Anda di halaman 1dari 5

Pembuatan Bioetanol Dari Nira Aren Secara Fermentasi Menggunakan Yeast

Saccharomyces Cerevisiae dengan Variasi Pengaruh Waktu Fermentasi dan


Persentase Starter Pada Nira Aren (Arenga Pinnata)

1. Latar Belakang
Salah satu sumber energi alternatif yang dapat menggantikan sumber energi fosil
adalah bioetanol. Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula
menggunakan bantuan mikroorganisme. Menurut Effendi (2010), aren adalah salah
satu tumbuhan yang memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar nabati yaitu
bioetanol. Menurut Syakir (2010), kandungan gula yang terkandung di dalam nira aren
yaitu sebesar 12,04%. Berikut kandungan nira dari berbagai tanaman palma yang
sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar
alternatif yaitu bioethanol.
Tabel 1. Komposisi nira dari berbagai tanaman palma
Komponen (%) NIra Aren Nira Kelapa Nira Siwalan
Kadar Air 87,66 88,40 87,66
Kadar Gula 12,04 10,27 10,96
Protein 0,36 0,41 0,28
Lemak 0,02 0,17 0,02
Kadar Abu 0,021 0,38 0,10
Sumber: Widjanarko (2008)

2. Metodologi Penelitian
Penelitian dalam pembuatan bioethanol berbahan dasar nira aren dengan
menggunakan peralatan berupa serangkaian alat fermentor sederhana, serangkaian alat
distilasi sederhana, erlenmeyer, beaker glass, hemositometer, refraktometer, autoclave,
labu leher tiga, hot plate, dan agitator. Serta menggunakan bahan berupa nira aren,
biakan murni Saccharomyces cerevisiae dan fermipan (Manurung M Meilani, 2015).
Penelitian dilakukan dengan mempersiapkan bahan baku nira aren dan yeast yang
akan digunakan yaitu fermipan dan biakan Saccharomyces cerevisiae, serta dianalisis
kadar gula nira aren tersebut. Selanjutnya adalah membuat starter dengan
menggunakan biakan murni Saccharomyces cerevisiae, kemudian mendiamkan dan
mengocoknya pada shaker dengan kecepatan 75 rpm. Proses fermentasi dilakukan
secara anaerob selama 25 jam dengan variasi penambahan starter sebanyak 15% dari
total sampel yang digunakan. Proses pemisahan hasil fermentasi dilakukan dengan cara
distilasi dengan mempertahankan suhu operasi pada 88 oC. Analisa hasil dilakukan
dengan cara mengukur kadar bioetanol dan kadar keasaman bioetanol. Prosedur di atas
dilakukan kembali dengan variasi waktu fermentasi, yaitu selama 50 dan 75 jam. Hal
yang sama dilakukan untuk yeast yang berbeda, yaitu fermipan (Syauqiah Isna, 2015).
2.1 Prosedur Pembuatan Starter
Sebagai langkah pertama, disterilkan semua peralatan yang akan
digunakan dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121 oC, kemudian
dipanaskan nira segar pada suhu 80 oC. Nira didinginkan hingga suhu ruangan
kemudian dimasukkan satu oase Saccharomyces cerevisiae dan diaduk hingga
merata. Starter didiamkan pada kondisi ruangan selama 48 jam. Selanjutnya
dilakukan perhitungan jumlah Saccharomyces cerevisiae dengan hemositometer.
2.2 Prosedur Fermentasi
Semua peralatan yang akan digunakan disterilkan dengan autoclave
selama 15 menit pada suhu 121 oC. Dipanaskan nira aren segar pada suhu 80 oC.
Kadar gula nira di analisis dengan refraktometer. Dicampurkan nira aren dengan
larutan starter sebanyak 15% dari total volume campuran. Ditambahkan NPK
0,4% ke dalam larutan. Campuran diaduk di rotary shaker dengan kecepatan
agitasi 75 rpm selama 24 jam pada suhu ruangan. Dimasukkan hasil fermentasi
ke dalam peralatan distilasi, kondisi operasi diatur pada suhu 88 oC. Distilat di
tampung dengan erlenmeyer dan diukur volumenya.
2.3 Analisi Produk
Analisis terhadap bioetanol yang dihasilkan meliputi analisis
karakteristik dengan dengan cara mengukur kadar bioetanol dan kadar keasaman
bioetanol.
3. Hasil dan Pembahasan
Penggunaan biakan murni Saccharomyces cerevisiae pada proses fermentasi nira
aren dengan kadar gula 80,55 % menghasilkan rendemen, kadar bioetanol dan kadar
keasaman yang berbeda untuk tiap variasi waktu fermentasi. Variasi waktu fermentasi
dan prosentasi starter terhadap substrat ternyata menghasilkan rendemen yang
bervariasi pula. Saat waktu fermentasi 50 jam, rendemen untuk setiap prosentasi starter
terhadap substrat lebih besar dibandingkan dengan rendemen pada saat waktu
fermentasi 24 jam. Hal ini dikarenakan selama rentang waktu antara 25 jam sampai 50
jam, yeast yang digunakan mengalami peningkatan jumlah sel sehingga jumlah dan
kemampuan sel untuk mengkonversi senyawa gula menjadi etanol akan semakin
meningkat, akibatnya etanol yang dihasilkan pun semakin besar.
Hasil yang diperoleh pada waktu fermentasi 75 jam menunjukkan bahwa
rendemen bioetanol yang dihasilkan mengalami penurunan dibandingkan dengan
waktu fermentasi 50 jam. Hal ini disebabkan oleh selama waktu fermentasi 75 jam,
yeast yang digunakan telah menuju fase decline (fase kematian) sehingga yeast tersebut
kemungkinan sudah banyak yang mati dan kemampuan sel untuk mengkonversi
senyawa gula menjadi etanol akan semakin menurun, akibatnya etanol yang dihasilkan
pun semakin sedikit. Menurut Isna Syauqiah (2015), Kondisi lingkungan (terutama
suhu) juga akan mempengaruhi rendemen bioetanol yang dihasilkan. Jika suhu
lingkungan berubah maka akan mempengaruhi pertumbuhan dan kinerja dari yeast
untuk mengkonversi senyawa gula menjadi etanol, sehingga proses fermentasi akan
terganggu dan mempengaruhi jumlah etanol yang dihasilkan.
Fermentasi selama 25 jam untuk setiap prosentasi starter terhadap substrat
menghasilkan etanol dengan kadar yang paling rendah. Kemudian terjadi peningkatan
pada fermentasi selama 50 dan 75 jam. Hal tersebut dikarenakan semakin lama waktu
fermentasi maka semakin banyak pula senyawa gula yang dikonversi menjadi etanol
(bioetanol). Tetapi karena yeast mempunyai keterbatasan dalam mendegradasi
senyawa gula sehingga tidak semua gula dalam nira dapat dikonversi menjadi
bioetanol.
Analisa prosentasi starter terhadap substrat sebesar 5% diperoleh kadar keasaman
yang semakin menurun seiring semakin lamanya waktu fermentasi. Sedangkan untuk
prosentasi starter terhadap substrat 10% dan 15% pada waktu fermentasi 50 jam
menunjukkan nilai kadar keasaman yang lebih kecil dibanding dengan waktu
fermentasi 25 jam. Akan tetapi pada waktu fermentasi 75 jam, nilai kadar keasaman
meningkat dibandingkan pada waktu 50 jam. Hasil kadar keasaman yang fluktuatif ini
bisa saja disebabkan oleh kontaminasi bakteri asam asetat dan penguraian (oksidasi)
bioethanol selama penyimpanan atau pada saat pembuatannya, sehingga akan
menyebabkan terkonversinya bioetanol menjadi asam asetat meskipun kadarnya tidak
terlalu tinggi jika dibandingkan dengan kadar bioetanol yang dihasilkan (Simanjuntak
Elisa, 2015).

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:

1. Rendemen bioethanol meningkat pada rentang waktu 25-50 jam


mengindentifikasikan peningkatan jumlah sel yeast pada rentang waktu
tersebut. Namun rendemen bioethanol tersebut menurun pada rentang waktu
50-75 jam, yang mengidentifikasikan bahwa yeast telah menuju fase decline
(fase kematian)
2. Kadar bioetanol yang dihasilkan berbanding lurus dengan waktu fermentasi
(rentang waktu 25-75 jam)
3. Etanol yang paling baik diperoleh dari fermentasi menggunakan biakan
murni Saccharomyces cerevisiae dengan waktu fermentasi 50 jam dan
prosentasi starter sebesar 10%
DAFTAR PUSTAKA

Efendi Soleh Dedi. Prospek Pengembangan Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr)
Mendukung Kebutuhan Bioetanol di Indonesia. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan. Bogor
Manurung, M.M, Handayani Gusti, Herlina N. Pembuatan Bioetanol Dari Nira Aren
(Arenga Pinnata Merr) Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae. Universitas
Sumatra Utara
Simanjuntak Elisa, Chairul, Sembiring P.P. 2015. Pembuatan Bioetanol dari Nira Aren
Secara Fermentasi Menggunakan Yeast Saccharomyces cerevisiae dengan
Variasi Konsentrasi Inokulum dan Waktu Fermentasi. Universitas Riau
Syakir dan D.S. Effendi. 2010. Prospek Pengembangan Tanaman Aren (Arenga
pinnata MERR) untuk Bioetanol, Peluang dan Tantangan. Penebar Swadaya .
Bogor
Syuqiah Isna, Pengaruh Waktu Fermentasi Dan Persentase Starter Pada Nira Aren
(Arenga Pinnata) Terhadap Bioethanol Yang Dihasilkan. Universitas Lambung
Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai