes reagen
Jones sebanyak 20 tetes dan dipanaskan menggunakan hot plate hingga warnanya
menjadi kebiruan. Selanjutnya, larutan dianalisis menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 578 nm. Dari percobaan yang telah dilakukan, didapat kurva baku
etanol dengan persamaan y=5642x yang dapat dilihat pada Gambar C.1 pada lampiran.
Selanjutnya, sampel hasil fermentasi disentrifugasi. Fasa ringan yang dihasilkan
kemudian ditambahkan reagen Jones dan dianalisis nilai absorbansinya menggunakan
spektrofotometer. Nilai absorbansi yang didapat kemudian dikonversi menjadi
konsentrasi menggunakan persamaan kurva baku etanol yang telah didapat sebelumnya.
Kurva produksi etanol terhadap waktu fermentasi dapat dilihat pada Gambar 3.1.2
berikut.

Gambar 3.1 Kurva produksi etanol terhadap waktu fermentasi

Secara keseluruhan, kurva di atas menunjukkan konsentrasi etanol meningkat seiring


berjalannya fermentasi. Selama proses fermentasi, Saccharomyces cereviceae
menghasilkan enzim yang memecah gula menjadi senyawa yang lebih sederhana, yaitu
etanol, sesuai dengan reaksi berikut.
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
Hingga jam ke-24, kurva masih terus meningkat. Hal ini berarti, nutrisi berupa glukosa
yang dibutuhkan pada proses fermentasi masih tersedia, sehingga etanol masih terus
diproduksi. Jika dilihat, produksi etanol pada variasi glukosa 20% lebih tinggi dibanding
dengan variasi glukosa 10%. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi glukosa yang tersedia
selama proses fermentasi, substrat yang dapat diubah menjadi energi dan bahan baku
untuk memproduksi etanol juga semakin tinggi. Sehingga jumlah glukosa yang
digunakan berbanding lurus dengan laju produksi etanol. Laju produksi etanol pada
variasi glukosa 10% dan glukosa 20% berturut-turut yaitu 0,0179 dan 0,0257 (v/v)/jam.
Sedangkan, perolehan etanol untuk variasi glukosa 10% dan glukosa 20% berturut-turut
yaitu 7,6% dan 8,75%.

3.2 Analisis Glukosa


Analisis konsumsi glukosa dilakukan dengan menggunakan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Mula-mula sampel diambil sebanyak 6 ml kemudian
diencerkan dengan aqua DM hingga 12 mL. Sampel kemudian disentrifugasi selama 20
menit pada 6000 rpm. Fasa cair dari sampel diambil sebanyak 0,1 ml untuk kemudian
diencerkan sebanyak 2 kali dengan aqua DM dan terakhir diencerkan menggunakan
asetonitril (CH₃CN). Masing-masing sampel diencerkan dengan pengenceran 100.000
kali bagi sampel dengan kadar glukosa 10% dan pengenceran 200.000 kali bagi sampel
dengan kadar glukosa 20%. Pengenceran pertama dilakukan dengan menambahkan 100
mL aqua DM, kemudian dari hasil pengenceran pertama diambil 1 mL untuk diencerkan
kembali menggunakan aqua DM hingga 5 mL untuk kadar glukosa 10%, sedangkan
untuk sampel dengan kadar glukosa 20% aqua DM ditambahkan hingga 10 mL.
Pengenceran terakhir dilakukan dengan menambahkan 9 ml asetonitril pada 1 ml sampel
hasil pengenceran kedua. Hasil pengenceran terakhir dimasukan ke dalam vial untuk
dianalisis menggunakan HPLC. Berikut adalah grafik konsumsi glukosa pada sampel
dengan kadar glukosa 10%

Gambar 3.2 Kurva Konsumsi Glukosa


Dari hasil analisis HPLC, ditemukan bahwa glukosa pada sebagian besar sampel tidak
dapat terbaca oleh alat. Hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor pengenceran yang
terlalu besar sehingga glukosa pada sampel tidak dapat terbaca. Namun, dapat dilihat
pada kurva di atas bahwa konsentrasi glukosa akan semakin menurun. Konsentrasi
glukosa akan semakin menurun seiring dengan berjalannya fermentasi dikarenakan
glukosa terkonsumsi oleh yeast untuk pertumbuhan dan memproduksi bioetanol. Melalui
proses metabolisme, yeast akan mengubah glukosa menjadi etanol dan karbon dioksida.
Pada akhir fermentasi, konsentrasi glukosa akan semakin menurun sehingga laju
konsumsi glukosa akan semakin melambat dan berhenti ketika seluruh glukosa telah
terkonsumsi. Semakin tinggi konsentrasi awal glukosa pada sampel maka konsentrasi
glukosa dalam sampel pada setiap waktu akan lebih tinggi. Dari data yang kami peroleh,
laju konsumsi glukosa pada variasi konsentrasi glukosa awal 10% dan 20%
berturut-turut adalah 0,014764 g/mL/jam dan 0,024354 g/mL/jam.

3.3 Analisis Biomassa


Kurva baku biomassa dibuat dengan enam variasi larutan standar inokulum. Keenam
larutan standar tersebut kemudian disentrifugasi selama 20 menit pada 6000 rpm. Fasa
supernatan yang terbentuk dianalisis nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 600 nm. Sedangkan, fasa bawah yang tersisa dikeringkan,
dan massa sel kering ditimbang untuk didapat konsentrasinya. Nilai absorbansi dan
konsentrasi kemudian dialurkan ke dalam kurva baku biomassa yang dapat dilihat pada
Gambar C.3 pada lampiran.
Selanjutnya, analisis biomassa dilakukan terhadap hasil fermentasi menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Nilai absorbansi yang didapat
kemudian dikonversi menjadi konsentrasi dengan kurva baku yang telah dibuat
sebelumnya. Kurva pertumbuhan biomassa selama waktu fermentasi dapat dilihat pada
Gambar 3.3 berikut.

Gambar 3.3 Kurva pertumbuhan biomassa terhadap waktu fermentasi

Dapat dilihat pada kurva di atas, konsentrasi biomassa selama proses fermentasi terus
meningkat. Menurut Black (2012), mikroorganisme yang berada pada medium kaya akan
nutrisi akan mengalami empat fasa pertumbuhan, yaitu fasa lag, fasa logaritmik, fasa
stasioner, dan fasa kematian. Dari Gambar 3.3, terlihat pertumbuhan biomassa pada jam
ke-15 mulai mengalami fasa logaritmik, di mana biomassa mengalami pertumbuhan
dengan sangat cepat. Adapun, hingga jam ke-24, biomassa masih terus mengalami
pertumbuhan, sehingga fasa stasioner dan fasa kematian pada percobaan ini masih belum
terlihat.

Laju pertumbuhan biomassa pada variasi glukosa 10% lebih lambat dibanding dengan
variasi glukosa 20%. Hal ini sejalan dengan teori bahwa fermentasi dipengaruhi oleh
glukosa yang merupakan nutrisi baik bagi pertumbuhan biomassa. Semakin tinggi
konsentrasi glukosa yang tersedia pada medium fermentasi, semakin cepat juga laju
pertumbuhan biomassa. Laju pertumbuhan biomassa secara keseluruhan pada variasi
glukosa 10% dan glukosa 20% berturut-turut yaitu 0,08227 dan 0,08310 g/mL.
Sedangkan, perolehan biomassa untuk variasi glukosa 10% dan glukosa 20%
berturut-turut yaitu 11,97% dan 13,83%.

3.4 Perbandingan dengan Literatur

Sebagai perbandingan, digunakan hasil percobaan Chang (2017). Dengan kandungan


medium berupa 10 g/L glukosa, 5 g/L pepton, 3 g/L malt, dan 3 g/L ragi, serta
temperatur operasi 30°C. Fermentor yang digunakan sebesar 5L dengan volume kerja 3
L. Selain itu, pH awal fermentasi sebesar 6, sedangkan pada percobaan ini, pH awal
fermentasi yang terukur yaitu 5. Kurva pertumbuhan biomassa, konsumsi glukosa, dan
produksi etanol hasil percobaan Chang dengan variasi glukosa 10% dan glukosa 18%
dapat dilihat pada Gambar A.1 dan Gambar A.2.

Pada hasil percobaan Chang, glukosa masih terus terkonsumsi hingga lebih dari 24 jam.
Begitu juga dengan etanol dan biomassa. Semakin banyak glukosa yang dikonsumsi,
semakin banyak juga etanol dan biomassa yang terbentuk. Selain itu, biomassa masih
mengalami fase pertumbuhan saat jam ke-24, dan mulai mengalami fase stasioner
setelah lebih dari 24 jam. Maka, hasil percobaan kami sesuai dengan hasil percobaan
Chang.

Namun, terdapat perbedaan antara data percobaan dengan data hasil percobaan Chang
pada nilai perolehan etanol. Perolehan etanol dari hasil percobaan Chang pada variasi
glukosa 10% dan glukosa 18% sekitar 20% (v/v). Sedangkan, dari data percobaan,
perolehan etanol tidak sampai 10%, yaitu 7,6% dan 8,5%. Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan kondisi operasi saat fermentasi, maupun kesalahan saat pengambilan sampel
yang kurang aseptis sehingga biomassa kurang efektif dalam memproduksi etanol. Kurva
pertumbuhan biomassa dan konsumsi glukosa dari hasil percobaan dapat dilihat pada
Gambar 3.4 berikut.

Gambar 3.4 Kurva pertumbuhan biomassa dan konsumsi glukosa


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal


sebagai berikut.
1. Perolehan etanol pada variasi glukosa 10% dan glukosa 20% berturut-turut yaitu
7,6% dan 8,75%.
2. Laju konsumsi glukosa pada variasi glukosa 10% dan glukosa 20% berturut-turut
yaitu 0,01476 g/mL/jam dan 0,024354 g/mL/jam.
3. Laju pertumbuhan biomassa pada variasi glukosa 10% dan glukosa 20%
berturut-turut yaitu 0,000284 dan 0,000405 g/mL.
4.2 Saran

Berikut beberapa saran yang dapat diterapkan untuk percobaan Modul Fermentasi
Bioetanol (FEB) selanjutnya.

1. Pada saat pembuatan medium, ketika ingin melarutkan glukosa dengan air,
usahakan melakukan hal tersebut langsung di atas hot plate yang telah panas, dan
larutan segera diaduk, agar tidak terlalu keras.
2. Saat melakukan analisis menggunakan HPLC, sebaiknya dilakukan uji terlebih
dahulu apakah dengan faktor pengenceran tersebut glukosa dapat terbaca oleh alat.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, S.H., Lin, Y.H., Huang, S.T., Huang, C.C., Teng, W.L., Yu, C.C., and Lay, J.J. (2017).
Enhancement of the Efficiency of Bioethanol Production by Saccharomyces
cerevisiae via Gradually Batch-Wise and Fed-Batch Increasing the Glucose
Concentration. Energies, 6(9), pp.4719-4733.
Dora, Grace El. (2023). Impor BBM Indonesia 2023 Kemungkinan Akan Lampaui Rekor
2022. Diakses 8 Maret 2023 dari
https://investor.id/business/320645/impor-bbm-indonesia-2023-kemungkinan-akan-la
mpaui-rekor-2022.
Irvan, et al.. (2016). Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan
Bioetanol Dari Biji Cempedak (Artocarpus champeden spreng). Jurnal Teknik Kimia
USU. 5(2). 21-26.
Jayus, et al.. (2016). Produksi Bioetanol Oleh Saccharomyces cerevisiae FNCC 3210 Pada
Media Molases Dengan Kecepatan Agitasi Dan Aerasi Yang Berbeda. Jurnal
Agroteknologi. 10(02). 184-190.
Rozi, Yulian. (2017) Produksi Etanol Oleh Saccharomyces Cerevisiae Dengan Pretreatment
Menggunakan Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Rosco.). Universitas Atma Jaya
Yogyakarta: Yogyakarta.
Widyanti & Moehadi. (2018). Proses Pembuatan Etanol Dari Gula Menggunakan
Saccharomyces Cerevisiae Amobil. METANA. 12(2). 31-38.
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR

A.1 Kurva Konsumsi Glukosa, Pertumbuhan Biomassa, dan Produksi Etanol Menurut
Literatur (Variasi Glukosa 10%)

Gambar A.1 Kurva konsumsi glukosa, pertumbuhan biomassa, dan produksi etanol dengan
konsentrasi glukosa awal 10%
A.2 Kurva Konsumsi Glukosa, Pertumbuhan Biomassa, dan Produksi Etanol Menurut
Literatur (Variasi Glukosa 18%)

Gambar A.2 Kurva konsumsi glukosa, pertumbuhan biomassa, dan produksi etanol dengan
konsentrasi glukosa awal 18%
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN

B.1 Perhitungan Konsentrasi Etanol

Berdasarkan kurva pada Gambar C.1, persamaan kurva baku etanol yaitu 𝑦 = 0, 5642𝑥.
Maka, konsentrasi etanol dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖
[𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙] = 0,5642
× 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

Contoh perhitungan konsentrasi etanol pada jam ke-24 variasi glukosa 20% yaitu sebagai
berikut.
0,53315
[𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙] = 0,5642
×1

[𝐸𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙] = 0, 9450 (𝑣/𝑣)

B.2 Perhitungan Konsentrasi Glukosa

Berdasarkan kurva pada Gambar C.2, persamaan kurva baku glukosa yaitu
𝑦 = 821220𝑥. Maka, konsentrasi glukosa dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut.
𝐴𝑟𝑒𝑎
[𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎] = 821220

Contoh perhitungan konsentrasi glukosa pada jam ke-24 variasi glukosa 20% yaitu
sebagai berikut.
1785
[𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎] = 821220

[𝐺𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎] = 0, 00217 𝑔/𝑚𝐿

B.3 Perhitungan Konsentrasi Biomassa

Berdasarkan kurva pada Gambar C.2, persamaan kurva baku biomassa yaitu
𝑦 = 0, 0052𝑥. Maka, konsentrasi biomassa dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut.
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖
[𝐵𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎] = 0,0052
× 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

Contoh perhitungan konsentrasi biomassa pada jam ke-24 variasi glukosa 20% yaitu
sebagai berikut.
0,4417
[𝐵𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎] = 0,0052
×4

[𝐵𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎] = 0, 00919 𝑔/𝑚𝐿

B.4 Perhitungan Laju Konsumsi Glukosa

Laju konsumsi glukosa dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.


[𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙]−[𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟]
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 = 𝑡
×1000

Contoh perhitungan laju konsumsi glukosa pada variasi glukosa 20% yaitu sebagai
berikut.
0.00223−0.00217
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 = 24
×1000

𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎 = 0, 02434 𝑔/𝐿/𝑗𝑎𝑚

B.5 Perhitungan Laju Pertumbuhan Spesifik Biomassa

Laju pertumbuhan biomassa dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.


𝑙𝑛(𝑋)−𝑙𝑛(𝑋0)
µ= 𝑡

Contoh perhitungan laju pertumbuhan biomassa pada variasi glukosa 20% yaitu sebagai
berikut.
𝑙𝑛(0,00919)−𝑙𝑛(0,00219)
µ= 24

µ = 0, 0831 𝑔/𝑚𝐿/𝑗𝑎𝑚

B.6 Perhitungan Laju Produksi Etanol

Laju produksi etanol dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.


[𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟]−[𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙]
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑡

Contoh perhitungan laju produksi etanol pada variasi glukosa 20% yaitu sebagai berikut.
0,9450−0,5008
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 24

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 0, 0257 (𝑣/𝑣)/𝑗𝑎𝑚


B.7 Perhitungan Perolehan Etanol

Perolehan etanol dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

𝑦𝑥 𝑋−𝑋𝑜
𝑠
=− 𝑆𝑜−𝑆

Contoh perhitungan perolehan etanol pada variasi glukosa 20% yaitu sebagai berikut.
𝑦𝑥 0,9450−0,5008
𝑠
=− 0,00282−0,00290

𝑦𝑥
𝑠
= 7, 6 %

B.8 Perhitungan Perolehan Biomassa

Perolehan biomassa dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

𝑦𝑥 𝑋−𝑋𝑜
𝑠
=− 𝑆𝑜−𝑆

Contoh perhitungan perolehan biomassa pada variasi glukosa 20% yaitu sebagai berikut.
𝑦𝑥 0,00919−0,00219
𝑠
=− 0.00230−0.00219

𝑦𝑥
𝑠
= 11, 97%
LAMPIRAN C
DATA ANTARA

C.1 Kurva Baku Etanol

Gambar C.1 Kurva baku etanol

C.2 Kurva Baku Glukosa

Gambar C.2 Kurva baku glukosa


C.3 Kurva Baku Biomassa

Gambar C.3 Kurva baku biomassa


LAMPIRAN D
DATA MENTAH

D.1 Analisis Etanol

Tabel D.1.1 Data pembuatan kurva baku etanol


Volume Volume Konsentrasi
Variasi
Etanol Aqua dm Absorbansi 1 Absorbansi 2 Absorbansi Etanol
ke-
(mL) (mL) (%v/v)
1 1 9 0,1978 0,1966 0,1972 10,0

2 2 8 0,1942 0,1937 0,1940 19,9

3 3 7 0,2041 0,2056 0,2049 29,9

4 4 6 0,2306 0,2317 0,2312 39,8

5 5 5 0,2522 0,2479 0,2501 49,8

6 6 4 0,2883 0,2897 0,2890 59,7

Tabel D.1.2 Data analisis produksi etanol variasi glukosa 10%


Waktu
Konsentrasi
Pengambilan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rata-rata STDEV
(%v/v)
(Jam)
0 0,294 0,2909 0,29245 0,0022 0,5183

3 0,3428 0,2867 0,31475 0,0397 0,5579

6 0,331 0,3285 0,32975 0,0018 0,5845

9 0,3017 0,323 0,31235 0,0151 0,5536

12 0,3266 0,3381 0,33235 0,0081 0,5891

15 0,336 0,3559 0,34595 0,0141 0,6132

18 0,3468 0,3563 0,35155 0,0067 0,6231

21 0,3823 0,4423 0,4123 0,0424 0,7308

24 0,4601 0,4748 0,46745 0,0104 0,8285


Tabel D.1.2 Data analisis produksi etanol variasi glukosa 20%
Waktu
Konsentrasi
Pengambilan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rata-rata STDEV
(g/mL)
(jam)
0 0,2827 0,2824 0,28255 0,0002 0,5008

3 0,3535 0,3066 0,33005 0,0332 0,5850

6 0,3261 0,3408 0,33345 0,0104 0,5910

9 0,3806 0,3406 0,3606 0,0283 0,6391

12 0,3472 0,3396 0,3434 0,0054 0,6086

15 0,3651 0,3659 0,3655 0,0006 0,6478

18 0,3901 0,3946 0,39235 0,0032 0,6954

21 0,4626 0,4667 0,46465 0,0029 0,8236

24 0,5227 0,5436 0,53315 0,0148 0,9450

D.2 Analisis Glukosa

Tabel D.2.2 Data analisis konsumsi glukosa variasi glukosa 10%


Waktu Retention Time Konsentrasi
Area
Fermentasi (menit) Glukosa (g/mL)

0 7,78 1788 0,00218

9 7,667 1625 0,00198

21 7,788 1575 0,00192

24 7,689 1497 0,00182

Tabel D.2.3 Data analisis konsumsi glukosa variasi glukosa 20%


Waktu Retention Time Konsentrasi
Area
Fermentasi (menit) Glukosa (g/mL)

0 7,665 1833 0,00223

18 7,649 1792 0,00218


24 7,594 1785 0,00217

D.3 Analisis Biomassa

Tabel D.3.1 Data analisis absorbansi kurva baku biomassa


Faktor Volume Volume Absorbansi
Variasi ke-
Pengenceran Inokulum (mL) Larutan (mL) Rata-Rata

1 4 5 20 0,7017

2 4,6 5 23 0,6425

3 5,2 5 26 0,5312

4 5,8 5 29 0,4159

5 6,4 5 32 0,3412

6 7 5 35 0,3010

Tabel D.3.2 Data analisis konsentrasi kurva baku biomassa


Massa Tabung Massa Tabung Falcon Massa Sel Konsentrasi
Variasi ke-
Falcon (g) + Sel Kering(g) Kering (g) (g/mL)

1 10,071 10,1203 0,049 0,004930

2 9,9602 9,9973 0,037 0,003226

3 9,9477 9,9801 0,032 0,002492

4 9,9903 10,0134 0,023 0,001593

5 9,9511 9,9684 0,017 0,001081

6 9,9346 9,9491 0,015 0,000829

Tabel D.3.3 Data analisis pertumbuhan biomassa variasi glukosa 10%


Waktu
Faktor Konsentrasi
Pengambilan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rata-rata
Pengenceran (g/mL)
(jam)

0 0,2988 0,3010 0,2999 1 0,00156

3 0,4300 0,3764 0,4032 1 0,00210

6 0,4590 0,4612 0,4601 1 0,00239


9 0,4971 0,4963 0,4967 1 0,00258

12 0,5195 0,5186 0,5191 1 0,00270

15 0,5356 0,4741 0,5049 1 0,00263

18 0,5887 0,5591 0,5739 1 0,00298

21 0,7706 0,7679 0,7693 1 0,00400

24 0,5965 0,6463 0,6214 2 0,00646

Tabel D.3.4 Data analisis pertumbuhan biomassa variasi glukosa 20%


Waktu
Faktor Konsentrasi
Pengambilan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Rata-rata
Pengenceran (g/mL)
(jam)

0 0,4140 0,4265 0,4203 1 0,00219

3 0,6119 0,5900 0,6010 1 0,00312

6 0,6103 0,6276 0,6190 1 0,00322

9 0,6901 0,6871 0,6886 1 0,00358

12 0,7205 0,7258 0,7232 1 0,00376

15 0,3655 0,3717 0,3686 2 0,00383

18 0,4388 0,4538 0,4463 2 0,00464

21 0,6406 0,6358 0,6382 2 0,00664

24 0,3926 0,4907 0,4417 4 0,00919

Anda mungkin juga menyukai